• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

10. Cemaran logam :

10.1 Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 1,0

10.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10,0

10.3 Seng (Zn) mg/kg Maksimum 40,0

10.4 Raksa (Hg) mg/kg Maksimum 0,05

11. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimum 0,5

12. Cemaran mikroba:

12.1 Angka lempeng total Koloni/gram Maksimum 1,0 x 106

12.2 Escherichia Coli APM/gram Maksimum 10

12.3 Kapang dan Khamir Koloni/gram Maksimum 1,0 x 102

C.

AMILOSA DAN AMILOPEKTIN

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen utama pati yang berperan sebagai rangka struktur pati. Kedua molekul tersebut tersusun oleh beberapa unit glukosa yang saling berikatan.

Amilosa merupakan molekul linier polisakarida dengan ikatan α-1,4 dengan derajat polimerasi

(DP) beberapa ratus unit glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai struktur amilosa pada rantai lurus dan juga memiliki konfigurasi bercabang yang terdapat pada setiap 20-25 residu glukosa

6 Amilosa memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau mengalami retrogradasi. Semakin banyak amilosa pada pati akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya. Viskositas pasta amilosa memiliki hubungan linear dengan konsentrasi. Pada selang konsentrasi amilosa 0-0.6%, peningkatan konsentrasi amilosa akan meningkatkan viskositasnya (Ulyarti 1997).

Sifat amilosa yang penting jika dibandingkan dengan amilopektin adalah amilosa lebih mudah keluar dari granula dan memiliki kemampuan untuk mudah berasosiasi dengan sesamanya. Seperti pada umumnya polimer linear, amilosa mampu membentuk film dan serat (fibers) dengan kekuatan mekanik yang tinggi sehingga memungkinkan untuk dipergunakan sebagai pelapis makanan yang transparan sekaligus dapat dimakan (Ulyarti 1997).

Struktur cabang pada amilopektin merupakan salah satu hasil mekanisme enzim yang memecah rantai linier yang panjang. Hasil pecahan berupa rantai-rantai pendek dengan 25 unit glukosa yang kemudian bergabung membentuk struktur yang berantai banyak (Ulyarti 1997). Derajat polimerasi amilopektin sangat bervariasi. Bila dibandingkan dengan amilosa yang hanya memiliki derajat polimerisasi sebesar 500-2.000 unit glukosa yang berarti berat molekul amilopektin ± 107 Dalton. Amilopektin merupakan komponen pati yang membentuk kristalinitas granula pati. Viskositas pasta amilopektin akan meningkat apabila konsentrasinya dinaikkan (0- 3%). Akan tetapi hubungan ini tidak linier sehingga diperkirakan terjadi interaksi atau pengikatan secara acak diantara molekul-molekul cabang (Ulyarti 1997).

(a)

(b)

Gambar 1. Struktur kimia (a) amilosa dan (b) amilopektin

Amilopektin yang memiliki rantai cabang lebih panjang memiliki kecendrungan yang kuat untuk membentuk gel. Adanya amilopektin pada pati akan mengurangi kecendrungan pati dalam membentuk gel. Karakteristik seperti tekstur, viskositas, dan stabilitas dipengaruhi secara nyata oleh kadar dan berat molekul amilosa dan amilopektin (Luallen 1988, diacu dalam Munarso 1998). Perbandingan amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur (Winarno 1981).

D.

PENGGORENGAN

Menggoreng adalah salah satu unit operasi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas cerna (eating quality) dari makanan. Menggoreng juga merupakan proses pengawetan yang diperoleh dari pemusnahan mikroba, perusakan enzim-enzim, dan pengurangan kadar air (Fellows 2000). Berdasarkan prosesnya, menggoreng adalah perendaman dan pemasakan bahan pangan dalam minyak panas dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan karakteristik warna, aroma, dan tekstur yang khas (Saguy dan Dana 2003, diacu dalam Juanita 2008). Proses penggorengan ada dua jenis yaitu proses gangsa (pan frying) dan menggoreng terendam (deep fat frying).

Pada pan frying, bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak, sedangkan deep fat frying merupakan teknik menggoreng yang dicirikan dengan terendamnya seluruh bagian bahan pangan. Energi panas yang dihantarkan menghasilkan perubahan warna dan flavor yang diinginkan (Fellows 2000). Suhu yang digunakan pada proses penggorengan umumnya berkisar antara 162-196°C (Orthoefer & Cooper 2004).

Penggorengan ditujukan untuk meningkatkan karakteristik warna, flavor, dan aroma yang merupakan kombinasi dari reaksi Maillard dan komponen volatil yang diserap dari minyak (Fellows 2000). Fellows (2000) juga menyatakan bahwa ketika makanan ditaruh dalam minyak panas, suhu permukaan makanan akan meningkat cepat menuju tingkat panas minyak, sedangkan suhu bagian dalam makanan meningkat secara perlahan.

Pematangan terhadap bahan pangan merupakan akibat dari terjadinya transfer panas selama proses penggorengan (Blumenthal 1996). Terdapat delapan hal yang terjadi selama proses menggoreng terendam, yaitu :

1. Penguapan air dari bahan pangan

Temperatur permukaan produk meningkat. Menggoreng merupakan proses dehidrasi, yaitu keluarnya air dan udara panas dari produk akibat adanya panas dari minyak

2. Pemanasan produk sesuai suhu yang diinginkan untuk mencapai karakteristik yang diinginkan 3. Meningkatnya suhu permukaan produk untuk mencapai warna kecoklatan dan kerenyahan 4. Perubahan dimensi produk. Produk dapat mengecil, membesar maupun sama dengan ukuran

sebelumnya

5. Terjadi perpindahan lemak dari minyak ke produk. Dalam beberapa kasus terjadi perpindahan lemak dari produk ke minyak seperti pada ayam

6. Terdapat sistem pergantian minyak yang dipindahkan dari produk atau kelebihan minyak ke sistem penggorengan oleh produk

7. Tidak hanya perubahan ukuran tetapi juga densitas

8. Perubahan kimia minyak dan kemampuan mentransfer panas yang berakibat terhadap kualitas produk (penyerapan minyak, tingkat pencoklatan produk, rasa, dan lain-lain)

Beberapa faktor yang memengaruhi masuknya minyak ke dalam produk gorengan selama penggorengan antara lain (1) suhu dan lama penggorengan, (2) kadar air, khususnya di lapisan permukaan bahan, (3) tipe, ukuran dan bentuk produk yang digoreng, (4) perlakuan sebelum penggorengan, misalnya aplikasi batter, serta (5) tipe dan kualitas dari minyak goreng yang digunakan (Pokorny 1999).

8

III.

METODE PENELITIAN

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras (Oryza sativa Linn) dan beras ketan (Oryza sativa glutinosa) yang diperoleh dari daerah Bogor, Jawa Barat. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah akuades, NaOH 0.25%, K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, 60% NaOH-5% Na2S2O3, H3BO3, indikator metilen red-metilen blue, HCl 0.02 N, heksana, Na2S2O3.5H2O, Na2CO3, KIO3, KI, HCl 2 N, indikator pati, HCl 25%, indikator phenolptalein, NaOH 45%, pereaksi Luff Schoorl, KI 20%, H2SO4 26.5%, Na2S2O3 0.1 N, amilosa murni, etanol 95%, NaOH 1 N, asam asetat 1 N, dan larutan iod.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Texture Analyzer XT-2i (Stable Micro System Ltd, UK), Rapid Visco Analyzer (RVA) TechMaster (Newport Scientific Pty Limited, Australia), Deep Fat Fryer (Cecilware Corp., USA), wadah stainless steel, kain kasa, kertas saring, oven, neraca digital, spektrofotometer, pengaduk gelas, termometer, hot plate, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, nampan, botol semprot, kemasan alumunium, timbangan, wadah untuk merendam, blender kering, ayakan 100 mesh, cawan alumunium, desikator, gegep, neraca analitik, sudip, cawan porselin, tanur, labu Kjeldahl, pipet mohr, pipet tetes, pengaduk kaca, alat destilasi, erlenmeyer, buret, labu lemak, alat ekstraksi soxhlet, kertas saring, kapas, gelas piala, labu takar, pendingin balik, alumunium foil, corong, dan kuvet.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu (1) karakterisasi tepung beras dan tepung beras ketan, (2) kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap profil gelatinisasi, (3) kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan, (4) kajian pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan terhadap kerenyahan dan kekerasan, dan (5) kajian pengaruh kadar air berdasarkan lama goreng terhadap kerenyahan dan kekerasan. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Dokumen terkait