• Tidak ada hasil yang ditemukan

Corak dan Karakteristik Tafsir Sufi

BAB II TINJAUAN TEORETIS

E. Tafsir Sufi ( Isy±r³ )

3. Corak dan Karakteristik Tafsir Sufi

Alquran tidak henti-hentinya menjadi objek kajian tafsir (interpretasi) karena ia diyakini sebagai kitab suci yang akan memberi petunjuk yakni hudan,

bayyinah, dan furq±n. Hal ini dapat dilihat pada QS al-Baqarah/2: 165.

























Terjemahnya:

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).136

Ayat di atas menunjukkan bahwa Alquran menjadi pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam. Relevansi ini terlihat pada petunjuk yang diperoleh manusia dari Alquran dalam berbagai aspek kehidupannya, sebagaimana pada QS al-Isr±’/17: 9.



































Terjemahnya:

Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar137

Sehubungan dengan itu, para mufasir senantiasa berupaya melakukan penafsiran untuk mencari dan menemukan makna-makna yang terkandung di

136Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 31.

98

dalamnya berdasarkan keahliannya dan kecenderungan masing-masing. M. Quraish Shihab sebagai salah seorang mufasir Indonesia telah mengutip pendapat mufasir terkemuka seperti Mu¥ammad Arkon, Mu¥ammad ‘Abduh dan ‘Abdull±h Darr±s tentang Alquran yang memiliki potensi untuk ditafsirkan dari berbagai sudut pandang.

Mu¥ammad Arkon misalnya, seorang pemikir al-Jazair kontemporer, menulis bahwa “Alquran memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas, senantiasa terbuka untuk penafsiran baru (reinterpretasi), tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.138

Dengan demikian, tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan kandungan ayat mengalami perkembangan yang cukup bervariasi. Misalnya, corak penafsiran Alquran adalah suatu hal yang tak dapat dihindari. M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa corak penafsiran yang dikenal selama ini adalah corak sastra bahasa, corak filsafat dan teologi, corak penafsiran ilmiah, corak fikih atau hukum, dan corak tasawuf.

Bermula pada masa Syeikh Mu¥ammad ‘Abduh (1849-1905), corak-corak tersebut mulai berkembang dan perhatian banyak tertuju kepada corak-corak sastra budaya kemasyarakatan. Corak tafsir ini menjelaskan petunjuk ayat-ayat Alquran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar. Ahmad As. sebagaimana dikutip M. Quraish

138M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

99

Shihab bahwa secara umum pendekatan yang sering dipakai oleh para mufasir adalah pendekatan bahasa, konteks antara kata dan ayat, dan sifat penemuan ilmiah.139

Selain itu, paradigma beragama diyakini sangat mempengaruhi pola penafsiran seorang penafsir. Ahli fikih, teolog, filosof, ahli sastra, demikian pula kalangan sufi memiliki kecenderungan menafsirkan Alquran berdasarkan perspektif keilmuwan masing-masing. Darr±z mengungkapkan bahwa Alquran itu bagaikan batu permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Setiap cahaya yang dipantulkan itu tidak sama kesannya pada masing-masing sisi, tergantung pada sudut pandang orang yang melihatnya.140

Atas dasar inilah penafsiran Alquran melahirkan berbagai corak yang disebabkan oleh perbedaan kecenderungan, interes, motivasi mufasir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan ke dalaman dan ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa, lingkungan serta perbedaan situasi dan kondisi. Kesemuanya menimbulkan berbagai corak penafsiran yang terus berkembang melahirkan bermacam-macam metode yang berbeda-beda pula.

Kaum sufi misalnya, memiliki cara pandang yang khas dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran. Dalam khazanah penafsiran perspektif sufi, akan ditemukan sejumlah penjelajahan, pengembaraan, serta pergulatan kejiwaan yang amat

139Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 73.

140M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 72. Bandingkan dengan Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Alquran, h. 386-389.

100

dalam, sehingga dalam tafsir sufi akan banyak bergulat dengan dimensi esoteric

yang tersembunyi di balik makna harfiyah ayat. Aktivitas penafsiran kaum sufi pada dasarnya adalah pencarian isyarat-isyarat yang tersimpan di balik teks suci Alquran. Karena itulah tafsir sufi juga sering disebut dengan tafsir isyârî.141

Secara umum, dapat dipahami bahwa ciri khas tafsir sufi dalam mendekati Alquran adalah pada sisi penggunaan intuisi atau irf±n³. Dalam konteks pemikiran kaum sufi, intuisi memiliki makna yang lebih dalam, karena berada dalam ranah spiritual-ketuhanan. Intuisi kaum sufi bukan sekedar bisikan atau gerak hati yang murni bersifat manusiawi, namun di sana terdapat pancaran Ilahiyah yang hadir melalui penyingkapan (muk±syafah).142

Model inilah yang membawa dampak dalam penafsiran Alquran yang melahirkan dua model penafsiran sufistik yang dikenal dengan tafsir sufi al-isy±r³ dan tafsir sufi

na§ar³ .

Ma¥m­d Basy­n³ Faudah, menyebutkan bahwa corak tafsir sufistik terbagi dua dengan istilah tafsir sufi al-isy±r³ (‘amal³) dan tafsir sufi na§ar³

(teoretis),143

sebagai berikut: a. Tafsir sufi al-isy±r³ ((‘amal³)

Tafsir sufi al-isy±r³ adalah penafsiran ayat-ayat Alquran yang berbeda dari makna zahir ayat-ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat rahasia yang hanya

141Lihat http://hansmart.blog.friendster.com/2008/mengenal-tafsir-sufi diakses Mei/2013

142M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat, h. 72.

143Ma¥m­d Basy­n³ Faudah, al-Tafs³r wa Man±hijuh­ f³ ¬aui al-Ma©±hib al-Isl±miyah, h.

101

diketahui oleh seorang sufi dalam menemukan rahasia-rahasia Alquran. Dasar penafsiran dari tafsir sufi al-isy±r³ adalah "bahwa Alquran mencakup apa yang zahir dan batin, makna zahir dari Alquran adalah teks ayatnya, sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat di balik makna zahir.144

Dalam tafsir ini, seorang mufasir akan melihat makna lain, selain makna zahir yang terkandung dalam ayat Alquran, akan tetapi makna itu tidak tampak oleh setiap orang kecuali orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah swt. dan diterangkan mata hatinya. Namun demikian, tafsir sufi al-isy±r³ ini mendapat respon lebih besar dari tafsir sufi na§ar³, sehingga dirumuskanlah persyaratan sebagai tafsir yang dapat diterima sebagaimana telah dijelaskan terdahulu.

a. Tafsir sufi na§ar³

Tafsir sufi na§ar³ adalah tafsir yang dibangun untuk mempromosikan dan memperkuat teori-teori mistik dengan menggeser tujuan Alquran kepada tujuan target mistis mufasir. Al-ªahab³ mengatakan bahwa tafsir sufi na§ar³ dalam prakteknya adalah pensyarahan Alquran yang tidak memperhatikan segi bahasa serta apa yang dimaksudkan oleh syara'. Ulama yang dianggap kompeten dalam tafsir na§ar³ adalah Mu¥y³ al-¬³n Ibn ‘Arab³, seorang sufi yang dikenal dengan paham wi¥dah al-wuj­d. Penafsirannya selalu dipengaruhi oleh faham wi¥dah al-wuj­d yang merupakan teori atau paham terpenting dalam tasawufnya dan seolah-olah penafsirannya dijadikan legitimasi atas pahamnya.145

144Ma¥m­d Basy­n³ Faudah, al-Tafs³r wa Man±hijuh­ f³ ¬aui al-Ma©±hib al-Isl±miyah, h.

249- 250.

145Ma¥m­d Basy­n³ Faudah, al-Tafs³r wa Man±hijuh­ f³ ¬aui al-Ma©±hib al-Isl±miyah, h.

249- 250. Bandingkan dengan Seyyed ¦ossein Na¡r, The Garden of Trutsh: The Vision and

Promise of Sufism, Islam’s Mystical Traditional, terj. Yuliani Liputo, The Garden of Trutsh: Mereguk Sari Tasawuf (Cet. I; Bandung: Mizan Pustaka, 2010), h. 258-259.

102

Ciri dari tafsir na§ar³ yaitu; pertama, penafsiran ayat Alquran dalam tafsir

na§ar³ sangat dipenuhi oleh filsafat. Kedua, hal-hal yang gaib dibawa ke dalam sesuatu yang nyata atau tampak atau dengan perkataan lain yang mengkiaskan gaib ke yang nyata. Ketiga, terkadang tidak memperhatikan kaidah-kaidah nahwu dan hanya menafsirkan apa yang sejalan dengan ruh jiwa sang penafsir.

Corak tafsir sufi yang mempunyai karakteristik khusus, berorientasi pada pendekatan diri kepada Allah swt. dan pemahaman wujud Tuhan atau bahkan penyatuan diri dengan-Nya. Hal ini tidak lepas dari epistemologi yang dipakai, yaitu epistemologi ‘irf±ni yang dalam cara kerja epistimologi ini adalah adanya konsep zahir dan batin. Mereka melihat Alquran sebagai makhluk yang punya dimensi zahir dan batin, zahir dari Alquran adalah teks Alquran sendiri, sedangkan yang batin adalah apa yang ada di balik teks.

Corak tafsir sufi yang lahir sebagai bias dari timbulnya gerakan-gerakan sufisme tentu saja mempunyai ciri khusus atau karakter yang membedakannya dari tafsir lainnya. Ada dua gagasan inti (core ideas) yang membangun karakter penafsiran mereka:

a) Mereka berargumen bahwa sebagaimana halnya orang bernajis secara ritual yang tidak diperkenankan menyentuh (mu¡¥af) Alquran, maka orang yang tidak memiliki kesucian hati pun tidak akan bisa menerima pesan Alquran. Dengan bahasa lain, hanya orang-orang yang telah mencapai ma’r³fat

(gnosis) saja yang mampu menangkap pesan-pesan tersembunyi Alquran. b) Mereka tidak berhenti pada pengertian literal atas teks dan tidak pula

menolaknya, namun mereka melangkah lebih jauh dengan berkonsentrasi menggali dan menguak makna-makna batiniah (the inner meanings) teks.146

103

Sekalipun kriteria di atas sering menjadi pedoman dalam memahami tafsir sufi, namun tidak semua pengkaji sufi sependapat dengan kriteria tersebut. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa tafsir sufi juga memiliki banyak corak kekhasan sesuai dengan paradigma berpikir masing-masing tokohnya. Namun, hal paling mendasar adalah bagaimana kita memaknai kekayaan tafsir sufistik sebagai upaya mulia para sufi untuk mendekati makna hakiki di balik ayat-ayat Alquran yang sarat dengan hikmah dan petunjuk bagi kehidupan manusia.

Dengan demikian, tafsir sufi na§ar³ adalah penafsiran Alquran yang tidak memperhatikan aspek bahasa serta apa yang dimaksudkan oleh syara’. Sedangkan tafsir sufi al-isy±r³ adalah pentakwilan ayat-ayat Alquran yang berbeda dengan makna zahirnya sesuai dengan petunjuk khusus yang diterima para tokoh sufisme, tetapi di antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan.

Dokumen terkait