• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KALIM AL-SIDDIQUI

A. Corak Pemikiran Politik

Kalim al-Siddiqui menyatakan partai-partai nasional dan pimpinannya adalah produk ciptaan penjajah Barat. Kalim menyebutnya “neo-kolonialisme”, yaitu satu proses restrukturisasi kembali sistem kolonial yang mencurigakan. Kalim al-Siddiqui mendesak supaya pemerintah boneka penjajah ini digantikan dengan pemerintahan yang didukung oleh proses revolusi Islam.108 Pengamalan neo-kolonialisme oleh Barat ini tidak lain dan tidak bukan, merupakan nestapa baru bagi umat manusia yang konon di katakan telah bertamadun. Benarlah apa yang dirintihkan oleh Chairil Anwar, pujangga nasionalis Indonesia sekali berarti, sesudah itu mati. Manakala dalam membicarakan mengenai perjuangan nasionalisme di Timur ia lebih menjurus kepada perjuangan rakyat untuk membebaskan tanah airnya dari cengkaman penjajah. Bangsa-bangsa di Timur telah melahirkan satu sikap penentangan dan anti-penjajahan Barat. Mungkin tidak dapat di nafikan dalam satu aspek yang berbeda, antara sumbangan besar imperialisme Barat adalah, mereka melahirkan pahlawan-pahlawan Asia seperti; Jose Rizal, Umar Mukhtar, Daud Berueh, Bhagat Singh, Mahatma Gandhi dan Ahmad Boestamam.109

108

Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, (Malaysia: PTS Millennia SDN.BHD, 2011), Cet. Ke-IV, h. 37.

109

Fachruddin, Adakah Nasionalisme Dalam Islam?, Artikel diakses pada 1 januari 2014 dari http://kabepiilampungcom.wordpress.com/

Ia juga pernah merambah wawasan ke dunia Barat, tetapi pijakan pemikirannya tetap berakar pada al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Cita-cita dan motivasi hidupnya adalah ingin mengulang kembali sejarah Golden Age of Islam. Baginya, tidak ada yang tidak mungkin, dengan syarat Muslim harus mendapatkan kembali dunianya melalui tiga tahapan; yaitu gerakan Islam global (Global Islamic Movement), revolusi Islam (Islamic Revolution), dan negara Islam (Islamic State).110

Sejumlah partai politik movement dan kelompok-kelompok gerilyawan Islam telah menyatakan diri untuk merestorasi kekhalifahan dengan menyatukan bangsa-bangsa Muslim baik melalui aksi-aksi politik damai seperti Hizb ut-Tahrir atau melalui kekuatan fisik seperti al-Qaeda. Islamist movement telah mengambil tujuan akhir yaitu pendirian Kekhalifahan. Hal ini menunjukkan dalam kondisi bersamaan mereka mengkritik gagasan (nation-state) negara-bangsa Muslim sebagai penghalang penyatuan Ummah.111

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia. Kata lain dari khilafah adalah imamah, kedua istilah ini

110

Mujtahid, Pandangan Kalim Siddique Tentang Negara Islam, Artikel diakses pada 1 Januari 2014 dari http://blog.uin-malang.ac.id/mujtahid.

111

Studi: Kritik Atas Negara Bangsa, Artikel diakses pada 20 Augustus dari http://lingkarstudiislamdankebudayaan.blogspot.com/2009/12/.html.

mempunyai makna yang sama. Bentuk khilafah inilah yang dinyatakan oleh hukum syara‟ agar dengan bentuk tersebut negara Islam di tegakkan di atasnya.112

Hizbut Tahrir menyatakan dirinya sebagai partai politik yang berideologi negara Islam. Politik merupakan aktivitasnya dan Islam adalah ideologinya.113 Dia berpendapat bahwa kemunduran dunia Islam disebabkan lemahnya pemahaman umat terhadap Islam yang sangat parah. Kelemahan dan kemunduran tersebut disebabkan oleh tiga faktor; pertama, tidak adanya para aktivis kebangkitan Islam. Kedua, tidak ada gambaran yang jelas mengenai Thariqah Islamiyah (metode pelaksanaan) dalam mengharapkan fikrah. Ketiga, tidak ada yang usaha untuk menjalinkan fikrah

Islamiyah dan Thariqah Islamiyah sebagai suatu hubungan yang solib yang tidak bisa di pisahkan.114

Kalim al-Siddiqui memerinci mekanisme ketergantungan dan kelemahan negara khilafah, bahkan yang menyebut dirinya “Islami”, akan tetapi ketergantungan pada penjajah merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari “dar al-harb” (wilayah kafir). Baik negara khilafah maupun sistem politik, ekonomi dan sosialnya bukanlah milik mainstream sejarah Islam. Semuanya tidak, dan tidak bisa

merepresentasikan baik Islam ataupun masyarakat Muslim. Semuanya merupakan fondasi yang tidak memandai untuk memulai pembangunan kembali dar al-Islam

112

Taqiyuddin an-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam, (Bangil: Al-Izzah, 1996), Cet. Ke-1., h.31.

113

Hizbut Tahrir, Megenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologi, (Bangi: Pustaka Thariqul Izzah, 1999), Cet., Ke-1, h. 1.

114

Taqiyuddin an-Nabhani, Pokok-Pokok Pikiran Hizbut Tahrir (Bogor:Pustaka Thariqul Izzah, 1993), h.1-2.

(wilayah Islam). Kegagalan untuk mengakui situasi kontemporer hanya akam

memperpanjang penderitaan Ummah saat ini dan menunda-nunda saat di mana Islam memegang kendali dan mulai membimbing nasib semua umat manusia. Kesadaran bahwa Ummah tidak memiliki kepentingan di situasi dunia saat ini, melepaskan kita dari semua bentuk perbatasan.115

Kepercayaan sekuler menurut Kalim al-Siddiqui adalah sebuah kepercayaan yang dipegang kuat sebagaimana memegang agama. Ia adalah orang tua bagi Maxisme, Darwinisme, Fisisme, Nazisme, Negara-bangsa, Korparat Kapitalisme dan segala lain yang membentuk filsafat dan peradaban barat yang kita ketahui selama ini. Kalim menganggap kebanyakan dari teologi Sunni dan Syiah adalah menyimpang dan memecah belah. Kalim menegaskan adanya Ummah yang bersatu dalam mencapai tujuan unggul melalui Revolusi Islam yang berterusan.116

Suatu negara yang bergantung kepada musuh-musuh tradisional Islam untuk mempertahankan hidupnya tidak bisa menjadi gerakan Islam. Dan tidak ada negara yang bersandar pada bentuk nasionalisme untuk legitimasinya yang pada saat yang bersamaan, mengklaim dirinya sebagai Islami. Dalam pengertian ini, dimensi politik gerakan Islam itu mencakup seluruhnya. Namun demikian, ada dua, wilayah yang perlu mendapat perhatian yang mendalam. Pertama adalah wilayah gagasan politik, norma dan tingkah laku yang diperoleh Muslim karena kontaknya dengan Barat

115

Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan Syariat, h.264.

116

dengan secara salah menganggapnya sebagai “Islami”; kedua adalah kultur politik Muslim seperti yang sudah terbentuk sejak lama.

Dalam kategori pertama, kebingungang muncul karena kegagalan membedakan antara negara-bangsa dan negara Islam. Jika terdapat subjek seperti biologi politik, maka mungkin kiranya menunjukkan bahwa gen dari keduanya bukan hanya berbeda bahkan saling terpisah dan tidak bisa dibandingkan. Mungkin seseorang seharusnya menegaskan bahwa sementara negara-bangsa itu adalah negara “politis”, sedangkan negara Islam adalah negara Muttaqi.117 Keinginan masyarakat Muslim yang yang termobilisir di bawah kepemimpinan muttaqi menjadikan negara Islam sebagai kekuatan yang tidak terkalah. Bandingkan dengan negara-bangsa modern, di mana masyarakatnya terbagi ke dalam partai politik yang saling berkompetasi yang digerakkan oleh kepentingan golongan, dan parajurit professional yang membela rezim yang paling opresif sepanjang sejarah. Bahkan di negara-bangsa yang merupakan ciptaan Barat, di mana kelas berkuasa dan “partai Islam” menganggap Islam itu tidak sesuai dengan Barat, sistem politiknya tunduk kepada Barat. Sistem perekonomian negara-negara ini juga dintegrasikan dengan sistem kapitalis dunia. Perjuangan Islam diblokir bukan hanya dengan ideolodi nasionalisme bahkan dengan semua rintangan peradaban Barat. Nasionalisme adalah fondasi Barat, seperti yang telah kita ketahui, sehingga tidak mungkin menangani nasionalisme

117

Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan Syariat, h. 199.

secara terpisah. Jalan menuju transformasi total Ummah merupakan jalan yang terpanjang.118

Hizbut Tahrir bediri dengan tujuan untuk membebaskan umat dari

kepemimpinan ideologi penjajah serta mencabut dari akar-akarnya, baik dari aspek budaya, politik, militer, ekonomi dan sebagainya dari tanah kaum Muslimin, serta mengubah ide-ide yang telah tercemar oleh penjajah yang membatasi Islamnya pada aspek ibadah dan akhlak semata.119

Akidah Islam ini menjadi dasar bagi ideologi yang mengharuskan negara khilafah Islam untuk menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Penyebarluasan dakwah Islam ke seluruh negara khilafah merupakan asas negara khilafah Islam dalam membangun hubungan dengan negara-negara lain, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya ataupun yang lainnya. Pada semua itu, dakwah Islam harus dijadikan asas bagi setiap tindakan dan kebijakkan.120 Menurut Hizbut Tahrir, tujuan tersebut akan tercapai apabila dibangun kembali sistem khilafah sehingga urusan pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan apa yang di turunkan oleh Allah S.W.T dan Rasulnya.121

118

Ibid, h.292. 119

Taqiyuddin an-Nabhani, Mafahim Nizbut Tahrir, (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia,2008), Cet., Ke-4, h.128.

120

Hizbut Tahrir Indonesia, Menegakkan Syariat Islam (Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2002), h. 287.

121

Hizbut Tahrir, Megenal Hizbut Tahrir: Partai Politik Islam Ideologi, (Bangi: Pustaka Thariqul Izzah, 1999), Cet., Ke-1, h.7.

Kalim al-Siddiqui menegaskan bahawa negara dalam Islam ialah suatu tindakan ibadah dan tanggungjawab, bukan tindakan persetujuan bersama di kalangan warganegaranya.122 Khilafah adalah negara untuk semua orang Islam di seluruh dunia, tanpa memandang kebangsaannya. Maka nasionalisme akan dianggap berbahaya karena dapat memecah-belah persatuan umat Islam di bawah satu Khilafah.123