• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staphylococcus aureus 2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.2.1 Penentuan Kadar Air Serbuk Daun Tumbuhan Loning ( Pisonia

umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

Dari hasil penelitian diperoleh kadar air untuk simplisia serbuk daun tumbuhan loning sebesar 9,5 %. Tujuan dari penentuan kadar air untuk mengetahui batas maksimum tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ± 10 %. Secara umum, pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalam tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secara enzimatis seperti hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi, sehingga rendemennya akan turun. Pada tumbuhan yang masih hidup reaksi enzimatik tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Pengeringan harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik dengan adanya air dalam simplisia (Harborne, 1987).

4.2.2 Ekstraksi Daun Tumbuhan Loning

Proses ekstraksi serbuk simplisia daun tumbuhan loning dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Serbuk kering dari daun tumbuhaan loning dimaserasi dengan pelarut metanol, kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator. Metanol merupakan pelarut polar sehingga mampu menarik senyawa-senyawa yang bersifat polar. Hasil ekstraksi serbuk simplisia daun tumbuhan loning diperoleh ekstrak sebanyak 20,75 gram dan kadar ekstrak sebesar 10,37 %.

4.2.3 Skrining Fitokimia Kandungan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.)

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Hasil skrining fitokimia ekstrak metanol daun tumbuhan loning yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa senyawa flavonoid, tannin, terpenoid, saponin dapat tertarik dalam pelarut metanol. Hal ini disebabkan karena metanol merupakan pelarut universal yang memiliki gugus polar (-OH) dan gugus nonpolar (-CH3) sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat polar dan nonopolar. Flavonoid dan tannin merupakan bagian dari senyawa fenolik. Flavonoid mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas (aglikon) maupun terikat sebagai glikosida.

Aglikon polimetoksi bersifat nonpolar, aglikon polihidroksi bersifat semi polar, sedangkan glikosida flavonoid bersifat polar karena mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula ( Harborne, 1987; Markham, 1988). Oleh karena itu flavonoid dapat tertarik dalam pelarut metanol. Tannin ditunjukkan dari adanya perubahan warna setelah penambahan FeCI3 yang bereaksi dengan salah-satu gugus hidroksil pada senyawa tannin. Penambahan FeCI3 menghasilkan warna hijau kehitaman yang menunjukkan adanya tannin terkondensasi.

Saponin merupakan glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Saponin adalah senyawa yang bersifat aktif permukaan dan dapat membentuk larutan koloidal dalam air. Bila dikocok akan terbentuk busa. Timbulnya busa pada uji saponin menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan untuk membentuk buih dalam air yang terhidrolisis memjadi glukosa dan senyawa lainnya. Senyawa saponin tersebut akan cenderung tertarik oleh pelarut yang bersifat semi polar seperti metanol (Astarina et al, 2013). Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloida dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa pereaksi diantaranya pereaksi Dragendorf, Wagner, Mayer, dan Bouchardat. Untuk pereaksi Dragendorf yang ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi ini, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam.

Untuk pereaksi Wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada uji ini ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Untuk pereaksi Mayer yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Untuk pereaksi Bouchardat yang ditandai dengan terbentuknya endapan coklat. Pada pengujian terpenoida, analisis senyawa didasarkan pada kemampuan senyawa tersebut membentuk warna dengan penambahan CeSO4 1% dalam H2SO4 10%. Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil positif dengan perubahan warna menjadi merah kecoklatan yang menunjukkan kandungan golongan terpenoida.

4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.

Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning dapat dilakukan dengan metode DPPH dengan menggunakan alat spektrofotometri UV Visible.

Adapun mekanisme utama peredaman radikal DPPH adalah sebagai berikut :

DPPH + AH DPPH-H + A

Pada uji DPPH, peredaman radikal DPPH diikuti dengan pemantauan penurunan absorbansi pada panjang gelombang maksimum yang terjadi karena pengurangan radikal oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal (R)* yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat, data yang sering digunakan sebagai IC50 merupakan konsentrasi antioksidan yang dibutuhkan untuk 50% peredaman radikal DPPH pada periode waktu tertentu (15-30 menit) (Pokornya et al, 2001). DPPH merupakan suatu molekul radikal bebas yang distabilkan oleh bentuk resonansi yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 4.4 Kestabilan radikal bebas DPPH

Tabel 4.2 dan tabel 4.3 menunjukkan telah terjadi peredaman radikal bebas setelah penambahan ekstrak metanol dimana semakin tinggi konsentrasi maka % peredaman semakin besar yang ditandai dengan menurunnya absorbansi. Dari persamaan Y = ax + b dapat diketahui nilai IC50 dengan memasukkan nilai 50 sebagai sumbu Y, sehingga diperoleh berapa besar nilai x yang akan mempresentasikan besaran IC50 untuk ekstrak metanol daun tumbuhan loning adalah sebesar 21, 67 ppm.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan ekstrak metanol daun tumbuhan loning mengandung golongan senyawa kimia berupa flavonoida dan tanin. Flavonoida dan tanin merupakan bagian dari senyawa fenolik yang bersifat sebagai antioksidan (Harborne, 1996). Reaksi DPPH dengan turunan fenol dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Reaksi DPPH dengan turunan fenol

Pada senyawa polifenol, aktivitas antioksidan berkaitan erat dengan substitusi pada cincin aromatiknya. Kemampuan untuk bereaksi dengan radikal bebas DPPH dapat mempengaruhi urutan kekuatan antioksidannya. Aktivitas peredaman radikal bebas senyawa polifenol diyakini dipengaruhi oleh jumlah dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya serta adanya gugus karbonil dan ikatan rangkap terkonjugasi pada inti fenolat yang menyebabkan delokalisasi elektron yang stabil. Dengan demikian aktivitas antioksidan yang lebih tinggi akan dihasilkan pada senyawa flavonoid yang mempunyai jumlah gugus hidroksil dan karbonil yang lebih banyak pada inti flavonoidnya. Senyawa fenolik ini mempunyai kemampuan untuk menyumbangkan hidrogen, maka aktivitas antioksidan senyawa fenolik pada reaksi netralisasi radikal bebas yang mengawali proses oksidasi atau pada penghentian reaksi radikal berantai yang terjadi. Hasil dari skrining fitokimia golongan senyawa yang bersifat sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid dan tannin.

Berdasarkan literatur (Ionita, 2005) dapat diketahui bahwa jika nilai IC50

yang dihasilkan <50 ppm maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat dan >150 ppm memiliki aktivitas antioksidan lemah. Dari data hasil uji aktivitas antioksidan, aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tumbuhan loning termasuk kategori sangat kuat dengan nilai IC50

Tingkat kekuatan senyawa antioksidan menggunakan DPPH dapat digolongkan sebagai berikut :

Intensitas Nilai IC50

Sangat kuat <50 ppm

Kuat 50-100 ppm

Sedang 101-150 ppm

Lemah >150 ppm

(Ionita, 2005)

4.2.5 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan Loning (Pisonia umbellifera (J.R. Forst & G. Forst) Seem.

Pengujian aktivitas antibakteri bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas bakteri pada sampel uji. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi agar. Pada metode ini aktivitas antibakteri terhadap sampel uji ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat disekitar kertas cakram. Kertas cakram yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar (Pratiwi, 2008). Pada penelitian ini menggunakan bakteri patogen yang berasal dari bakteri gram positif dan gram negatif yaitu Staphylococcus aureusdanEscherichia coli.

Berdasarkan Clinical and Laboratory Standards Institute (2007) bahwa suatu senyawa memiliki aktivitas antibakteri dengan zona hambat≤ 14 mm lemah (resistant), 15 hingga 19 mm sedang (intermediate) dan≥ 20 mm kuat. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak metanol daun tumbuhan loning dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa ekstrak metanol daun tumbuhan loning memiliki aktivitas antibakteri dengan kategori sedang pada konsentrasi 500 mg/ml dengan zona hambat 15,1 mm pada bakteri Staphylococcus aureus dan kategori

lemah untuk bakteri Escherichia coli dengan zona hambat 13,9 mm. Perbedaan diameter zona hambat pada kedua bakteri menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sensitivitas ekstrak pada mikroba uji tersebut. Senyawa yang bersifat antimikroba dapat menyebabkan kerusakan pada dinding sel serta kerusakan pada membrane sel berupa denaturasi protein dan lemak yang menyusun membran sel. Ekstrak metanol daun tumbuhan loning lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri gram negatif Escherichia coli, hal ini kemungkinan disebabkan karena aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi ekstrak dan jenis bakteri yang dihambat( Jawetzet al, 2005).

Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka jumlah senyawa antibakteri yang dilepaskan semakin besar, sehingga mempermudah penetrasi senyawa tersebut kedalam sel dengan kata lain semakin tinggi konsentrasi ekstrak dan lama waktu kontak maka aktivitas antibakteri makin aktif, hal ini dinyatakan bahwa bakteri gram positif yang membran luarnya terdiri dari lapisan peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan gram negatif yang membran luarnya terdiri dari lipopolisakarida yaitu lipid, polisakarida dan protein (Pratiwi, 2008).

Dinding sel bakteri gram negatif mengandung peptidoglikan jauh lebih sedikit daripada gram positif sehingga permeabilitas bakteri gram positif lebih rendah dibandingkan permeabilitas bakteri gram negatif. Dengan permeabilitas yang rendah maka zat aktif dari ekstrak metanol daun tumbuhan loning akan mengalami kesulitan untuk menembus membran sel bakteri gram positif sehingga efek bakterinya, kurang optimal pada sel bakteri yang sedang tumbuh dan menyebabkan kematian sel. Senyawa flavonoid memiliki kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran sitoplasma bakteri yang mengandung protein menjadi tidak stabil karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya, fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri

dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Flavonoid juga bersifat lipofilik yang akan merusak membran mikroba karena di dalam flavonoid mengandung suatu senyawa fenol. Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dapat terganggu disebabkan senyawa fenol dimana senyawa ini merupakan suatu alkohol yang bersifat asam disamping itu juga fenol memiliki kemampuan untuk mendenaturasikan protein dan merusak membran sel. Kondisi asam oleh adanya fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Rahayu, 2000). Hasil penelitian melalui uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ektrak metanol daun tumbuhan loning mengandung senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antibakteri yaitu flavonoid, polifenol, dan saponin.

BAB 5

Dokumen terkait