• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

B. Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu 1.Pengertian Tunarungu

3. Ciri-ciri Anak Tunarungu

Berikut ini ada beberapa ciri khas tunarungu menurut Sumadi dan Talkah.

1) Fisik.

Secara fisik, anak tunarungu ditandai dengan sebagai berikut:

a) Cara berjalan yang biasanya cepat dan agak membungkuk yang disebabkan adanya kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran bagian keseimbangan,

b) Gerakan matanya cepat, agak beringas; menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya,

c) Gerakan anggota badannya cepat dan lincah yang terlihat pada saat mereka sedang berkomunikasi menggunakan gerakan isyarat dengan orang di sekelilingnya,

d) Pada waktu bicara pernafasannya pendek dan agak terganggu, e) Dalam keadaan biasa (bermain, tidur, tidak bicara) pernafasannya

biasa. 2) Intelegensi.

Intelegensi anak tunarungu tidak banyak berbeda dengan anak normal pada umumnya, namun mereka sukar untuk menangkap pengertian-pengertian yang abstrak, sebab dalam hal ini memerlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun tulisan, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak normal, tetapi dalam hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah. 3) Emosi.

39

Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 69

40

Kurangnya pemahaman akan bahasa lisan dalam berkomunikasi seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti terjadinya kesalahpahaman, karena selain tidak mengerti oleh orang lain, anak tunarungu pun sukar untuk memahami orang lain. Bila pengalaman demikian terus berlanjut akan menimbulkan tekanan pada emosinya dan dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan sikap-sikap negative, seperti menutup diri, bertindak secara agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan.

4) Sosial.

Dalam kehidupan social, anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak normal lainnya, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok atau keluarga dan dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas.

5) Bahasa.

Ciri anak tunarungu dalam hal bahasa ialah sebagai berikut: a) Miskin dalam perbendaharaan kata,

b) Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, c) Sulit mengartikan kata-kata abstrak,

d) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa41. 4. Klasifikasi Anak Tunarungu

Deci-Bell (disingkat dB) merupakan suatu unit yang digunakan dalam mengukur tingkat kekerasan atau intensitas suara. Ukuran deci-Bell digunakan sebagai indicator rentang intensitas suara yang dapat diterima seseorang42.

Menurut kaidah hasil yang diberlakukan dalam tes pendengaran, “Seorang dikategorikan normal pendengarannya apabila hasil tes pendengarannya dinyatakan angka 0 dB”. Kondisi hasil tes pendengaran

41

Anneke Sumampouw dan Setiasih. “Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu”. Anima, Indonesia Psychological Journal, Vol. 18, No, 4, Juli 2003, Hal: 380

42

yang menunjukkan angka “0” mutlak tersebut jarang atau hampir tidak ada, sebab derajat minimum setiap orang masih ditemui kehilangan ketajaman pendengarannya. Seseorang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai 0-20 dB masih dianggap normal. Sebab pada kenyataannya orang kehilangan pendengaran pada gradasi sampai 20 dB tidak menunjukkan kekurangan yang berarti. Orang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai batas tersebut masih dapat merespons macam peristiwa bunyi atau percakapan secara normal.

Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut43:

1) Gangguan Pendengaran Sangat Ringan

Siswa yang mengalami gangguan pendengaran sangat ringan slight hearing lost) mengalami kehilangan pendengaran antara 27- 40 deci-Bell. Mereka hanya mengalami kesulitan dalam mendengar suara yang sayup-sayup atau dari jarak yang jauh. Meskipun mereka tidak mengalami kesulitan disekolah, akan lebih baik jika mereka mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman bagi rentang pendengaran mereka.

2) Gangguan Pendengaran Taraf Ringan

Siswa yang mengalami gangguan pendengaran taraf ringan (mild hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 41-55 deci-Bell. Mereka mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan kecuali dalam jarak 3 samapi 5 kaki dan saling berhadapan. Mereka akan kehilangan sebanyak 50% diskusi kelas jika tidak diobati44.

Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antara lain:

a) Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat. b) Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.

43

Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 58

44

c) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya (berhadapan).

d) Untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan yang baik dan intensif.

e) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kels khusus, dan Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, serta latihan kosakata.

3) Gangguan Pendengaran Taraf Sedang

Siswa dengan gangguan pendengaran taraf sedang (moderate hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 56-70 deci-Bell. Adapun ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut adalah:

a) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak normal.

b) Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia diajak bicara.

c) Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan.

d) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.

e) Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.

Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu menggunakan alat bnatu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya.

4) Gangguan Pendengaran Taraf Berat

Siswa yang mengalami kesulitan berat dalam mendengar (severe hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 71-90 deci-Bell. Mereka hanya dapat mendengar suara yang keras jika suara itu dekat dengan telinga. Bahkan dengan pengeras suara sekalipun yang ada dalam alat bantu dengar, mereka mempunyai kesulitan dalam mendengar bunyi-bunyi ucapan dengan baik atau dengan tepat.

Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar sebab anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu. Pada intensitas suara tertentu mereka terkadang dapat mendengar suara keras dari jarak dekat, seperti gemuruh pesawat terbang, teter mobil, dan sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak tunarungu kelompok ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata.

5) Gangguan Pendengaran Taraf Sangat Berat

Siswa dengan kesulitan sangat berat (profound hearing loss) dalam mendengar telah kehilangan pendengara antara 91 deci-Bell lebih. Mereka mungkin mendengar suara yang sangat keras tertentu namun umumnya mereka hanya mengetahui getarannya saja. Pada umumnya, mereka mengandalkan penglihatan daripada pendengaran sebagai alat utama dalam berkomunikasi45. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan .menggunakan metode-metode pengajaran yang khusus, seperti visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa.

45

Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

2) Tunarungu Konduktif

Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, yaitu tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga (cerumen) atau kemasukan benda-benda asing lainnya dan ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) sehingga efeknya dapat menyebabkan hilangnya daya hantaran organ tersebut. 3) Tunarungu Perseptif

Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya organorgan pendengaran yang terdapat dibelahan telinga bagian dalam. Sebagaimana diketahui organ telinga di bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh organ-organ pendengaran di belahan telinga bagian luar dan tengah. Oleh karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara).

4) Tunarungu Campuran

Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perspektif.