• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. MATERI PENDIDIKAN IMAN ANAK DALAM KURSUS

A. Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas Iman

3. Ciri-ciri Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas Iman

Keluarga kristiani sebagai komunitas iman menjadi tanda dan sarana kehadiran Allah bagi anggota keluarga maupun bagi masyarakat atau keluarga yang lain (Gilarso, 1996: 154-158). Tanda dan sarana kehadiran Allah yang mencintai manusia melalui perkawinan terwujud dalam keluarga dan janji pernikahan mereka sekali mereka dipersatukan Allah dengan saling menerima sakramen perkawinan, mereka telah dipersatukan oleh Tuhan untuk menjadi tanda dan sarana cintaNya. Tanda dan saluran rahmat dalam sakramen perkawinan itu tidak hanya untuk suami-istri yang bersangkutan, melainkan berlaku bagi seluruh umat. Sebab kesatuan dan kesetiaan yang nampak dalam cinta sejati mereka

merupakan tanda kasih setia dan rahmat Allah bagi seluruh umatNya (Gilarso, 1996:158)

b. Keluarga sebagai persekutuan hidup

keluarga menjadi tempat berkumpulnya suami-istri, anak dan saudara. Keluarga sebagai komunitas iman hidup sebagai persekutuan ada relasi yang dalam seluruh keluarga dalam persekutuan iman. Iman menjadi dasar dalam membina keluarga yang merupakan tempat berkumpulnya pribadi suami-istri, orang tua dan anak-anak serta sanak saudara. Melihat bahwa keluarga sangat penting sebagai pusat iman yang hidup dan menjadi saksi di tengah dunia yang sering berada jauh dari iman dan bahkan justru bermusuhan dengan-Nya. Seluruh anggota keluarga dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman bagi anggota yang lain. Dalam keluargalah, pelaksanaan imamat katolik yang diterima melalui pembaptisan dapat diwujudkan oleh keluarga melalui hidup doa dan syukur.

Keluarga adalah tempat pribadi belajar iman. Dengan beriman pasangannya dan anak-anak setiap pribadi melepaskan diri dari rasa ego dan harga diri, bersedia untuk mengampuni dan mau melaksanakan tugas-tugas harian dalam rumah tangganya.

Iman yang mempersatukan suami-istri untuk saling mencintai dan saling setia. Iman yang menuntut kesetiaan, hal ini bertujuan demi kesejahteraan dan masa depan anak-anak. Allah adalah kasih setia, Ia setia pada umatnya walaupun

manusia ingkar janji. Karena Allah itu setia maka suami-istri harus setia pada pasangannya dan juga keluarga, baik dalam suka maupun duka.

Sebagai komunitas iman, masing-masing memiliki peranannya didalam keluarga. Pria dan wanita memiliki derajat yang sama. Kederajatan ini sudah dan selalu diwahyukan dalam sejarah keselamatan (Kej 1:27), dalam panggilan Maria sebagai ibu Yesus, dan hormat Yesus kepada kaum perempuan berarti juga pengakuan bahwa mereka punya hak ikut berperan dalam masyarakat (FC art 23). Namun perannya sebagai istri dan ibu harus tetap diakui dan dihargai sehingga kerja mereka dirumahpun dihargai (FC art 23).

Laki-laki terutama berperan sebagai suami dan ayah. Ia harus mencitai istrinya sama seperti Kristus mencintai Gereja (FC art 25). Kehadiran seorang ayah diperlukan dalam keluarga terutama bagi anak-anak. Sejak masa pembuahan, anak harus dilindungi, dihargai dan dicintai. Martabat pribadinya diakui, dijadikan pusat perhatian orangtua (FC art 26).

Sebagai komunitas iman, keluarga memiliki perhatian dan kepedulian kepada mereka yang lanjut usia, sakit dan menderita. Mereka adalah orang-orang yang membutuhkan pertolongan orang-orang terdekatnya dan arena mereka memiliki perannya dalam keluarga (FC art 27).

3. Keluarga yang ikut serta dalam tugas perutusan Gereja

Keluarga merupakan unsur pembentukan Gereja. Melalui keluarga, Gereja hadir dari generasi ke generasi. Dalam kehidupan perkawinan dan keluarga setiap individu diperkenalkan dengan keluarga Allah yang lain. Dengan kelahiran dan

pendidikan, anak dihantar masuk kedalam komunitas iman. Melalui pembaptisan, anak masuk dalam keluarga Allah, yakni Gereja.

Keluarga sebagai unsur pembentuk Gereja, menjadikan rumah mereka sebagai gereja mini ( Ecclesia Domestika ), yang ikut serta dalam tugas perutusan Gereja. Keluarga ditengah situasi dunia yang tidak menentu diharapkan dapat membawa setitik harapan demi terciptanya kedamaian dan terwujudanya Kerajaan Allah.

4. Keluarga Sebagai Gereja Mini

Konsili Vatikan II mengartikan keluarga kristiani sebagai persekutuan hidup sebagai “Gereja Mini” (AA 11:4). Keluarga diharapkan bisa memperkembangkan Iman akan Tuhan Yesus Kristus dalam kehidupan sehari- hari, dengan demikian keluarga kristiani akan tumbuh dengan sendirinya. Keluarga kristiani satu penampilan dan pelaksanaan khusus dari persekutuan Gereja. Dalam keluarga kristiani ditampilkan persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda, citra dan persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Keluarga dipanggil, supaya mengambil bagian dalam doa dan kurban kristus. Keluarga kristiani mempunyai suatu tugas mewartakan dan menyebarluaskan Injil . Injil yang menjadi sumber kekuatan dalam keutuhan keluarga.

Keluarga kristiani diharapkan mampu menjadi pengikut Yesus Kristus yang sejati dengan mewartakan dan menyebarluaskan Injil dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan bermasyarakat. Keluarga kristiani adalah keluarga yang membangun persekutuan hidup berdasarkan persaudaraan dan iman akan

Yesus. Dalam keluarga kristiani ditampakkan kasih suami dan istri melalui kesediaan untuk berkorban, kesetiaan dan kerjasama yang penuh kasih antara semua anggotanya. Dengan demikian keluarga tersebut menampilkan cinta kasih Allah kepada Gereja-Nya.

Awal dari perkembangan sebuah gereja adalah keluarga, maka keluarga yang sungguh-sungguh berkembang dengan baik akan menjadi kehidupan menggereja juga akan berkembang dengan baik. Disinilah titik tolak yang membutuhkan perhatian dari setiap keluarga juga gereja untuk saling bekerjasama dalam memperkembangkan Gereja dalam keluarga.

Dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio (FC), Art. 17 Sri Paus Yohanes Paulus II mengatakan:

Dalam rancangan Allah, Sang pencipta dan penebus, keluarga bukan hanyamenemukan jatidirinya, keluarga itu apakah sebenarnya, melainkan juga Perutusannya, yakni: apa yang dapat dan harus dijalankannya. Peranan, yang seturut panggilan Allah harus dijalankan oleh keluarga disepanjang sejarah, dijabarkan dari jatidiri keluarga. Peranan itu merupakan pengembangan dinamis dan eksistensial jatidirinya. Setiap keluarga menemukan dalam dirinya suatu undangan, yang tidak dapat diabaikan, dan yang kongkritkan martabatnya maupun tanggung jawabnya: keluarga, jadilah sebagaimana seharusnya. (FC art 17).

Keluarga sebagai komunitas iman dapat memaksimalkan fungsinya sebagai keluarga kristiani yang berpatokan pada keluarga Nazaret. Jati diri sebagai keluarga kristiani menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari, lewat interaksi dengan lingkungan sekitar juga dengan masyarakat baik yang seiman maupun yang berbeda iman. Disinilah peranan keluarga sebagai komunitas iman dapat diungkapkan dan interaksinya dengan lingkungan masyarakat juga iteraksinya dengan alam sekitar yang mencerminkan iman yang total tanpa perbedaan.

Semangat kristiani yang tumbuh dalam keluarga diharapkan semakin dikembangkan oleh masing-masing keluarga baik itu melalui ajaran orang tua terhadap anaknya, maupun tingkah laku sehari-hari dalam keluarga itu sendiri.

Dengan kebijaksanaan kedua pasangan sebagai penggerak berkembangnya sebuah keluarga yang seimbang yaitu hubungan dalam keluarga harmonis begitu pula hubungan keluarga masyarakat disekitarnya. Titik tolak perjalanan sebuah keluarga terletak pada pasangan suami-istri yang menjadi kepala keluarga. Oleh karena itu bukan hanya dalam kursus persiapan perkawinan hal tersebut dijabarkan melainkan dalam pendampingan-pendampingan keluarga. Motivasi dan dukungan dari Gereja menjadi pemicu yang positif bagi sebuah keluarga karena mereka akan merasa dipahami dan dihargai serta diperhatikan. Akhirnya keluarga bukan hanya sebagai tujuan pewartaan, melainkan juga dapat mengambil peran sebagai pewarta.

4. Persiapan-persiapan untuk Membangun Keluarga Kristiani

Dokumen terkait