• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Bandi Delphie (2009: 127) Alat audiometer merupakan alat untuk mengukur derajat kehilangan pendengaran dengan ukuran decibel (dB). Derajat kemampuan berdasarkan ukuran instrumen audiometer menyebabkan klasifikasi anak dengan hendaya pendengaran (tunarungu) sebagai berikut:

1) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 0dB-26dB, yaitu anak masih

mempunyai pendengaran normal.

2) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 27dB-40dB, yaitu anak

mempunyai kesulitan mendengar tingkat ringan dan masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh sehingga membutuhkan terapi bicara.

3) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 41dB-55dB, yaitu anak yang

mengalami kesulitan mendengar tingkat menengah dan dapat mengerti bahasa percakapan sehingga membutuhkan alat bantu dengar.

4) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 56dB-70dB, yaitu anak yang

mengalami kesulitan mendengar tingkat menengah berat, mampu mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat bantu dengar, dan membutuhkan latihan berbicara secara khusus.

5) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 71dB-90dB, yaitu anak yang

mengalami kesulitan mendengar tingkat berat sehingga termasuk anak yang mengalami ketulian, hanya mampu mendengarkan suara keras yang berjarak lebih kurang satu meter, dan keseulitan membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi secara tetap.

6) Derajat kehilangan pendengaran sebesar 91dB dan seterusnya, yaitu anak

yang mengalami ketulian sangat berat, tidak dapat mendengar suara sehingga sangat membutuhkan bantuan khusus secara intensif terutama dalam ketrampilan percakapan atau berkomunikasi.

7) Perilaku yang muncul terhadap peserta didik dengan hendaya pendengaran

(tunarungu) di sekolah secara dominan berkaitan dengan hambatan dalam perkembangan bahasa dan komunikasi .

Menurut Emon Sastrawinata dalam Sarjono(2000: 30) mengklasifika-sikan ketunarunguan sesuai dengan dasar-dasarnya yaitu:

1) Klasifikasi secara ettiologis

a) Tunarungu endogen atau turunan atau bawaan

b) Tunarungu eksogen atau disebabkan penyakit atau kecelakaan. 2) Secara otomatis

a) Tunarungu hantaran (konduktif) b) Tunarungu perseptif (syaraf)

c) Tunarungu campuran antara hantaran dan tunarungu perseptif 3) Klasifikasi menurut terjadinya ketunarunguan dapat dibedakan menjadi:

a) Anak tunarungu yang terjadi pada waktu masih dalam kandungan ibu atau prenatal.

commit to user

b) Anak tunarungu yang terjadi pada kelahiran atau neonatal.

c) Anak tunarungu yang terjadi pada saat setelah kelahiran atau post natal. 4) Klasifikasi menurut taraf ketunarunguan atas dasar ukuran audiometer dapat dibedakan menjadi:

a)Tunarungu taraf ringan antara 5-25dB

b)Tunarungu taraf sedang antara 26-50dB

c)Tunarungu taraf sedang antara 51-57dB

d)Tunarungu taraf berat > 51dB

Menurut Connix dalam Sarjono (2000: 37) menggolongkan ketunarunguan sebagai berikut:

1) Kehilangan pendengaran 0-30dB normal

2) Kehilangan pendengaran 31-50dB ketunarunguan ringan

3) Kehilangan pendengaran 51-70dB ketunarunguan sedang

4) Kehilangan pendengaran 71-90dB ketunarunguan berat

5) Kehilangan pendengaran 91dB tergolong tuli

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi ketunarunguan didasarkan atas klasifikasi secara ettiologis, anatomis, fisiologis, terjadinya ketunarunguan, dan derajat ketunarunguan berdasarkan ukuran audiometer menurut tarafnya membedakan tingkatan pendengaran yang menjadikan perhatian dalam memberikan pelayanan dalam pembelajaran.

d. Ciri-ciri anak tunarungu

Menurut Bandi Delphie (2009: 128) Ciri umum hambatan perkembangan bahasa dan komunikasi pada anak tunarungu, sebagai berikut:

1)Kurang memperhatikan saat guru memberikan pelajaran di kelas.

2)Selalu memiringkan kepalanya sebagai upaya untuk berganti posisi telinga

terhadap sumber bunyi dan mereka sering kali meminta pengulangan penjelasan guru saat di kelas.

3)Mempunyai kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan.

4)Keengganan untuk berpartisipasi secara oral sehingga menyebabkan

mereka mendapatkan kesulitan untuk berpartisipasi secara oral dan dimungkinkan karena hambatan pendengaranya.

5)Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi saat di kelas.

6)Mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara.

7)Perkembangan intelektual peserta didik tunarungu wicara tergganggu.

commit to user

Menurut Sarjono (2000: 43-46) mengemukakan ciri-ciri anak tunarungu sebagai berikut:

1) Ciri dalam segi fisik

a)Cara perjalanannya kaku dan membungkuk hal ini disebabkan adanya

kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran bagian keseimbangan.

b)Gerakan matanya cepat dan agak beringas, hal ini menunjukkan

bahwa ia ingin menangkap keadaan sekitarnya, sehingga anak tunarungu dapat disebut manusia pemata.

c)Gerakan anggota badannya cepat dan lincah. Hal tersebut kelihatan

dalam mengadakan komunikasi yang mereka cenderung menggunakan gerak isyarat dengan orang disekitarnya, dapat dikatakan pula bahwa anak tunarungu adalah manusia motorik.

d)Pada waktu bicara pernapasan pendek dan agak terganggu. Hal ini

terjadi disebabkan tidak terlatih sejak kecil, terutama pada masa menangis dan pada masa meraba yang merupakan dasar perkembangan bicara/bahasa.

e)Dalam keadaan biasa (bermain, tidur, tidak bicara) pernafasan biasa.

2) Ciri-ciri khas dalam intelegensi

Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental seseorang. Pada anak tunarungu dalam hal ini intelegensi tidak banyak berbeda anak normal, pada umumnya ada yang memiliki itelegensi rata-rata dan ada pula yang memang memiliki intelegensi rendah. Sesuai sifat ketunaannya pada umumnya anak tunarungu sukar menangkap pengertian-pengertian yang abstrak sebab, dalam hal ini diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun bahasa tulisan, sehingga pada umumnya anak tunarungu dalam segi intelegensi dapat dikatakan dalam hal ini intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, hal intelegensi rata-rata lebih rendah.

3) Ciri-ciri khas dalam segi emosi

Kekurangan pemahaman akan bahasa lisan dan tulisan seringkali dalam komunikasi menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab sering menimbulkan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan hal negatif dan menimbulkan tekanan pada emosinya. Tekanan emosi ini dapat menghambat perkembangan kepribadianya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak secara agresif, atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan, dan keragu-raguan. Emosi anak tunarungu menjadi tidak stabil.

4) Ciri-ciri khas dalam segi sosial

Dalam kehidupan sosial anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak biasa pada umumnya, yaitu mereka memerlukan interaksi antara anak tunarungu dengan sekitarnya, keluarga dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dapat menimbulkan beberapa aspek negatif antara lain:

commit to user

a) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga dan

masyarakat.

b) Perasaan cemburu dan salah sangka dan merasa diperlakukan tidak

adil.

c) Kurang dapat bergaul, mudah marah, dan berlaku agresif atau

sebaliknya.

d) Akibat yang lain dapat menimbulkan cepat merasa bosan, tidak

tahan berfikir.

Berdasarkan ciri-ciri anak tunarungu tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu dengan kemampuan yang ada perlu pengajaran khusus dalam hal membaca, menulis, dan berhitung dengan menggunakan media yang jelas dan menghindari/meperkecil hal-hal yang abstrak agar tidak menimbulkan penapsiran yang salah, kemungkinan pula dari ketidak jelasan informasi efeknya akan berdampak pada perilaku negatif.

Anak tunarungu umumnya mempunyai penglihatan yang baik atau juga disebut manusia pemata sebagai penerima informasi, maka peneliti manfaatkan untuk mengoptimalkan dalam memberikan informasi melalui penglihatan.

e. Permasalahan yang dihadapi anak tunarungu

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal sekalipun diberi alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus dan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan alat peraga semi nyata, nyata atau abstrak.

Menurut Djoko S. Sindusakti (2007:7) Adapun yang dihadapi anak tunarungu antara lain:

1) Secara nyata tidak mampu mendengar

2) Terlambat perkembangan bahasa

3) Sering menggunakan isyarat dalam komunikasi

4) Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara

5) Ucapan kata tidak jelas

6) Kualitas suara aneh/monoton

commit to user

8) Banyak perhatian terhadap getaran

9) .HOXDUFDLUDQ³QDQDK´GDULNHGXDWelinga.

Menurut Maria Susilawati (2006: 17) yaitu:

1) Akibat ketunarunguan anak tunarungu tidak mengalami masa

pemerolehan bahasa.

2) Akibat berikutnya anak tunarungu tidak dapat berkembang bahasanya

3) Akibat miskin bahasa anak tunarungu mengalami masalah dalam

komunikasi dan belajar/pendidikannya

4) Akibatnya anak tunarungu tertinggal dalam segala aspek kehidupan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: permasalahan yang dihadapi anak tunarungu timbul karena ketunarunguannya sulit berkomunikasi, sulit menerima informasi sehingga dalam pembelajaran mengalami ketertinggalan dan dari segala aspek kehidupan juga tertinggal. Untuk itu mengatasi masalahnya dilakukan memberi latihan komunikasi melalui visual dalam pengamatan media film pada pembelajaran matematika agar mudah diterima dan tidak salah persepsi.

f. Kebutuhan pembelajaran anak tunarungu

Anak tunarungu banyak hal yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan agar mencapai ketuntasan dalam belajarnya dengan baik. Tuntutan anak tunarungu adalah agar dapat menyesuaikan lingkungan dengan baik tanpa ada kendala sepertinya anak normal, tetapi karena keterbatasannya dalam hendaya pendengaran maka ada saja kesulitannya dalam menerima pelajaran di sekolah.

Menurut Permanarian dan Hernawati (2004: 31) Pendidikan anak tunrungu untuk mengembangkan komunikasi sebagai berikut:

1) Didiklah anak tunarungu seperti mendidik anak-anak yang mendengar

2) Libatkan anak tunarungu dalam kegiatan keluarga

3) Jangan memanjakan anak tunarungu secara berlebihan.

4) Berilah kesempataan bermain seluas mungkin pada anak tunarungu

5) Anak tunarungu harus diberi contoh perilaku yang baik

6) Berikanlah kewajiban yang sama kepada anak tunarungu dalam

melaksanakan tugas-tugas.

7) Pupuklah rasa cinta terhadap keindahan alam sekitar.

8) Gunakan dalam setiap kesempatan untuk merangsang perkembangan

commit to user

Menurut H. T. Sutjihati Somantri (1996: 81) adalah:

³Usaha lain yang mungkin akan mendorong anak tunarungu dapat

bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah normal/biasa dan disediakan program-program khusus bila

mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.´

Berdasarkan pendapat di atas, yang harus diperhatikan kebutuhan pembelajaran anak tunarungu pada dasarnya sama dengan pembelajaran yang digunakan bagi anak mendengar/normal akan tetapi dalam pelaksanaannya harus banyak bersifat visual artinya lebih banyak memanfaatkan indera penglihatan pada siswa tunarungu.

2. Tinjauan Tentang hasil belajar matematika a. Pengertian hasil belajar

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ³Hasil adalah sesuatu

yang diadakan usaha untuk mendapatkan sesuatu´.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 14) ³%HODMDUDGDODK

berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu melalui membaca; berlatih: agar

berubah tingkah laku atau tanggDSDQ\DQJGLVHEDENDQROHKSHQJDODPDQ´

0HQXUXW 6DLIXGGLQ $]ZDU ³%HODMDU DGDODK VHWLDS SHUXEDKDQ

perilaku yang diakibatkan pengalaman atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya.

Menurut 3XUZRWR ³%HODMDU DGDODK VXDWX SURVHV \DQJ

berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi lebih terampil, dari sikap belum baik menjadi baik, dari fasif menjadi aktif, dan dari tidak teliti menjadi tHOLWL´

0HQXUXW6DUGLPDQ$0³%HODMDUDGDODKEHUXEDKGDODPKDOLQL

yang dimaksud belajar berarti usaha untuk merubah tingkah laku, jadi belajar

commit to user

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan usaha untuk mendapatkan perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dan dari sikap belum baik menjadi baik dan sebagainya. Dengan cara melalui membaca, menulis, berhitung dan berlatih, sehingga dengan belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang lebih baik.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara umum.

Kemampuan hasil belajar siswa sangat berfariasi antara anak yang satu

dengan anak yang lain berbeda, ada yang baik, ada yang sedang, dan ada yang kurang. Hal ini disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, baik faktor internal maupun ekternal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa menurut Muhibin Syah (2004 : 132) yaitu:

1. Faktor Intern

a. Psikis, antara lain: intelgensi, bakat, minat, perhatian, motivasi, emosi, dan konsentrasi kepribadian.

b. Fisik, antara lain: alat indera, cacat tubuh keadaan jasmani.

2. Fartor Ektern

a. Faktor keluarga, antara lain: faktor dari orang tua, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga.

b. Faktor sekolah, antara lain: gizi, kondisi, gedung, kurikulum, waktu, sekolah dan kedisiplinan.

3. Faktor pendekatan belajar

Faktor pedekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi: strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Menurut Kartini, Kartono dalam bukunya Srikuwati (2009 : 17) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pada garis besarnya adalah

1.Faktor-faktor yang berasal dari dalam murid, antara lain:

a. Kecerdasan

b. Bakat

c. Minat dan perhatian

d. Motivasi

e. Kesehatan jasmani

commit to user

2. Faktor-faktor dari luar murid, antara lain:

a. Foktor lingkungan yang terdiri lingkungan alam, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat.

b. Faktor sekolah

c. Faktor peralatan belajar.

Menurut Bimo Walgito (1986 : 124) Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:

1. ³Faktor anak atau individu yang belajar

2. Faktor lingkungan anak

3. Faktor bahan atau materi yang dipelajari´

Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor anak atau individu yang belajar

Faktor anak ini sangat penting dalam aktifitas belajar, sebab anak itu belajar atau tidak, tergantung dari anak yang bersangkutan. Faktor anak atau individu ini terdiri faktor fisik dan psikis, dimana antra kedua faktor saling berhubungan dan tidak daapat dipisah-pisahkan.

a. Faktor Fisik

Faktor fisik ini sangat erat hubunganya dengan kesehatan jasmani. Bila fisik sedang lelah atau sakit, maka akan dapat mengganggu proses kegiatan anak yang bersangkutan.

b. Faktor Psikis

Faktor psikis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:

1) Perhatian

Bila belajar tidak disertai dengan perhatian yang baik, dimungkinkan dalam belajarnya anak akan kurang berhasil untuk mencapai hasil yang baik.

2) Minat

Apabila dalam kegiatan belajar minat anak rendah, hal ini akan mempengaruhi konsentrasi terhadap masalah yang dipelajari. Keadaan ini secara langsung atau tidak lansung dapat berpengaruh pada hasil belajar yang akan dicapai.

commit to user

3) Dorongan ingin tahu

Semakin besar dorongan ingin tahu seseorang akan semakin besar pula minat dan perhatiannya dalam belajar, kemungkinan besar anak akan mampu mencapai hasil belajar yang tinggi.

4) Disiplin diri

Anak yang memiliki disiplin tinggi dalam kegiatan belajar akan membantu dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

5) Intelegensi

Faktor intelegensi ini sangat dominan dalam mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Semakin tinggi intelegensi anak dimungkinkan semakin tinggi pada tingkat prestasi belajarnya. 2. Faktor Lingkungan Anak

Lingkungan sekitar anak sangat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan belajar. Faktor lingkungan ini dapat berupa lingkungan alam, keluarga, dan masyarakat. Lingkungan alam yang kurang menguntungkan akan mempengaruhi hal yang negatif terhadap kegiatan belajar anak. Begitu juga dengn lingkungan keluarga, besar sekali

pengaruhnya pada keberhasilan belajar anak. Keluarga yang broken

home misalnya, keadaan keluarga ini akan dapat menimbulkan pengaruh

yang negatif pada aktivitas belajar anak. Disamping itu pengaruh lingkungan juga besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar anak. Lingkungan masyarakat yang kurang baik akan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar anak.

c. Pengertian Matematika

.DPXV %HVDU %DKDVD ,QGRQHVLD ³PDWHPDWLND DGDODK LOPX

tentang bilangan-bilangan yang berhubungan antara bilangan dan prosedur

operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan´

Menurut Soedjadi R (2000: 11) Matematika mempunyai beberapa definisi antara lain: Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir dan sistematik sebagai berikut:

commit to user

1) Matematika merupakan pengetahuan ilmu bilangan dan kalkulasi.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika yang

berhubungan dengan bilangan.

3) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic.

4) Matematika adalah pengetahuan yang mengadung aturan-aturan yang

kuat.

Menurut pendapat Bandi Delphie (2009: 2) ³0DWHPDWLNDadalah bahasa

simbolis yang memiliki fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan. Selain itu matematika merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, serta mengkomunikasikan ide-ide mengenai elemen dan kuantitas dalam

bukunya Muhafilah, M, 1999.´

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa: matematika adalah bahasa simbolis yang memiliki fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan dalam cabang ilmu pengetahuan eksak, tentang bilangan, kalkulasi, penalaran logic, dan bentuk aturan-aturan yang ketat dan pola keteraturan struktur yang terorganisasikan yang bersifat sangat kuat dan jelas, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan..

d. Pengertian Pecahan Sederhana

0HQXUXW $FKPDG GNN ³%LODQJDQ SHFDKDQ GDSDW GLJXQDNDQ

untuk menyatakan banyaknya bagian dari suatu benda utuh yang dibagi

menjadi beberapa bagian yang sama besar.´

Dalam kamus Besar Bahasa IndonesLD ³3HFDKDQ DGDODK

bilangan yang bukan bulat seperti 2/3,3/8, dst.´

Dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah bilangan yang bukan bulat seperti 2/3,3/8, dst. yang dapat digunakan untuk menyatakan banyaknya bagian dari suatu benda utuh yang dibagi menjadi beberapa bagian yang sama besar.

commit to user

Dokumen terkait