• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian selanjutnya adalah kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan dilakukan dengan mengukur kadar air berdasarkan lamanya penggorengan. Sampel yang digunakan adalah perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Kemudian sampel digoreng pada berbagai tingkat lama waktu penggorengan dan setiap sampel diukur kadar air, tingkat kerenyahan, dan kekerasannya. Perlakuan lama penggorengan, kadar air, dan hasil uji sensori profil tekstur dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil uji sensori profil tekstur pengaruh kadar air

Lama Goreng (menit) Kadar Air (%) Kerenyahan* Kekerasan* 10 9.79±0.14d 17.44±12.03a 79.70±6.31d 12 6.33±0.21c 26.00±13.82b 73.07±8.66c 16 3.71±0.00b 55.76±22.52c 60.11±10.75b 18 2.57±0.04a 57.04±22.11c 48.30±11.10a

Keterangan: Nilai yang diikutioleh huruf yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) dengan menggunakan uji lanjut Duncan.

*Nilai kerenyahan dan kekerasan merupakan hasil organoleptik dengan skala maksimum 100

Berdasarkan hasil atribut kerenyahan, lama goreng 10 menit dengan kadar air 9.79%d menghasilkan kerenyahan terendah (17.44±12.03a) diikuti lama goreng 12 menit dengan kadar air 6.33%c (26.00±13.82b) , 16 menit dengan kadar air 3.71%b (55.76±22.52c), dan 18 menit dengan kadar air 2.57%a (57.04±22.11c). Berdasarkan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kerenyahan yang dihasilkan sampel perlakuan lama goreng 10 menit dengan kadar air 9.79%d berbeda nyata dengan ketiga sampel lainnya. Kerenyahan yang dihasilkan sampel perlakuan lama goreng 12 menit dengan kadar air 6.33%c juga berbeda nyata dengan ketiga sampel lainnya. Sampel perlakuan lama goreng 16 menit dengan kadar air 3.71%b menghasilkan kerenyahan yang berbeda nyata dengan sampel lama goreng 10 menit dan 12 menit, tetapi tidak berbeda nyata perlakuan 18 menit. Sampel perlakuan lama goreng 18 menit dengan kadar air 2.57%a menghasilkan kerenyahan yang berbeda nyata dengan sampel lama goreng 10 menit dan 12 menit, tetapi tidak berbeda nyata perlakuan 16 menit. Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, dapat

40 Gambar 19. Hubungan kadar air terhadap kerenyahan

Berdasarkan hasil atribut kekerasan, lama goreng 10 menit dengan kadar air 9.79%d menghasilkan kekerasan tertinggi (79.70±6.31d) diikuti lama goreng 12 menit dengan kadar air 6.33%c (73.07±8.66c) , 16 menit dengan kadar air 3.71%b (60.11±10.75b), dan 18 menit dengan kadar air 2.57%a (48.30±11.10a). Berdasarkan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan, kekerasan yang dihasilkan setiap sampel berbeda nyata satu sama lain.

Gambar 20. Hubungan kadar air terhadap kekerasan

Kerenyahan dan kekerasan produk pangan berkadar air rendah sangat berhubungan dengan kadar air dan Aw. Peningkatan kadar air dan Aw dihubungakan dengan produk yang menjadi lembek dan alot (kehilangan kerapuhan) akibat air (Arimi et al. 2010). Berdasarkan penelitian Arimi et al. (2010), kerenyahan menurun dan kekerasan meningkat dengan meningkatnya Aw pada Crackerbread oleh air. Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Harper 1981). Ketika pati atau tepung digoreng maka molekul air akan menguap sehingga kadar air akan menurun dan membuat pori- pori pada bahan pangan tersebut. Semakin lama waktu penggorengan maka semakin banyak pori- pori dalam bahan tersebut yang terbentuk. Semakin banyak pori-pori yang terbentuk maka tingkat kerenyahan semakin tinggi dan kekerasan menurun. Pori-pori dalam bahan memiliki peranan penting dalam kerenyahan dan tekstur dari snack. Dalam kondisi ekstrim, banyak makanan renyah yang menjadi keras jika tidak memiliki pori-pori (Tsukakoshi et al. 2008). Hasil penelitian

0 10 20 30 40 50 60 70 0 2 4 6 8 10 12 T in gka t ke re n y aha n (s ka la m aks im u m 100) Kadar air (%) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 0 2 4 6 8 10 12 T in gka t ke ke ra sa n (s ka la m aks im u m 100) Kadar air (%)

Saeleaw & Gerhard (2011) melaporkan crackers singkong yang digoreng lebih lama menghasilkan kadar air yang lebih rendah sehingga kerenyahan menjadi lebih tinggi. Pada Gambar 19 dan 20 terlihat bahwa kadar air berkorelasi positif terhadap kekerasan dan berkorelasi negatif terhadap kerenyahan. Pada penelitian ini, sampel merupakan produk pangan berkadar air rendah. Semakin tinggi kadar air produk pangan tersebut maka semakin rendah kerenyahan dan tinggi kekerasan yang dihasilkan. Hal tersebut telah ditunjukkan dalam penelitian ini, sampel perlakuan 18 menit dengan kadar air terendah menghasilkan kerenyahan tertinggi dan kekerasan terendah, sedangkan sampel perlakuan 10 menit dengan kadar air tertinggi menghasilkan kerenyahan terendah dan kekerasan yang tinggi.

42

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A.

SIMPULAN

Pada proses penepungan dihasilkan rendemen tepung beras IR64 sebesar 73.84% dan ketan Ciasem sebesar 52.99%. Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat tepung beras IR64 secara berurutan sebesar 9.23%, 0.35%, 8.25%, 0.29%, dan 81.88%, sedangkan untuk tepung beras ketan Ciasem sebesar 8.99%, 0.63%, 8.14%, 0.29%, dan 81.95%. Kadar pati tepung beras IR64 sebesar 72.37% dan ketan Ciasem sebesar 71.31%. Kadar amilosa tepung beras IR64 (26.58%) lebih tinggi dibandingkan dengan ketan Ciasem (2.46%). Kadar amilopektin tepung beras IR64 (45.80%) lebih rendah dibandingkan dengan ketan Ciasem (68.85%). Hasil perhitungan densitas kamba tepung beras IR64 sebesar 0.75 g/ml dan ketan Ciasem 0.78 g/ml.

Hasil analisis profil gelatinisasi menunjukkan bahwa viskositas puncak tepung beras IR64 (4921 cP) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (3789 cP). Viskositas puncak yang tinggi menunjukkan tepung beras IR64 memiliki kemampuan pengembangan granula pati yang lebih besar dari ketan Ciasem. Tepung beras IR64 memiliki viskositas breakdown (1781.5 cP) yang lebih rendah daripada ketan Ciasem (1975 cP) sehingga tepung beras IR64 lebih tahan terhadap pengadukan dan pemanasan. Viskositas akhir tepung beras IR64 (8283.5 cP) lebih tinggi daripada ketan Ciasem (2989 cP). Begitu pun nilai viskositas setback tepung beras IR64 (5144 cP) yang lebih tinggi daripada ketan Ciasem (1175 cP). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Viskositas setback yang tinggi pada tepung beras IR64 menunjukkan tingkat retrogradasi yang tinggi. Waktu puncak merupakan parameter waktu pemasakan pasta pati. Waktu puncak tepung beras IR64 lebih tinggi (9.1 menit) daripada tepung beras ketan Ciasem (5.3 menit). Hal ini berarti tepung beras IR64 memiliki waktu pemasakan pasta pati yang lebih lambat daripada tepung beras ketan Ciasem. Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 (82.475°C) lebih tinggi daripada ketan Ciasem (62.425°C). Suhu gelatinisasi tepung beras IR64 yang lebih tinggi membutuhkan waktu pemasakan yang lebih lama dan energi termal yang lebih besar selama proses.

Penelitian ini menggunakan metode sensori profil tekstur untuk menguji atribut kerenyahan dan kekerasan. Pengujian dilakukan secara kuantitatif menggunakan metode sensori profil tekstur dengan membandingkan terhadap standar yang nilainya telah ditentukan saat pelatihan. Pada kajian pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan, menunjukkan bahwa rasio amilosa-amilopekti 0.04 memiliki kerenyahan tertinggi diikuti oleh rasio amilosa- amilopektin 0.2, 0.4, dan 0.58. Rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki kekerasan tertinggi diikuti oleh rasio amilosa-amilopektin 0.4, 0.2, dan 0.04. Hasil ini menunjukkan bahwa amilopektin berperan dalam meningkatkan kerenyahan sedangkan amilosa berperan dalam meningkatkan kekerasan. Pada kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan, menunjukkan bahwa sampel lama goreng 18 menit memiliki kadar air yang terendah, kerenyahan tertinggi, dan kekerasan terendah diikuti oleh sampel lama goreng 16, 12, dan 10 menit. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kerenyahan dan tinggi kekerasan bahan pangan tersebut.

Pengujian selanjutnya yaitu kajian pengaruh amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan produk gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan. Sampel yang digunakan rasio amilosa- amilopektin 0.04 dan 0.58. Sampel disimpan selama 6 jam. Hasil menunjukkan pada atribut kekerasan, penyimpanan 2 dan 4 jam pertama sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan sampel 0.04. Akan tetapi setelah sampel disimpan selama 6 jam, ternyata kenaikan kekerasan sampel rasio amilosa-amilopektin 0.04 yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel 0.58. Pada atribut kerenyahan, penyimpanan 2 jam dan 4 pertama, sampel rasio amilosa-amilopektin 0.58 memiliki kerenyahan yang lebih rendah dibandingkan sampel 0.04. Akan tetapi setelah sampel disimpan selama 6 jam, ternyata penurunan kerenyahan sampel rasio amilosa-amilopektin 0.04 menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sampel 0.58. Hal ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi dapat memberikan tingkat kerenyahan yang tinggi dan kekerasan yang rendah. Akan tetapi ketika bahan pangan dengan amilopektin tinggi disimpan pada jangka waktu tertentu maka bahan pangan tersebut akan mudah menyerap air sehingga terjadi penurunan kerenyahan dan peningkatan kekerasan yang lebih tinggi daripada bahan pangan dengan amilosa tinggi.

B.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan studi secara obyektif dengan menggunakan alat. Hal ini dimaksudkan untuk meninjau lebih lanjut mengenai kevalidan data hasil sensori yang telah diperoleh dari penelitian ini. Selain itu, perlu dilakukan penelitian sejenis pada beberapa faktor dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap kerenyahan dan kekerasan, seperti protein dan sebagainya untuk membuat produk gorengan yang disukai oleh masyarakat.

STUDI PENGARUH RASIO AMILOSA-AMILOPEKTIN DAN KADAR AIR

Dokumen terkait