• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Content Marketing

Content marketing adalah pendekatan strategi pemasaran yang difokuskan pada pembuatan dan pendistribusian konten yang bernilai, relevan dan konsisten agar bisa menarik dan mempertahankan audiens yang sudah ditetapkan secara jelas, dan secara keseluruhan untuk mendorong tindakan pelanggan yang bisa menghasilkan keuntungan (Pulizzi, 2009). Konten digital marketing melibatkan proses membuat, mendistribusikan dan berbagi konten yang relevan, menarik dan tepat waktu untuk melibatkan pelanggan pada titik yang tepat dalam proses pertimbangan pembelian mereka, sehingga mendorong mereka untuk mengkonversi kepada hasil bisnis (Holliman, 2016).

Penggunaan konten sebagai strategi pemasaran baru-baru ini mengalami evolusi yang mendalam berkat penyebaran komunikasi digital dan jejaring sosial. Dimensi digital, khususnya, telah menyebabkan lahirnya istilah seperti Content Marketing digital (Rakic et al., 2014). Pengenalan teknologi digital dan penyebaran internet telah menyebabkan perubahan radikal dalam cara perusahaan memenuhi harapan dan kepentingan para stakeholder (Rancati, 2014).

Rancati dan Niccolo (2014) mengidentifikasi tiga pilar terkait karakteristik content marketing:

11 1. Contents

Racanti dan Nicolo mendefinisikan content berdasarkan pemaparan yang diberikan oleh beberapa penulis (Handley dan chapman, 2010; Jefferson dan Tanton, 2013; Rose dan Pulizzi, 2011) berpendapat bahwa content marketing berarti, untuk menghasilkan konten yang berkualitas, unik, signifikan, berharga, dinamis dan lebih relevan dibandingkan pesaingnya maka konten harus:

a) Membangkitkan minat, melibatkan, tetapi juga menginformasikan dan mendidik pelanggan.

b) Mengungkapkan semua nilai-nilai yang mengidentifikasi perusahaan dalam hal keunikan, konsistensi, kualitas dan relevansi. c) Menjadi pro-aktif, yang mampu berkembang dari waktu ke waktu. 2. Customers Engagement

Dalam customers engagement, peran utama pelanggan tercermin dalam sistem manajemen konten, menciptakan pandangan customer centric yang logis berdasarkan adaptasi konstan konten dalam kaitannya dengan kebutuhan dan preferensi pelanggan (Gunelius, 2011:56). Namun, pelanggan semakin menjadi bagian dari proses menciptakan nilai melalui sering interaksi dengan perusahaan. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus mengatasi model komunikasi konvensional karena perkembangan teknologi: internet, khususnya, telah mempercepat proses demokratisasi konsumsi, membuat konsumen akhir lebih banyak memperoleh informasi,

12 dan antara perusahaan dengan pelanggan menjadi saling terhubung (Rancati dan Niccolo ,2014).

3. Goals.

Racanti dan Nicolo mendefinisikan content berdasarkan pemaparan yang diberikan oleh Rakic et al., (2014) perusahaan menggunakan content marketing digital untuk mendukung pelaksanaan beberapa tujuan bisnis, seperti brand awareness, memberikan daya tarik terhadap pelanggan, dan mempertahankan hubungan pelanggan atau loyalitas pelaggan. Tujuan lain dari content marketing fokus kepada penciptaan, penangkapan, pengiriman, kustomisasi dan manajemen konten di seluruh organisasi sehingga memberikan pesan secara konsisten tentang perusahaan dan itu berguna untuk pelanggan.

Rancati dan Niccolo (2014) menyatakan bahwa memungkinkan untuk meringkas metrik content marketing dalam empat kategori utama: consumption, sharing, lead generation and sales metrics. Kategori ini, otonom di satu sisi, namun pada saat yang sama terkait erat satu sama lain, memungkinkan perusahaan untuk mengukur kontribusi dari tiga pilar content marketing untuk penciptaan nilai, mengidentifikasi celah antara hasil yang diperoleh dan direncanakan dan, akibatnya, untuk menerapkan tindakan korektif untuk mencapai tujuan. McPheat (2011: 15) menyatakan faktor-faktor yang harus dimiliki content marketing dalam rangka mengukur kualitas dari konten sebagai berikut:

13 1. Educates

Berarti konten harus memberikan pengetahuan kepada konsumen dengan tujuan konsumen menjadi lebih cerdas. Dengan kata lain konten harus berisi informasi bermanfaat yang bisa menambah wawasan konsumen. 2. Inform

Berarti Informasi yang diberikan oleh konten harus dapat dipahami dan dicerna oleh konsumen. Kualitas informasi juga harus diperhatikan dimana Informasi harus relevan dan sesuai dengan fakta.

3. Entertain

Konten selain mendidik dan memberikan informasi juga bisa digunakan sebagai media hiburan dengan cara membuat konten yang unik. Pada akhirnya ini juga akan menimbulkan kepuasan konsumen terhadap content.

4. Creates Trustworthiness

Esensi dari content marketing pada akhirnya adalah bagaimana membuat kepercayaan konsumen terhadap kredibilitas merek. Konten yang berkualitas akan berperan besar dalam membangun kepercayaan konsumen terhadap merek.

Pentingnya konten digital untuk e-branding berada dalam dinamika lingkungan Internet yang secara signifikan mengubah komunikasi merek (Winer, 2009). Koiso Kanttila (2004) memberikan definisi yang lebih teknis dari konten digital, menjadi "objek berdasarkan-bit didistribusikan melalui saluran

14

elektronik”. Amit dan Zott (2001) menyebut konten untuk "informasi dan barang

yang sedang dipertukarkan ". Definisi ini menciptakan kesan yang jelas hubungan antara konten digital dan produk digital, dan informasi khusus produk digital.

Menurut Smith dan Chaffey (2013) web adalah lingkungan pull marketing dimana perusahaan menarik pelanggan ke situs web merek mereka melalui optimasi mesin pencari dan media sosial. Penyediaan content adalah satu cara yang bisa digunakan. Baru-baru ini, telah ada minat dalam potensi tarik atau masuk pemasaran digital di mana pelanggan dan prospek aktif mencari merek yang menyediakan konten menarik dan berharga yang relevan dengan kebutuhan mereka (Halligan dan Shah, 2010).

Content marketing dianggap sebagai teknik baru untuk menciptakan kesadaran merek, visibilitas dan kredibilitas di media sosial untuk mendorong keterlibatan media sosial, bisa dikatakan bahwa itu termasuk kedalam bidang komunikasi pemasaran. Keterlibatan media sosial terjadi ketika pengguna, antara lain, sering berbagi, menyebutkan, mengomentari, mengklik link untuk membaca. Content marketing merupakan strategi pull dalam branding perusahaan di media sosial dengan berbagi cerita merek yang menarik bagi target audiens. Target audiens dipengaruhi dengan cara yang halus dengan menarik mereka ke konten merek yang berguna, relevan, menarik, gratis, menarik secara visual dan terkait dengan cerita merek untuk menambah nilai kehidupan dari target audiens (Lieb, 2011).

Konten merek juga dioptimalkan untuk meningkatkan peringkat pencarian, misalnya, menggunakan optimalisasi mesin pencarian atau search engine

15 optimization (SEO). Selain itu software berbagai analisis untuk memastikan bagaimana dan kapan konten dikonsumsi, serta di mana dan bagaimana menulis konten dapat ditingkatkan juga diterapkan (Pulizzi, 2010).

Hasil penelitian Rancati dan Niccolo (2014), menunjukkan penggunaan content marketing (CM) di antara perusahaan Italia. Tujuh puluh sembilan persen dari sampel telah diklaim tahu dan menggunakan alat-alat dari CM dalam melaksanakan kegiatan mereka. Dalam menganalisis bagaimana pemasar menilai penggunaan organisasi mereka untuk CM (Tabel 1.2), hasil menunjukkan bahwa responden menganggap CM sangat efektif dalam 33% kasus, efektif dalam 45%, efektif rendah 13% dan sama sekali tidak efektif dalam 9% dari kasus.

Tabel 2.1

Penggunaan dan tingkat efektifitas penggunaan content marketing Use of CM between Italian firm 89%

Rate

Very Effective 33%

Effective 45%

Low Effective 13%

Not at all effective 9%

Sumber Rancati dan Nicolo (2014).

Untuk mencapai tujuan mereka, perusahaan Italia menggunakan rata-rata 14 taktik pemasaran konten seperti konten media sosial (91%), blog (89%), newsletter (88%), artikel di situs perusahaan (87%), video (84%), infografis (82%) atau presentasi online (80%). Khususnya konten pemasar Italia mengutip Twitter (93%), Facebook (90%), LinkedIn (87%), Slideshares (81%) atau Google

16 + (81%) sebagai platform media sosial yang mereka gunakan paling sering untuk mendistribusikan konten.

Penelitian ini akan menggunakan dimensi yang diberikan oleh McPheat (2011: 15). Peneliti akan mengukur content marketing melalui educates, informs, entertains, dan creates trustworthiness. Menggunakan dimensi ini peneliti akan meneliti pengaruh content marketing terhadap brand trust.

2.2 E-WOM

Kotler dan Amstrong (2012:419) mendefinisikan “WOM sebagai

komunikasi personal antara sasaran pembeli dengan tetangga, teman, anggota

keluarga dan pergaulannya mengenai sebuah produk”. Pada intinya WOM adalah segala macam bentuk komunikasi informal yang diarahkan pada konsumen-konsumen lain mengenai kepemilikan, penggunaan atau karakteristik barang-barang tertentu dan juga penjualannya (Steffes dan Burgee, 2008).

Dengan semakin meningkatnya popularitas internet, WOM berkembang dari komunikasi tunggal searah menjadi komunikasi yang bersifat jaringan dan tersebar (Yiling dan Xiaofen, 2009). Internet dan teknologi informasi secara umum tidak hanya menyediakan fasilitas bagi konsumen untuk memberikan pendapatnya tentang produk tetapi juga menjadi alat dan saluran pemasaran bagi perusahaan (Chan dan Ngai, 2011).

Thurau et al., (2004) mengatakan eWOM merupakan pernyataan yang dibuat oleh konsumen aktual, potensial atau konsumen sebelumnya mengenai produk atau perusahaan dimana informasi ini tersedia bagi orang-orang ataupun

17 institusi melalui media internet. Jansen (2009) menyebutkan bahwa meskipun mirip dengan bentuk WOM, eWOM menawarkan berbagai cara untuk bertukar informasi, banyak juga diantaranya secara anonim atau secara rahasia. Hal ini dilakukan untuk memberikan kebebasan geografis dan temporal, apalagi eWOM diantaranya bersifat permanen berupa tulisan. Thurau et al, (2004) mengatakan bahwa bentuk word of mouth yang baru ini telah menjadi faktor penting dalam pembentukan perilaku konsumen. Dengan adanya rekomendasi ataupun review yang diberikan konsumen lain misal dalam sebuah sharing review platform ataupun komunitas niscaya mampu mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusan untuk membeli suatu produk atau jasa.

e-WOM menjadi sebuah “venue” atau sebuah tempat yang sangat penting

untuk konsumen memberikan opininya dan dianggap lebih efektif dibandingkan WOM karena tingkat aksesibilitas dan jangkauannya yang lebih luas daripada WOM tradisional yang bermedia offline (Jalilvand, 2012). Komunikasi eWOM melalui media elektronik mampu membuat konsumen tidak hanya mendapatkan informasi mengenai produk dan jasa terkait dari orang-orang yang mereka kenal, namun juga dari sekelompok orang yang berbeda area geografisnya yang memiliki pengalaman terhadap produk atau jasa yang dimaksud (Christy, 2010).

Terdapat perbedaan antara komunikasi WOM dan eWOM. Perbedaan ini menjadi keunikan dan karakteristik bagi komunikasi eWOM. Karakteristik unik yang dimiliki komunikasi eWOM adalah (Pursiainen, 2010):

1. Komunikasi eWOM terjadi tanpa komunikasi face-to-face. Semua pengalaman personal dan opini-opini disajikan dalam bentuk tulisan

18 sehingga receiver hanya mengetahui opini dan pendapat saja tanpa mengetahui karakteristik komunikator eWOM.

2. Komunikasi eWOM tidak terbatas pada ruang dan waktu. Orang tidak harus terlibat secara langsung untuk dapat memahami suatu informasi karena informasi tersebut dapat diakses dari mana saja dan kapan saja. Karena kemudahan dalam akses, komunikasi eWOM menjadi sumber yang paling disukai konsumen dalam mencari referensi produk yang akan digunakan.

3. Jaringan komunikasi eWOM lebih besar daripada WOM tradisional. Hal ini dikarenakan internet dapat menghubungkan orang tanpa batasan geografis dengan jumlah yang tak terbatas sehingga memiliki kekuatan seperti media massa. Konsumen memiliki banyak kesempatan untuk bertukar informasi melalui komunikasi eWOM.

4. Keakraban individu tidak terlalu penting dalam komunikasi eWOM sehingga mereka tidak perlu mengungkapkan identitas. Konsumen menjadi lebih bebas mengungkapkan opini dan pendapat mengenai produk.

5. Konsumen sulit menentukan kualitas dari rekomendasi produk karena tidak mengenal satu sama lain. Komunikator tidak merasa perlu bertanggung jawab atas rekomendasi yang diberikan karena tidak mengenal satu sama lain. Karena hal tersebut, ada kemungkinan informasi yang diberikan tidak akurat. Namun karena kuantitas komunikasi eWOM

19 tinggi, konsumen dapat menemukan rekomendasi dari berbagai macam sumber sehingga lebih kredibel jika dibandingkan dengan memercayai dari satu sumber saja.

6. Komunikasi eWOM tersaji dalam bentuk tulisan sehingga konsumen dapat mengakses kembali informasi sesuai kebutuhan.

7. Komunitas virtual memberikan pengaruh yang besar. Rekomendasi dapat dibuat secara virtual dan konsumen tidak perlu mengeluarkan biaya. Informasi yang diberikan dapat tersebar secara cepat baik di dalam maupun di luar komunitas virtual. Konsumen dapat berbagi informasi sesuai dengan minat yang dimiiliki sehingga membuat hubungan semakin akrab.

Thurau et al., (2004) dalam penelitiannya yang membahas tentang motivasi konsumen melakukan komunikasi eWOM memberikan delapan factor mengenai eWOM:

1. Platform Assistance

Platform assistance merupakan kepercayaan konsumen terhadap platform yang yang digunakan. Thurau mengoperasionalisasikan perilaku eWOM berdasarkan dua cara, yaitu melalui frekuensi kunjungan konsumen pada opinion platform dan jumlah komentar ditulis oleh konsumen pada opinion platform.

20 2. Concern for others consumers

Concern for other consumers merupakan keinginan tulus memberikan rekomendasi kepada konsumen lain. Konsumen memiliki keinginan untuk membantu konsumen lain terkait dengan keputusan pembelian dan menyelamatkan konsumen dari pengalaman negatif. Komunikasi ini dapat berbentuk komentar positif dan negatif tentang produk.

3. Positive self-enhancement

Extraversion/positive self-enhancement merupakan keinginan konsumen berbagi pengalaman konsumsi mereka untuk meningkatkan citra diri sebagai pembeli yang cerdas. Dalam konteks website, konsumen yang berkontribusi dianggap lebih ahli oleh konsumen lain dalam aktivitas konsumsi produk tersebut.

4. Advice seeking

Advice seeking merupakan keinginan mencari saran dan rekomendasi dari konsumen lain. Dalam konteks berbasis web opinion platform, konsumsi terjadi ketika individu membaca ulasan produk dan komentar yang ditulis konsumen lain, yang juga dapat memotivasi konsumen untuk menulis komentar. Secara spesifik, perusahaan berharap konsumen dapat mengartikan komentar yang beredar, menjelaskan pengalaman dalam menggunakan produk serta melakukan penyelesaian masalah bersama konsumen yang lain. Motif melakukannya adalah untuk mendapatkan

21 pemahaman lebih lanjut bagaimana memahami, menggunakan, mengoperasikan, memodifikasi, dan memperbaiki produk.

5. Venting negative feelings

Venting negative feelings merupakan keinginan mengungkapkan ketidakpuasan konsumen terhadap produk atau perusahaan. Upaya ini dilakukan dalam bentuk eWOM negatif, yaitu jika pelanggan mengalami hal yang tidak menyenangkan atau negatif bagi mereka. Berbagi pengalaman konsumsi negatif melalui publikasi komentar online dapat membantu konsumen untuk mengurangi ketidakpuasan terkait dengan emosi negatif mereka. Komunikasi eWOM dilakukan untuk mencegah orang lain mendapat pengalaman yang sama seperti yang pernah mereka alami.

6. Social benefits

Social benefits merupakan keinginan berbagi informasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Konsumen dapat menulis komentar pada opinion platform, yang menandakan partisipasi mereka dalam komunitas virtual. Dengan partisipasi tersebut, konsumen merasa akan mendapatkan manfaat atau keuntungan sosial jika bergabung dalam komunitas virtual. 7. Economic incentives

Economic incentives merupakan keinginan memperoleh insentif dari perusahaan. Manfaat ekonomi telah ditunjuk sebagai pendorong penting

22 dari perilaku manusia secara umum dan dianggap oleh penerima sebagai tanda penghargaan terhadap perilaku komunikasi eWOM.

8. Helping the company

Helping the company merupakan keinginan konsumen membantu perusahaan. Motif ini muncul hasil dari kepuasan konsumen terhadap produk dan memunculkan keinginan untuk membantu perusahaan yang

bersangkutan. Konsumen ingin memberikan “sesuatu sebagai imbalan”

kepada perusahaan dengan menceritakan pengalaman baiknya melalui komunikasi eWOM. Konsumen berharap dengan adanya komunikasi eWOM ini perusahaan akan menjadi atau semakin sukses.

Konsep dari Thurau et al., (2004) digunakan penulis untuk memetakan indikator yang memengaruhi motivasi konsumen melakukan komunikasi eWOM melalui media sosial. Media sosial memberikan fasilitas yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Pengguna dapat memperbarui profil, memberikan komentar pada foto atau posts orang lain, menulis pesan di profil orang lain, dan mengobrol melalui instant messaging. Kemudahan akses untuk berinteraksi dengan orang lain menjadi keunggulan dari media sosial. Sehingga pada penelitian ini penyebaran eWOM melalui media sosial akan menjadi fokus yang akan peneliti gunakan.

2.3 Merek

Sebuah merek dapat didefinisikan sebagai "nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari mereka yang dimaksudkan untuk

23 mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari para pesaing" (Kotler 1991). Merek ada sebagai pembeda antara produk yang satu dengan yang lain, dan untuk menjamin kualitas tertentu. Seiring kemajuan jaman, merek berkembang pesat ketika jarak antara produsen dan konsumen semakin jauh, sehingga penggunaan merek ditujukan sebagai cara komunikasi antara produsen dan konsumen (Nilson,1998).

Keller (2003) memaparkan perbedaan antara merek dan produk. Produk adalah sesuatu yang dihasilkan oleh produsen sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Merek adalah bagian dari produk namun tidak semua produk memiliki merek. Sebuah produk yang memiliki strategi pemasaran dengan mengedepankan merek akan mampu memberikan tangible benefit dan intangible benefit untuk konsumennya. Hubungan merek dan produk adalah sebagai berikut :

1. Produk merupakan komoditi diperjual belikan 2. Merek menggambarkan spesifikasi pelanggannya

Customer belajar tentang merek melalui pengalaman masa lampau dengan produk dan program pemasarannya. Saat ini, merek bukan hanya sekedar nama namun merek merupakan asset, keunggulan, dan strategi differensiasi yang dimiliki oleh perusahaan. Ketika customer menjadi lebih sibuk dan memiliki sedikit waktu luang, kemampuan merek dapat menyederhanakan mereka dalam pengambilan keputusan dan mengurangi risiko menjadi tidak bernilai karena merek juga melambangkan mutu dari produk. Merek juga mewakili janji yang produsen berikan kepada customer. Selanjutnya Doostar et al, (2012) mengatakan

24 bahwa merek adalah alat penting yang membantu perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif berkelanjutan.

Merek dapat menjadi senjata bagi retailer dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Merek yang kuat dapat meningkatkan ekuitas yang melekat pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan sehingga menimbulkan citra positif pada gerai (Beristain dan Zorrila, 2011). Menurut Khasawneh dan Hasouneh (2010) customer menyadari pentingnya peran merek dalam proses pengambilan keputusan mereka. Kebanyakan customer memilih barang-barang yang bermerek kuat karena menganggap bahwa barang-barang tersebut lebih berkualitas daripada produk non branded atau bermerek lemah.

Preferensi merek juga merupakan simbol status yang melambangkan prestis. Nepallia (2011) mengelola merek agar memiliki makna yang berarti dibenak customer bukanlah hal yang mudah. Jika retailer mampu mengelola merek secara efektif, maka merek yang dilekatkan pada produk tersebut akan dipandang berkualitas oleh customer. Retailer menganggap merek sebagai janji kepada customer bahwa produk yang ditawarkan merupakan produk yang baik. Del Rio et al., (2001) menjelaskan bahwa pelanggan akan mengakui keberadaan merek dari suatu produk apabila merek tersebut mengandung jaminan dan status sosial.

Ayanwale et al., (2005) menyatakan bahwa peningkatan merek dapat dilakukan melalui promosi. Iklan televisi adalah media yang paling popular dalam melakukan promosi untuk menanamkan merek pada customer dan meningkatkan porsi pasar. Merek yang sukses adalah produk atau jasa yang dijalankan dengan

25 membuat perencanaan seksama, komitmen jangka panjang yang kuat dan pemasaran yang dijalankan dan dirancang secara kreatif. Merek yang kuat akan menghasilkan loyalitas yang tinggi dari customer.

Setiap produk memiliki merek tersendiri sebagai identitas namun merek-merek tersebut terbagi menjadi beberapa jenis. Adapun jenis-jenis dari merek-merek menurut Griffin dan Ebert (2006) meliputi;

1. Merek Nasional

Merek nasional diproduksi dan didistribusikan secara luas oleh produsen dan membawa nama produsen. Merek-merek ini sering kali dikenal luas oleh konsumen karena promosi iklan secara nasional, dan oleh karena itu merupakan asset yang bernilai. Biaya untuk mengembangkan citra dari merek nasional cukup tinggi sehingga beberapa perusahaan menggunakan merek nasional untuk beberapa produk.

2. Merek Lisensi

Saat ini perusahaan semakin umum dalam menjual hak-haknya (merek) untuk digunakan pada produk-produk tertentu. Merek lisensi merupakan produk bermerek yang hak namanya telah dibeli penjual dari organisasi tertentu atau perseorangan. Pemasar akan menjual merek mereka karena merek yang mereka miliki menarik dimata public dan status yang pembeli harapkan melekat pada merek.

26 3. Merek Pribadi (Private Label)

Retailer atau eceran mengembangkan suatu nama merek dan kemudian para produsen menempatkan nama tersebut ke dalam produknya, produk yang dihasilkan tersebut disebut merek pribadi atau private label. Value plus merupakan salah satu merek pribadi yang dimiliki oleh Hypermart. Kotler dan Keller (2006) menjelaskan bahwa dalam memilih merek haruslah menggunakan unsur yang tepat. Unsur merek dapat membangun sebanyak mungkin ekuitas merek. Adapun enam kriteria dalam memilih unsur merek meliputi:

1. Dapat diingat

Merek harus dapat dengan mudah untuk diingat oleh customer dengan memberikan nama yang singkat dan jelas.

2. Bermakna

Merek harus dapat memberikan unsur untuk dapat dipercaya terhadap kategori yang ditawarkan.

3. Disukai

Merek yang baik adalah merek yang dapat mengandung unsur estetis dibenak customer. Merek disukai secara inheren, visual, verbal, dan lain-lain.

4. Dapat diubah

Unsur merek harus dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama ataupun berbeda.

Dokumen terkait