ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA
PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM
PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG
T E S I S
OLEH
MUHAMMAD HENDRA 107005086 / HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA
PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM
PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG
T E S I S
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
OLEH
MUHAMMAD HENDRA 107005086/ HK
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
Judul Tesis : ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK
PIUTANG
Nama Mahasiswa : Muhammad Hendra
Nomor Pokok : 107005086
Program Studi : Magister Ilmu Hukum Fakutas Hukum USU
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Ketua
)
Pembimbing I Pembimbing II
(Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum)
Ketua Program Studi, Dekan,
Telah diuji pada Tanggal : 5 April 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
2. Dr. Utary Maharany, SH, M.Hum
3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum
ABSTRAK
Hak serta kewajiban yang menjadi suatu tonggak di dalam suatu perikatan kontrak menjadi suatu lambing suci bagi para pihak untuk bersama-sama menjaganya agar apa yang menjadi kepentingan dasar para pihak dapat terjaga dan terealisasi dengan baik sebagaimana mestinya. Atas asas Pacta Sun Servanda yakni orang yang berjanji wajib memenuhi janjinya serta Partie Autonomie atau kebebasan berkontrak yang membebaskan setiap orang untuk membuat suatu kontrak perjanjian yang kemudian kontrak tersebut menjadi hukum bagi mereka yang membuatnya asal tidak bertentangan aturan-aturan perUndang-Undangan yang berlaku serta norma-norma kepatutan lainnya. Sehingga ke depannya tidak terjadi apa yang dikatakan sebagai wanprestasi (ingkar janji) oleh salah satu pihak yang pada akhirnya akan berdampak negative bagi keseluruhan proses transaksi perdagangan yang berlangsung.
Khususnya dalam ransaksi perdagangan Anjak Piutang yang kian hari kian menggeliat terutama sejak dilegalisasi dan diatur di dalam Keppres No. 61 Tahun 1988
tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan atau lebih dikenal dengan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 yang selanjutnya dipertegas dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Tentang Perusahaan Pembiayaan yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan.
Untuk menggali menyangkut permasalahan di atas, maka penelitian yang dilakukan Deskriptif Analistis yakni dengan menggambarkan dan menjelaskan secara rinci serta sistematis segala sesuatu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak di dalam transaksi perdagangan Anjak Piutang serta wanprestasi yang mungkin dapat terjadi dalam pelaksanaan perjanjian perdagangan dan juga bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa jika adanya suatu perselisihan ataupun persengketaan pada para pihak pelaku perdagangan Anjak Piutang tersebut, dan jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan Yuridis Normatif, penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai landasan normatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dalam transaksi perdagangan Anjak Piutang terdapat beberapa hak dan kewajiban para pihak yang dapat ditinjau dari beberapa segi yakni hak dan kewajiban para pihak ditinjau dari sudut klausula yang berkenaan dengan hak dan kewajiban para pihak di dalam pembiayaan anjak piutang, hak serta kewajiban para pihak ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang merupakan hak dan kewajiban yang harus dituangkan para pihak di dalam perjanjian anjak piutang.
ABSTRACT
The right and obligation that become a heap in the bond of contract will be a holy symbol to all the parties, together keep it in order to what become the basic interest of all the parties could be protected and realized finely in the same manner as must. On Pacta Sun Servanda principle that is the person who pledge to do something must fulfill his or her promise along with PartieAutonomie or Freedom of Contract that absolve everyone to make an agreement of contract and then the contract will be the law to all the party who made it, as long as not to be in contradiction wih all the rules and regulations that obtain an all the other proper norms. Until for the next future couldn’t happen what says as Wanprestasi (reluctant of promise) by one party that finally could have negative impact to all the process of trade transactions that on going.
In particular in factoring trade transactions that day after day getting wriggle especially after legalized and precepted in Keppres No.61 of 1988 on date December 20 of 1988 about Financing institution or be acquainted with policy package of December 1988 that distincted with releasing judgement letter of The Minister of Finance No. 1251/KMK.013/1988 about Finance Company that revised with Regulation of The Minister of Finance No. 84/PMK.012/2006 about Finance Company.
To excavated about the problem above, so the research is Analytical Descriptive, it is describing and explaining detail and systematic of all the things that to be related with the right and obligation of all parties in factoring trade transactions and Wanprestasi (reluctant of promise) that might be happen in implementation of trade agreement and how the mechanism of settlement dispute if probably there will be conflict or contention to all the parties for becoming the subject of the factoring trades. And the kind of research that applied is using approach Juridic Normative, the research that point to the law norms that be found in the regulations that be in effect as base normative.
Based on the result of the research shows that in trade transactions of factoring be found several right and obligation to the parties that could be looked from some aspects that is the right and obligation of the parties refer to the clause angle that related with the right and obligation of the parties in factoring financing, the right and obligation of the parties refer to UU No.8 of 1999 about consumer protection which is the right and obligation that must be applied by the parties in agreement of contract.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis memanjatkan rasa syukur atas rahmat dan keridhaan Allah SWT yang telah memberikan penulis kekuatan dan keberkahan dalam menyelesaikan penulisan Tesis yang berjudul “ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG”. Begitu juga salawat dan salam kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang telah memberikan tuntunan dan arahan bagi penulis menuju keimanan dan ketaqwaan dalam suatu kerangka agama rahmatanlilalamin yang bernama Islam.
Tesis ini merupakan suatu persyaratan akademik untuk dapat memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum (MH) pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengakui bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam metodelogi penulisan maupun juga menyangkut materi substansi yang penulis sajikan pada Tesis ini. Oleh sebab itulah maka penulis mengharapkan masukan positif yang dapat membangun kemampuan diri penulis ke depannya dalam melakukan suatu pembuatan karya ilmiah.
1. Orang tua penulis tercinta yakni Ayahanda Sarjono dan Ibunda Djasmi Djalin yang setiap saat memanjatkan doa kepada penulis dan juga berkat tangis air mata mereka berdua pagi, siang dan malam yang dipanjatkan kepada Allah SWT sehingga memberikan kemudahan dan keberkahan bagi penyelesaian Tesis penulis.
2. Rektor USU, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) dan para Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum dan juga selaku Ketua Komisi Pembimbing.
4. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Ketua Jurusan Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan dalam Program Magister Ilmu Hukum. 5. Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang
memberikan bimbingan dan arahan positif dalam proses pembuatan Tesis ini.
6. Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang memberikan arahan serta masukan positif dalam pembuatanTesis ini.
7. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Komisi Penguji.
8. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum sebagai Komisi Penguji yang memberikan arahan serta masukan positif yang sangat berarti dalam pembuatan Tesis ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum. 10.Seluruh Staf Biro Pendidikan di Fakultas Hukum Magister Ilmu Hukum.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk
menambah wawasan berfikir bagi setiap orang yang membaca skripsi ini. Terima kasih.
Medan, April 2013 Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Muhammad Hendra Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 28 Februari 1984
Alamat : Jl. Ambai Gg. Seniman No. 13 Medan Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
II. DATA ORANG TUA
Nama Ayah : Sarjono Nama Ibu : Djasmi Djalin
Nama Saudara/i Kandung : Ariyanti Sarjono, SE
Muhammad Ferry Sarjono, SH
III. PENDIDIKAN
1990 – 1996 : SD Perguruan Pahlawan Nasional, Medan 1996 – 1999 : MTs Teladan, Medan
1999 – 2002 : SMU Negeri 18, Medan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Keaslian Penelitian ... 10
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10
1. Kerangka Teori ... 10
2. Konsepsi ... 15
G. Metode Penelitian ... 17
1. Jenis Penelitian ... 17
2. Sumber Data ... 18
3. Teknik Pengumpulan Data ... 19
4. Analisis Data ... 19
BAB II : HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM
PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG ... 21
A. Dasar Hukum ... 21
1. Sejarah Anjak Piutang ... 21
2. Pengaturan Perjanjian Anjak Piutang ... 24
3. Unsur-unsur Anjak Piutang ... 29
4. Klasifikasi Anjak Piutang ... 33
5. Syarat dan Mekanisme Anjak Piutang ... 38
6. Subjek dan Objek Anjak Piutang ... 41
7. Bentuk dan Isi Perjanjian Anjak Piutang ... 45
8. Perbedaan Anjak Piutang dengan Kegiatan Lain ... 48
9. Cessie Dalam Kaitannya dengan Anjak Piutang ... 50
B. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Anjak Piutang ... 55
1. Hak Dan Kewajiban Para Pihak di Dalam Pembiayaan Anjak Piutang ... 55
2. Klausula Yang Berkenaan dengan Hak dan Kewajiban Para Pihak di dalam Pembiayaan Anjak Piutang ... 57
3. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ... 69
BAB III : FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN ANJAK PIUTANG 75 A. Pengaturan Wanprestasi di dalam KUHPerdata ... 75
BAB IV : MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PADA
PERJANJIAN ANJAK PIUTANG ... 81
A. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perjanjian Anjak Piutang Melalui Jalur Litigasi ... 81
B. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Perjanjian Anjak Piutang Melalui Jalur Non Litigasi ... 85
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 116
A. Kesimpulan ... 116
B. Saran ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 119
ABSTRAK
Hak serta kewajiban yang menjadi suatu tonggak di dalam suatu perikatan kontrak menjadi suatu lambing suci bagi para pihak untuk bersama-sama menjaganya agar apa yang menjadi kepentingan dasar para pihak dapat terjaga dan terealisasi dengan baik sebagaimana mestinya. Atas asas Pacta Sun Servanda yakni orang yang berjanji wajib memenuhi janjinya serta Partie Autonomie atau kebebasan berkontrak yang membebaskan setiap orang untuk membuat suatu kontrak perjanjian yang kemudian kontrak tersebut menjadi hukum bagi mereka yang membuatnya asal tidak bertentangan aturan-aturan perUndang-Undangan yang berlaku serta norma-norma kepatutan lainnya. Sehingga ke depannya tidak terjadi apa yang dikatakan sebagai wanprestasi (ingkar janji) oleh salah satu pihak yang pada akhirnya akan berdampak negative bagi keseluruhan proses transaksi perdagangan yang berlangsung.
Khususnya dalam ransaksi perdagangan Anjak Piutang yang kian hari kian menggeliat terutama sejak dilegalisasi dan diatur di dalam Keppres No. 61 Tahun 1988
tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan atau lebih dikenal dengan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 yang selanjutnya dipertegas dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Tentang Perusahaan Pembiayaan yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan.
Untuk menggali menyangkut permasalahan di atas, maka penelitian yang dilakukan Deskriptif Analistis yakni dengan menggambarkan dan menjelaskan secara rinci serta sistematis segala sesuatu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban para pihak di dalam transaksi perdagangan Anjak Piutang serta wanprestasi yang mungkin dapat terjadi dalam pelaksanaan perjanjian perdagangan dan juga bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa jika adanya suatu perselisihan ataupun persengketaan pada para pihak pelaku perdagangan Anjak Piutang tersebut, dan jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai pendekatan Yuridis Normatif, penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai landasan normatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dalam transaksi perdagangan Anjak Piutang terdapat beberapa hak dan kewajiban para pihak yang dapat ditinjau dari beberapa segi yakni hak dan kewajiban para pihak ditinjau dari sudut klausula yang berkenaan dengan hak dan kewajiban para pihak di dalam pembiayaan anjak piutang, hak serta kewajiban para pihak ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen yang merupakan hak dan kewajiban yang harus dituangkan para pihak di dalam perjanjian anjak piutang.
ABSTRACT
The right and obligation that become a heap in the bond of contract will be a holy symbol to all the parties, together keep it in order to what become the basic interest of all the parties could be protected and realized finely in the same manner as must. On Pacta Sun Servanda principle that is the person who pledge to do something must fulfill his or her promise along with PartieAutonomie or Freedom of Contract that absolve everyone to make an agreement of contract and then the contract will be the law to all the party who made it, as long as not to be in contradiction wih all the rules and regulations that obtain an all the other proper norms. Until for the next future couldn’t happen what says as Wanprestasi (reluctant of promise) by one party that finally could have negative impact to all the process of trade transactions that on going.
In particular in factoring trade transactions that day after day getting wriggle especially after legalized and precepted in Keppres No.61 of 1988 on date December 20 of 1988 about Financing institution or be acquainted with policy package of December 1988 that distincted with releasing judgement letter of The Minister of Finance No. 1251/KMK.013/1988 about Finance Company that revised with Regulation of The Minister of Finance No. 84/PMK.012/2006 about Finance Company.
To excavated about the problem above, so the research is Analytical Descriptive, it is describing and explaining detail and systematic of all the things that to be related with the right and obligation of all parties in factoring trade transactions and Wanprestasi (reluctant of promise) that might be happen in implementation of trade agreement and how the mechanism of settlement dispute if probably there will be conflict or contention to all the parties for becoming the subject of the factoring trades. And the kind of research that applied is using approach Juridic Normative, the research that point to the law norms that be found in the regulations that be in effect as base normative.
Based on the result of the research shows that in trade transactions of factoring be found several right and obligation to the parties that could be looked from some aspects that is the right and obligation of the parties refer to the clause angle that related with the right and obligation of the parties in factoring financing, the right and obligation of the parties refer to UU No.8 of 1999 about consumer protection which is the right and obligation that must be applied by the parties in agreement of contract.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah dalam menjalankan kegiatan usaha, salah satunya kurangnya kemampuan dan terbatasnya
sumber-sumber permodalan, lemahnya pemasaran akibat kurangnya sumber daya manusia yang cukup mempengaruhi pencapaian target penjualan suatu produk yang
dihasilkan, disamping kelemahan dibidang manajemen dan kredit, menyebabkan semakin meningkatnya jumlah kredit macet.1
Kondisi ini menyebabkan terancamnya kontinuitas usaha yang pada
gilirannya akan semakin menyulitkan perusahaan memperoleh tambahan sumber pembayaran melalui lembaga keuangan. Namun, pada saat kegiatan usaha mengalami
peningkatan, dengan semakin meningkatnya volume penjualan secara cepat, akan menimbulkan masalah baru, yakni masalah administrasi penjualan, karena selama ini
kenyataannya banyak perusahaan yang hanya berkonsentrasi pada usaha penjualan produksi dan penjualan.2
Untuk menanggulangi masalah piutang macet dan administrasi kredit yang semrawut dapat diserahkan kepada perusahaan yang sanggup untuk melakukannya
1
Sofyan hidayat, Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Pembiayaan Perusahaan Dengan
Sistem Anjak Piutan
yaitu perusahaan anjak piutang (factoring) yakni lembaga pembiayaan yang
melakukan suatu hubungan pengikatan pembiayaan oleh (factor) dan suatu perusahaan (client) di mana factor akan membeli piutang dagang client (secara
dengan atau tanpa recourse kepada client). Sehubungan dengan itu factor mengawasi batas kredit yang diberikan kepada pelanggan (customer) serta mengadministrasikan
buku penjualan client tersebut.3
Perusahaan anjak piutang (factoring) dapat mengambil alih pengelolaan piutang baik dengan cara dikelola atau dengan cara dibeli serta dapat pula melakukan
pengelolaan administrasi piutang suatu perusahaan yang sedang mengalami kesulitan dalam pengelolaan piutang maka dapat menyerahkan seluruh persoalan kepada
perusahaan anjak piutang dengan imbalam (fee) dan biaya-biaya lainnya yang disepakati bersama oleh perusahaan.
4
Di Indonesia eksistensi lembaga anjak piutang dimulai sejak diluncurkan
paket kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau Pakdes 20: 1988 sesuai dengan Keppres Dengan melalui jasa anjak piutang,
perusahaan-perusahaan akan memungkinkan untuk memperoleh sumber pembiayaan secara mudah dan cepat sampai dengan 80% (delapan puluh persen) dari nilai faktur
penjualannya secara kredit.
3
Emir Satar, dalam Makalah Factoring Sebagai Sistem Pembiayaan Modal Kerja, Seminar Nasional, Jakarta, Hotel Shangrila, 12 Desember 1995, hlm. 2. Dalam Siti Hamidah, Kajian Yuridis Perlindungan Seimbang Bagi Factor, Client dan Customer Dalam Perjanjian Anjak Piutang
(Factoring),
4
I Made Sura Ambara Jaya, Peranan Anjak Piutang Dalam Perekonomian (Suatu Tinjauan
No. 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.13/1998
tanggal 20 Desember 1988 yang kemudian diperbaharui dengan peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan, kegiatan anjak
piutang dapat dilakukan oleh multi finance company yaitu lembaga pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha disamping bidang anjak piutag, juga dibidang sewa
usaha, modal ventura, kartu kredit dan pembiayaan konsumen.5
Pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang Perusahaan Pembiayaan
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan
dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri, yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/ PMK.012/2006 Tentang Perusahaan
Pembiayaan. Di dalam peraturan tersebut kemudian lebih lanjut mengatur berbagai kegiatan yang dapat dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut beserta tata cara
pemberian dan perincian untuk pendirian serta pengawasannya.
Tumbuh dan berkembangnya lembaga pembiayaan anjak piutang (factoring)
tentunya tidak terlepas dari peran para pelaku kegiatan perdagangan tersebut yakni
factor selaku perusahaan penyedia jasa pembiayaan anjak Piutang (factoring)
5
Sofyan Hidayat, Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Pembiayaan Perusahaan Dengan
selanjutnya client yakni pihak yang menggunakan jasa pembiayaan anjak piutang
(factoring), dan yang terakhir customer yakni nasabah yang memiliki hutang terhadap client. Kerjasama ketiga pelaku perdagangan anjak piutang (factoring)
tersebut bersinergi dan terharmonisasi mendorong tumbuh serta berkembangnya geliat perdangangan pembiayaan anjak piutang (factoring) hingga dewasa ini.
Proses perdagangan yang terjadi tentu saja ada lika liku problematika ataupun permasalahan yang mungkin timbul akibat adanya kelalaian ataupun ingkar janjinya salah satu pihak dalam menjalankan roda roda perdagangan pembiayaan anjak piutang (factoring). Para pihak baik factor maupun client dan customer tentunya memiliki hak dan kewajibannya masing-masing namun adakalanya salah satu pihak hanya menginginkan apa yang hanya menjadi haknya semata tanpa memperdulikan pada saat yang sama apa yang menjadi kewajibannya. Kewajibannya yang sudah seyogianya dilakukan atas hak dari pihak lain yang merupakan suatu tanggung jawab untuk dilakukan kadang terlupakan bahkan sengaja untuk dilupakan oleh salah satu pihak.6
Pihak factor memang memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran hutang dari customer atas penjualan piutang client terhadap transaksi perdagangan anjak piutang (factoring) yang telah disepakati masing-masing pihak. Namun pada saat yang sama factor juga diwajibkan menyajikan suatu kontrak perjanjian anjak piutang
(factoring) yang tidak merugikan pihak lain. Suatu kontrak yang sengaja didisain untuk memenangkan serta menguntungkan pihak factor semata dan seakan meniadakan hak-hak dari pihak client maupun customer.
Begitupula halnya pihak client setelah mendapat jasa pembiayaan dan pembayaran dari pihak factor atas piutang yang sudah dijual atau dialihkan kepada pihak factor hendaknya client juga diwajibkan untuk benar-benar menjual atau mengalihkan piutang yang benar adanya bukan fiktif belaka. Serta customer yang telah mendapatkan barang atau jasa dari pihak client hendaknya bertanggungjawab atau berkewajiban membayar hutang-hutangya kepada pihak factor berdasarkan perjanjian pembiayaan anjak piutang (factoring). Para pihak mampu berkomitmen untuk berpegang teguh atas perjanjian perdagangan yang telah dibuat maka tentunya hal tersebut akan menyehatkan para pihak dan semakin menumbuhkembangkan perdagangan yang ada serta berdampak positif kedepannya.7
7
Siti Hamidah, Kajian Yuridis Perlindungan Seimbang bagi Factor, Client dan Customer
Dalam Perjanjian Anjak Piutang(Factoring),
Namun masalah kemudian timbul ketika para pihak melanggar kesepakatan perjanjian dan berlaku wanprestasi (ingkar janji) yang tentunya akan berdampak negatif bagi para pihak secara keseluruhan dan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi para pihak tentunya. Baik waktu, biaya dan seluruh energi akan habis hanya untuk
menyelesaikan seluruh problematika yang dapat timbul akibat ingkar janji atau melanggarnya salah satu pihak atas ketentuan perjanjian yang telah disepakati.8
Akibat terjadinya pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak maka
kemudian muncul apa yang dinamakan sengketa ataupun perselisihan antara para pihak. Perselisihan yang timbul akan memicu suatu sanksi hukum dari salah satu
pihak. Aksi hukum tersebut tentunya dapat diawali dengan suatu proses negosiasi maupun mediasi guna penyelesaian permasalahan bagi para pihak. Masalah lain
muncul jika penyelesaian dengan cara-cara damai baik berupa mediasi dan negosiasi
tidak mencapai solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Sehingga memicu salah satu pihak membawa permasalahan perdagangan ini ke jalur pengadilan. Jalur pengadilan
bagi para pihak diharapkan dapat menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul dalam proses perdagangan yang sedang berlangsung. Pengadilan diharapkan juga
mampu memenangkan salah satu pihak baik factor, client dan customer sehingga hak-hak yang ingin didapatkan atas kewajiban pihak lain dapat terpenuhi.9
Di dalam kegiatan utama perusahaan anjak piutang yang memberikan jasa sehingga kebutuhan akan jasa anjak piutang hanya akan timbul manakala seorang
penjual menjual barang atau jasa secara kredit atau secara lebih luas apabila penjual
8
Sofyan Hidayat, Op.cit, hlm. 5
telah melepas barang ke dalam penguasaan pembelian maka pembeli secara sukarela
berdasarkan kontrak wajib melakukan pembayaran.10
Dalam perspektif hukum perlindungan, client pada perjanjian anjak piutang
(factoring) dapat dikategorikan sebagai “konsumen” dari sisi factor, karena client
dalam hal ini menggunakan produk jasa perusahaan factor untuk membiayai usahanya. Pembiayaan anjak piutang (factoring) dalam prakteknya terkadang mengalami banyak permasalahan baik itu menyangkut wanprestasinya para pihak dalam ini factor maupun client sendiri maupun menyangkut hal-hal yang sifatnya melawan hukum dengan melakukan tindakan-tindakan yang sengaja dilakukan agar salah satu pihak mendapatkan kerugian baik berupa penipuan maupun pemalsuan dokumen salah satu pihak baik factor maupun client merupakan fiktif belaka.
Pembiayaan anjak piutang (factoring) dapat juga dikatakan beramasalah apabila isi perjanjian pembiayaan tidak dilaksanakan dengan baik oleh para pihak. Para pihak yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut berarti telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji. Dan walaupun pada umumnya pihak yang melakukan wanprestasi terhadap isi perjanjian pembiayaan factoring sebagai salah satu pihak yang harus dilindungi. Sebagai pihak yang memberikan pembiayaan dan pada umumnya mengikat client melalui perjanjian dalam bentuk standar kontak, maka menganalisis perjanjian yang seimbang bagi para pihak sangat diperlukan karena tidak tertutup kemungkinan permasalahan wanprestasi pihak customer dan client
disebabkan pula karena kedudukan yang tidak seimbang yang tertuang dalam perjanjian anjak piutang (factoring).
Beberapa batasan hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam KUHPerdata dan UU Perlindungan Konsumen diatas masih memungkinkan ketimpangan dan ketidakadilan bila para pihak tidak memiliki kedudukan atau bargaining position yang tidak sama, khususnya apabila dalam perjanjian yang dibuat sudah dalam bentuk perjanjian baku, atau dikenal dengan nama perjanjian standart, atau perjanjian adhesi.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tesis yang berjudul “ Analisis Hak Dan Kewajiban Para Pihak Pada Perjanjian Jual Beli Piutang Dalam Pembiayaan Anjak Piutang”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dalam penelitian ini akan diteliti dan dikaji permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian jual beli piutang dalam pembiayaan anjak piutang?
2. Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya wanprestasi pada perjanjian jual beli piutang dalam pembiayaan anjak piutang?
3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa pada perjanjian jual beli piutang
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis hak dan kewajiban para pihak pada perjanjian jual beli piutang dalam pembiayaan anjak piutang.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
wanprestasi pada perjanjian jual beli piutang dalam pembiayaan anjak piutang. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana mekanisme penyelesaian
sengketa pada perjanjian jual beli piutang dalam pembiayaan anjak piutang. D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis
Diharapkan dapat menjadi sumbangan fikiran bagi perkembangan ilmu hukum, terutama hukum bisnis di Indonesia serta juga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan yang mengatur materi menyangkut anjak piutang.
2. Secara Praktis
b. Diharapkan setelah mendapat pemahaman lebih mengenai anjak piutang, nantinya dapat mensosialisasikannya sehingga pelaksanaan anjak piutang dapat terlaksana sesuai dengan yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran hasil-hasil penelitian baik yang ada di lingkungan Universitas Sumatera, penelitian mengenai anjak piutang juga yang di dapat dari perpustakaan-perpustakaan yang ada di Kota Medan menyangkut anjak piutang. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan, yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan di dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.11
11
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan pendapat yang menjadi perbandingan, pegangan teoritis.12
Menurut R. Subekti, “ Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membutuhkan dan dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis”.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum. Adapun teori yang dipakai dalam penelitian tesisi ini adalah teori hukum perjanjian dan teori hukum perlindungan hukum.
13
Anjak Piutang (factoring) dalam KUHPerdata tidak dikenal, namun keberadaannya dimungkinkan dalam sistem hukum Indonesia yaitu hukum perdata dalam hukum perjanjian menghormati kebebasan para pihak dan menganut asas kebebasan berkontrak, dengan memberikan kepastian hukum berupa kekuatan mengikat dari perjanjian tersebut, yaitu asas pacta sun servanda yang termuat di dalam pasal 1338 KUHPerdata “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik”. Artinya semua pihak harus menaati perjanjian yang dibuatnya, karena perjanjian tersebut mengikat, seperti undang-undang bagi yang
12
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2003), hlm 39
13
membuatnya dan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada para pihak untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sepanjang perjanjian factoring
tidak bertentangan dengen prinsip-prinsip hukum yang berlaku atau memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana tercantum dalam pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Perjanjian pembiayaan konsumen itu mengikat secara penuh bagi para pihak, artinya para pihak wajib menghormati isi perjanjian yang dibuatnya dan wajib melakasanakan kewajiban atau prestasinya dengan baik. Hukum Perdata Indonesia yang menganut asas kebebasan berkontak atau freedom of contract yaitu di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan seimbang dan kedua pihak berusaha mencapai kesepakatan yang diperlukan, bagi terjadinya perjanjian itu diperlukan proses negosiasi diantara para pihak.14
Dalam perjanjian pada lembaga keuangan, adalah suatu hal yang umum terdapat salah satu pihak yang memiliki bargaining position yang lebih kuat, yaitu posisi salah satu pihak yang karena hal-hal tertentu dapat dipaksakan lebih kuat, yaitu
14
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi para
posisi salah satu pihak yang karena hal-hal tertentu dapat dipaksakan kehendaknya agar para pihak yang lain menerima klausula-klausula yang diinginkan, sehingga perjanjian tersebut dapat menguntungkan pihak tersebut dan di lain pihak merugikan pihak lawan.
Perjanjian anjak piutang (factoring agreement) sendiri merupakan dokumen hukum utama (main legal document) dibuat secara sah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi perusahaan anjak piutang dan client
(Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak (unilateral unvoidable). Perjanjian anjak piutang berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah. Disamping itu, perjanjian anjak piutang juga berfungsi melengkapi dan memperkaya hukum perdata tertulis.15
Hukum yang ideal adalah memberikan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, sehingga sudah seharusnya hukum memberikan keadilan kepada para pihak dalam perjanjian anjak piutang (factoring), khususnya yang tertuang dalam klausula-klausula perjanjiannya. Karena asas kebebasan berkontrak diakui dan diatur dalam KUHPerdata, dan diakui pula bahwa tidak ada kebebasan berkontrak yang mutlak, maka diperlukan penentuan klausul-klausul yang dilarang atau diwajibkan dalam perjanjian factoring/ anjak piutang. Sehingga kedudukan yang seimbang dalam rangka mewujudkan keadilan bagi para pihak dapat tercapai.
Terhadap kelalaian atau kealpaan si berutang atau debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu, diancam beberapa sanksi atau hukuman. Hukuman atau akibat-akibat yang tidak baik bagi debitur yang lalai ada 4 (empat) macam yaitu, membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dinamakan ganti rugi, pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, peralihan resiko, membayar biaya perkara kalau sampai diperkarakan di depan hakim.
Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanpresatasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan dimuka hakim. Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau alpa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang dijanjikan.16
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat subjektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.17
Dalam perspektif hukum perlindungan, client pada perjanjian anjak piutang
(factoring) dapat dikategorikan sebagai “ konsumen’’ dari sisi factor, karena client
dalam hal ini menggunakan produk jasa perusahaan factor untuk membiayai usahanya. Undang-undang perlindungan konsumen No. 8 Tahun 1999 mengatur
hak-16
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa,2004), hlm. 45
hak konsumen, dimana hak client yang erat dengan perjanjian factoring adalah hak atas kenyamanan dan keamanan, hak untuk mendapatkan jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa, hak untuk didegar pendapat dan keluhan, hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif dan/ atau penggantian, apabila jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebaliknya kewajiban client sebagai konsumen yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen adalah beritikad baik dalam melakukan transaksi jasa, membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, mengikuti upaya penyelesaian sengketa hukum perlindungan konsumen secara patut.18
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubitus) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan
18
beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan :
a. Perusahaan anjak piutang (factor) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.19
b. Client (suplier) adalah perusahaan yang menjual dan atau mengalihkan piutang
atau tagihannya yang timbul dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri.20 c. Nasabah (customer) adalah perusahaan ataupun pihak ketiga yang membeli barang
dan atau jasa dari client yang pembayarannya secara kredit.21
d. Piutang adalah kewajiban pembayaran customer kepada client atas barang yang telah dibeli dan atau jasa yang telah diberikan oleh client kepada customer.22
e. Hak adalah kuasa atas suatu benda.23
f. Kewajiban adalah perkara yang harus dilakukan.24
g. Wanprestasi adalah keadaan dimana seseorang factor, client, atau customer
(nasabah) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana yang telah dijanjikan, melaksanakan apa yang dijanjikan namun tidak tepat seperti apa yang di
19
Budi Rachmat, Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 5
Yulius.S, Suryadi,dkk, Kamus Baru Bahasa Indonesia, (Surabaya: 1984), hlm. 70
24
janjikan atau terlambat, melakukan sesutau yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.25
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan
menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang pembiayaan anjak piutang.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan istilah penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis di dalam buku (law as it is
written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses
pengadilan (law as it decided by the judge through judicial process). Dalam penelitian ini bahan kepustakaan dan studi dokumen dijadikan sebagai bahan utama sementara data lapangan yang diperoleh melalui wawancara akan dijadikan sebagai data pendukung atau pelengkap.
25
2. Sumber Data
Penelitian ini diarahkan sebagai penelitian hukum normatif, yaitu penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan data sekunder untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya, yang terdiri :
a. Bahan hukum primer yang merupakan sumber bahan hukum yang bersifat
autoritatif, yaitu mempunyai otoritas.26
b. Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen resmi.
Bahan-bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 172/KMK.06/2002 Tentang perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan Pembiayaan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta peraturan perundang-undangan lainnya yang relefan dengan penelitian penulis.
27
26
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hlm. 141
Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian
tesis ini berupa buku-bukut teks, jurnal-jurnal hukum terkait, dan hasil penelitian dokumen terkait lainnya.
c. Bahan hukum tersier, berupa bahan-bahan hukum yang berfungsi memberikan penjelasan pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus-kamus hukum, ekonomi, ensiklopedia, majalah, surat kabar, internet dan sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yakni menggunakan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti dokumen dari bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder yaitu peraturan perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel dari media cetak dan elektronik, makalah ilmiah dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam tesis ini.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.28
28
Lexy Moelwong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm 103
a. Mengumpulkan bahan hukum berupa inventarisasi peraturan perundang-undangan yang relevan dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang mendukung.
b. Memilah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan-bahan hukum sesuai dengan permasalahan.
c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkan untuk menemukan kaidah, asas, konsep yang terkandung di dalam bahan hukum-bahan hukum tersebut.
d. Menemukan hubungan konsep, asas, kaidah tersebut dengan menggunakan kerangka teori sebagai pisau analisis.
5. Penarikan Kesimpulan
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK PADA PERJANJIAN JUAL BELI PIUTANG DALAM PEMBIAYAAN ANJAK PIUTANG
A. Dasar Hukum
1. Sejarah Anjak Piutang
otomatis turut memacu pertumbuhan industri factoring di Amerika, terutama di New York city. Perusahaan factoring di Amerika saat itu seperti ketiban rezeki. Mereka juga memberikan kredit, menjamin kredit tersebut, memberikan pembayaran awal terhadap piutang yang timbul dan melakukan penagihan untuk kepentingan
clientnya.Pada akhir abad ke-19 para factor mulai meninggalkan profesinya sebagai agen dan lebih mengkonsentrasikan diri pada pengelolaan kredit bagi clientnya, yaitu menjamin kredit, melakukan penagihan, dan penyediaan dana. Bentuk-bentuk usaha inilah yang kemudian menjadi embrio dari bisnis anjak piutang modern seperti yang dikenal saat ini.29 Anjak piutang modern ini kemudian terus berkembang tidak hanya dibidang usaha tekstil tetapi juga merambah ke berbagai sektor industri baik untuk transaksi ekspor impor maupun transaksi local. Bisnis anjak piutang modern ini akhirnya berkembang ke Eropa, terutama setelah berdirinya 3 (tiga) grup anjak piutang internasional, yaitu:30
a. Heller Overseas Corporation (Heller Group), dalam grup factoring ini Heller
berperan sebagai induk perusahaan dari mayoritas anggotanya dan bermarkas di Chicago.
b. Internasional Factors Group ( IFG), dimana dalam grup ini tidak dikenal adanya induk perusahaan, setiap anggota bebas satu sama lain tanpa adanya kaitan permodalan. Grup ini hanya menerima satu anggota dari setiap negara, bermarkas di Brussel.
c. Factors Chain International, dimana grup ini hampir sama dengan sistem IFG,
yakni tanpa kaitan permodalan antara sesama anggotanya. Namun grup ini dapat menerima lebih dari satu anggota dari setiap negara, bermarkas di Amsterdam.
29
Budi Rachmat, Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. xvii
Kegiatan group factoring ini telah memiliki anggota yang tersebar diseluruh dunia, yaitu dinegara-negara seperti Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, ASEAN, termasuk Indonesia, Hongkong dan berbagai negara lainnya. Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara, anjak piutang pertama kali diperkenalkan di Singapura pada pertengahan tahun 70-an. Sejak saat itu transaksi anjak piutang di Singapura mengalami perkembangan yang sangat pesat baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun turnover transaksinya. Sedangkan di Malaysia kegiatan anjak piutang dimulai pada tahun 1981. Di Indonesia sendiri, kegiatan anjak piutang dimulai pada tahun 1988 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988. Secara formal, pada awalnya perkembangan anjak piutang di Indonesia belum begitu populer. Namun kegiatan anjak piutang di Indonesia secara informal sebenarnya sudah ada sebelum dikeluarkannya Keputusan Prsesiden Nomor 61 Tahun 1988, yaitu kegiatan cheque discounted atau cheque yang didiskontokan yang sering dilakukan oleh para pedagang di pasar-pasar. Kegiatan ini sudah berjalan secara informal ditengah masyarakat dan sudah baku diantara para pedagang di pasar. Biasanya pedagang menukar cek mundur kepada penyedia dana, dan langsung dipotong dalam jumlah/ presentase tertentu sesuai dengan jangka waktunya. Apabila cek itu tidak ada dananya maka penjual cek harus mengganti dengan uang tunai kepada penyedia dana.31
31
Ibid. hlm. xx
kegiatan anjak piutang yang sudah ada di masyarakat, dan menjadikan usaha anjak piutang menjadi suatu bagian dari lembaga pembiayaan yang juga dapat dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank.
2. Pengaturan Perjanjian Anjak piutang
Di Indonesia, kegiatan anjak piutang atau factoring sejauh ini belum diatur secara khusus dengan undang-undang seperti halnya perbankan, asuransi, ataupun dana pensiun. Keberadaan industri anjak piutang sebagai bagian dari aktivitas lembaga pembiayaan saat ini hanya diatur dengan Surat Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal, yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1988 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan atau lebih dikenal dengan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 yang selanjutnya dipertegas dengan keluarnya beberapa Surat Keputusan Menteri Keuangan, diantaranya yakni sebagai berikut :
a. 1251/KMK.013/1988 Tentang Perusahaan Pembiayaan.
b. 448/ KMK.017/2000 Tanggal 27 Oktober 2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan c. 172/ KMK.06/2002 tanggal 23 April 2002 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000 Tanggal 27 Oktober 2000.
hukum baik perjanjian maupun perundang-undangan. Perjanjian adalah sumber hukum utama anjak piutang dari segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah sumber hukum utama anjak piutang dari segi hukum publik.32
1) Segi Hukum Perdata, ada 2 (dua) sumber hukum perdata yang mendasari kegiatan anjak piutang yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan di bidang hukum perdata.
a) Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan anjak piutang selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian anjak piutang ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan anjak piutang sebagai pihak penerima pengalihan piutang, dan client sebagai pihak yang mengalihkan piutang. Perjanjian anjak piutang (factoring agreement)
merupakan dokumen hukum utama (main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata.Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah, maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu perusahaan anjak piutang dan client (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata). Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut harus dilaksanakan
32
dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak
(unilateral unavoidable). Perjanjian anjak piutang berfungsi dokumen bukti yang sah bagi perusahaan anjak piutang dan client.
b) Undang-Undang di Bidang Hukum Perdata
Perjanjian anjak piutang merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang tunduk pada ketentuan Buku III dan Buku II KUHPerdata.Sumber hukum utama anjak piutang adalah ketentuan-ketentuan mengenai :
(1) Perjanjian jual beli yang diatur dalam Pasal 1457-1540 Buku III KUHPerdata sejauh ketentuan-ketentuan itu relevan dengan anjak piutang.
(2) Pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 ayat (1) dan (2) Buku II KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, penyerahan piutang atas nama dilakukan dengan cessie, yaitu dengan akta autentik atau tidak autentik yang menyatakan pengalihan hak tagih kepada perusahaan anjak piutang disertai notifikasi kepada nasabah (debitur). Bersamaan dengan akta cessie piutang itu diserahkan.
(3) Subrogasi yang diatur dalam Pasal 1400-1403 Buku III KUHPerdata. Penyerahan dengan cessie akan mengakibatkan adanya subrogasi, yaitu penggantian status kreditor lama (client) oleh kreditor baru (perusahaan anjak piutang) terhadap nasabah (debitur).
Selain dari ketentuan-ketentuan dalam Buku II dan Buku III KUHPerdata yang relevan dengan anjak piutang, ada juga ketentuan-ketentuan dalam berbagai undang-undang diluar KUHPerdata yang mengatur aspek perdata anjak piutang. Undang-undang yang dimaksud adalah sebagai berikut.
(b) Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila bentuk badan usaha perusahaan anjak piutang tersebut adalah koperasi, sehingga didalam pendirian dan kegiatannya juga harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut.
(c) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria dan peraturan pelaksananya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan anjak piutang mengadakan perjanjian mengenai hak atas tanah.
(d) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan anjak piutang sebagai produsen melakukan pelanggaran atas kewajiban dan larangan undang-undang yang secara perdata merugikan konsumen.
2) Segi Hukum Publik
Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, anjak piutang banyak menyangkut kepentingan publik terutama yang bersifat administratif. Oleh itu
perundang-undangan yang bersifat publik yang relevan berlaku pada anjak piutang. Perundang-undangan tersebut terdiri atas undang-undang peraturan pemerintah,
Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri.
(1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan anjak piutang berurusan dengan pendaftaran perusahaan pada waktu pendirian, pendaftaran ulang, dan pendaftaran likuiditas perusahaan
(2) Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila perusahaan anjak piutang berkaitan dan berurusan dengan bank
(3) Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, Undang-Undang No.7 Tahun 1991, Undang-Undang No. 8 Tahun 1991 dan peraturan pelaksanaannya, semuanya tentang Perpajakan. Berlakunya undang-undang ini karena perusahaan anjak piutang wajib membayar pajak bumi dan bangunan, penghasilan, dan pertambahan nilai serta pajak jenis lainnya.
(4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini karena perusahaan anjak piutang melakukan pembukuan perusahaan dan pemeliharaan dokumen perusahaan
b) Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan, peraturan tentang lembaga pembiayaan yang mengatur anjak piutang antara lain adalah :
piutang adalah perseroan terbatas atau koperasi, dan dalam kegiatannya dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar (promissory note).
(2) Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/ KMK.013.1998 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang kemudian diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 468 Tahun 1995. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini mengatur tentang kegiatan perusahaan anjak piutang, izin usaha, besaran modal, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi apabila perusahaan anjak piutang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut.
3. Unsur-Unsur Anjak Piutang
Dalam kegiatan pembiayaan anjak piutang tentunya banyak pihak-pihak yang terlibat didalamnya. para pihak tersebut tentunya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang mendorong berjalannya suatu transaksi perdagangan anjak piutang itu sendiri sehingga tumbuh dan berkembang menjadi suatu bentuk volume perdagangan yang besar. Para pihak itu juga merupakan salah satu unsur yang terkandung didalam tubuh suatu lembaga pembiayaan yang bernama anjak piutang. Berikut penjelasan beberapa unsur-unsur didalam anjak piutang:33
33
a. Factor, atau perusahaan anjak piutang yakni badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Adapun yang dimaksud dengan transaksi perdagangan adalah transaksi jual beli barang atau jasa yang pembayarannya dilakukan secara kredit. Badan-badan usaha yang dapat menjadi perusahaan anjak piutang adalah : 1) Perusahaan yang khusus bergerak dibidang anjak piutang
2) Perusahaan multifinance, yaitu perusahaan pembiayaan yang disamping bergerak dibidang anjak piutang juga bergerak dibidang pembiayaan lainnya 3) Bank juga dapat bergerak dalam bidang anjak piutang. Hal ini berdasarkan
Pasal 6 huruf (1) Undang-undang No.7 Tahun 1992 Jo. Undang-undang No. 10 Tahun 1998.
Apabila piutang yang akan dianjakpiutangkan tersebut berasal dari perdagangan internasional, maka akan memperlihatkan perusahaan anjak piutang domestic (domestic import factor) dan perusahaan anjak piutang Internasional
(internasional export factor). Perusahaan anjak piutang domestik merupakan
penghubung dengan client, sedangkan perusahaan anjak piutang internasional merupakan penghubung dengan nasabah.
b. Client, Menurut ketentuan Pasal 1 huruf (m) dari Keputusan Menteri Keuangan
harus berupa perusahaan, baik perusahaan badan hukum seperti perseroan terbatas maupun bukan badan hukum seperti firma, CV.
c. Nasabah (Customer), nasabah adalah pihak yang membeli barang dari client yang pembayarannya dilakukan secara kredit. Dengan demikian, kedudukan nasabah adalah debitur (berutang) dan kedudukan client sebagai kreditor (berpiutang). Dalam transaksi anjak piutang, piutang client tersebut selanjutnya dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. Melihat hubungan diatas, terlihat bahwa nasabah mempunyai kedudukan yang penting dalama transaksi anjak piutang, karena nasabahlah yang menentukan macet tidaknya serta lunasnya piutang client
yang telah dialihkan kepada perusahaan anjak piutang. d. Piutang/ Tagihan
Piutang atau tagihan merupakan objek dari anjak piutang. Meskipun objek anjak piutang berupa piutang/ tagihan, tetapi tidak semua jenis piutang dapat dianjakpiutangkan. Dalam anjak piutang hanya piutang yang timbul dari transaksi perdaganganlah yang dapat dianjakpiutangkan. Dengan demikian, piutang dari hibah, pinjam meminjam uang (kredit bank) atau perjanjian kerja bukan merupakan objek dari anjak piutang sehingga tidak dapat dianjakpiutangkan. Pembatasan lain atas objek anjak piutang adalah piutang yang akan dialihkan tersebut belum jatuh tempo (account receivable), baik yang dikeluarkan dengan menggunakan surat berharga seperti promis, atau berupa tagihan melalui invoice
bisnis anjak piutang sama saja dengan debt collector yang didalamnya ada unsur tekanan dan kekerasan.
e. Pengalihan Piutang
Dalam transaksi anjak piutang terjadi proses peralihan piutang dari client kepada perusahaan anjak piutang. Agar peralihan piutang tersebut mempunyai akibat hukum yang sah, maka dalam proses peralihannya harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 613 ayat (1) dan (2) tentang cessie serta Pasal 1400 tentang subrogasi. Cessie adalah penyerahan piutang atas nama dari kreditor lama kepada kreditor baru. Subrogasi adalah perpindahan hak kreditor kepada pihak ketiga sebagai akibat dibayarnya harga piutang oleh pihak ketiga tersebut. Jadi, dalam cessie menekankan pada segi pengalihan piutang, adapun subrogasi menekankan pada segi penggantian kreditor. Berdasarkan ketentuan tersebut dalam transaksi anjak piutang, pengalihan piutang dari client kepada perusahaan anjak piutang dilakukan dengan akta cessie (Pasal 613 ayat (1). Selanjutnya, pengalihan piutang tersebut diberitahukan (notification)
perusahaan anjak piutang. Perusahaan anjak piutang biasanya membayar lebih dahulu harga pembelian piutang client yang besarnya hingga 80 % (delapan puluh persen) dari harga jual piutang. Adapun sisanya akan dibayar setelah tagihan terhadap nasabah dibayar lunas setelah dipotong biaya-biaya untuk perusahaan anjak piutang. Pembayaran lebih dahulu (prepayment) ini bukan merupakan panjar
(down payment) atau pembayaran tanda jadi karena prepayment merupakan
bagian dari pembiayaan atas seluruh harga jual piutang. Dengan demikian, fungsi
prepayment adalah sebagai fasilitas bagi pembiayaan perusahaan client sehingga kontinuitas usaha terjamin, arus kas (cash flow) tetap lancar, dan resiko akibat kredit macet tanpa dicegah.
4. Klasifikasi Anjak Piutang
Realita transaksi perdagangan anjak piutang di lapangan ternyata melahirkan beberapa jenis atau variasi dari anjak piutang itu sendiri yang terkualifikasi berdasarkan kondisi-kondisi tertentu sehingga memunculkan klasifikasi-klasifikasi didalam anjak piutang, yakni sebagai berikut :34
a. Berdasarkan Tempat Kedudukan Pihak-Pihak. Berdasarkan tempat kedudukan para pihak dalam anjak piutang, yaitu perusahaan anjak piutang, client dan nasabah, anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Domestic factoring, yaitu anjak piutang dimana semua pihak berdomisili dalam satu negara (didalam negeri). Dimana tentu saja gambaran terhadap mekanisme
34
perdagangan domestic factoring dapat digambarkan ataupun diilustrasikan secara sederhana dengan gambaran singkat sebagai berikut :
SKEMA 1
ANJAK PIUTANG DOMESTIK
c). Copy Invoice
b) Invoice
a) Penyerahan Barang
7. f) Refund
d). Inisial payment e) Payment
FFF
Keterangan gambar : 35
a) Jual beli barang atau jasa (untuk barang sekaligus diikuti dengan delivery) antara
client dan customer.
b) Penyerahan dokumen atas barang/jasa yang diperjualbelikan atau diterima, misalnya invoice ataupun factur.
35
Budi Rachmat, Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) hlm. 56
CLIENT
CUSTOMER
c) Setelah factor menerima dokumen barang/jasa maka factor akan melakukan pembayaran kepada client antara 80%-90% dari nilai tagihan setelah dikurangi diskonto.
d) Setelah tagihan jatuh tempo, customer melakukan pembayaran kepada factor
sebesar Rp. 100% dari seluruh nilai tagihan.
e) Factor menyerahkan dokumen barang/jasa kepada customer dan mengembalikan
tagihan yang tidak ikut dibiayai.
2) Internasional factoring, atau export factoring yaitu anjak piutang dimana client
berdomisili didalam negeri (Indonesia) sedangkan nasabah berdomisili diluar negeri (negeri lain). Dan berikut ilustrasi dari mekanisme internasional factoring yang secara sederhana dapat digambarkan, yakni sebagai berikut :
SKEMA 2
ANJAK PIUTANG INTERNASIONAL
GOODS and INVOICE
INDONESIA USA
Copy Invoice Prepayment Statement
Payment
COPY INVOICES
IMPORTIR EKSPORTIR
IMPORTIR FACTOR
Keterangan gambar :36
a) Eksportir membuat perjanjian anjak piutang dengan factor.
b) Eksportir mengajukan permohonan credit limit tertentu sehubungan dengan
rencana ekspor yang bersangkutan kepada importir di USA. c) Export factor memilih salah satu import factor di USA.
d) Import factor melakukan penyelidikan (credit investigation) untuk mengetahui credit
standing dari importir. Berdasarkan hasil penyelidikannya, import factor
mempertimbangkan permohonan tersebut. Apabila import factor menyetujui permohonan eksportir maka invoices yang difaktorkan sampai dengan jumlah
credit limit yang telah disetujui dijamin pembayarannya oleh import factor.
e) Atas persetujuan credit limit tersebut, eksportir mengapalkan barangnya ke USA dan mengirimkan invoices kepada importir dengan pemberitahuan agar importir
melakukan pembayaran yang bertalian kepada importfactor.
f) Setelah barang dikapalkan, eksportir menyampaikan copy invoice tersebut kepada
export factor, setelah salinan invoice tersebut maka export factor akan membayar sampai dengan 80% (delapan puluh persen) dari nilai invoice sesuai dengan perjanjian anjak piutang yang telah ditandatangani.
g) Export factor mengirim salinan invoice kepada importfactor.
h) Import factor setelah menerima salinan invoice akan menyiapkan sales ledger
yang diperlukan dan melakukan penagihan kepada importir.
i) Import factor melakukan remit sebesar 100% (seratus persen) dari nilai invoice
setelah dikurangi dengan tarif tertentu yang telah disepakati setelah importir
membayar atau selambat-lambatnya 90 hari setelah tanggal pengiriman barang tanpa memperhatikan apakah import factor telah menerima pembayaran dari
importir atau belum.
j) Setelah export factor menerima remittances dari import factor, sisa pembayaran (sebesar 20%) segera diselesaikan setelah dikurangi dengan biaya-biaya anjak piutang.
Demikian sebaliknya terjadi apabila importir dari Indonesia mengimpor barang dari Amerika Serikat. Untuk dapat melakukan export factoring, eksportir harus melakukan ekspor barang atas dasar open account, document against acceptace, dan bill of excharge.
36
b. Berdasarkan Jasa yang Diberikan
Berdasarkan jenis jasa yang diberikan oleh perusahaan anjak piutang, maka anjak piutang dapat dibedakan menjadi 37
1) Full service factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang yang memberikan semua jenis jasa anjak piutang baik jasa pembiayaan maupun jasa non pembiayaan
:
2) Maturity factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang hanya terbatas memberikan jasa-jasa non pembiayaan, seperti jasa pembukuan, proteksi dan pengontrolan kredit serta penagihannya.
3) Finance factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang hanya menyediakan jasa pembiayaan, tanpa ikut menanggung resiko atas piutang yang tidak tertagih.
c. Berdasarkan Resiko Tanggung Jawab Client
Berdasarkan resiko atau tanggung jawab client, anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1) Recourse factoring, yaitu anjak piutang dimana client akan menanggung resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, perusahaan anjak piutang akan mengembalikan tanggung jawab (recourse) pembayaran piutang kepada
client atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah.
2) Without recourse factoring, yaitu anjak piutang dimana perusahaan anjak piutang yang akan menanggung resiko apabila nasabah tidak memenuhi kewajibannya. Jadi, client tidak bertanggung jawab untuk melunasi atas piutang yang tidak tertagih dari nasabah.
d. Berdasarkan Pemberitahuan
Berdasarkan pemberitahuan atau notifikasi kepada nasabah, maka anjak piutang dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu 38
1) Disclosed factoring/notification factoring, yaitu anjak piutang dimana
pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang diberitahukan kepada nasabah. Dengan demikian, pada saat piutang telah jatuh tempo,
:
37
Ibid. hlm. 82
38