• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Komunikasi Guru Dan Murid Di Sekolah Luar Biasa B (Slb-B) Frobel Montessori Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Komunikasi Guru Dan Murid Di Sekolah Luar Biasa B (Slb-B) Frobel Montessori Jakarta Timur"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi (S. Kom. I)

Oleh :

M. Syaghilul Khoir NIM : 106051001851

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Satjana Komunikasi Islam ( S. Kom. I )

Oleh

M. Syaghilul Khoir

NIM : 106051001851

Pembimbing

NITP : 196012021995031001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF IDDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Dakwah dan Komunikasi U1N SyarifHidayatullah Jakarta pada Tanggal5 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi ( S. Kom. I ) pada program

studi Komunikasi Penyiaran Islam.

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota

Penguji I

l';lJP : 19760917 200112 2002

Jakarta, 5 Desember 2014

Sekretaris Merangkap Anggota

llo.TTn

l'U . .C

thurokhmah, M.Si

: 19830610 200912 2001

(4)

persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,……….

(5)

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Komunikasi guru dan murid memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik dan efektif. Komunikasi antara guru dengan peserta didik yang normal dalam proses pembelajaran sudah biasa dilakukan akan tetapi bagaimana dengan komunikasi antara guru dengan murid yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu) dalam proses pembelajaran. SDLB Frobel Montessori merupakan salah satu lembaga pendidikan luar biasa yang ada di daerah Condet Balekambang yang mengajarkan peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu). Bagi masyarakat yang ada di lingkungan Condet Balekambang adanya SLB Frobel Montessori sangat membantu terutama bagi orang tua yang mempuyai anak berkebutuhan khusus terutama anak yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu) karena SLB tersebut mengupayakan pemakaian alat bantu mendengar agar komunikasi yang dilakukan antara murid dengan guru dalam proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif.

Dari pemaparan diatas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi), komunikasi kelompok antara guru Agama dengan siswa SDLB tuna rungu?

Teori yang digunakan adalah pola komunikasi guru dan siswa. Teori Husaini Usman dalam karyanya “ Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan” ada lima pola komunikasi yaitu pola komunikasi sebagai aksi, pola komunikasi sebagai interaksi, pola komunikasi multi arah dengan interaksi, pola komunikasi multi arah, pola komunikasi melingkar.

Metode penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yaitu berdasarkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis mengenai pokok permasalahan yang akan dikaji. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.

(6)

Alhamdulillahirabbil alamin, hanyalah ucapan rasa syukur sebesar-besarnya yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia dan rahmatnya berkat izin dan ridhonya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pola Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Luar Biasa Frobel Montessori Jakarta Timur ”. sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai syarat kelulusan Strata Satu (s1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dari penulis ini, banyak pihak yang membantu dan memberikan do’a, bimbingan, dorongan dan motivasi yang begitu banyak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya terutama kepada kedua orang tua tercinta, tersayang Ibunda Hj. Siti Zahroh (Alm) dan Ayahanda H. Rojak yang selalu sabar membantu serta memberikan dukungan moril, materi, dan spiritual kepada saya. Dan penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Pembantu Dekan I Bapak Suparto, M. Ed, Ph.D dan pembantu dekan III Bapak Drs. Sunandar M.Ag .

3. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang selalu memberikan motivasi kepada mahasiswanya agar tetap semangat menyelesaikan kuliahnya.

(7)

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmunya serta membimbing mahasiswanya tanpa lelah, mudah-mudahan setiap tetes keringat yang mengalir dari tubuhnya menjadi motivasi kami untuk lebih giat lagi belajar serta mengamalkan ilmu yang telah diberikan.

7. Staf dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Perpustakaan Utama, yang telah membantu penulis dalam pemenuhan referensi buku. 8. Kepala Sekolah , Staf Guru dan Pengurus yang ada di SLB Frobel Montessori Condet

Jakarta Timur yang selalu membantu dlam memberikan data dan informasi.

9. Keluarga yang ada dirumah k Fahmi, Ade Ghozali, dan Ade Muji yang selalu mensuport saya dalam mengerjakan skripsi ini.

10.Teman- teman KPI C 2006 yang selalu sabar dalam memberikan semangat dan motivasi.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis berharap semoga tulisan yang serba sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Demikianlah ucapan terimakasih penulis mudah-mudahan Allah SWT membalas semua amal perbuatan Bapak, Ibu, Saudar dan teman-teman berikan kepada penulis.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Penulis

(8)

Halaman ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI...

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 11

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 12

D. Metodologi Penelitian ... 13

E. Penelitian Terdahulu ... 16

F. Tekhnik Penulisan ... 17

BAB II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Pola Komunikasi ... 19

B. Macam-macam Pola Komunikasi ... 22

C. Pola Komunikasi Guru dan Murid……….. 24

D. Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu ... 36

BAB III. GAMBARAN UMUM SDLB FROBEL MONTESSORI A. Sejarah terbentuknya SLB Frobel Montessori... 60

B. Profil SDLB Frobel Montessori... 61

C. Visi dan Misi SDLB Frobel Montessori ... 64

D. Sarana dan Prasarana SDLB Frobel Montessori ……… 65

(9)

B. Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori ……… 74 C. Hasil Observasi Pola Komunikasi Pada Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori ... 81

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 104 B. Saran ... 105

(10)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan diri sendiri dan orang lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau mengasihi orang lain dan sebagainya. Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari seorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika adanya pengertian serta kedua belah pihak saling memahaminya. Dengan kata lain, komunikasi sangat penting, seperti halnya dengan bernafas. Tanpa komunikasi tidak akan ada hubungan dan kesepian dalam menjalani aktivitas. Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, yaitu:

a. Komunikasi Personal (personal communication) b. Komunikasi Kelompok

c. Komunikasi Organisasi (organization communication) d. Komunikasi Massa (mass communication)

Komunikasi personal (antarpribadi) bersifat transaksional, sebuah hubungan manusia yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Biasanya komunikasi itu bertujuan untuk mengelola hubungan bahkan sampai pada pembentukan konsep diri. Hubungan antar pribadi yang berkelanjutan dan terus menerus akan memberikan semangat, saling merespon tanpa adanya manipulasi, tidak hanya tentang menang atau kalah dalam berargumentasi melainkan tentang pengertian dan penerimaan1.

1

Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmond M.V.,”Interpersonal Communication : Relating to Others (5th ed.)”, Boston : Pearson Education 2008, pp. 3-5

(11)

melainkan ada fungsi dari komunikasi antarpribadi itu sendiri. Fungsi komunikasi adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain2. Dalam kegiatan apapun komunikasi antarpribadi tidak hanya memiliki ciri maupun karakter tertentu, tetapi juga memiliki tujuan agar komunikasi antarpribadi tetap berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut:

a. Untuk memahami dan menemukan diri sendiri.

b. Menemukan dunia luar sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan.

c. Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna dengan orang lain,

d. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat mengubah sikap dan perilaku sendiri dan orang lain,

e. Komunikasi antarpribadi merupakan proses belajar f. Mempengaruhi orang lain

g. Mengubah pendapat orang lain h. Membantu orang lain3

Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain, komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentuknya, konsep diri mulai berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui proses komunikasi. Bila konsep diri seseorang positif, maka individu akan cenderung mengembangkan sikap-sikap positif mengenai dirinya sendiri,

2

Cangara, Hafied H, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, hal. 56

3

(12)

menilai diri sendiri secara positif. Individu dengan konsep diri positif cenderung akan menimbulkan tingkah laku yang baik terhadap lingkungan sosialnya. Sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.

Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri/sifat) yang dimilikinya4. Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Di era yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk memahami maupun mengenal konsep diri. Namun bagaimana dengan mereka yang lahir dengan keterbatasan fisik. Padahal hidup mestilah dihormati bagaimanapun wujud nya bagi setiap orang, pada dasar nya tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan dirinya dilahirkan dalam keadaan cacat. Keadaan cacat tersebut dapat menjadikan manusia merasa rendah diri, bahkan merasa tidak berguna, dan selalu bergantung pada bantuan dan belas kasihan orang lain. Manusia penyandang cacat pada umumnya memiliki keterbatasan tertentu sesuai dengan jenis cacatnya. Begitu juga dengan penyandang tunarungu, stigma yang diberikan masyarakat normal sering kali digambarkan sebagai seseorang yang tidak berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan, sehingga terbentuk persepsi dan prasangka bahwa penyandang tunarungu itu patut dikasihani, selalu butuh perlindungan dan bantuan. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada Pasal 5 Ayat (2) dan pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa:

4

(13)

intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakatistimewa. Secara yuridis formal anak luar biasa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikannya diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa5 [UUSPN Pasal 4 ayat (1)].

Anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu) sering kali menimbulkan masalah tersendiri. Menurut Mangunsong, yang dimaksud dengan “anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan luar biasa6. Menurut Moores, “tunarungu adalah kondisi dimana individu tidak mampu mendengar dan hal ini tampak dalam wicara atau bunyi-bunyian, baik dengan derajat frekuensi dan intensitas7 (dalam Mangunsong)”. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal dan non verbal. Menurut Purba, komunikasi verbal (verbal communication) meliputi: komunikasi lisan (oral communication) & komunikasi tulisan (written communication). Sementara yang termasuk dalam komunikasi non verbal

5

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung: 2006. Hal : 77

6

Mangunsong, F & dkk. “Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa”, Jakarta : Lembaga Pengembangan Saranan Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia 1998, hal. 66.

7

(14)

communication) dan komunikasi gambar (pictorial communication) 8.

Dalam Undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran tahun 1954 No. 12 Bab V pasal 7 ayat 5 dikatakan bahwa:

Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memiliki kehidupan lahir batin yang layak.

Bertitik tolak dari alasan di atas, maka Yayasan Frobel Montessori menyediakan guru konselor yang bertugas untuk membantu para siswa/i tunarungu. Adapun tugas dari guru konselor tersebut adalah:

1. Membina hubungan baik antara konselor dengan siswa/i tunarungu 2. Menolong siswa/i tunarungu untuk dapat menerima dirinya sendiri

dan membantu untuk membentuk konsep dirinya.

3. Membimbing siswa/i tunarungu dalam proses pendidikan nya.

Semua siswa yang ada di SLB-B Karya Murni ini adalah manusia yang berpotensi yang layak dikembangkan untuk dapat mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Seorang siswa tunarungu yang dalam kesehariannya mengalami banyak kelemahan karena keterbatasan pendengaran, membutuhkan layanan konseling untuk membantunya memecahkan masalah dan membentuk konsep diri yang baik agar dia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berperilaku positif.

Pembentukan konsep diri seorang siswa/i tunarungu akan dapat berjalan dengan efektif apabila dalam prosesnya menggunakan komunikasi antarpribadi yang meliputi komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi antarpribadi akan sangat mempengaruhi hubungan antarpribadi antara konselor dengan siswa/i tunarungu. Apabila seorang konselor dapat menjalin komunikasi antarpribadi yang baik terhadap siswa/i tunarungu dan terdapat kesepahaman makna maka akan terdapat hubungan timbal balik diantara

8

(15)

dapat memudahkan konselor dalam membantu pembentukan konsep diri siswa/i tunarungu tersebut.

Potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus diaktualisasikan dan ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu dalam kehidupan nyata melalui proses pendidikan sepanjang hayat9. Sehingga kelak dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Hal tersebut tidak terkecuali bagi anak-anak yang memiliki kekurangan fisik berupa cacat sebagian atau beberapa bagian anggota tubuh (abnormal) seperti tunarungu yang memiliki kekurangan berupa cacat pendengaran, karena kekurangan itulah sehingga anak-anak yang tunarungu memerlukan perhatian khusus. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada Bab IIII pasal 5 ayat 2 yang berbunyi: Warga yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus10. Ketetapan dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran11.

Bagi mereka yang tunarungu, pemerintah telah menyediakan Sekolah Luar Biasa (SDLB). Lembaga ini diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan yang sama seperti lembaga pendidikan pada umumnya, sehingga anak-anak yang tunarungu dapat memperoleh pendidikan dan keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal kehidupannya kelak agar tidak menjadi beban bagi orang lain khususnya orang tua dan keluarganya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An- Nisa’ ayat 9.

9

Muhaimin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005, hal. 152

10

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung: 2006. Hal.77

11

(16)





































Artinya :

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”( Q.S. An- Nisa’ ayat 9).

Oleh karena itu, Bagi anak-anak yang mengandung cacat fisik/mental mendapatkan perlakuan yang sama bahkan mereka juga berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak-anak yang lainnya.

Dalam beberapa hal, kehilangan pendengaran dapat mengakibatkan ketidak mampuan belajar yang lebih serius dibanding kehilangan penglihatan. Kemahiran dan kemampuan menggunakan bahasa simbol biasanya lebih sulit bagi seorang anak dengan gangguan pendengaran (hearing impairment) disbanding seorang anak yang mengalami gangguan penglihatan (IIIisual impairment). Anak yang tidak dapat mendengar atau tidak dapat mendengar dengan baik akan memiliki kesulitan dalam proses ini dan tugas-tugas perkembangan lainnya. Pada dasarnya, anak dengan gangguan pendengaran kemungkinan menghadapi rintangan-rintangan yang besar dalam bidang-bidang pembentukan personal, sosial, dan akademis. Penting untuk dipahami semua guru mengenai rintangan-rintangan ini sehingga mereka mempersiapkan diri untuk membantu siswa dengan gangguan pendengaran dalam mengatasi rintangan tersebut12.

12

(17)

needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam penyusunan program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya.

Kurikulum di Sekolah Dasar Luar Biasa (SD-LB) ini tidak jauh berbeda dengan kurikulum di SD pada umumnya. Untuk membekali mereka agar dapat hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, maka di SD-LB ini diajarkan berbagai ketrampilan dan pendidikan agama. Pendidikan agama sangat penting dalam membina rohani mereka. Walaupun fungsi pendengaran mereka mengalami gangguan, tetapi jiwa mereka tidak minder dan pesimis karena ketidaksempurnaan yang ada pada tubuh mereka. Guru yang “mumpuni” adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan belajar -mengajar di kelas melalui program pembelajaran individual dengan memperhatikan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola kegiatan pembelajaran ini kita kenal dengan nama lain sebagai individualized educationalprogram (IEP). Selama proses kegiatan pembelajaran, guru kelas ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk kelainan-kelainan perilaku yang muncul, agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar13.

Pelaksanaan pendidikan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) ini di bimbing oleh guru atau di sebut dengan instruktor. Seorang guru harus mempunyai kompetensi yang tinggi, sebab dengan kompetensi tersebut seorang pendidik dapat menguasai dan mengolah bahan pelajaran, mampu mengelola proses belajar-mengajar mampu memilih dan memakai metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik, mengingat kondisi peserta didik di SDLB ini adalah anak yang tidak bisa bicara dan mendengar

13

(18)

pendidik dalam kegiatan belajar-mengajar.

Tugas Guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa melalui interaksi komunikasi dalam proses belajar-mengajar yang dilakukannya. Keberhasilan Guru dalam menyampaikan materi sangat tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara Guru dengan siswanya. Ketidaklancaran komunikasi membawa akibat terhadap pesan yang diberikan Guru.

Guru dalam suatu sekolah merupakan elemen yang paling esensial. Ia merupakan pendiri sekolah, sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu sekolah semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi Gurunya.

Di sebuah sekolah Guru merupakan salah satu pemicu minat murid untuk menuntut ilmu. Dalam hal pembelajaran, Guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian para murid baik dalam tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesama murid lainnya. Untuk terciptanya hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah sistem komunikasi yang baik dengan menggunakan metode-metode pengajaran di dalamnya.

Metode pengajaran dan materi pelajaran yang diajarkan seorang Guru khususnya Guru agama kepada murid ditentukan oleh seberapa jauh kedalaman ilmu pengetahuan sang Guru dan yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dalam norma-norma agama. Sedangkan tujuan dari metode pengajaran Guru agama lebih mengutamakan niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Guru agama disini tidak hanya sekedar Guru tetapi menjadi seorang da’i, di dalam metode penyampaiannya adalah tentang agama.

Proses komunikasi tersebut selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan majunya ilmu pengetahuan. Pada awalnya manusia hanya mengenal komunikasi melalui suara. Komunikasi semacam ini terbatas pada jarak dekat dan face to face saja.

(19)

melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.14 Dan pada umumnya komunikasi merupakan aktifitas dasar manusia, dengan berkomunikasi melakukan sesuatu hubungan, karena manusia adalah makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan satu sama lain saling membutuhkan. Hubungan individu yang satu dengan yang lainnya dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Dengan komunikasi, manusia mencoba pula manusia melaksanakan kewajibannya.15

Dalam perspektif agama, bahwa komunikasi sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia dalam bersosialisasi. Manusia dituntut agar pandai dalam berkomunikasi. Hal ini dijelaskan dalam Al-qur’an surat Ar-Rahman ayat 1-4 yang berbunyi:

Artinya :

(Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara (Ar-Rahman ayat 1-4).

Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi instruksional, dan komunikasi ini merupakan salah satu aspek fungsi komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar sebagai komunikan dalam situasi instruksional yang terkondisi. Misalnya Guru disamping sanggup mengajar untuk memberikan instruksi kepada pelajar. Komunikasi instruksional ini lebih mengarah kepada pendidikan dan pengajaran, bagaimana seorang pengajar memiliki kerja sama dengan muridnya, sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Komunikasi instruksional merupakan satu bentuk atau pola

14

H.A.W. Widjaja, “Ilmu Komunikasi Pengantar Studi”, Jakarta, 2000, PT. Rineka Cipta, Cet, ke-2, hal.26

15

(20)

saja.

Berangkat dari keprihatinan yang dialami siswa/i tunarungu ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan di SLB-B Frobel Montessori Condet Jakarta Timur karena peneliti melihat bahwa ada beberapa siswa/i tunarungu seperti kehilangan interaksi dikarenakan keterbatasan fisik yang mereka miliki, kurangnya kasih sayang dari orang disekitarnya begitu juga dengan kurangnya konsep diri.

Dengan latar belakang tersebut penulis terdorong untuk menelesuri kembali pola komunikasi antara Guru dan murid di SDLB Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur. Melihat fenomena diatas cukup penting sekali pola komunikasi Guru dalam suatu kegiatan belajar mengajar, karena itu menggugah penulis untuk mengangkat permasalahan judul “Pola Komunikasi Guru dan Murid Di SDLB Frobel Montessori Jakarta Timur”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

SDLB Frobel Montessori mempuyai ada 2 kelas SDLB B dan SDLB C maka penulis membatasi penelitian hanya pada pola komunikasi Guru dan murid tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa B Tuna Rungu dan Tuna Wicara dan bentuk komunikasi pola komunikasi Verbal dan Non Verbal pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDLB Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang akan dibahas, maka penulis merumuskan masalah tersebut yaitu:

(21)

Guru dan murid?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui implementasi pola komunikasi antara Guru dan murid dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di SDLB Frobel Montessori. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui Guru dalam

penyampaian materi pendidikan, yang berkaitan dengan masalah pola komunikasi yang digunakannya dan faktor yang mendukung pola komunikasinya.

Manfaat Penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi khazanah kepustakaan atau ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tentang pola komunikasi Guru dan murid yang dilakukan di SDLB.

2. Manfaat Praktis

(22)

Untuk memperoleh data sesuai dengan apa yang diperlukan maka metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pola komunikasi guru dan murid di SDLB Frobel Montessori Jakarta Timur.

2. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode deskriptif analisis melalui pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis faktual dan akurat mengenai faktor-faktor sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.

Adapun secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh penerapan metode kualitatif 16.

Menurut Jalaluddin Rakhmat metode penelitian deskriptif analisis bertujuan mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memberikan kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang17.

3. Subjek dan objek penelitian

Subjek peneliti adalah orang yang dapat memberikan informasi. Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah

16

Lexy, J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, Bandung, 2007, PT. Rosdakarya, Cet. Ke-23, hal.9-10

17

(23)

SDLB Frobel Montessori. 4. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) B Frobel Montessori yang berlokasi di Jl. Gang Masjid Al- Mabruk Condet Balekambang No.63 Kramat Jati Jakarta Timur 13530 Telp: (021) 8001637.

5. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah wakil populasi yang akan diteliti.18 Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi dan Tenaga Guru serta non Guru SDLB B Frobel Montessori tahun ajaran 2012-2013 sejumlah 24 orang. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas III dan Guru SDLB B Frobel Montessori tahun ajaran 2012-2013 sejumlah 5 orang.

6. Tahapan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Interview (wawancara)

Yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu penulis sebagai pewawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada individu yang bersangkutan.19 Peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan orang-orang yang terlibat sebagai Guru di SDLB Frobel Montessori dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan secara jelas berupa pola komunikasi dalam proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan dalam peneliti ini. Tanya jawab tidak hanya dilibatkan kepada

18

Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek”, Jakarta 1996, Rineka Cipta,cet. Ke-10, edisi revisi, hal. 117

19

(24)

Sedangkan teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur yakni campuran antara wawancara struktur dan tidak berstruktur.

2) Observasi (pengamatan)

Penulis melakukan pengamatan secara langsung untuk memperoleh data yang diperlukan.20 Observasi atau pengamatan secara langsung merupakan metode pertama yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. Teknik Observasi atau pengamatan yang peneliti gunakan adalah bersifat langsung dengan mengamati objek yang diteliti, yakni bagaimana pola komunikasi Guru dan murid yang dilaksanakan di SDLB Frobel Montessori. Dan mengenai kegiatan belajar mengajar dalam pelajaran agama.

3) Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Dokumentasi dapat dilakukan untuk mencari data mengenai permasalahan yang diteliti dari berbagai macam dokumen seperti: arsip-arsip milik SDLB Frobel Montessori ataupun tulisan-tulisan lain yang memiliki keterkaitan dengan bahasan penelitian ini.

b. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dapat dilakukan dengan cara: (a) persiapan, (b) penyeleksian. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan seluruh data lapangan, baik yang berupa rekaman, catatan lapangan, maupun foto. Data yang berupa rekaman suara ditranskrip atau disalin dalam bentuk tulisan, sedangkan data yang berupa foto dideskripsikan sesuai gambar. Setelah semua terkumpul, peneliti memulai menyeleksi data sesuai dengan objek .

20

(25)

c. Analisis Data

Pada fase ini merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil kesimpulan-kesimpulan yang benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan penganalisaan data hasil peneliti yang berwujud kata-kata. Setelah itu peneliti berusaha untuk menganalisa data dengan menyusun kata-kata kedalam tulisan yang lebih luas.

E. Penelitian Terdahulu

Setelah penulis melakukan tinjauan kepustakaan baik di Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan di Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menemukan judul yang sejenis yaitu:

1. Pola Komunikasi Guru Agama dan Murid di SMP An-Nurmaniyah Ciledug Tanggerang. Karya Laily Syahidah tahun 2009. Ia menggunakan pendekatan metode penelitian kuantitatif. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pola komunikasi guru dalam belajar mengajar di SMP An-Nurmaniyah sebatas pada guru agama dan murid dikelas III.

2. Pola Komunikasi Guru dan Murid Pada Lembaga Bimbingan Belajar Bintang Pelajar. Karya Rosalina tahun 2009. Ia menggunakan metode kualitatif deskriptif. Skripsi ini membahas tentang pola komunikasi antara guru dan murid yang terjadi di dalam kelas pada lembaga bimbingan belajar Bintang Pelajar. Dan pola komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi guru-murid, murid-guru, murid-murid.

(26)

Thayyibah Pada PAUD AMANAH Di Benda Tanggerang. Karya Rizki Amelia2011. Ia menggunakan metode penelitan kualitatif deskriptif. Skripsinya membahas tentang pola komunikasi guru dan murid dalam mengenalkan kalimat thayyibah menggunakan pola komunikasi kelompok kecil dalam memberi pengetahuan tentang kalimat thayyibah, dan pola komunikasi antar pribadi untuk menilai pengucapan dan pemahaman murid terhadap kalimat thoyyibah, dan proses penyampaiannya menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

Adapun perbedaan skripsi yang penulis skripsi lebih kepada:

1. Pola Komunikasi Guru Agama dan Murid di SDLB B Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur pada tahun ajaran 2012/2013.

2. Menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Skripsi ini membahas tentang bagaimana pola komunikasi guru terhadap siswa kelas III dalam belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di SDLB Tunarungu Frobel Montessori.

3. Strategi Pola Komunikasi yang dilakukan Guru untuk menyampaikan materi kepada siswa tunarungu dengan menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan penelitian ini, secara sistematis penulisan laporan hasil penelitian di bagi kedalam lima bab yang terdiri dari sub-sub. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

(27)

Terdiri dari Konsep Pola Komunikasi, Pengertian dan Bentuk Pola Komunikasi, Macam-macam Pola Komunikasi, Penerapan Komunikasi di Sekolah, Pengertian Komunikasi.

BAB III Metodologi Penelitian

Terdiri dari Profil SDLB Frobel Montessori, Sejarah SDLB Frobel Montessori, visi dan Misi SDLB Frobel Montessori, Fasilitas SDLB Frobel Montessori, dan Jumlah Guru yang mengajar di SDLB Frobel Montessori. BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Terdiri dari Analisa Pola Komunikasi Guru dan Murid di SDLB Frobel Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur, Pola Komunikasi yang digunakan Guru Terhadap Murid di SDLB Frobel Montessori, Pola Komunikasi Guru yang paling dominan terhadap murid di lingkungan sekolah.

BAB V Penutup

(28)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pola Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Wilbur Schramm mengatakan bahwa kata komunikasi itu berasal dari bahasa Latin: Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti common (sama). Dengan demikian apabila kita akan mengadakan komunikasi, maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Sama di sini maksudnya adalah sama makna1. Menurut Cherrey, komunikasi adalah menekankan pada proses hubungan, sedangkan Gode berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses yang menekankan pada sharing atau pemilikan2. Jadi, jika mengadakan suatu komunikasi dengan satu pihak lain, maka kita menyatakan gagasan kita untuk mendapatkan komentar dari pihak lain mengenai suatu objek tertentu. Theodorson (dalam Liliweri) mengatakan bahwa komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu kelompok kepada kelompok lain terutama dengan menggunakan simbol3. Sedangkan Panji Anogoro dan Ninik Widiyanti (dalam Liliweri) memberi definisi komunikasi sebagai berikut4: komunikasi merupakan kapasitas individu dan kelompok lain. 2. Pengertian Pola Komunikasi

Pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata, karena keduanya mempunyai keterkaitan makna. Sehingga mendukung dengan makna lainnya, maka lebih jelasnya dua kata tersebut akan diuraikan tentang penjelasannya masing-masing.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti bentuk atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap yang mana pola dapat

1

Effendy, Onong Uchjana, “Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi”, Bandung 2003, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 9

2

Liliweri, Alo, “Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat”, Bandung 1997, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 5

3

Op.cit, hal. 11

4

Op. Cit, jal. 104

(29)

dikatakan contoh atau cetakan.5 Dalam Kamus Ilmiah Populer “pola” diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).6 Pola pada dasarnya adalah sebuah gambaran tentang sebuah proses yang terjadi dalam sebuah kejadian sehingga memudahkan seseorang dalam menganalisa kejadian tersebut, dengan tujuan agar dapat meminimalisasikan segala bentuk kekurangan sehingga dapat diperbaiki.

Secara etimologis, kata komunikasi berasal dari bahasa latin

communication” dan bersumber dari kata communis yang berarti “sama”,

maksudnya orang yang menyampaikan dan yang menerima mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan.7

Sedangkan pola komunikasi itu sendiri merupakan gabungan dua kata antara pola dan komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk penyampaian suatu pesan yang sistematis oleh seseorang dengan melibatkan orang lain8.

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan

Filsafat Komunikasi mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) pola komunikasi (atau yang disebut dengan model komunikasi) yakni9:

1) Proses Komunikasi Secara Linear

Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear berarti perjalanan dari satu titik lain secara lurus. Dalam konteks komunikasi proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face to face communication) maupun dalam situasi komunikasi bermedia (mediated communication).

5

Departemen Pendidikan nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3”,

Jakarta 2002, Balai Pustaka, hal.885.

6

Puis A. Partanto dan M. dahlan al-Barrry, “Kamus Ilmiah Populer”, Surabaya 1994, Penerbit Arkola,hal.605.

7

Djamalul Abidin Ass, “Komunikasi dan bahasa Dakwah”, Jakarta 1996, Penerbit Gema Insani Press , hal. 16

8

Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung 1986, Alumni, cet. ke-2, hal.4

9

(30)

2) Proses Komunikasi Secara Sirkular

Sirkular sebagai terjemahan dari perkataan “circular” secara harfiah berarti bulat, bundar atau keliling sebagai lawan dari perkataan linear tadi yang bermakna lurus. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan dengan proses secara sirkular itu adalah terjadinya

feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator, oleh karen itu ada kalanya feedback tersebut mengalir

dari komunikan ke komunikator itu adalah “ respon“ atau tanggapan

komunikasi terhadap pesan yang ia terima dari komunikator. 3) Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikasi dalam proses secara sekunder ini semakin lama semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih yang didukung pula oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi.

Komunikasi merupakan salah satu alat utama penunjang terjadinya interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut antara orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia dan tidak akan terjadi tanpa adanya syarat-syarat sebagai berikut10:

1) Adanya kontak sosial (social contact) yang dapat diartikan secara harafiah bersama-sama menyentuh, dengan istilah lain kontak fisik

(face to face) ditekankan dalam pengertian ini. Namun, seiring perkembangan jaman, maka kontak sosial tidak selalu harus diawali dengan kontak fisik (face to face) karena dengan keberadaan teknologi seperti telepon maupun surat kabar memungkinkan seseorang mampu

10

(31)

melakukan kontak sosial melalui media perantara yang lain. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu:

a. Antara orang perorangan yang terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru, mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.

b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya.

c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

2) Adanya komunikasi ini berarti bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.

3. Macam-macam Pola Komunikasi

Pada dasarnya ada beberapa pola komunikasi, yakni komunikasi intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri), komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi), komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.

1) Komunikasi Intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri).

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dalam diri sendiri yaitu proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem saraf.11 Bahwa manusia apabila dihadapi dengan suatu pesan untuk mengambil keputusan menerima ataupun menolaknya akan mengadakan terlebih

11

(32)

dahulu suatu komunikasi dengan dirinya (proses berfikir). Dalam proses berfikir ini seseorang menimbang untung rugi usul yang diajukan oleh komunikator.12

2) Komunikasi Interpersonal (komunikasi antar pribadi)

Komunikasi antar pribadi adalah proses paduan penyampaian pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan melakukan kegiatan tertentu.13 Secara umum komunikasi interpersonal dapat diartikan sebagai proses pertukaran informasi diantara komunikator dengan komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan. Komunikasi interpersonal dampaknya dapat dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat.14

3) Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikasi) yang berkumpul bersama-sama dalam satu kelompok.15 Komunikasi kelompok ini mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, proses komunikasi terhadap pesan-pesan yang disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak yang lebih besar dan tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung secara kontinue dan bisa dibedakan sumber dan penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan terencana dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.16

12

Phil, Astrid Susanto, “Komunikasi Dalam Teori dan Praktek”, Bandung: Mandar Maju, 1992. Cet. Ke-1, h.4

13

Onong Uchjana Efendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1990, cet. Ke-5, h. 126

14

Sr. Maria Assumpte Rumanti OSF, Dasar-dasar Public Relation Teori dan Praktis, Jakarta: Grasindo, 2002, cet. Ke-1, h.88

15

Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1986, cet. ke-2, h.5

16

(33)

4. Pola Komunikasi Guru dan Murid

Komunikasi merupakan peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Hovland,

Janis, dan Kelly dalam Jalaluddin mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli

(ussualy verbal) to modify the behavior of other individuals (the

audience)”. Komunikasi yang dilakukan melalui lambang verbal (kata-kata) hendaknya memberikan stimulus kepada audiens dalam interaksi yang dilakukannya. Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah : 1) proses belajar yang meliputi aspek kognitif (berfikir) dan afektif (merasa), 2) proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang atau disebut komunikasi, dan 3) mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, bermain peran, identifikasi, proyeksi, agresi, dan lain-lain17.

Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara Guru dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam suasana eduakatif untuk pencapaian tujuan belajar18. Dalam proses pembelajaran ini, kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi harus saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.

Menurut Husaini Usman pola-pola komunikasi di kelas antara G (Guru) dan S (siswa) dapat berlangsung sebagai berikut19 :

1. Pola Guru – Siswa

G (komunikasi sebagai aksi, hanya berlangsung satu arah. Siswa tidak berperan aktif dan Guru lebih aktif)

S S S

17

Rakhmat Jalaluddin, 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya, hal. 3

18

Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013.

19

(34)

2. Pola Guru – siswa – Guru

G (ada balikan atau feedback bagi Guru, komunikasi sebagai interaksi kedua belah pihak. Guru dan siswa sama aktif)

S S S

3. Pola Guru – siswa – siswa – Guru G

(komunikasi multi arah dengan interaksi yang optimal)

S S S

4. Pola Guru – siswa – siswa – Guru, siswa – siswa

G (komunikasi multi arah, kelas lebih hidup. Semua terlibat dalam menciptakan suasana belajar yang memotivasi)

S S

S S

5. Pola melingkar

G (setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan sambutan, tidak diperkenankan mengemukakan pendapat 2 kali apabila siswa lain belum mendapat giliran)

S S

S S

S

(35)

juga Guru memadukan pola-pola yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Misalnya : pada tahap apersepsi Guru cenderung menggunakan pola kedua. Setelah dirasa pembelajaran membosankan, beralih pada pola keempat, dan seterusnya.

Belajar – mengajar sebagai suatu proses komunikasi yang menekankan aspek kognitif mengandung makna bahwa Guru sebagai pemberi informasi akan menyampaikan gagasan atau konsep kepada siswanya. Setelah siswa mendapatkan gagasan dari Guru, siswa akan mengubahnya menjadi kode – kode di dalam pikirannya sehingga pengetahuan yang ada menjadi milik siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sama dengan gagasan yang dimiliki oleh Guru saat menyampaikan materi (tidak miskonsepsi). Pengetahuan yang ada pada tiap siswa dapat ditularkan kepada siswa yang lain. Jadi, dalam hal ini Guru harus memberikan stimulus pada siswa secara tepat agar komunikasi Guru dapat menggerakkan siswa untuk mengkomunikasinkannya kembali dengan yang lain.

Menurut Shintya, proses komunikasi edukatif selain untuk transfer pengetahuan (kognitif) juga merupakan suatu proses yang mentransfer sejumlah norma (afektif). Norma-norma ini harus ditransfer oleh Guru kepada peserta didiknya. Oleh karena itu, wajar jika komunikasi ini tidak hanya berproses pada tingkat pemahaman siswa pada materi saja tetapi juga mengandung muatan norma-norma yang patut dan tidak patut dilakukan oleh siswa. Adanya komunikasi edukatif ini dapat dijadikan sebagai jembatan yang mendukung pengetahuan yang diterima siswa dan perbuatan yang dilakukannya sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan pengetahuan yang diterimanya20.

Menurut Hasibuan dalam Shintya, pola komunikasi Guru yang efektif dalam pembelajaran adalah pola pembelajaran yang didalamnya terjadi interaksi dua arah antara Guru dan siswa. Artinya, Guru tidak harus selalu menjadi pihak yang dominan yang berperan sebagai pemberi informasi saja

20

(36)

tetapi Guru juga harus memberikan stimulus bagi siswa agar tergerak lebih aktif. Komunikasi yang dilakukan Guru harus mampu menggugah motivasi siswa untuk terlibat mengisi dan menemukan makna pembelajaran21.

Siswa akan menjadi lebih aktif ketika mereka memiliki rasa kebersamaan di kelas tersebut (sense of kolektive). Rasa kebersamaan ini dapat dibina dari komunikasi yang dilakukan Guru ataupun siswa yang lain agar dirinya merasa di terima (Sense of membershif). Perasaan diterima inilah sebagai salah satu komponen yang dapat menumbuhkembangkan siswa. Ketika seseorang diterima, dihormati, dan disenangi orang lain dengan segala bentuk keadaan dirinya, maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan penerimaan dirinya.

Keadaan dimana siswa merasa diterma dapat menjadi modal untuk menumbuhkan motivasi diri yang dapat meningkatkan prestasi belajar. Salah satu komunikasi Guru yang dapat memberikan motivasi pada siswa adalah Guru peduli dan paham terhadap apa yang sedang mereka ajarkan serta mengkomunikasikannya dengan siswa bahwa apa yang sedang mereka pelajari adalah sesuatu yang penting dan bermanfaat. Dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh Guru akan menimbulkan inspirasi baru bagi siswanya dan lebih meningkatkan perhatian siswa pada materi.

Kenyataan di sekolah sering menunjukkan bahwa komunikasi antara Guru dan siswa masih relatif kurang. Siswa dalam mempelajari materi yang diberikan Guru, kebanyakan masih sulit menerima dan memahami sehingga prestasi yang dimiliki siswa masih rendah. Guru dalam memberikan materi kepada siswa tidak selalu memperhatikan tingkat pemahaman siswa, apakah siswa sudah paham, bagian manakah yang masih sulit, apakah perlu diulangi, dan lain-lain. Sehingga dari adanya balikan (feedback) dari Guru siswa merasa diterima dan tergerak lebih aktif mengikuti pembelajaran.

21

(37)

Salah satu komunikasi yang membuat siwa tergerak untuk lebih aktif adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya langsung dijawab oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget bahwa perumusan pertanyaan merupakan salah satu bagian yang penting dan paling kreatif dalam pendidikan. Guru harus memberikan apresiasi terhadap segala bentuk komentar ataupun jawaban siswa dan tidak diperkenankan memberikan umpan balik yang negatif22. Melihat pada pola kelima bahwa siswa tidak diperkenankan untuk mengemukakan jawaban dua kali apabila siswa lain belum mendapat giliran, maka hal ini menjadi sesuatu yang dapat dipahami bersama ketika peraturan ini dikomunikasikan di awal yaitu sebelum pertanyaan-pertanyaan diberikan. Pola semacam ini terkadang dibutuhkan agar semua siswa mendapat kesempatan yang sama.

Ketika Guru mendapatkan jawaban ataupun komentar siswa, maka Guru harus memberikan apresiasi dengan mengatakan bahwa jawaban atau komentar yang mereka kemukakan adalah benar atau jawaban mereka bagus namun belum tepat. Jika tidak dilakukan balikan dan Guru cenderung tidak peduli dengan jawaban siswa, maka siswa merasa bahwa jawaban yang mereka kemukakan adalah jawaban yang tidak bermutu. Sedangkan, Guru sendiri akan kehilangan hubungannya dengan siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Kennedy (2004) dalam Affiral dan Rafidah (2009) yang mengemukakan23 :

“teachers with dismissing (avoidant) attachments style may have difficulty

recognizing their own lack of warmth, trust, and sensitivity in their

relationship with their students’.

Persepsi Guru terhadap siswanya akan mempengaruhi komunikasi yang mereka lakukan. Sebisa mungkin Guru tetap menjaga komunikasi yang positif dikelas dan tidak memberikan suatu penghakiman (judgement) bahwa siswa ini cantik, pintar, bodoh, malas, suka membuat gaduh di kelas, dll.

22

dalam Dahar, 1996

23

(38)

Pandangan semacam ini akan membuat Guru kurang diperhatikan oleh siswa dan menimbulkan kondisi pembelajaran yang kurang kondusif untuk peningkatan prestasi belajar siswa. Maka, Guru harus memandang semua siswa dengan pandangan yang positif agar dari komunikasi yang dibina ini dapat membantu dan memberikan dukungan untuk mengembangkan potensi siswa.

Komunikasi efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Setiap kali Guru melakukan komunikasi, sebenarnya bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan tetapi juga membangun sebuah hubungan interpersonal. Menurut Jalaluddin, komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap, meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu tidakan24.

Pengertian. Komunikasi yang dilakukan Guru pada siswa harus menimbulkan pengertian. Pengertian disini menyangkut penerimaan yang cermat pada isi pesan, ide, atau gagasan seperti yang dikemukankan oleh Guru. Kegagalan dalam menerima isi pesan secara cermat dapat menimbulkan kesalah pahaman. Maka, ketika Guru mengkomunikasikan materi, gagasan, ataupun penanaman konsep, Guru harus memberikannya sejelas mungkin dan sebisa mungkin peduli pada pemahaman siswa.

Kesenangan. Tidak semua komunikasi yang dilakukan Guru ditujukan untuk penyampaian materi atau gagasan agar membentuk pengertian dari siswa. Tetapi juga digunakan untuk membentuk kesenangan pada siswa dalam mengikuti pembelajaran yang nantinya dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar. Sebuah survey nasional terhadap 1.000 siswa berusia 13

– 17 tahun menyebutkan bahwa beberapa karakter penting yang harus dimiliki Guru adalah selera humor yang baik yang mampu membuat siswa

24

(39)

tertarik dan menyukai pelajaran yang diajarkan25. Guru yang berkomunikasi secara menyenangkan ini mampu memotivasi siswa dalam belajar, maka sebaiknya Guru harus bersikap humoris dan luwes kepada siswa. Guru juga harus memilih kata-kata yang sekiranya sesuai dengan siswa, tidak menyindir, tidak terlalu memaksa siswa untuk melakukan hal seperti yang Guru inginkan. Motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran lebih mudah terbentuk pada Guru yang mengadakan komunikasi dengan menambahkan kelucuan-kelucuan yang wajar dalam kegiatan pembelajarannya.

Mempengaruhi sikap. Guru melalui komunikasi persuasif dapat mempengaruhi siswa untuk melakukan hal-hal yang positif. Misalnya : mengajak untuk berkonsentrasi selama pembelajaran, mengajak untuk mencintai materi yang dibahas. Telah dikatakan diatas bahwa komunikasi tidak hanya untuk aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif. Guru yang dapat mempengaruhi sikap siswa selama pembelajaran dapat meningkatkan perhatian dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Hubungan yang makin baik. Komunikasi interpersonal yang dilakukan dapat mempengaruhi hubungan interpersonal Guru dan siswa. Dalam menumbuhkan siswa, Guru harus mengadakan relasi yang lebih dekat dengan siswa. Relasi yang dekat ini dapat didukung dengan adanya komunikasi yang baik. Misalnya : Guru tidak memberikan judgement bahwa siswa ini cantik, pintar, bodoh, dll. Guru harus memberikan apresiasi pada siswa ketika mereka memberikan jawaban atas pertanyaan dan tidak menolak jawaban yang dikemukakan siswa, Dengan mengetahui kebutuhan siswa bahwa mereka ingin diterima di kelas, maka Guru harus menciptakan iklim yang kondusif di kelas dimana siswa yang satu harus berhubungan baik dengan siswa yang lainnya. Komunikasi inilah yang dapat menimbulkan relasi Guru dan siswa menjadi lebih hangat, dekat, dan menyenangkan.

25

(40)

Disini, komunikasi interpersonal menjadi kunci terbentuknya hubungan yang lebih baik.

Tindakan. Efektivitas komunikasi Guru diukur dari tindakan nyata yang dilakukan oleh siswa. Untuk menciptakan tindakan nyata pada siswa, Guru harus lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap, serta menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik. Jadi, terbentuknya tindakan nyata pada siswa adalah titik akhir dari jaringan komunikasi yang dilakukan untuk menumbuhkembangkan siswa. Norma-norma yang ditanamkan pada siswa akan diaktualisasikan siswa secara nyata jika dikomunikasikan Guru dengan baik. Misalnya : mengajak untuk rajin belajar, lebih rajin membaca, dan bersikap aktif saat pembelajaran. Maka, dalam hal ini siswa harus ditanamkan dulu 4 komponen diatas.

Jadi, komunikasi yang dilakukan Guru di kelas dapat menumbuhkembangkan siswa jika komunikasi tersebut dilakukan secara efektif dan menyenangkan, dengan memperhatikan unsur-unsur diatas, yaitu : terbentuk pengertian yang cermat, terciptanya kesenangan, mempengaruhi sikap, tercipta hubungan interpersonal yang makin baik, dan terbentuknya tindakan positif pada siswa. Dengan kelima unsur ini, maka Guru dapat menumbuhkembangkan siswa baik menumbuhkan motivasi belajar, penerimaan diri, dan prestasi yang lebih baik.

5. Pola Komunikasi Guru dan Siswa Tuna rungu

(41)

Namun, tidak semua manusia terlahir dalam keadaan fisik yang sempurna. Ketidaksempurnaan itu adalah keberadaan anak-anak yang terlahir dengan cacat fisik atau biasa disebut dengan ketunaan. Salah satu ketunaan yang menghambat kemampuan anak-anak dalam berkomunikasi adalah tunarungu. Tunarungu merupakan salah satu kelemahan yang menjadikan seseorang sulit berkomunikasi seperti orang normal pada umumnya. Hal ini disebabkan kekurangan mereka dalam hal pendengaran dan kemampuan berkomunikasi baik secara verbal dan nonverbal layaknya orang biasa. Tidak berlebihan rasanya jika kebutuhan dalam hal berkomunikasi pada anak tunarungu harus segera dipenuhi, karena kemampuan dalam hal berkomunikasi merupakan salah satu penunjang dalam kehidupan sosial di masyarakat.

a. Pola komunikasi Interpersonal

Menurut Rogers bersama D. Lawrence Kincaid dalam Cangara26, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. Dengan komunikasi maka terbentuk interaksi antara orang satu dengan yang lain yang dapat dipahami bersama-sama. Anak tunarungu karena mengalami gangguan dalam pendengaran maka dalam komunikasinya kebanyakan menggunakan bahasa isyarat dan yang mengerti hanyalah sesama anak tunarungu serta guru yang mengajarnya.

Menurut Sadjaah bina bicara merupakan suatu upaya untuk tindakan baik perbaikan upaya koreksi maupun upaya pelurusan dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata agar dimengerti oleh orang yang diajak bicara27. Dalam latihan bina bicara anak tunarungu dilatih untuk bicara dengan pengucapan yang baik dan benar ejaannya maupun penggunaan bahasa yang tepat.

26

Cangara, Hafied H, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, hal. 56

27

(42)

Bina bicara diberikan kepada individu agar anak dapat mengfungsikan alat bicaranya secara terampil dan berani bicara sehingga anak dapat berkomunikasi secara wajar seperti masyarakat pada umumnya. Pemberian bina bicara ini diberikan kepada anak tunarungu yang lebih ditetaknkan pada komunikasi antar teman yang ada di kelas. Apabila anak tunarungu dalam satu kelas dibiasakan berkomunikasi dengan baik dan benar maka anak setiap hari akan terbiasa berkomunikasi dengan baik dan benar.

Interaksi sosial ini erat kaitannya dengan keberadaan komunikasi interpersonal sebagai bentuk dasar dari komunikasi antarmanusia. Ini berarti bahwa setiap manusia tanpa terkecuali membutuhkan kemampuan komunikasi, baik dalam bentuk komunikasi verbal maupun nonverbal, sebagai kemampuan dasar mereka yang paling dibutuhkan agar mampu berkomunikasi dan mampu mengkomunikasikan secara timbal balik kepada orang lain.

Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi pesan secara langsung pula. Komunikasi interpersonal sendiri sangat sarat dengan berbagai bentuk komunikasi verbal dan nonverbal yang terbentuk didalamnya. Komunikasi verbal menekankan keberadaan interaksi bahasa sebagai alat utama dalam melakukan komunikasi dengan persona lain. Bahasa dapat dibayangkan sebagai kode, atau sistem simbol, yang digunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal kita28.

Komunikasi nonverbal menekankan aspek komunikasi pada setiap gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara bahkan juga keheningan29.

.

28

Joseph A. Devito, “Komunikasi Antar Manusia”, Jakarta 1997,Professional Book, hal. 119

29

(43)

Kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal, secara mendasar telah dimiliki oleh manusia normal yang memiliki panca indera yang lengkap. Namun sayangnya, kelengkapan panca indera ini tidak dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus. Sehingga, dibutuhkan bimbingan khusus bagi mereka yang memiliki kekurangan panca indera agar mereka juga dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan orang lain dalam kehidupannya.

Bimbingan khusus ini diwujudkan dalam bentuk institusi formal yaitu sekolah luar biasa. Menjawab kebutuhan ini, maka salah satu sekolah luar biasa yang ada di Condet Jakarta Timur, yaitu SDLB-B YPFM (Yayasan Pendidikan Frobel Montessori) mencoba memberikan fasilitas khusus bagi anak tunarungu dalam memberikan bekal dasar kemampuan agar mereka mampu hidup mandiri dalam kehidupan bermasyarakat dengan memiliki kemampuan berkomunikasi.

(44)

peningkatan kemampuan komunikasi murid tunarungu yang mereka bimbing sehari-hari.

b. Pola komunikasi kelompok

Dasar teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi kelompok dan 3 (tiga) teori utama lain yaitu strategi komunikasi, komunikasi verbal dan nonverbal, dan kemampuan komunikasi yang digunakan sebagai alat penguat munculnya penelitian ini sekaligus sebagai alat untuk melakukan analisis dari hasil penelitian.

Komunikasi kelompok adalah proses dalam menghasilkan pesan antara beberapa orang dalam situasi yang memungkinkan untuk melakukan timbal balik baik dari pembicara dan pendengar30. Komunikasi interpersonal merupakan bentuk dasar dari komunikasi yang dilakukan oleh manusia tiap waktu, sehingga disadari atau tidak komunikasi interpersonal telah menjadi kebutuhan dalam kehidupan masayarakat.

Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi

(communication management) untuk mencapai suatu tujuan31. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan. Strategi komunikasi ini digunakan oleh komunikator kepada komunikan agar pesan dari komunikator dapat tersampaikan pada komunikan. Jika strategi komunikasi yang diterapkan oleh komunikator berhasil, maka tidak hanya sekedar pesan dari komunikator kepada komunikan saja yang tersampaikan, tetapi juga akan mampu melakukan perubahan pada diri komunikan dengan mudah dan cepat.

30

Judy Pearson, et.al. “Human Communication Second Edition”, New York: McGraw-Hill, 2006, hal: 19

31

(45)

Komunikasi verbal atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih dalam kegiatan komunikasi, sedangkan bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang digunakan dan dipahami suatu komunitas32.

Sedangkan komunikasi nonverbal identik dengan penggunaan lambang-lambang yang pemaknaannya dibentuk secara bersama maupun lambang-lambang yang berhubungan dengan panca indera (body movement, facial communication, eye communication, touch

communication).

Menurut Judy Pearson kemampuan komunikasi dapat dipelajari oleh semua orang dengan memahami pentingnya perbedaan persepsi tiap orang, peraturan self-concept dalam komunikasi, bahasa verbal, dan aturan komunikasi nonverbal33. Lebih lanjut, Pearson mengungkapkan bahwa anda harus mau membuka diri anda dengan kehadiran orang lain, anda harus memahami orang lain dengan mendengarkan secara hati-hati dan teliti, anda harus menerima walau memahami kondisi dan bertindak sesuai dengan kebiasaan seringkali interaksi tersebut tidak berjalan lancar atau sukses34.

B. Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu 1. Pengertian Tunarungu

Dalam mendefinisikan gangguan pendengaran (hearing disorders) dari sudut pandang kebutuhan pembelajaran, sangat penting untuk mempertimbangkan tingkat beratnya kehilangan pendengaran (hearing loss) dan usia seseorang ketika kehilangan pendengarannya mulai terjadi. Tingkat berat-ringannya hearing loss sangat penting diketahui agar fungsi pendengaran yang mungkin masih tersisa (residual hearing) bias

32

Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hal:237

33

Judy Pearson, et al. Op.cit., hal: 157

34

(46)

digunakan secara optimal. Usia pada saat kehilangan pendengaran merupakan pertimbangan yang penting, disebabkan hubungannya dengan pertumbuhan bahasa. Jika gangguan pendengaran terjadi pada masa sebelum anak mengenal b

Gambar

Gambar 1. Bahasa Isyarat huruf. Sumber : Kamus SIBI
Gambar 3. Macam-macam garis. Sumber visualiasi penulis
Gambar 4. Bentukan garis dapat membentuk ekspresi
Gambar 5. Gabungan garis membentuk simbol “mobil”. sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rogers dan Kincaid (2005), menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih melakukan pertukaran informasi terhadap satu sama lain yang pada akhirnya akan

Lawrence Kincaid 1981 dalam Cangara 2007:20 menjelaskan “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu

Lawrence Kincaid: Komunikasi interpersonal adalah “suatu proses dimana dua orang atau lebih memebentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang

Lawrence Kincaid komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama yang lainnya, yang

Lawrence Kincaid komunikasi merupakan suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang

Lawrence Kincaid (1981) komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya

Lawrence Kincaid dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Hafied Cangara: 1998: 20), komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan

Menurut Kincaid dalam Cangara (1998:18), komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama