• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Lahirnya Tafsir Sufi

BAB II TINJAUAN TEORETIS

E. Tafsir Sufi ( Isy±r³ )

2. Sejarah Lahirnya Tafsir Sufi

Menelisik sejarah kemunculan tafsir sufistik tentunya harus dimulai dari mengkaji munculnya gerakan tasawuf dalam dunia Islam, sebagai penemu ide-ide tasawuf dalam Alquran kemudian dituangkan menjadi sebuah produk tafsir. Menurut Abdul Mustaqim dalam bukunya “Maz±hib al-Tafs³r" dijelaskan bahwa berkembangnya sufisme dalam dunia Islam di tandai dengan praktik-praktik asketisme dan eskapisme yang dilakukan oleh generasi awal Islam semenjak munculnya konflik politis sepeninggal Nabi.127

Gerakan tasawuf berjalan secara gradual, ia muncul dari sikap zuhud yang berusaha melepaskan diri dari kehidupan duniawi. Selanjutnya berjalan melalui pemikiran-pemikiran emanasi ketuhanan yang sangat populer dalam aliran Neo Platonisme yang juga merupakan salah satu sumber pengetahuan bagi para sufi, lantas sampai pada perasaan yang naik ke atas dan berujung pada perasaan rindu kepada Allah swt. dan cinta yang sangat mendalam kepada Allah.128 Pada dasarnya cikal bakal aliran tasawuf adalah gerakan hidup zuhud,

sehingga jauh sebelum orang sufi lahir, telah ada orang yang mengamalkan gerakan hidup zuhud dan secara tekun mengamalkan ajaran-ajaran batin Islam, kemudian dikenal dengan ajaran tasawuf.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Mu¥ammad saw. berasal dari kata "beranda" (suffa),

127‘Abd al-Mustaq³m, Maz±hib al-Tafs³r; Peta Metodologi Penafsiran Alquran Periode

Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Nun Pustaka, 2003), h. 84.

94

dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan di atas. Huzaifah bin al-Yam±n³, salah seorang sahabat Nabi yang dianggap pertama kali menyampaikan ilmu-ilmu yang kemudian dikenal dengan “tasawuf”.129

Menurut catatan sejarah, Huzaifah bin al-Yam±n³ pertama-tama mendirikan madrasah tasawuf, tetapi pada masa itu belumlah terkenal dengan nama tasawuf. Imam sufi yang pertama dikenal dalam sejarah Islam yaitu ¦asan al-Ba¡r³ seorang ulama besar tabi’³n, murid pertama Huzaifah bin al-Yam±n³ dan adalah keluaran dari madrasah yang pernah didirikannya.130

Dengan demikian, tasawuf berkembang dimulai dari madrasah Huzaifah bin al-Yam±n³ di Madinah, kemudian diteruskan madrasah Al-¦asan al-Ba¡r³ di Basrah dan seterusnya oleh Sa’ad bin al-Mussayib salah seorang ulama besar tabi’³n. Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf telah mendapat kedudukan dalam Islam sepanjang masa.

Terlepas dari adanya silang pendapat seputar penyebab utama yang memotivasi lahirnya gerakan zuhud, Ab­ al-A’l± al-Af³f³ mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Asmaran As.131

bahwa faktor yang memicu lahirnya gerakan hidup zuhuddalam Islam ada empat di antarnya adalah:

a) Ajaran-ajaran Islam itu sendiri.

b) Revolusi ruhaniyah kaum muslimin terhadap sistem sosial-politik yang berlaku.

129Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984), h.

155.

130Mustafa Zahri, Kunci Memahami ilmu Tasawuf, h. 15.

131Asmaran As., Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h.

95

c) Dampak asketisme Masehi.

d) Penentangan terhadap fikih dan kalam. 132

Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Ignaz Goldziher, seorang orientalis terkemuka menyatakan bahwa sebenarnya eksistensi ajaran tasawuf bukanlah konsep (ide) yang bersifat Qurani.133

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sebenarnya tasawuf Islam mempunyai kecenderungan dalam merenungkan makna Alquran melalui media simbol dan isyarat, kemudian pada langkah berikutnya, mereka mempunyai kecenderungan untuk mampu menemukan fondasi konstruk mazhabnya dalam Alquran, dan menegakkan bukti bahwa prinsip-prinsip tertentu dalam mazhab mereka disandarkan pada kitab wahyu yang suci. Sehingga menurut mereka (para sufi) beberapa ayat dalam Alquran dapat dipahami sebagai teks yang menopang mazhab mereka.

Pada abad pertama Hijriah, tasawuf belum dikenal sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri, maka abad ketiga Hijriah dapat diklaim sebagai awal dari adanya kesadaran untuk merumuskan epistema tasawuf Islam sebagai bagian dari upaya identifikasi tasawuf Islam dengan perilaku keagamaan yang senada. Klaim ini dikuatkan oleh fakta sejarah yang menyatakan bahwa dalam masa ini muncul nama-nama besar yang mulai tergerak untuk menulis tentang tasawuf semisal al-Muh±sib³ (243 H.), al-Kharr±z (277 H.), al-¦±kim al-Turmu©³ (285 H) dan al-Junaid (297 H).( al-Taft±z±n³).134

132Asmaran As., Pengantar Studi Tasawuf, h. 234.

133Ignaz Goldziher, Maz±hib al-Tafs³r al-Isl±m³, h. 218.

134Mu¥ammad Mauhiburrahman, “Epistemologi Tasawuf Islam, Studi Analisa Kritis Atas

Madkhal il± al-Ta¡awuf al-Isl±m³,” Makalah dipresentasikan dalam acara bedah buku Misykati Center, Cairo 30 Maret 2006.

96

Upaya perumusan epistema ini menjadikan tasawuf tidak lagi identik sebagai pengejawantahan sikap keberagamaan, namun beralih menjadi sebuah disiplin ilmu yang memuat sebagian teori dengan terma-terma sufistik, sehingga pada abad ketiga Hijriah, tasawuf berbenturan dengan nilai-nilai normatif, selaras dengan diskursus keagamaan yang lain seperti tafsir. Dari sinilah awal penafsiran yang bercorak sufistik, karena para sufi mulai mengambil bagian dalam mengkaji dan menafsirkan Alquran.

Dalam sejarah penafsiran sufistik Alquran, Ruslan membagi lima periodisasi penafsiran Alquran yang bernuansa sufistik yaitu;

a) periode paling awal ketika seluruh akar tradisi ditemukan yaitu pada periode sahabat,

b) periode ketika tafsir-tafsir sufi ditulis dan dikodifikasikan,

c) periode Syi’ah Itsna Asyariyah ketika pusat tafsir sufistik Alquran berpindah ke Persia,

d) periode tafsir klasik besar, e) periode masa kini. 135

Demikianlah sejarah singkat tentang proses timbulnya tafs³r s­f³ al-isy±r³

yang melewati perjalanan panjang dalam dunia Islam. Kaum sufi ini melakukan pengkajian terhadap Alquran lebih pada aspek makna batin dari ayat-ayat Alquran untuk dijadikan dasar ajaran. Praktek seperti ini berlanjut, bahkan menjadi suatu gerakan sebagai reaksi dari penguasa yang dianggap tidak lagi mengindahkan hukum-hukum Allah dalam menjalankan pemerintahan.

135Ruslan, “Konsep Spiritualitas Ibn ‘Arab³ dalam tafsir Ibn ‘Arab³”, Disertasi (Makassar:

97

Dokumen terkait