• Tidak ada hasil yang ditemukan

WORLD INTERNET USAGE AND POPULATION STATISTICS March 31,

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.11. ConsumerDecision Model

Consumer Decision Model (CDM) merupakan salah satu model yang dapat menganalisis efektivitas sebuah iklan terhadap pembelian. Menurut Howard dalam Durianto,dkk (2003) CDM adalah suatu model dengan enam variabel yang saling berhubungan yaitu: Pesan Iklan (F, finding information), Pengenalan Merek (B, brand recognition), Kepercayaan Konsumen (C, confidence), Sikap Konsumen (A, attitude), Niat Beli (I, intention) dan Pembelian Nyata (P, purchase).CDM merupakan proses pembedaan dan pengelompokkan bentuk-bentuk pikiran konsumen, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Consumer Decision Model (Durianto, 2003)

Alur model tersebut berawal dari penerimaan informasi atau pesan iklan (F) oleh konsumen. Informasi yang diterima dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh yang dimulai dari pengenalan merek oleh konsumen (B), tingkat kepercayaan (C), atau dari informasi itu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukkan kesesuaian yang akan membentuk sikap (A). Kemudian dari pengenalan merek (B) selanjutnya dievaluasi apakah pengenalan tersebut sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen dimana kesesuaian tersebut akan membentuk sikap (A), dan menambah tingkat kepercayaan (C). Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang ditawarkan yang pada akhirnya kesemuanya mampu menimbulkan niat beli (I) dari konsumen. Hal ini tentu saja akan mampu mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian yang nyata (P).

1. Pesan Iklan (Information)

Pesan iklan yang ideal menurut Kotler dalam Durianto,dkk (2003), harus mampu menarik perhatian (attention), mempertahankan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menggerakkan tindakan (action). Pesan dalam iklan seharusnya dapat menyatakan sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam suatu produk, menginformasikan sesuatu yang dibutuhkan dan penting dalam suatu produk, menginformasikan sesuatu yang eksklusif yang tidak ada pada

F B

C

A

produk lain sejenis, dapat dipercaya, dan dapat dibuktikan. Menurut Howard dalam Durianto (2003), pesan iklan dalam CDM merupakan variabel penentu dari I P C A F B keenam variabel. CDM menunjukkan bahwa pesan iklan dapat menyebabkan calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut lainnya dari suatu produk.

2. Pengenalan Merek (Brand Recognition)

Pengenalan merek sangat penting untuk mengetahui sampai sejauh mana pembeli mengetahui ciri-ciri suatu merek. Pengenalan ini memungkinkan terbentuknya sikap terhadap merek atau meningkatkan keyakinan konsumen pada suatu merek. Dalam hal ini, pengenalan merek merupakan pengenalan atribut merek secara fisik, seperti warna, ukuran, dan bentuk, sehingga kemasan dan desain produk sangat penting.

3. Sikap Konsumen (Attitude)

Sikap konsumen adalah faktor penting yang mempengaruhi keputusan konsumen. Sikap menunjukkan apa yang konsumen sukai dan tidak sukai. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan respon evaluatif. Respon hanya akan dapat timbul jika individu dihadapkan pada suatu rangsangan yang menghendaki adanya reaksi individu. Respon evaluative merupakan bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap yang muncul yang didasari proses evaluasi dalam diri individu yang member kesimpulan terhadap rangsangan dalam bentuk nilai baik dan buruk, menyenangkan dan tidak menyenangkan, positif dan negatif, yang kemudian akan menjadi potensi dan reaksi terhadap suatu objek. Sikap juga dapat diartikan sebagai evaluasi terhadap rangsangan yang ada. Rangsangan tersebut dapat berupa pesan iklan yang ditampilkan melalui iklan televisi. Kemampuan iklan untuk menciptakan sikap yang mendukung terhadap produk sering tergantung pada sikap konsumen. Iklan yang diminati secara

menguntungkan dapat menghasilkan sikap yang lebih positif terhadap produk. Iklan yang tidak diminaati dapat mengurangi minat pembelian produk.

4. Kepercayaan Konsumen (Confidence)

Menurut Durianto (2003), kepercayaan konsumen adalahbagaimana pembeli dapat yakin akan keputusan mereka terhadap suatumerek, apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumenatau tidak. Kepercayaan konsumen dapat meningkat jika calon pembelisudah mendapatkan keterangan yang jelas yang didapat konsumen dari pesan iklan (informasi) yang ditayangkan televisi secara berulang-ulang,brosur, pemasaran langsung, dan lainnya.

5. Niat Beli (Intention)

Niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencanapembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Pengetahuan akanniat beli sangat diperlukan para pemasar untuk mengetahui niat konsumen terhadap suatu produk maupun untuk memprediksi perilakukonsumen di masa mendatang.

6. Pembelian Nyata (Purchase)

Pembelian nyata merupakan saat konsumen membayar atau membuat surat hutang dalam jumlah tertentu untuk membeli suatu produk pada waktu tertentu. Pembelian nyata muncul karena konsumen sudah mempunyai niat untuk membeli suatu produk. Pembelian nyata merupakan sasaran akhir CDM, baik untuk konsumen yang baru pertama kali membeli ataupun untuk konsumen yang melakukan pembelian ulang. Berdasarkan pendekatan CDM,pengukuran efektivitas iklan digunakan untuk mengetahui pengaruhvariabel F (pesan iklan), B (pengenalan merek), C (keyakinankonsumen), I (niat beli) dan A (sikap konsumen) terhadap

pembeliannyata (P) suatu merek atau produk dan juga untuk mencari informasi,apakah terdapat variabel antara dan variabel bukan antara dari B (pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), I (niat beli) dan A (sikapkonsumen) yang dapat mempengaruhi F (pesan iklan) terhadap P (pembelian nyata).

2.12. Impulse buying

Menurut Sumarwan (2002), jenis pembelian konsumen terbagi menjadi tiga macam yaitu pembelian yang terencana sebelumnya, pembelian yang separuh terencana dan pembelian yang tidak terencana. Pembelian yang terencana sepenuhnya dalah jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan. Ketika konsumen sudah mengetahui produk yang ingin dibeli dan keputusan merek yang akan dibeli diputuskan pada saat di dalam toko, pembelian bisa digolongkan dalam pembelian yang separuh terencana.

Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau jasa tanpa direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh penataan display atau pemotongan harga. Display atau peragaan tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang sedang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini disebut sebagai pembelian impulsif (impulse purchasing/impulse buying) (Sumarwan, 2002).

Berdasarkan penelitian Rook dalam Engel (2002), pembelian berdasar impulse tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif hedonik atau pengalaman. Pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik sebagai berikut :

1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respon terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.

2. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk mengesampingkan yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kesenangan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi.

4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

2.13. Structural Equation Modelling (SEM)

2.13.1 Definisi Structural Equation Modelling (SEM)

SEM merupakan suatu teknik statistika yang mampu menganalisis hubungan peubah laten, peubah indikator dan kesalahan pengukuran secara langsung. Disamping hubungan kausal searah, metode SEM memungkinkan untuk menganalisi hubungan dua arah (Ghozali et al,2005).

Konstruk laten adalah variabel-variabel yang tidak dapat diobservasi, sehingga tidak dapat diukur secara langsung. Pengamatan pada variabel laten melalui efek pada variabel-variabel terobservasi. Variabel terobservasi adalah indikator-indikator yang dapat diukur (Ghozali et al,2005).

Dalam model SEM, konstruk laten berdasarkan fungsinya dibagi menjadi dua, yaitu: variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel eksogen adalah suatu variabel yang tidak dapat dipengaruhi oleh variabel lain (atau disebut variabel independen didalam model regresi). Sedangkan variabel endogen adalah variabel yang dapat dipengaruhi variabel lain. Dalam model SEM, variabel endogen dapat berperan menjadi variabel independen apabila variabel tersebut dapat mempengaruhi variabel lain (Ghozali et al,2005).

Menurut Ghozali (2005), proses Structural Equation Modelling mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:

a. Konseptual Model

Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis (berdasarkan teori-teori) sebagai dasar dalam menghubungkan

variabel laten dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya.

b. Penyusunan Diagram Alur

Tahap ini memudahkan dalam proses menvisualisasikan hipotesis yang telah kita ajukan dalam konseptualisasi model di atas.

c. Spesifikasi Model

Spesifikasi model yaitu untuk menggambarkan sifat dan jumlah parameter yang diestimasi. Spesifikasi model berkaitan dengan pembentukan awal persamaan struktur sebelum dilakukan estimasi. Model awal ini dilakukan berdasarkan suatu teori atau penelitian sebelumnya.

d. Identifikasi Model

Informasi yang diperoleh dari data diuji untuk menentukan apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model. Nilai yang unik harus diperoleh untuk seluruh parameter dari data yang telah diperoleh sebelumnya.

e. Estimasi Parameter

Berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu model estimasi yang tersedia. Pemilihan metode estimasi yang digunakan seringkali ditentukan berdasarkan karakteristik dari variabel-variabel yang dianalisis.

f. Penilaian Model Fit

Berkaitan dengan uji kecocokan antara model dengan data. Beberapa kriteria ukuran kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) dapat digunakan untuk melaksanakan langkah ini. g. Modifikasi Model

Setelah melakukan penilaian model fit, maka model penelitian diuji untuk menentukan apakah modifikasi model diperlukan karena tidak fitnya hasil yang diperoleh tahap pada tahap

sebelumnya. Semua modifikasi harus berdasarkan teori yang mendukung.

h. Validasi Silang Model

Tahap ini menguji fit tidaknya model terhadap suatu data baru. Validasi silang ini penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan terhadap model asli yang dilakukan pada langkah sebelumnya.

Secara teknis SEM dibagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu SEM berbasis kovarian yang diwakili oleh LISREL dan SEM variance atau sering disebut Component Based SEM yang mempergunakan software SmartPLS dan PLS Graph. Covariance Based SEM lebih bertujuan memberikan pernyataan tentang hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan kausalitas (sebab – akibat). Sedangkan Component Based SEM dengan PLS bertujuan mencari hubungan liniear prediktif antar variabel (Ghozali, 2008). Pada tabel 2 dibawah, menunjukkan perbedaan Covariance Based SEM dengan Variance Based dengan PLS.

Tabel 2. Perbedaan Covariance Based SEM (CBSEM) dengan Component Based SEM (PLS)

No. Kriteria PLS CBSEM

1. Tujuan Berorientasi prediksi

Berorientasi

pendugaan parameter 2. Pendekatan Berbasis varian

(ragam) Berbasis covarian (peragam) 3. Estimasi parameter Konsisten sebagai indikator dan sample size meningkat (consistency at large) Konsinten

Lanjutan Tabel 2.

No. Kriteria PLS CBSEM

4. Asumsi Spesifikasi prediktor (nonparametric) Multivariate normal distribution, independence observation (parametric) 5. Skore Variabel Laten Secara eksplisit di estimasi indeterminate 6. Hubungan epistemic antara variabel laten dan indikatornya

Dapat dalam bentuk reflective maupun formative indikator

Hanya dengan reflective indikator

7. Implikasi Optimal untuk ketepatan prediksi Optimal untuk ketepatan parameter 8. Kompleksitas model Kompleksitas besar (100 konstruk dan 1000 indikator) Kompleksitas kecil sampai menengah (kurang dari 100 indikator)

9. Besar sample Kekuatan analisis didasarkan pada porsi dari model yang memiliki jumlah prediktor terbesar. Minimal direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus. Kekuatan analisis didasarkan pada model spesifik minimal direkomendasikan berkisar dari 200 sampai 800. Sumber : Ghozali (2008)

2.13.2 Bentuk Structural Equation Modelling (SEM) dengan Partial Least Squares (PLS)

PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold (1996) sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indikator. Pendekatan PLS adalah distribution free (tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval, dan rasio). PLS merupakan metode analisis powerfull karena tidak didasarkan banyak asumsi, jumlah sampel kecil dan residul distribusi. Walaupun PLS dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, tetapi PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antara variabel laten.

Model analisis jalur semua variabel laten dalam PLS terdiri dari 3 (tiga) set hubungan, yaitu :

1. Inner Model (Inner relation, structural model dan substantive theory)

Inner Model mespesifikasikan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada teori . Model struktural dievaluasi dengan melihat nilai R-Square untuk konstruk laten dependen, Stone Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t, serta signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen terhadap variabel laten dependen.

2. Outer Model (Outer relation atau Measurement Model)

Outer Model menspesifikasikan hubungan antar variabel laten dengan indikator. Outer Model terdiri dari 2 (dua) macam mode, yaitu mode reflective (mode A) dan mode formative (mode B). Mode reflektif merupakan relasi dari peubah laten ke peubah indikator atau “effect”. Sedangkan mode formative merupakan relasi dari perubah indikator membentuk peubah laten “causal”.

3. Weight Relation

Inner dan Outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS.

2.14. Penelitian Terdahulu

Arca (2011), dalam penelitiannya tentang analisis efektivitas iklan televisi es krim magnum dan faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian es krim berdasarkan karakteristik pengeluaran oleh mahasiswa program diploma IPB, berdasarkan hasil analisis Consumer Decision Model diketahui bahwa pesan es krim Wall‟s Magnum berpengaruh langsung terhadap variabel – variabel yang diukur pada Consumer Decision Model dari variabel pesan iklan (F) sampai dengan variabel pembelian nyata (P). Pada kelompok konsumen dengan pengeluaran sebesar Rp. 0 hingga Rp. 599.999, pesan iklan es krim Wall‟s Magnum efektif sampai dengan variabel pembelian nyata. Sedangkan pada kelompok konsumen dengan pengeluaran sebesar Rp. 600.000 hingga Rp. 2.500.000, pesan iklan es krim Wall‟s Magnum akan efektif dalam mempengaruhi kepercayaan konsumen untuk membeli es krim Wall‟s Magnum apabila pesan iklannya lebih menonjolkan pada pengenalan merek Magnum. Berdasarkan hasil analisis korelasi kanonik didapatkan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen pada kelompok konsumen dengan pengeluaran sebesar Rp. 0 hingga Rp. 599.999 adalah faktor ukuran kemasan, manfaat mengkonsumsi, pengetahuan atribut, kepribadian dan gaya hidup. Pada kelompok konsumen dengan pengeluaran sebesar Rp. 600.000 hingga Rp. 2.500.000 faktor yang mempengaruhi adalah ukuran kemasan, harga, pengetahuan atribut, dan gaya hidup.

Husna (2011), dalam penelitiannya tentang analisis efektivitas iklan televisi Mizone dalam pengambilan keputusan pembelian minuman isotonic oleh mahasiswa strata – 1 Institut Pertanian Bogor, berdasarkan hasil analisis Consumer Decision Model diketahui bahwa pesan iklan yang ingin disampaikan oleh produsen minuman isotonic Mizone melalui iklan televisi versi “City” efektif dalam mempengaruhi kepercayaan konsumen dan sikap konsumen sehingga menimbulkan niat beli konsumen untuk melakukan

pembelian nyata terhadap produk Mizone. Pengenalan merek Mizone melalui iklan televisi tidak efektif mempengaruhi kepercayaan konsumen dan sikap konsumen sehingga tidak dapat menimbulkan niat beli apalagi pembelian nyata konsumen terhadap produk Mizone. Hasil analisis berdasarkan korelasi kanonik menghasilkan tiga faktor yang berpengaruh pada pembelian nyata konsumen terhadap minuman isotonik, yaitu faktor merek (-0,703), media informasi (0,521) dan gaya hidup (0,521).

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Ketatnya persaingan pasar dalam era globalisasi serta peluang untuk mengakses informasi membuat produsen berusaha untuk menciptakan suatu produk yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. Seperti hal nya internet yang saat ini sudah menjadi trend yang tak kan terpisahkan dari gaya hidup masyarakat, banyak sekali promosi operator seluleryang mengiklankan layanan internet unlimited dengan harga murah atau bahkan super murah. Fenomena ini tidak akan bisa lepas dari kebutuhan masyarakat yang semakin ketergantungan akan tekhnologi informasi. Banyaknya saat ini layanan internet mobile broadbandunlimited dengan tarif murah, menyebabkan provider telekomunikasi melakukan berbagai cara untuk menjual produknya. Salah satunya adalah dengan menggunakan bentuk komunikasi pemasaran.

Komunikasi pemasaran salah satunya dapat berupa iklan di media televisi. Media televisi merupakan medium iklan yang banyak digunakan oleh berbagai macam produsen. Salah satunya adalah provider telekomunikasi yang selalu berperang lewat media iklan untuk persaingan produknya. Iklan banyak digunakan melalui media televisi karena banyak sekali kelebihan dari media televisi tersebut, yaitu daya jangkau yang luas, fokus perhatian, kreativitas dan efek, prestise, serta waktu tertentu. Tetapi dalam banyak kelebihannya, media televisi juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya biaya mahal, informasi terbatas, selektivas terbatas, penghindaran, dan tempat terbatas. Karena adanya kekurangan yang dimiliki oleh media televisi, maka peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dalam mengetahui seberapa efektifkan iklan televisi layanan internet dan mobile broadband Telkomsel Flash versi “GPL (Gak Pake Lama)” yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam membeli layanan internet dan mobile broadband Telkomsel Flash dengan cara pembelian secara tidak langsung ataupun dengan secara langsung (impulse buying).

Dalam pembelian terhadap sesuatu produk, perilaku pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh lingkungan mencakup

budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Perbedaan individu mencakup sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi, sedangkan proses psikologis meliputi pengolahan informasi dan pembelajaran.

Saat ini Telkomsel Flash dari PT. Telkomsel, Tbk merupakan market leader di Indonesia. Namun karena persaingan industri tekhnologi informasi khususnya internet yang semakin ketat di Indonesia, maka pihak – pihak provider harus mewaspadai terhadap persaingan tersebut. Menyikapi kondisi tersebut sangat penting bagi para provider untuk mengetahui bagaimana perilaku actual konsumennya, serta produk yang seperti apa yang disukai dan diinginkan konsumennya.

Permasalahan seperti ini dapat dijawab dengan melakukan studi tentang melihat keefektifan iklan televisimobile broadband layanan internet yang dilakukan oleh konsumen yaitu mahasiswa Strata – 1 Institut Pertanian Bogor. Proses keputusan pembelian mobile broadband dan layanan internet ini meliputi 5 tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi setelah pembelian.

Peneliti menggunakan tiga alat analisis dalam penelitian ini, yaitu yang pertama adalah Consumer Decision Model pada model John Howard dan juga CDM impulse buying yang akan menambahkan jalur dari pesan iklan langsung ke niat beli dan dari pesan iklan langsung ke pembelian nyata, yang akan digunakan bersamaan dengan Analisis Model Struktural (SEM) untuk menganalisis efektivitas iklan televisi layanan internet dan mobile broadband Telkomsel Flash versi “GPL (Gak Pake Lama)”, dan alat analisis yang kedua adalah diskriminan yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan pembelian layanan internet dan mobile broadband Telkomsel Flash antara konsumen yang membeli dengan konsumen yang tidak membeli dan hanya melihat iklan mobile broadband Telkomsel Flash. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Gambaran kerangka penelitian

3.2. Metode Penelitian

3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang berlokasi di Dramaga, Bogor. Pemilihan lokasi

Pengenalan mobilebroadband Telkomsel Flash

Komunikasi Pemasaran

Iklan Televisi

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam

pembelian nyata Efektivitas Iklan Televisi Rekomendasi Kebijakan Pemasaran Analisis diskriminan dan stepwise Consumer Decision Model (CDM) Analisis Model Struktural(SEM)

Fungsi diskriminan dan faktor-faktor yang mempengaruhi responden Model CDM jalur biasa Model CDM Impulse buying

penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), hal ini dikarenakan mahasiswa Institut Pertanian Bogor merupakan salah satu lokasi konsumen yang potensial karena dilihat dari banyaknya jumlah mahasiswa yang menggunakan Telkomsel Flash sebagai layanan internet dan mobile broadbandnya. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2012.

3.2.2 Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyebaran kuisioner kepada responden, yaitu Mahasiswa Strata 1 (S1) IPB. Data primer ini digunakan untuk mendapatkan data aktual yang dibutuhkan dalam penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakuan dengan cara mempelajari dan menelaah buku-buku, majalah, internet, jurnal, dan artikel-artikel yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder ini digunakan untuk membantu dan mendukung data primer yang didapatkan.

3.2.3 Pengambilan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah Mahasiswa Strata 1 (S1) IPB yang menggunakan atau pernah melihat iklan televisimengenai layanan internet dan mobile broadbandTelkomsel Flash versi “GPL (Gak Pake Lama)”. Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah secara nonprobability sampling sehingga probabilitas masing-masing anggota populasi tidak diketahui. Dengan cara ini semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel karena misalnya ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalam pemilihan untuk mewakili populasi. Metode yang digunakan adalah metode convenience sampling. Sampel ini digunakan untuk mendapatkan unit sampel menurut kemudahan dalam memperoleh responden. Pada umumnya, peneliti menggunakan metode ini untuk memperoleh daftar pertanyaan dalam jumlah besar dan

lengkap secara cepat dan hemat dimana penentuan responden berdasarkan pada ketersediaan sampel menjadi responden. (Kuncoro, 2003).

Penentuan jumlah responden dalam penelitian ini didasarkan pada pemenuhan asumsi jumlah data untuk menggunakan software AMOS yaitu sebanyak 150 – 400 data. Dalam Santoso (2011), metode estimasi yang paling populer dalam analisis SEM adalah Maximum Likelihood (ML), dimana akan efektif pada jumlah sampel antara 150 – 400 data. Dimana untuk memenuhi persyaratan tersebut peneliti mengambil 150 responden yang nantinya datanya akan diolah menggunakan software AMOS. Setelah dilakukan uji validas responden, ternyata data yang diambil peneliti sebanyak 50 responden tidak valid, sehingga data yang tersisa yaitu sebanyak 100 data tidak bisa memenuhi kriteria untuk diolah menggunakan software AMOS. Sebagai alternatif dari penggunaan software AMOS adalah dengan menggunakan software smartPLS, dimana smartPLS merupakan software yang powefull yang dapat mengolah data dengan jumlah yang sedikit. Menurut Ghazali (2008), ukuran contoh yang dapat digunakan oleh software smartPLS adalah 30 – 100 data responden. Sisa data yang dimilki oleh peneliti sebesar 100 data dan sudah memenuhi kriteria dalam penggunaan software smartPLS, sehingga peneliti memutuskan untuk menggunakan smartPLS ini dalam mengolah data penelitiannya.

3.2.4 Pengujian Kuisioner

Penelitian ini menggunakan uji kuisioner seperti uji validitas dan uji reliabilitas. Hal ini dilakukan agar kuisioner yang

Dokumen terkait