• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staphylococcus aureus 2. Pembuatan Stok Kultur Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Metabolit Sekunder

Senyawa kimia bermolekul besar merupakan bagian utama dalam organ tanaman kering. Senyawa bermolekul besar ini berfungsi sebagai pembentuk struktur tanaman (selulosa, kitin, lignin, dan pectin), sebagai cadangan makanan (amilum, protein, lipoprotein) atau untuk memenuhi fungsi metabolism penting lainnya ( protein dan enzim). Senyawa kimia dari tanaman yang berbeda-beda dapat diekstrak dengan pelarut umum (air, etanol, eter, benzene, eter minyak bumi) berupa senyawa kimia tanaman dengan molekul kecil. Senyawa kimia tanaman yang jumlahnya paling banyak adalah senyawa kimia bermolekul kecil dari kelompok yang disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait, 2007).

Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolit sekunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu :

2.2.1 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,umumnya tidak berwarna,dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik.Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloid memiliki kemampuan sebagai

Dalam skrining fitokimia, bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloida dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa pereaksi diantaranya pereaksi Dragendorf, Wagner, Mayer, dan pereaksi Bouchardat. Untuk pereaksi Dragendorf yang ditandai dengan terbentuk warna jingga, Pada pembuatan pereaksi Dragendorf, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+), pada uji alkaloid dengan dragendorf, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorf ditunjukkan pada gambar 2.2

Bi(NO3)3 + 3KI BiI3 + 3KNO3

BiI3 + KI KBiI4

Kalium tetraiodobismutat

Kalium-Alkaloid oranye endapan

Gambar 2.2 Reaksi Alkaloid dengan Pereaksi Dragendorf ( Setyowatiet al, 2014)

Pada uji wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Pada pembuatan pereaksi wagner, iodine bereaksi dengan ion I- dari kalium iodide menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji wagner ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Reaksi yang terjadi pada uji wagner ditunjukkan pada gambar 2.3

I2 + I- I3

Kalium-Alkaloid Coklat endapan

Gambar 2.3 Reaksi Alkaloid dengan pereaksi Wagner ( Setyowatiet al, 2014)

Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Setyowati et al, 2014). Reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada gambar 2.4.

HgCl2 + 2KI HgI2 + 2KCl

HgI2 + 2KI K2[ HgI2]

Kalium tetraiodomerkurat (II)

Kalium-Alkaloid oranye endapan

2.2.2 Flavonoid

Beberapa fungsi flavonoid yang terkandung pada tumbuhan ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus. Efek flavonoid terhadap berbagai macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan, juga sebagai senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun nonenzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dan melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak ( Robinson, 1995).

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6- C3- C6.Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 ( cincin benzene tersubstitusi ) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995). Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Flavonoid biasanya terdapat sebagai O-glikosida; pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan hemiasetal. Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan asam atau disebut C-glikosida (Markham, 1988). Kegunaan bagi tumbuhan yaitu untuk menarik serangga, yang membantu proses penyerbukan, untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia dosis kecil, flavon bekerja sebagai stimulant pada jantung, hisperidin mempengaruhi pemburuh darah kapiler, flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak ( Sirait, 2007).

Identifikasi adanya senyawa flavonoid dapat dilihat dengan penambahan serbuk Mg dan HCl pekat, jika terbentuk larutan warna jingga maka positif mengandung flavonoida.reaksinya dapat ditunjukkan pada gambar 2.5

Gambar 2.5 Reaksi Flavonoid dengan Mg dan HCI ( Setyowatiet al, 2014)

2.2.3 Terpenoid

Terpenoid mempunyai beberapa fungsi yang berbeda bagi tumbuhan itu sendiri, antara lain sebagai pengatur tumbuh; dua kelompok regulator pertumbuhan yang penting ialah seskuiterpenoid absisin dan diterpenoid giberelin. Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis, terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid ditemui tidak saja pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba. Struktur terpenoiddibangun oleh molekul isoprene, CH2=C(CH3)-CH=CH2, kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprene (C5). Senyawa terpenoid berkisar dari senyawa yang volatile, yakni komponen minyak atsiri, yang merupakan mono dan sesquiterpen (C10 dan C15), senyawa yang kurang volatil, yakni diterpen (C20), sampai senyawa yang nonvolatile seperti triterpenoid dan sterol (C30) serta pigmen karotenoid. Baik pada tumbuhan ataupun hewan yang menjadi senyawa dasar untuk biosintesis terpenoid adalah isopentenil pirophosfat.

Karotenoid mempunyai peran penting sebagai senyawa warna tumbuhan dan hampir semua terpenoid C40 juga berperan sebagai pigmen biosintesis ( Sirait, 2007). Identifikasi adanya senyawa terpenoid dapat dilihat dengan penambahan CeSO41% dalam H2SO4 10%. Jika terbentuk endapan warna merah kecokelatan maka positif mengandung terpenoida. Reaksinya dapat ditunjukkan pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Reaksi Terpenoid dengan pereaksi CeSO4 dalam H2SO4 10% ( Setyowatiet al, 2014)

2.2.4 Saponin

Saponin adalah glikosida yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan sapogenin (aglikon). Sapogenin merupakan derivate non gula dari system polisiklik. Selain itu saponin juga merupakan kelompok glikosida triterpenoid dan sterol yang telah terdeteksi lebih dari 90 famili tumbuhan dan banyak ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa aktif permukaan dari saponin bersifat sabun dan dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa pada pengocokan dan memiliki rasa pahit yang mempunyai efek menurunkan tegangan permukaan sehingga merusak membran sel dan menginaktifkan enzim sel serta merusak protein sel. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan ini disebabkan molekul saponin terdiri dari hidrofor dan hidrofil. Bagian hidrofob adala aglikonnya, bagian hidrofil adalah glikonnya. Rasanya pahit atau getir.

Dapat mengiritasi membran mukosa. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Sebagian besar saponin bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada yang bereaksi asam (sukar larut dalam air), sebagian kecil ada yang bereaksi basa. Aglikon dari saponin disebut sapogenin. Sapogenin sukar larut dalam air.

Saponin dapat berupa senyawa yang mempunyai satu rantai gula atau dua rantai gula yang sebagian besar bercabang. Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Sifat menurunkan tegangan muka yang ditimbulkan oleh saponin dapat dihubungkan dengan daya ekspektoransia. Dengan sifat ini lendir akan dilunakkan atau dicairkan. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregang partikel tak larut dan menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan( Sirait, 2007) . Saponin telah dapat diaplikasikan secara industrial maupun secara komersial, seperti digunakan untuk soft drink, shampoo, pemadam kebakaran, sabun dan hormon steroid sintesis karena aglikonnya bersifat non polar. Aglikon pada saponin dikenal sebagai sapogenin sedangkan pada steroid sapogenin disebut saraponin (Widodo, 2005).

Identifikasi adanya saponin menggunakan uji Forth, dengan terbentuknya busa stabil, menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya dengan reaksi yang ditunjukkan pada gambar 2.5.

2.2.5 Tannin

Tannin merupakan senyawa polifenolik dengan bobot molekul yang tinggi dan mempunyai kemampuan mengikat protein. Tannin terdiri dari katekin, leukoantosiannin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan berat molekul yang sedang, sedangkan katekin dengan berat molekul yang rendah ditemukan pada buah-buahan dan sayuran.

Tannin tidak dapat mengkristal dan berbentuk senyawa koloid. Tannin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tannin mulai tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Tannin terdiri dari dua kelompok, yaitu condensed tannin dan hydrolizable tannin. Kelompok condensed tannin merupakan tipe tannin yang terkondensasi, tahan terhadap degradasi enzim, tahan terhadap hidrolisa asam, dimetilai dengan penambahan metionin, sering kompleks susunannya dan banyak dijumpai dalam biji-bijian sorghum. Condensed tannin diperoleh dari kondensasi flavanol-flavanol seperti katekin dan epikatekin, tidak mengandung gula dan mengikat protein sangat kuat sehingga menjadi rusak (Widodo, 2005). Pengujian tannin dilakukan dengan penambahan FeCI3. Pada penambahan ini tannin akan bereaksi dengan ion Fe3+ membentuk senyawa kompleks. Reaksi uji tannin dapat ditunjukkan pada gambar 2.6.

2.3 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati dan simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan atau hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Depkes RI, 2000).

Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstraksi dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selekstivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan dan harga (Harborne, 1987).

Suatu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

1. Cara Dingin

Dokumen terkait