• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan Kekerasan

KERENYAHAN DAN KEKERASAN

4. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan Kekerasan

Analisis sensori profil tekstur digunakan ketika contoh yang diujikan banyak dan bervariasi untuk atribut tekstur. Selain itu, analisis sensori profil tekstur membutuhkan

0.58 0.4 0.2 0.04

panelis terlatih dalam pengujiannya (Setyaningsih et al. 2010). Analisis sensori profil tekstur meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, dan analisis kuantitatif kerenyahan dan kekerasan sampel.

a. Seleksi Panelis

Seleksi panelis bertujuan untuk memperoleh panelis yang dapat mengenali dan mengetahui secara umum perbedaan intensitas kerenyahan dan kekerasan pada produk gorengan secara umum. Pemilihan panelis dilakukan dengan menyeleksi sejumlah orang sehingga didapatkan 8-12 orang yang selanjutnya akan dilatih hingga menjadi panelis terlatih (Adawiyah & Waysima 2009). Tahap seleksi panelis terdiri dari tiga tahap antara lainuji identifikasi rasa dan aroma dasar, uji ketepatan dengan menggunakan uji segitiga, dan uji ranking (Meilgaard et al. 1999). Panelis yang terpilih kemudian dilatih menjadi panelis terlatih untuk digunakan pada pengujian atribut kerenyahan dan kekerasan sampel dengan bahan dasar tepung beras IR64 dan tepung beras ketan Ciasem pada berbagai macam perlakuan.

Seleksi panelis pertama adalah uji identifikasi rasa dan aroma dasar. Uji identifikasi bertujuan untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan dan mendeskripsikan beberapa stimulus rasa dan aroma dasar. Scoresheet uji identifikasi rasa dan aroma dasar dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada tahap ini diperoleh 18 panelis dari total 24 panelis yang mengikuti seleksi panelis terlatih. Panelis yang terpilih merupakan panelis yang dapat mengidentifikasi secara benar minimal 75% dari keseluruhan rasa dan aroma dasar yang diujikan. Panelis yang lolos uji identifikasi rasa dan aroma dasar diseleksi kembali menggunakan uji segitiga atribut kerenyahan dan kekerasan menggunakan sampel komersil. Uji segitiga atribut kerenyahan dan kekerasan dilakukan sebanyak 10 set dalam waktu 3 hari. Setiap set terdiri dari dua sampel yang sama dan satu sampel yang berbeda. Dari uji segitiga yang telah dilakukan, dihasilkan 15 panelis yang dapat memenuhi persyaratan, yaitu panelis yang mempunyai jawaban benar minimal 60% dari contoh standar aroma yang diberikan. Selanjutnya panelis yang lolos uji segitiga mengikuti uji ranking dimana calon panelis yang lolos adalah yang mampu menjawab dengan benar. Panelis yang lolos tahap ini sebanyak 12 orang.

Personal interview dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran apakah kandidat memiliki kemauan yang serius dan untuk konfirmasi minat kandidat dalam tahapan berikutnya, yaitu pelatihan. Dari hasil interview, kedua belas panelis bersedia mengikuti serangkaian pelatihan panelis. Hasil seleksi panelis terlatih dapat dilihat pada Lampiran 6.

b. Pelatihan Panelis

Pelatihan panelis terdiri dari FGD (Focus Group Discussion), penetapan terminologi atribut sensori, pengenalan uji deskriptif profil tekstur, dan pelatihan standardisasi atribut kerenyahan dan kekerasan. FGD dilakukan untuk menyamakan persepsi antar panelis dengan pengenalan terminologi kerenyahan dan kekerasan. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya (Stone & Sidel 2004). Terminologi kerenyahan dan kekerasan mengacu pada Larsen et al. (2005). Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya tekan yang menyebabkannya hancur. Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk

32 terbalik dengan kerenyahan suatu produk, semakin tinggi kekerasan produk menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah, begitupun sebaliknya semakin rendah nilai kekerasan suatu produk menunjukkan semakin tinggi kerenyahannya (Buckle et al. 1987). Pelatihan berikutnya yaitu pengenalan uji deskriptif sensori profil tekstur. Metode ini didasarkan pada klasifikasi sistematik sifat-sifat tekstur yang diterapkan pada definisi dan deskripsi masing-masing atribut. Metode sensori profil tekstur biasanya menggunakan skala garis (Setyaningsih 2010). Skala garis mempunyai panjang 15 cm dengan penilaian rating intensitas dimana 0 cm menunjukkan tidak terdekteksinya suatu atribut dan 15 cm menunjukkan deteksi atribut tertinggi (Meilgaard

et al. 1999). Pada tahap pelatihan digunakan tiga sampel komersial. Scoresheet pelatihan panelis dapat dilihat pada lampiran 10. Pelatihan dilakukan hingga tercapai konsistensi dalam penilaian atribut kerenyahan dan kekerasan.

Tahap selanjutnya yaitu penentuan standar untuk stribut kerenyahan dan kekerasan. Standar yang digunakan berasal dari bahan sama dengan perlakuan yang sama pula. Penggunaan bahan dan perlakuan yang sama dengan sampel dapat menghindari bias dalam pemberian nilai kerenyahan dan kekerasan. Hal ini dikarenakan penampakan visual, rasa, dan aroma sama tetapi berbeda dalam tingkat kerenyahan dan kekerasan saja. Standar yang digunakan adalah perbandingan tepung beras IR64 dan ketan Ciasem 50:50. Lama waktu penggorengan dan suhu yang digunakan adalah selama 14 menit pada suhu 160⁰C berdasarkan trial and error. Nilai intensitas atribut kerenyahan dan kekerasan ditentukan oleh panelis terlatih yang dilakukan sebanyak dua ulangan. Hasil penilaian intensitas standar kerenyahan dan kekerasan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil penetapan standar atribut sensori berdasarkan organoleptik

Atribut Sensori Intensitas Kerenyahan 6.94±0.16

Kekerasan 12.11±0.06

Keterangan: penentuan standar dilakukan sebanyak dua kali ulangan

c. Pengujian

Sembilan orang panelis terlatih melakukan penilaian atribut kerenyahan dan kekerasan pada tiga jenis perlakuan berbeda sampel. Pengujian dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode sensori profil tekstur dengan membandingkan terhadap standar yang nilainya telah ditentukan pada tahap pelatihan. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada setiap sampel. Ulangan dapat membantu mengkondisikan panelis terlatih agar dapat melakukan penilaian secara konsisten (Piggot

et al. 1998) dengan membandingkan dengan standar yang nilainya telah ditentukan saat tahap pelatihan. Analisis kuantitatif atribut kerenyahan dan kekerasan menggunakan standar (R) pada skala tidak terstruktur sepanjang 15 cm. Pengukuran intensitas atribut kerenyahan dan kekerasan dilakukan dengan penggaris, nilai yang diperoleh kemudian dikonversi menjadi skala 100. Jumlah set per sesi analisis tergantung derajat kelelahan panelis dalam menilai dan mengisi lembar uji. Umumnya 4-6 sampel per hari dan jika produk yang dinilai rumit atau atribut sensori yang dianalisis banyak, maka cukup tiga sampel per hari. Apabila sampel terlalu sedikit akan mengakibatkan variasi yang terlalu

besar dan apabila sampel terlalu banyak akan mengakibatkan antar contoh kelihatannya berbeda tetapi sebenarnya tidak (Setyaningsih et al. 2010).

Sembilan orang panelis terlatih melakukan penilaian terhadap atribut kerenyahan dan kekerasan sampel dengan rasio amilos-amilopektin 0.04, 0.2, 0.4, dan 0.58. Hasil uji sensori profil tekstur atribut kerenyahan dan kekerasan beserta kadar air dapat dilihat pada Tabel 15. Pada atribut kerenyahan, hasil uji profil tekstur menunjukkan rasio amilosa-amilopektin 0.04 memiliki nilai kerenyahan tertinggi (58.67±10.91c) diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.2 (53.63±9.63bc) kemudian 0.4 (48.47±9.99b) dan kerenyahan terendah dimiliki oleh rasio amilosa-amilopektin 0.58 (36.62±10.64a). Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kerenyahan rasio amilosa- amilopektin 0.58 berbeda nyata dengan ketiga rasio lainnya. Kerenyahan rasio amilosa- amilopektin 0.4 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.04 tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.2. Kerenyahan rasio amilosa- amilopektin 0.2 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.04 tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.4. Kerenyahan rasio amilosa- amilopektin 0.04 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.4 tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.2. Rasio amilosa-amilopektin 0.04 menunjukkan jumlah amilopektin yang semakin tinggi sedangkan rasio amilosa- amilopektin 0.58 menunjukkan jumlah amilosa yang semakin tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa amilopektin berperan dalam meningkatkan kerenyahan dibandingkan amilosa.

Tabel 15. Hasil uji sensori profil tekstur sampel dengan berbagai rasio amilosa- amilopektin

Rasio Amilosa-Amilopektin Kerenyahan* Kekerasan* Kadar air (%)

0.58 36.62±10.64a 82.90±4.23c 4.20±0.07a

0.4 48.47±9.99b 72.20±8.69b 5.02±0.04b

0.2 53.63±9.63bc 64.84±11.39a 5.72±0.07c

0.04 58.67±10.91c 63.61±7.24a 6.20±0.06d

Keterangan: Nilai yang diikutioleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

*Nilai kerenyahan dan kekerasan merupakan hasil organoleptik dengan skala maksimum 100

Pada atribut kekerasan, hasil uji sensori profil tekstur menunjukkan produk dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki nilai kekerasan tertinggi (82.90±4.23c) diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.4 (72.20±8.69b) kemudian 0.2 (64.84±11.39a) dan kekerasan terendah dimiliki oleh rasio amilosa-amilopektin 0.04 (63.61±7.24a). Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kekerasan rasio amilosa- amilopektin 0.58 berbeda nyata dengan ketiga rasio lainnya. Kekerasan rasio amilosa- amilopektin 0.4 juga berbeda nyata dengan ketiga sampel lainnya. Kekerasan rasio amilosa-amilopektin 0.2 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.4 tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.04. Kekerasan rasio amilosa-amilopektin 0.04 berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.58 dan 0.4 tetapi tidak berbeda nyata dengan rasio amilosa-amilopektin 0.2. Rasio amilosa- amilopektin 0.04 menunjukkan jumlah amilopektin yang semakin tinggi sedangkan rasio

34 menunjukkan bahwa amilosa berperan dalam meningkatkan kekerasan dibandingkan amilopektin. Berdasarkan penelitian Ediati et al. (2006), semakin tinggi kandungan amilosa maka semakin menghasilkan tingkat pengembangan dan kerenyahan yang tinggi. Ediati et al. (2006) melaporkan diantara kandungan amilosa 21, 25, 29, 33, dan 37%, kandungan amilosa 37% menghasilkan pengembangan volume dan kerenyahan terbaik. Hasil penelitian yang dilakukan Ediati et al. (2006) bertentangan dengan hasil penelitian ini. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain sampel yang digunakan oleh Ediati et al. (2006) merupakan campuran tepung beras dan maizena, dimana semakin tinggi kadar amilosa maka penggunaan maizena semakin banyak. Hal ini memungkinkan komponen protein pda maizena berperan dalam derajat pengembangan dan mempengaruhi kerenyahan.

Gambar 12. Hubungan viskositas akhir terhadap kerenyahan

Gambar 13. Hubungan viskositas akhir terhadap kekerasan

Rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki viskositas akhir tertinggi diikuti rasio amilosa-amilopektin 0.4, 0.2, dan terendah 0.04. Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Pada Gambar 12 terlihat bahwa semakin tinggi viskositas akhir maka semakin rendah kerenyahan model produk gorengan, sedangkan pada Gambar 13 terlihat bahwa semakin semakin tinggi viskositas akhir maka semakin tinggi kekerasan model produk gorengan. Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk

0 10 20 30 40 50 60 70 0 2000 4000 6000 8000 10000 T in gka t K er en y a ha n (s ka la m aks im u m 100) Viskositas akhir (cP) 0 20 40 60 80 100 0 2000 4000 6000 8000 10000 T in gka t ke ke ra sa n (s ka la m aks im u m 100) Viskositas akhir (cP)

membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Menurut Jane et al. (1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan. Semakin banyak amilosa pada sampel akan membatasi pengembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa maka semakin kuat ikatan intramolekulnya (Ulyarti 1997). Hal ini menyebabkan konsistensi kekerasan sampel meningkat jika kandungan amilosa semakin tinggi sedangkan kerenyahan sampel mengalami penurunan.

Sampel yang telah digoreng kemudian diukur kadar airnya (Tabel 15). Rasio amilosa-amilopektin 0.04 memiliki kadar air tertinggi (6.20%d), diikuti rasio amilosa- amilopektin 0.2 (5.72%c), kemudian 0.4 (5.02%b), dan terendah rasio amilosa- amilopektin 0.58 (4.20%a). Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kadar air keseluruhan rasio amilosa-amilopektin saling berbeda nyata satu sama lain. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kadar amilopektin maka semakin tinggi penyerapan air yang ditandai oleh tingginya kadar air. Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Harper 1981). Amilosa mempunyai ikatan intramolekul yang lebih kuat dibandingkan amilopektin sehingga ikatan hidrogen antara molekul amilosa dan air lebih sulit terbentuk dibandingkan amilopektin. Hal inilah yang menyebabkan semakin tinggi kandungan amilopektin maka akan semakin tinggi tingkat kadar airnya. Kadar air yang tinggi pada sampel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap kerenyahan dan kekerasan sampel. Hal ini ditunjukkan oleh rasio amilosa-amilopektin 0.04 memiliki kadar air tertinggi tetapi kerenyahan yang dihasilkan tertinggi dan kekerasan yang dihasilkan terendah.

D.

KAJIAN PENGARUH AMILOSA DAN AMILOPEKTIN DALAM

PENYIMPANAN TERHADAP KERENYAHAN DAN KEKERASAN

Dokumen terkait