• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Produk Cookies Terpilih

2. Cookies dengan Penambahan ISP (Isolate Soy Protein)

Cookies terpilih dari uji organoleptik tiga tahap ternyata tidak memiliki kandungan protein yang sesuai dengan target protein 20% AKG atau 13.4 gram per 100 gram bahan. Oleh karena itu, pada formulasi cookies dibutuhkan penambahan Isolate Soy Protein (ISP) untuk meningkatkan kadar proteinnya.

Jumlah ISP (Isolate Soy Protein) yang ditambahkan berdasarkan basis 100% tepung adalah sebesar 10%. Jumlah yang ditambahkan ini berdasarkan kadar protein dari ISP (Isolate Soy Protein) sehingga kadar protein cookies memenuhi kebutuhan 20% AKG ibu hamil, yaitu sebesar 13.4 gram per 100 gram bahan. ISP (Isolate Soy Protein) dipilih untuk meningkatkan kadar protein cookies karena ISP (Isolate Soy Protein) memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (sekitar 90%) dibandingkan konsentrat protein kedelai dan susu skim. Selain itu, ISP (Isolate Soy Protein) dapat meningkatkan rendemen karena daya serap airnya yang cukup tinggi serta dapat memperbaiki penampakan dan tekstur produk bakery seperti roti dan biskuit (Koswara, 1995). Tabel 18 menunjukkan formulasi produk cookies terpilih dengan penambahan Isolate Soy Protein.

9 11 10 0 2 4 6 8 10 12 Ju m lah Pan el is

Jumlah Konsumsi Cookies per hari

57 Tabel 18. Formula Cookies Terpilih dengan Penambahan ISP (Isolate

Soy Protein)

Keterangan: *) = basis 100% tepung

Penambahan Isolate Soy Protein (ISP) dalam formulasi cookies menyebabkan perubahan waktu pemanggangan. Hal ini menyebabkan diperlukan adanya verifikasi proses pemanggangan. Proses pemanggangan produk cookies terpilih dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) tetap dilakukan pada suhu 160oC dan berdasarkan trial error yang dilakukan didapatkan waktu pemanggangan selama 16 menit. Gambar 21 menunjukkan cookies terpilih dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein).

Gambar 21. Cookies Terpilih dengan Penambahan ISP (Isolate Soy Protein) sebesar 10% basis tepung

Produk cookies dengan penambahan Isolate Soy Protein ini kemudian diuji secara organoleptik. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik untuk melihat tingkat penerimaan produk cookies dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) dibandingkan dengan produk cookies terpilih tanpa

Bahan Jumlah (%)

Tepung Beras 78

Tepung Kacang Hijau 22

Isolate Soy Protein*) 10

Margarin*) 50 Gula Halus*) 35 Garam*) 0.25 Baking powder*) 0.2 Bubuk Vanili*) 0.2 Tablet Multivitamin-Multimineral*) 0.136 Air*) 25

58 penambahan ISP (Isolate Soy Protein) apakah berbeda secara nyata atau tidak pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji rating kedua cookies baik dengan penambahan ISP maupun tanpa penambahan ISP dapat dilihat pada Gambar 22.

Keterangan: Sampel A (tanpa penambahan Isolate Soy Protein) Sampel B (dengan penambahan Isolate Soy Protein) Skor 1 = sangat tidak renyah

2 = tidak renyah 3 = agak renyah 4 = renyah 5 = sangat renyah

Gambar 22. Hasil Uji Rating Hedonik Produk Cookies Terpilih

Pengolahan data uji rating hedonik dilakukan dengan menggunakan uji t yang terdapat pada Microsoft Excel. Hasil uji t menunjukkan P(T<=t) two- tail sebesar 0.0937 lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa kesukaan panelis terhadap kedua sampel tidak berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal ini membuktikan bahwa penambahan ISP (Isolate Soy Protein) tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap produk cookies.

Produk cookies dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) kemudian dianalisis proksimat, daya cerna proteinnya, tekstur dengan Texture Analyzer dan nilai

a

w-nya dengan menggunakan

a

w meter. Hasil analisis cookies dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) dapat dilihat pada Tabel 19.

a a a a 3.7 3.9 0 1 2 3 4 5 S k or Pe n er im aan Sampel B A

59 Tabel 19.Hasil Analisis Cookies dengan Penambahan Isolate Soy Protein

Analisis Satuan Jumlah

Kadar air % b/b 4.00

Kadar abu % b/b 1.55

Kadar protein % b/b 10.72

Kadar lemak % b/b 22.92

Kadar karbohidrat (by difference) % 60.81

Daya cerna protein apparent % 77.42

Kerenyahan gf 400.5

aw

- 0.443

Kadar air merupakan salah satu faktor kritis yang menentukan penerimaan produk karena mempengaruhi rupa, tekstur, dan umur simpan produk tersebut. Semakin tinggi kadar air maka tekstur produk semakin tidak renyah begitu pula sebaliknya. Hasil analisis proksimat produk cookies terpilih dengan penambahan Isolate Soy Protein menunjukkan kadar air cookies sebesar 4.00% basis basah atau 4.16% basis kering. Kadar air produk cookies campuran tepung kacang hijau dan beras ini sesuai dengan persyaratan SNI 01- 2973-1992 dimana kadar air maksimal cookies sebesar 5% basis basah.

Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung di dalam bahan tersebut. Kadar abu cookies yang dihasilkan sebesar 1.55% basis basah atau 1.61% basis kering dimana kadar abu maksimal cookies menurut persyaratan SNI 01-2973-1992 tentang biskuit adalah sebesar 1.5% basis basah. Kadar abu cookies yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dibandingkan persyaratan SNI, hal ini dikarenakan adanya fortifikasi kaplet multimineral pada produk cookies ini.

Kadar protein cookies hasil analisis proksimat adalah 10.72% basis basah atau 11.16% basis kering. Nilain ini sesuai dengan persyaratan SNI biskuit yaitu kadar protein minimum cookies sebesar 9% basis basah. Kadar protein ini merupakan target dasar dalam pembuatan cookies ini dimana formulasi cookies memang dibuat untuk memenuhi target protein yang ditentukan serta untuk menentukan takaran saji cookies per orang per harinya.

Hasil analisis proksimat juga menunjukkan bahwa kadar lemak cookies adalah 22.92% basis basah atau 23.87% basis kering. Nilai ini sesuai dengan persyaratan SNI biskuit dimana kadar lemak cookies minimum bernilai 9.5%

60 basis basah. Kadar lemak cookies yang cukup tinggi ini mempengaruhi tekstur yang dihasilkan terutama kerenyahannya, namun kadar lemak yang tinggi ini juga dapat menyebabkan umur simpan cookies menjadi semakin pendek akibat oksidasi lemak sehingga kemasan cookies perlu diperhatikan untuk mencegah oksidasi lemak tersebut.

Kadar karbohidrat cookies ditentukan secara by difference dan hasilnya adalah 60.81%. Nilai karbohidrat ini tidak sesuai dengan SNI biskuit yang mensyaratkan kadar karbohidrat minimum cookies sebesar 70%. Kadar karbohidrat yang lebih rendah ini dikarenakan tingginya komponen lainnya seperti protein dan lemak. Berdasarkan hasil analisis proksimat maka didapatkan nilai energi per 100 gram cookies sebesar 492.4 kkal atau sebesar 49.24 kkal per cookies. Nilai energi cookies ini sesuai dengan nilai yang disyaratkan dalam SNI biskuit, yaitu sebesar 400 kkal/100 gram.

Analisis kimia lainnya yang juga dilakukan adalah daya cerna protein. Metode daya cerna protein yang digunakan menggunakan dua jenis enzim, yaitu enzim pepsin dan pankreatin. Metode dengan kedua enzim tersebut dipilih karena kedua enzim tersebut menggambarkann proses pencernaan protein di dalam lambung dan di usus halus. Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga sebaliknya. Hasil daya cerna protein cookies terpilih dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) adalah sebesar 77.42%. Menurut penelitian yang dilakukan Abdel-Aal (2008), daya cerna in vitro cookies yang terbuat dari tepung terigu sebesar 82% bila dibandingkan dengan cookies campuran tepung kacang hijau dan beras ini nilainyalebih rendah namun tidak terlalu berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa daya cerna protein cookies campuran tepung kacang hijau dan beras ini cukup tinggi.

Daya cerna cookies lebih rendah dibandingkan daya cerna bahan-bahan penyusunnya dimana daya cerna protein kacang hijau adalah 81% (Bressani et al, 1982), tepung beras sosoh sebesar 88%, dan ISP (Isolate Soy Protein) sebesar 95% (FAO, 1995). Penurunan daya cerna protein cookies dibandingkan daya cerna bahan utamanya disebabkan karena proses pemanggangan dalam pembuatan cookies yang menyebabkan reaksi Maillard.

61 Reaksi Maillard adalah reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino yang membentuk glikosamin melalui reaksi basa Schiff’s. Glikosamin selanjutnya mengalami Amadori rearrangement sehingga menghasilkan turunan amadori. Pembentukan komponen amadori ini menyebabkan perubahan nilai gizi, namun belum menyebabkan perubahan warna sehingga penampakan produk masih sepeti produk mula-mula. Tahap terakhir adalah terbentuknya komponen heterosiklik seperti pyrazines dan pyroles serta polimerisasi beberapa produk reaksi yang membentuk pigmen coklat melanoidin (Arpah, 2001).

Penurunan gizi yang terjadi pada tahap kedua reaksi Maillard terjadi karena komplek gula-protein yang terbentuk tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan sehingga daya cerna bahan setelah mengalami reaksi Maillard menjadi lebih rendah. Karena reaksi Maillard melibatkan gugs amino dari kandungan protein bahan, maka kandungan asam amino bahan pangan tersebut menjadi berkurang. Lisin merupakan asam amino yang paling aktifi bereaksi dengan gula pereduksi sehingga kandungan pada bahan yang mengalami reaksi Maillard menurun. Asam-asam amino lainnya seperti arginin, histidin, triptofan dan metionin juga menurun karena adanya reaksi dengan senyawa antara seperti aldehid. Hasil analisis kimia cookies dapat dilihat pada Lampiran 27.

Takaran saji ditentukan berdasarkan kadar protein basis kering, daya cerna protein cookies, dan hasil pengisian kuesioner. Target protein cookies berbasis kacang hijau dan tepung beras adalah 13.4 gram per 100 gram atau 20% AKG ibu hamil sehingga untuk memenuhi target AKG tersebut ibu hamil harus mengkonsumsi 16 buah cookies per hari.

Cookies terpilih yang telah ditambah ISP (Isolate Soy Protein) ini juga dianalisis secara fisik, yaitu tekstur (tingkat kerenyahan) dan aktivitas air (aw). Tekstur pangan merupakan sifat fisik bahan pangan yang bervariasi dalam bentuk, ukuran dan respon bila dikenakan suatu gaya. Tekstur pangan dapat diukur secara subyektif maupun obyektif. Parameter yang biasanya diukur untuk produk biskuit dan cookies adalah brittleness (kerapuhan atau kerenyahan). Analisis tekstur menggunakan alat Texture Analyzer memberikan nilai mean peak force (+) sebesar 400.5 gf. Nilai ini mengindikasikan bahwa cookies terpilih yang telah ditambah Isolate Soy Protein memiliki kerenyahan

62 yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerenyahan cookies tanpa penambahan ISP (Isolate Soy Protein) dimana kerenyahan cookies tanpa penambahan ISP sebesar 151.8 gf. Hal ini membuktikan bahwa Isolate Soy Protein (ISP) dapat memperbaiki tekstur dari cookies yang dihasilkan.

Kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan aktivitas air (aw), yaitu jumlah air bebas yang dapat dipergunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Nilai aktivitas air (aw) dari cookies yang telah ditambahkan ISP (Isolate Soy Protein) adalah 0.443 pada suhu 31.2oC. Menurut Hariyadi et al (2006) produk kering (aw < 0,6) akan memiliki umur simpan yang lama dibandingkan dengan pangan semi basah IMF (aw = 0,5-0,85) karena penghambatan metabolisme mikroba. Berbagai mikroorganisme memiliki

aw

minimum agar dapat tumbuh, misalnya bakteri

aw

0.90, khamir

aw

0.80-0.90, dan

aw kapang 0.60-0.70. Rendahnya nilai aw dari

cookies campuran tepung kacang hijau dan beras ini tidak memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme. Hasil analisis fisik dapat dilihat pada Lampiran 28.

Selain analisis fisik dan kimia juga dibutuhkan analisis biaya untuk mengetahui biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi cookies dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein). Biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi cookies berbasis kacang hijau dan tepung beras dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) adalah sebesar Rp. 4.995,20/takaran saji. Perhitungan biaya produksi cookies dapat dilihat pada Lampiran 29.

63 V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Cookies merupakan jenis pangan tambahan yang sering dikonsumsi oleh berbagai kalangan sehingga cookies sangat cocok dijadikan pangan tambahan kaya protein untuk mengatasi masalah gizi ibu hamil di Indonesia. Bahan dasar cookies yang dibuat untuk pangan tambahan ibu hamil menggunakan tepung kacang hijau dan tepung beras yang nantinya dapat diaplikasikan pada industri pangan. Rendemen tepung kacang hijau sangrai yang dihasilkan sebesar 62.78% berdasarkan berat kacang hijau kulit.

Formula cookies dibuat dengan metode komplementasi protein dimana formula cookies terpilih dengan perbandingan tepung kacang hijau dan tepung beras sebesar 22:78, penambahan gula dan margarin masing- masing sebesar 35% dan 50% basis 100% tepung serta penambahan ISP (Isolate Soy Protein) sebesar 10% basis 100% tepung.

Cookies terpilih kemudian dievaluasi mutunya secara kimia dan fisik. Analisis kimia menunjukkan bahwa cookies terpilih dengan penambahan ISP (Isolate Soy Protein) memiliki kadar air sebesar 4.16% bk, kadar abu sebesar 1.61% bk, kadar protein sebesar 11.16% bk, kadar lemak sebesar 23.87% bk, kadar karbohidrat sebesar 60.81%, dan daya cerna protein sebesar 77.42%. Analisis fisik cookies tersebut menunjukkan nilai kerenyahan sebesar 400.5 gf dengan nilai aw sebesar 0.443 pada suhu 31.2oC. Berdasarkan kadar protein cookies maka takaran saji per orang per hari adalah 16 buah cookies dan biaya per takaran saji cookies adalah Rp. 4.995,20.

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah mempelajari umur simpan cookies campuran tepung kacang hijau dan beras karena tingginya kandungan lemak cookies serta perlu dilakukannya uji daya cerna protein secara in vivo kepada tikus atau manusia khususnya ibu hamil untuk

64 melihat kualitas protein dari cookies campuran tepung kacang hijau dan tepung beras ini terhadap status kesehatan ibu hamil.

Selain itu penelitian selanjutnya juga dianjurkan untuk melakukan proses scale up produksi cookies ibu hamil dari campuran tepung kacang hijau dan tepung beras ini beserta bussiness plan (perencanaan bisnis) untuk mendirikan industri yang memproduksi cookies tersebut sehingga pada akhirnya formula cookies ini dapat diaplikasikan dalam skala industri.

SKRIPSI

EVALUASI MUTU COOKIES CAMPURAN TEPUNG KACANG HIJAU

Dokumen terkait