6) Mudah disimpan dan diangkut
2.5 Celah Pelolosan (Escape Gap)
Indonesia dikenal dengan jenis ikan yang multispesies, sehingga dalam operasi penangkapan banyak menghasilkan tangkapan sampingan. Banyaknya ikan nontarget yang tertangkap akan menambah sorting time (waktu penyortiran) ketika di atas kapal. Hasil tangkapan sampingan ini dapat berupa ikanikan spesies non target dan ikanikan yang menjadi target penangkapan tetapi masih berukuran kecil (undersize). Menurut Chopin dan Arimoto (1994), tertangkapnya ikan yang masih kecil (undersize) dapat dikontrol dengan melarang secara tegas penggunaan alat tangkap yang memiliki kemungkinan besar menangkap ikanikan yang ukurannya masih kecil (unde size). Dalam konteks selektivitas, alat tangkap yang digunakan harus dapat meminimalkan hasil tangkapan yang terluka, sehingga hasil tangkapan sampingan yang diperoleh ketika dilepas di perairan memiliki daya hidup yang tinggi.
Untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan pada bubu maka salah satu mekanisme yang digunakan adalah dengan memasang celah pelolosan (escape gap). Celah pelolosan (escape gap) ini telah terbukti dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan beberapa spesies di beberapa negara (Iskandar, 2006).
Menurut Iskandar (2006), celah pelolosan (escape gap) adalah celah yang dibuat pada salah satu sisi atau beberapa sisi bubu dengan bentuk segi empat, bulat atau persegi panjang untuk meloloskan ikan dan biota lainnya yang belum layak tangkap. Bahan yang digunakan untuk membuat escape gap sangat bervariasi. Beberapa nelayan menggunakan bahan dari plastik, besi, maupun papan. Namun pada saat ini penggunaan escape gap dari bahan yang mudah terurai atau yang mudah rusak sangat dianjurkan. Penggunaan escape gap dari bahan yang mudah terurai maupun corrosive material saat ini memang lebih dianjurkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya ghost fishing. Ghosh fishing adalah fenomena dimana alat tangkap terlepas dari kendali nelayan dan terus melakukan proses penangkapan.
Agar celah pelolosan (escape gap) dapat berfungsi secara optimal maka beberapa faktor harus diperhatikan seperti bentuk, ukuran, posisi pemasangan, dan jumlah.
2.5.1 Bentuk
Bentuk escape gap untuk meloloskan non target spesies cukup bervariasi disesuaikan dengan non target spesies yang ingin diloloskan. Beberapa bentuk escape gap yang digunakan untuk meloloskan nontarget spesies adalah empat persegi panjang,
Krouse (1978) melakukan penelitian untuk mendapat escape gap yang efektif untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan dari lobster dan kepiting Cancer borealis serta Cancer irroratus. Panjang karapas lobster yang boleh ditangkap adalah > 81 mm. Adapun lebar karapas kepiting yang boleh ditangkap adalah > 90 mm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa escape gap yang berbentuk lingkaran dengan diameter 58 mm dan empat persegi panjang dengan ukuran 44.5 x152.4 mm paling efektif menangkap lobster dan kepiting yang layak tangkap.
Treble et al. (1998) melakukan penelitian untuk memperoleh tipe escape gap yang efektif untuk melepeas undersize lobster di perairan Teluk Apollo, Victoria Australia. Di Victoria, ukuran rock lobster (Jasus edwardsi) yang layak tangkap minimal harus mempunyai panjang 105 mm untuk lobster betina dan 110 mm untuk lobster jantan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa escape gap berbentuk lingkaran dengan diameter 60 mm merupakan ukuran yang efektif untuk menangkap lobster layak tangkap (legal size lobster).
2.5.2 Ukuran
Ukuran escape gap tergantung dari besar kecilnya ikan yang dijadikan terget penangkapan. Dalam menentukan ukuran escape gap pada umumnya didasarkan pada beberapa hal, yaitu tingkat matang gonad ikan, nilai ekonomis ikan, dan peraturan pemerintah terkait escape gap.
Brown (1982) menyatakan bahwa ukuran minimal kepiting dan lobster yang diperbolehkan ditangkap menurut di wilayah Inggris masingmasing adalah
115 mm dan 80 mm. Kemudian Brown melakukan penelitian yang bertujuan untuk menemukan ukuran dan bentuk escape gap pada bubu yang dapat menangkap kepiting dan lobster yang layak tangkap dan meloloskan kepiting dan lobster yang belum layak tangkap. Untuk kepiting, Brown menggunakan escape gap berbentuk segi empat dengan ukuran: 38 mm x 74 mm, 38 mm x 115 mm, dan 42 mm x 74 mm. Adapun untuk lobster, Brown menggunakan escape gap dengan ukuran 42 mm x 100 mm, dan 42 mm x 74 mm. Hasil penelitian menunjukkan semua ukuran escape gap dapat menurunkan secara signifikan tertangkapnya kepiting dan lobster yang belum layak tangkap. Namun, untuk lobster escape gap yang terbaik adalah yang berukuran 38 mm x 74 mm, escape gap dengan ukuran ini dapat mengurangi kepiting yang tidak layak tangkap hingga 34% dan meningkatkan hasil tangkapan kepiting yang layak tangkap hingga 125%. Adapun untuk lobster, escape gap yang terbaik adalah yang berukuran 42 mm x 100 mm, escape gap dengan ukuran ini mendapat hasil tangkapan lobster yang tidak layak tangkap sangat sedikit, sedangkan hasil tangkapan lobster yang layak tangkap naik hingga 350%. Pada perikanan lobster dan kepiting, escape gap yang paling tepat adalah yang berukuran 42 mm x 72 mm.
Begitupun Eldridge et al. (1979) vide Iskandar (2006) melakukan suatu penelitian berseri menggunakan escape gap untuk mendapatkan konfigurasi escape gap yang terbaik untuk menangkap blue crab (Callinectes sapidus). Pada fase pertama yang dilakukan pada tahun 1977 ditujukan untuk mendapatkan ukuran dan jumlah escape gap berbetuk empat persegi panjang yang efektif untuk mengurangi hasil tangkapan blue crab yang belum layak tangkap di pantai Charleston South Carolina. Di daerah tersebut blue crab dengan ukuran karapas <127 mm disebut sublegal (belum layak tangkap). Percobaan dengan mengguankan escape gap yang berukuran 1.75 mm x 1.5 mm, 2.0 mm x 1.5 mm, 2.125 mm x 1.5 mm, 2.25 mm x 1.5 mm, dan 2.5 mm x 1.5 mm, menunjukan bahwa escape gap dengan ukuran 1.5 mm x 2.125 mm dan 1.5 mm x 2.25 mm mengurangi hasl tangkapan blue crab yang belum layak tangkap (sublegal size) sebanyak 43.53 % dan 58.91%.
2.5.3 Posisi dan jumlah
Jirapunpipat et al. (2008) melakukan penelitian dengan menggunakan escape gap berbentuk kotak. Jumlah escape gap yang dipasang pada masing masing bubu adalah 5 buah. Kelima escape gap ini dipasang pada lokasi berbeda, pertama dibagian sudut sisi miring pintu masuk, kedua dipasang di sisi bagian atas, ketiga dipasang di sisi bagian bawah, keempat dipasang di atas bagian tengah, dan kelima dipasang di tengah sisi miring pintu masuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepiting lebih banyak keluar dari escape gap yang dipasang pada sisi bagian bawah. Selain itu, semakin banyak jumlah escape gap, akan memberikan peluang yang lebih besar bagi kepiting untuk keluar. Hal ini dikarenakan kepiting akan lebih mudah menemukan escape gap.