• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2) Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar

Panelis yang telah lolos seleksi diberi pelatihan untuk melatih kepekaan sensori terhadap atribut tekstur yang terdiri dari kerenyahan dan kekerasan. Setelah diperoleh kandidat panelis terlatih, diadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan seorang panel leader yang memimpin diskusi tersebut. Selanjutnya, dilakukan penyamaan persepsi antarpanelis dengan pengenalan terminologi istilah kerenyahan dan kekerasan. Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan gaya tekan yang menyebabkannya hancur. Kekerasan menggambarkan daya tahan

18 mudah bahan tersebut hancur maka semakin renyah, sedangkan semakin kuat bahan menahan untuk tidak hancur maka semakin tidak renyah. Semakin kuat daya tahan bahan untuk tidak pecah maka semakin keras sedangkan semakin mudah bahan untuk pecah maka semakin tidak keras.

Panelis dilatih untuk dapat menilai intensitas suatu sampel pada skala garis sepanjang 15 cm. Pada tanda awal dan akhir diberi label berupa ekspresi kata-kata yang menunjukkan intensitas dari atribut yang diuji. Panelis memberi tanda berupa garis vertikal atau menyilang pada kisaran respon yang dideteksi. Dalam analisis deskriptif, penggunaan skala garis telah terbukti sangat efektif (Stone & Sidel 2004).

Scoresheet untuk latihan menskala terdapat pada Lampiran 7. Setelah panelis mengetahui terminologi dan cara mendeteksi atribut kerenyahan dan kekeresan, panelis diminta untuk mendeskripsikan atribut kerenyahan dan kekerasan menggunakan skala garis. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya (Stone & Sidel 2004). Sampel yang digunakan antara lain keripik kentang A, keripik kentang B, dan keripik jagung. Panelis dilatih untuk menilai intensitas kerenyahan dan kekerasan dengan melakukan uji rating pada skala garis untuk setiap sampel. Scoresheet untuk melatih kemampuan menilai panelis pada skala garis dapat dilihat pada Lampiran 8. Pelatihan bertujuan untuk melatih kepekaan sensori para panelis terhadap atribut sensori yang akan sangat membantu pada pengujian selanjutnya. Uji rating tersebut dilakukan berulang kali hingga panelis dapat membuat urutan yang tepat untuk setiap sampel. Uji rating pada skala garis tersebut akan menghasilkan nilai-nilai intensitas aroma menurut subjektivitas panelis yang terukur melalui garis yang ditandai.

Penentuan standar menggunakan sampel dengan menggunakan perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Nilai intensitas standar yang digunakan berdasarkan hasil penilaian panelis terlatih. Scoresheet penilaian intensitas standar dapat dilihat pada Lampiran 9.

3) Pengujian

Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung beras dan tepung beras ketan yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Dari sampel tersebut dilakukan uji kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan. Pengujian sampel produk gorengan menggunakan metode sensori profil tekstur. Pada saat pengujian, sampel produk gorengan ditempatkan dalam wadah plastik tertutup agar atribut kerenyahan dan kekerasan tidak berubah. Penilaian dilakukan pada skala garis sepanjang 15 cm (diasumsikan skala 0-100) sesuai dengan intensitas atribut kerenyahan dan kekerasan yang terdapat di dalamnya dengan bantuan standar. Adanya standar pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan menyamakan persepsi dengan panelis lainnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk melihat konsistensi panelis dan menghindari bias. Scoresheet uji profil tekstur dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut kajian analisis yang dilakukan pada penelitian ini.

4.

Kajian Pengaruh Amilosa dan Amilopektin dalam Penyimpanan

terhadap Kerenyahan dan Kekerasan

Kajian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui seberapa besar laju penurunan kerenyahan serta efek yang terjadi terhadap kekerasan produk gorengan. Pada dasarnya kajian ini berhubungan erat dengan peningkatan kadar air produk dan efek kandungan amilosa dan amilopektin. Produk tersebut disimpan di ruang terbuka. Skala waktu penyimpanan ditentukan selama 6 jam berdasarkan trial and error. Pengukuran kerenyahan dan kekerasan menggunakan panelis terlatih yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya.

5.

Kajian Pengaruh Kadar Air berdasarkan Lama Goreng terhadap

Kerenyahan dan Kekerasan

Kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan dilakukan dengan mengukur kadar air berdasarkan lamanya penggorengan. Sampel yang digunakan adalah perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Kemudian setiap sampel diukur tingkat kerenyahan dan kekerasannya menggunakan panelis terlatih yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya. Kajian ini membuktikan pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan gorengan.

6.

Analisis Data

Analisis data sensori pengaruh rasio amilosa-amilopektin, kadar air, dan lama penyimpanan terhadap kerenyahan dan kekerasan produk gorengan masing-masing diolah dengan SPSS 16.0 for Windows pada program ANOVA (Analysis of variants). Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan yang diberikan terhadap atribut kerenyahan dan kekerasan. Tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 95% (α = 0.05). Jika nilai Sig. pada tabel output SPSS lebih kecil dari 0.05, terdapat perbedaan nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap atribut kerenyahan dan kekerasan. Sebaliknya, nilai Sig. yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan perlakuan yang diberikan menghasilkan atribut kerenyahan dan kekerasan produk gorengan yang tidak berbeda nyata. Jika perlakuan yang diberikan menghasilkan atribut kerenyahan dan kekerasan produk gorengan yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan antara atribut kerenyahan dan kekerasan untuk masing-masing perlakuan.

20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN

1.

Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan

Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang sudah disosoh sehingga hanya terdiri dari komponen endosperma. Pembuatan tepung beras IR64 dan beras ketan Ciasem menggunakan metode penggilingan kering dengan penambahan perlakuan perendaman sebelum penggilingan merujuk pada penelitian Suksomboon & Onanong (2006). Chiang & Yeh (2002) melaporkan perendaman menyebabkan struktur biji beras melonggar dan melunak akibat hidrasi sehingga menghasilkan partikel tepung yang kecil dengan kerusakan pati yang sedikit. Semakin tinggi tingkat difusi air, semakin lunak biji beras. Selama perendaman, protein, lipid, dan abu juga tercuci keluar (Chiang & Yeh 2002). Biji beras dan beras ketan dikeringkan dalam tray dryer yang berguna untuk mengurangi kadar air butir beras dan beras ketan sehingga memudahkan dalam proses penepungan menggunakan pin disc mill. Jika kadar air terlalu tinggi, maka butir beras dan beras ketan akan menempel pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga dapat menimbulkan kemacetan dalam alat tersebut. Di sisi lain, jika kadar air terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan. Penggilingan bertujuan untuk memperhalus ukuran butir beras dan beras ketan menjadi tepung dengan menggunakan pin disc mill. Untuk memperoleh tepung beras dan beras ketan dengan ukuran partikel yang seragam, pengayakan dilakukan menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Penggunaan ayakan 100 mesh merujuk pada SNI 3549-2009 yang menyebutkan bahwa kehalusan tepung beras harus dapat lolos ayakan 80 mesh minimal sebanyak 90%, sedangkan SNI 01-4447- 1998 menyebutkan bahwa tepung beras ketan harus dapat lolos ayakan 60 mesh minimal sebanyak 99% dan ayakan 80 mesh minimal sebanyak 70%. Hasil rendemen penepungan beras IR64 dan beras ketan Ciasem pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rendemen tepung beras IR64 dan ketan Ciasem

Bahan Baku Berat Awal (kg) Berat Akhir (kg) Rendemen (%) Beras IR 64 4.1360 3.0540 73.84

Beras ketan Ciasem 4.8500 2.5700 52.99

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa rendemen tepung beras ketan Ciasem lebih rendah (52.99%) dibandingkan dengan tepung beras IR64 (73.84%). Ketan memiliki kandungan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosanya. Hal inilah yang menyebabkan ketan memiliki sifat lengket. Pada saat penepungan, tepung beras ketan lebih mudah menempel pada pin disc mill dibandingkan tepung beras. Hal ini dapat menyebabkan rendemen yang dihasilkan menjadi rendah. Kadar air yang terlalu tinggi pada butir beras dan beras ketan juga menyebabkan menempelnya tepung pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga mengurangi rendemen.

2.

Karakter Kimia dan Fisik Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan

a. Proksimat

Analisis proksimat pada bahan pangan dilakukan untuk mengetahui nilai gizi yang terkandung di dalamnya. Analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat. Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat tepung beras IR64 secara berturut-turut sebesar 9.23%, 0.35%, 8.25%, 0.29%, dan 81.88%, sedangkan untuk tepung beras ketan Ciasem sebesar 8.99%, 0.63%, 8.14%, 0.29%, dan 81.95%. Pada Tabel 7, dapat dilihat hasil analisis proksimat tepung beras varietas lainnya sebagai pembanding.

Tabel 6. Hasil analisis proksimat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem Proksimat Tepung Beras IR64

(%bb)

Tepung Beras Ketan Ciasem (%bb) Kadar air 9.23±0.02 8.99±0.09 Kadar abu 0.35±0.01 0.63±0.01 Kadar protein 8.25±0.04 8.14±0.03 Kadar lemak 0.29±0.01 0.29±0.00 Kadar karbohidrat 81.88 81.95

Keterangan: pengujian proksimat dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Hasil kadar air tepung beras IR64 dan ketan Ciasem memenuhi standar SNI tepung beras dengan kadar air maksimum 13%bb dan SNI tepung beras ketan dengan kadar air maksimum 12%bb sehingga telah memenuhi syarat untuk disimpan pada suhu ruang. Daya tahan suatu bahan dapat diperpanjang dengan menghilangkan sebagian air dalam bahan tersebut (Winarno 1997). Kadar air tepung ditentukan oleh pengeringan yang dilakukan sebelum pengayakan tepung. Proses pengeringan harus dilakukan dengan baik agar tepung yang diperoleh benar-benar kering. Jika tepung belum kering dengan sempurna, tepung akan menempel dan terasa dingin di tangan. Penyimpanan tepung dalam kondisi tidak kering sempurna menyebabkan kerusakan pada tepung. Menurut Winarno (1997) pengeringan dapat menghilangkan molekul air yang berikatan dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam dalam bentuk hidrat.

Tabel 7. Hasil analisis proksimat pembanding tepung beras varietas lain

Karakteristik Kimia

Jenis Tepung Beras (%bb)

Cisadane* Cisadane** PB36** IR36*** Semeru*** Cisadane***

Kadar air 13.63 8.97 8.68 10.3 10.01 10.75

Kadar abu 0.33 0.51 0.56 0.4 0.45 0.48

Kadar protein 8.54 9.18 10.66 8.21 8.11 9.34

Kadar lemak 0.37 0.54 0.33 0.28 0.34 0.43

Kadar karbohidrat 77.13 80.8 79.77 80.81 81.09 79

22 Unsur mineral dalam bahan pangan dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu pada tepung beras IR64 sebesar 0.35%bb dan tepung ketan Ciasem sebesar 0.63%bb. Berdasarkan SNI 3549:2009, kadar abu maksimum untuk tepung beras sebesar 1.0%bb, sedangkan kadar abu maksimum untuk tepung beras ketan sebesar 1.0%bb berdasarkan SNI 01-4447-1998. Hal ini menunjukkan bahwa tepung beras IR64 dan ketan Ciasem pada penelitian ini memenuhi standar SNI. Kandungan abu yang rendah disebabkan perlakuan perendaman. Menurut Chen et al. (1999), bahwa perendaman menyebabkan larutnya sebagian mineral, vitamin larut air, albumin,dan gula ke dalam air perendam.

Kadar protein tepung beras IR64 sebesar 8.25%bb dan kadar protein tepung beras ketan Ciasem sebesar 8.14%bb. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung dalam bahan (Apriyantono

et al. 1989). Kandungan protein berperan penting dalam kemampuan pengembangan granula pati. Protein mengelilingi granula pati, membatasi pengembangan granula, dan sifat kohesinya menghambat keluarnya material dari dalam granula selama proses gelatinisasi (Charles et al. 2007). Pada proses perendaman sebelum penggilingan, terjadi proses aktivasi enzim protease yang dapat menghidrolisis protein menjadi komponen sederhana seperti peptida dan asam amino yang lebih larut (Chiou et al. 2002). Protein melekat pada permukaan granula pati dan mengisi ruang diantara granula pati. Perlakuan perendaman mengakibatkan penyerapan air sehingga struktur granula pati retak dan protein keluar (Chiang &Yeh 2002). Hal ini dapat mengakitkan kandungan protein menjadi rendah.

Tepung beras IR64 dan ketan Ciasem memiliki kandungan lemak yang sama yaitu sebesar 0.29%bb. Selama perendaman, kemungkinan lemak terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Enzim lipase yang dapat menghidrolisis lemak terdapat pada semua jaringan yang mengandung lemak (Winarno 1997). Gliserol lebih mudah larut ke dalam larutan perendam sehingga kadar lemaknya menurun. Menurut Chiang & Yeh (2002) bahwa perlakuan perendaman pada beras menghasilkan tepung dengan jumlah lemak yang lebih sedikit. Selain itu, kadar lemak yang rendah pada tepung beras dan ketan disebabkan adanya proses pemisahan lembaga pada saat penyosohan brown rice.

Penentuan kadar karbohidrat tepung beras IR64 dan ketan Ciasem menggunakan cara perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference. Menurut Winarno (1997), perhitungan carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan pangan. Kandungan karbohidrat pada tepung beras IR 64 sebesar 81.88%bb dan tepung beras ketan Ciasem sebesar 81.95%bb.

b. Kadar Pati, Amilosa, dan Amilopektin

Pada penelitian ini, penentuan kadar pati tepung beras IR64 dan ketan Ciasem menggunakan metode Luff Schoorl. Metode tersebut menggunakan cara titrasi untuk menentukan kadar pati sampel. Hasil kadar pati sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil penelitian menunjukkan kadar pati tepung beras IR64 (72.37%) lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem sebesar (71.31%). Pada penelitian Setyaningsih (2008) kadar pati beras IR64 sebesar 73.7%bb. Pada penelitian Argasasmita (2008), kadar pati beras ketan Ciasem sebesar 81.31%bb. Kadar pati tepung beras IR64 dan ketan Ciasem pada

penelitian ini lebih rendah dibandingkan pati beras IR64 penelitian Setyaningsih (2008) dan ketan Ciasem penelitian Argasasmita (2008).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik yang terdiri dari

dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosida, sedangkan amilopektin mempunyai cabang α-(1,6)-D-glikosida sebanyak 4-5% berat total (Winarno 1997). Hasil analisis kadar amilosa dan amilopektin sampel dapat dilihat pada Tabel 8. Amilosa dan amilopektin berpengaruh besar terhadap karakteristik gelatinisasi dan retrogradasi pati (Jane et al. 1999).

Tabel 8. Hasil analisis kadar pati, amilosa, dan amilopektin tepung beras IR64 dan ketan Ciasem

Karakteristik Kimia Tepung Beras IR64 (%bb)

Tepung Beras Ketan Ciasem (%bb) Kadar pati 72.37±0.10 71.31±0.25

Kadar amilosa 26.58±0.24 2.46±0.02

Kadar amilopektin 45.80±0.14 68.85±0.23

Keterangan: pengujian kadar pati, amilosa, dan amilopektin dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Analisis kadar amilosa dilakukan dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar amilosa murni (Lampiran 13) digunakan untuk menentukan konsentrasi amilosa yang terkandung dalam sampel pati yang diuji. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa kandungan amilosa pada tepung beras ketan Ciasem (2.46%) lebih rendah dibandingkan dengan tepung beras IR64 (26.58%). Berdasarkan penelitian Lestari (1987), kadar amilosa tepung beras IR36, Semeru, dan Cisadane berturut-turut sebesar 27.75%, 27.55%, dan 22.12%. Tepung beras ketan Ciasem memiliki kadar amilosa yang paling rendah, sedangkan tepung beras IR64 memiliki kadar amilosa yang lebih tinggi dibandingkan tepung beras ketan Ciasem dan Cisadane tetapi masih lebih rendah dibandingkan IR36 dan Semeru. Semakin tinggi kandungan amilosa suatu bahan maka semakin kecil kandungan amilopektin bahan tersebut. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa kandungan amilopektin tepung beras IR64 sebesar 45.80% dan ketan Ciasem sebesar 68.85%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Argasasmita (2008), kadaramilosa beras ketan Ciasem sebesar 7.32% dan amilopektin sebesar 73.99. Beras IR64 memiliki kadaramilosa sebesar 24.6% dan amilopektin sebesar 49.2% (Setyaningsih 2008). Kadar amilosa berpengaruh besar pada gelatinisasi dan retrogradasi pati (Fredriksson et al. 1998), viskositas pasta (Yanagisawa et al. 2006), pembentukan gel (Biliaderis dan Zawistowski 1990), dan daya cerna α-amylase (Skrabanja et al. 1999). Kadar amilosa dilaporkan bervariasi sesuai sumber penghasil patinya dan dipengaruhi oleh kondisi iklim dan tanah selama pertumbuhan biji (Singh et al. 2006).

c. Densitas Kamba

Densitas kamba merupakan perbandingan bobot terhadap volume suatu bahan. Pengukuran densitas kamba pati sorgum dilakukan dengan memasukkan sejumlah

24 tepung ke dalam wadah yang telah diketahui volumenya. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil analisis densitas kamba tepung beras IR64 dan ketan Ciasem

Jenis Densitas Kamba (g/ml)

Tepung beras IR64 0.75±0.00

Tepung beras ketan Ciasem 0.78±0.00

Keterangan: pengujian densitas kamba dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Densitas kamba tepung beras IR64 (0.75 g/ml) lebih rendah dibandingkan dengan tepung beras ketan Ciasem (0.78 g/ml). Semakin tinggi densitas kamba suatu bahan, semakin besar bobot untuk setiap volumenya. Bahan dengan densitas kamba yang tinggi membutuhkan volume yang lebih kecil dibanding bahan dengan densitas kamba yang rendah pada bobot yang sama. Densitas kamba suatu bahan ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan dengan ukuran partikel yang lebih besar akan memiliki densitas kamba yang lebih kecil. Ukuran partikel meningkat menyebabkan pori-pori ruang diantara partikel meningkat sehingga menurunkan densitas kamba (Chevananet al. 2010). Pada penelitian ini, ukuran partikel tepung beras IR64 dan ketan Ciasem tidaklah sama. Hal ini dikarenakan tepung hanya diayak dengan ayakan 100 mesh sehingga keragaman ukuran partikel tepung dapat berada diantara 100 mesh atau lebih besar. Pengukuran densitas kamba berguna untuk mengetahui seberapa besar volume yang diperlukan untuk menyimpan sejumlah besar bahan.

d. Profil Gelatinisasi Pati

Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dianalisis dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Menurut Winarno (1997), mekanisme gelatinisasi pati terdiri dari tiga tahap. Pertama, air berpenetrasi secara bolak-balik ke dalam granula. Kemudian pada suhu 60°C-85°C granula akan mengembang dengan

cepat dan akhirnya kehilangan sifat ”birefringence”-nya. Pada tahap ketiga, jika

temperatur terus naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi dari granula. Kurva gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Tabel 10. Profil gelatinisasi pati dari tepung beras IR64 dan ketan Ciasem

Sampel

Tepung Beras IR64 Tepung Beras Ketan Ciasem

Viskositas puncak (cP) 4921 3789 Viskositas trough (cP) 3139.5 1814 Viskositas breakdown (cP) 1781.5 1975 Viskositas akhir (cP) 8283.5 2989 Viskositas setback (cP) 5144 1175

Waktu puncak (menit) 9.1 5.3

Suhu gelatinisasi (C) 82.475 62.425

Pada Tabel 10 terlihat bahwa tepung beras IR64 memiliki viskositas puncak (4921 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (3789 cP). Lin et al. (2011) melaporkan viskositas puncak tepung beramilosa sedang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beramilosa rendah. Viskositas puncak dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan lemak. Kompleks amilosa dengan lemak akan meningkatkan suhu gelatinisasi sehingga viskositas puncak, akhir, dan setback meningkat (Lee et al. 2002). Hal ini terlihat dari nilai viskositas akhir tepung beras IR64 (8283.5 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (2989 cP). Begitu pun nilai viskositas setback

tepung beras IR64 (5144 cP) yang lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem (1175 cP). Viskositas akhir berkorelasi positif secara signifikan dengan kandungan amilosa pada tepung. Semakin tinggi kandungan amilosa tepung, maka semakin tinggi viskositas akhirnya (Lin et al. 2011). Viskositas akhir merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan pati untuk membentuk pasta kental atau gel setelah proses pemanasan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya geser yang terjadi selama pengadukan. Pada Tabel 11 dapat dilihat hasil penelitian Lin et al. (2011) mengenai profil gelatinisasi rata-rata tepung beras beramilosa rendah, sedang, dan tinggi dari berbagai macam jenis beras sebagai pembanding.

Viskositas trough merupakan viskositas minimum pada fasa suhu konstan yang mengukur kemampuan pati untuk bertahan terhadap breakdown selama proses pemanasan. Viskositas trough tepung beras IR64 lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem. Viskositas breakdown menunjukkan stabilitas granula pati selama pemanasan dan pengadukan. Tepung beras IR64 memiliki nilai viskositas breakdown

(1781.5 cP) yang lebih rendah daripada tepung beras ketan Ciasem (1975 cP). Viskositas

breakdown diperoleh dari hasil pengurangan viskositas puncak dengan viskositas trough. Peningkatan nilai viskositas breakdown menunjukkan bahwa pati semakin tidak tahan terhadap pemanasan dan pengadukan (Lee et al. 2002). Hasil penelitian menunjukkan tepung beras IR64 lebih tahan terhadap pengadukan dan pemanasan. Menurut Jane et al. (1999), molekul linier dan kuatnya asosiasi antar molekul amilosa menjaga integritas granula dan menjadi lebih tahan terhadap pemanasan dan pengadukan atau gaya mekanis yang diberikan.

Tabel 11. Profil gelatinisasi pati berbagai jenis tepung beras berdasarkan kandungan amilosa (Lin et al. 2011)* Tepung Beras Beramilosa Rendah Tepung Beras Beramilosa Sedang Tepung Beras Beramilosa Tinggi Viskositas puncak (cP) 2762 6154 5466 Viscositas Hot Pasting

(cP) 1247 2413 3250

Viskositas breakdown (cP) 1515 3741 2216

Viskositas akhir (cP) 1700 4090 6574

Viskositas setback (cP) 453 1677 3324

Suhu gelatinisasi (C) 68.9 71.1 70.1

26 Viskositas setback merupakan parameter yang dipakai untuk melihat kecendrungan retrogradasi maupun sineresis dari suatu pasta. Sineresis adalah keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati (Winarno 1997). Retrogradasi merupakan terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula pati setelah pasta didinginkan. Menurut Goodfellow & Wilson (1990), proporsi amilosa dan struktur amilopektin memiliki peranan penting pada kecepatan dan derajat retrogradasi pati. Nilai viskositas setback tepung beras IR64 lebih tinggi dibandingkan tepung beras ketan Ciasem. Berdasarkan penelitian Lin et al.(2011), nilai viskositas setback tepung beramilosa tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beramilosa rendah dan sedang. Tepung beras IR64 memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beras ketan Ciasem. Nilai viskositas setback yang tinggi akan menghasilkan sifat kohesif dan hardness yang tinggi pada mi serta kelengketan dan

cooking loss yang rendah. Retrogradasi pati berhubungan dengan perubahan tekstur dan daya cerna produk pangan berbasis pati selama penyimpanan (Matalanis et al. 2009).

Waktu puncak merupakan parameter waktu pemasakan pasta pati. Waktu puncak tepung beras IR64 lebih tinggi daripada tepung beras ketan Ciasem. Hal ini berarti tepung beras IR64 memiliki waktu pemasakan pasta pati yang lebih lambat daripada tepung beras ketan Ciasem. Hal tersebut menyebabkan tepung beras IR64 lebih lambat

Dokumen terkait