• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Dasar Hukum

9. Cessie Dalam Kaitannya dengan Anjak Piutang

Jika berbicara lebih jauh menyangkut anjak piutang maka tidak terlepas kaitannya dengan cessie, terutama salah satu klasifikasi anjak piutang yang disebut

disclosed factoring/notification factoring, yaitu anjak piutang dimana pengalihan

piutang kepada perusahaan anjak piutang diberitahukan kepada nasabah. Dengan demikian, pada saat piutang telah jatuh tempo, perusahaan anjak piutang memiliki hak tagih pada nasabah yang bersangkutan. Dan menyangkut penyerahan hak – hak piutang atas nama, khususnya untuk benda bergerak dilakukan dengan cessie. Cessie

merupakan penyerahan hak atas piutang dari kreditur lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaries). Misalnya A berpiutang pada B, tetapi A menyerahkan piutang itu kepada C sehingga C lah yang berhak atas piutang yang ada pada B. Menurut pasal 613 KUHPerdata penyerahan itu harus dilakukan dengan akta autentik atau dibawah tangan. Penyerahan piutang dengan cara lisan tidak sah.43

43

Syafruddin, Hukum Perdata Cessie,

Melalui cessie seseorang yang mempunyai hak tuntut atas piutang atas nama atau hak kebendaan tak bertubuh lainnya (kerditur) dapat mengalihkan hak tersebut kepada pihak ketiga. Dengan adanya peralihan atau penyerahan tersebut, maka pihak ketiga akan menggantikan

kedudukan kreditur. Cessie biasanya terjadi karena kreditur membutuhkan uang. Sehingga ia menjual piutangnya kepada pihak ketiga yang akan menerima pembayaran dari debitur pada saat piutang tersebut jatuh tempo.

Formalitas yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, yaitu penyerahan piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau akta dibawah tangan. Penyerahan tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis diakui atau disetujui oleh debitur.

.Disamping penyerahan itu dikenal juga penyerahan lainnya, yaitu levering

piutang atas tunjuk. Penyerahan piutang atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan secara nyata atas surat-surat itu (Pasal 613 ayat 1 KUHPerdata). Yang termasuk atas surat-surat disini seperti saham,cek dan lain sebagainya. Dari uraian diatas dapat dirumuskan syarat-syarat levering, baik terhadap benda bergerak, benda tidak bergerak maupun piutang atas nama, harus ada perjanjian zakelijke yakni perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak kebendaan (zakelijke rechten). Misalnya,

eigendom, bezit, hipotek dan pand harus ada tittle (alas hak), yaitu hubungan hukum yang mengakibatkan levering. Hubungan hukum yang paling sering adalah perjanjian. Misalnya jual beli, tukar menukar, dan lain-lain. Dimana penyerahan

(levering) sendiri diatur didalam Pasal 612 KUHPerdata, Pasal 620 KUHPerdata

yang diatur didalam Buku III tentang van zaken. Ada dua arti perkataan penyerahan (levering), yaitu :

a. Feitelijke levering

b. Juridische levering

Feitelijke Levering adalah penyerahan yang nyata dari suatu benda, sehingga benda tersebut dialihkan dalam kekuasaan yang nyata dari pihak lawan. Sedangkan

Juridische levering adalah penyerahan milik beserta hak untuk memiliki suatu benda kepada pihak lainnya.

Cessie sendiri merupakan levering dari pada benda – benda tak berwujud dan karenanya merupakan bagian dari masalah benda pada umumnya dan kedua cessie

merupakan bagian dari masalah benda pada umumnya dan kedua cessie merupakan buntut daripada suatu perjanjian untuk mengalihkan hak, maka kita perlu meninjau dulu apakah ada kemungkinan untuk menutup suatu perjanjian untuk mengalihkan hak. Barang-barang yang relatif belum ada adalah barang-barang yang pada saat itu sudah ada tetapi belum menjadi milik orang yang akan mengalihkan hak. Barang tersebut belum menjadi milik subjek yang akan menjual, menggadaikan, menukarkan dan karenanya disebut barang-barang yang subjektif belum ada. Barang yang absolut belum ada adalah barang-barang yang pada saat itu memang benar-benar belum ada dan baru aka nada dikemudian hari, bukan saja sicalon penjual belum memilikinya tetapi belum dimiliki oleh siapa pun dan karenanya disebut juga barang-barang yang objektif belum ada. Terhadap barang yang relatif belum ada tidak banyak masalah. Semua orang tentu keberatan kalau A mengadakan transaksi jual beli atas barang-barang yang pada saat itu masih harus dipesan dari pabriknya. Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak bertemu dengan kasus-kasus yang demikian.

Alat pembuktian cessie, yakni berupa kertas yang berisi pengakuan hutang atau pernyataan kesanggupan untuk membayar tersebut ada yang dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian, kecuali undang-undang menentukan lain, sebagai salah satu syarat untuk ada lahirnya tagihan tersbut tidak menjadi hapus, hanya berfungsi sebagai “kertas atau tulisan” (alat bukti) tersebut yang menjadi hilang.

Untuk tagihan tertentu, seperti tagihan atas tunjuk (Aan toornder) dan (Atas oorder) tertuang dalam kertas dalam bentuk surat akta tagihan yang tidak hanya berfungsi sebagai alat bukti melainkan juga sebagai perwujudan/realisasi dari tagihan tersebut. Dan disamping itu juga kertas dalam bentuk surat akta tagihan untuk tagihan tertentu, tagihan atas tunjuk (Aan toornder) dan (Atas Order) memberikan

legitiematie kepada pemegangnya sebagai pemilik.

Dalam konteks perjanjian hutang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun pinjaman (kredit), biasanya pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan hutang. Dalam konteks ini, isi akta cessie yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta cessie

biasa. Akta cessie yang bersifat khusus ini dibuat dengan pengaturan adanya syarat batal. Artinya, akta cessie akan berakhirnya dengan lunasnya hutang/pinjaman si berutang. Sementara akta cessie biasa dibuat untuk tujuan pengalihan secara jual putus (outright) tanpa adanya syarat batal.44

Akta cessie yang bersifat khusus tersebut dilaksanakan dalam praktek sebagai respon dari tidak adanya bentuk hukum pemberian jaminan tertentu yang 44

memungkinkan si pemberi jaminan untuk tetap menggunakan barang jaminan yang diberikan sebagai jaminan. Sebagai contoh, apabila stok barang dagangan diberikan oleh si berhutang kepada krediturnya sebagai jaminan, maka tentu si berhutang tidak dapat menggunakan stok barang tersebut. Sementara stok barang tersebut sangat peknting bagi si berhutang untuk kelangsungan usahanya, tanpanya tentu usahanya tidak dapat berjalan.

Untuk itu diciptakanlah skema pengalihan hak siberhutang atas barang dagangan tersebut kepada kreditur. Sementara itu stok barang tersebut tetap berada pada si berhutang. Perlu dicatat bahwa yang dialihkan hanyalah “hak atas barang dagangan”, sementara penguasaan (hak untuk menggunakan stok barang tersebut) tetap ada pada siberhutang. Untuk menjamin bahwa nilai stok barang yang dijaminkan senantiasa dalam jumlah yang sama, dalam akta cessie disebutkan bahwa yang dijaminkan adalah hak atas stok barang yang dari waktu kewaktu merupakan milik si berhutang.

Untuk tujuan pengawasan oleh kreditur, si berhutang wajib senantiasa menunjukkan daftar stok barang miliknya agar kreditur dapat memastikan bahwa jumlah minimal yang djaminkan selalu sama guna meng-cover jumlah hak atas stok barang tersebut yang dijaminkan kepada kreditur.Akta cessie khusus ini bukanlah bentuk jaminan yang diatur secara hukum melalui peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, kreditur yang memegang jaminan yang diperoleh berdasarkan akta

cessie khusus ini tidak memiliki hak untuk diutamakan (privilege) dari kreditur lain dalam hal si berhutang jatuh pailit. Dalam hal ini, haknya atas stok barang yang

dicontohkan diatas akan terbagi bersama-sama kreditur lainnya dan si berhutang yang pailit tersebut. Dengan demikian, jaminan ini cukup beresiko tinggi dari sudut hukum.

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Anjak Piutang