• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Teori Relevan yang dan Penelitian Terdahulu 1.Teori Keagenan (Agency Theory)

5. Corporate Governance

Dibanyak negara, kesadaran akan arti pentingnya corporate governance bagi sebuah perusahaan maupun negara telah menjadi kebutuhan penting. Awalnya isu corporate governance timbul karena berkembangnya bentuk perseroan, terutama karena perseroan itu go public, sehingga pemilik perusahaan pada umumnya tidak menjadi pengelola atau manajemen perusahaan. dalam kondisi seperti itu timbul masalah keagenan, yaitu menjamin bahwa manajemen akan selalu bertindak dalam kerangka kepentingan pemilik perusahaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (stake holders) (Naja, 2004:55). Berbagai atribut corporate governance berguna untuk mengendalikan agency problem dengan memastikan bahwa para manajer telah bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang saham. Mekanisme corporate governance dalam suatu perusahaan dapat menentukan kesuksesan perusahaan. Dewan memegang peranan

29 yang sangat signifikan bahkan peran yang utama dalam penentuan strategi perusahaan tersebut. Indonesia merupakan negara yang menggunakan konsep two tier, di mana dewan terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Istilah dewan di Amerika lebih mengacu pada fungsi dari dewan komisaris. Dalam hasil penelitian yang dilakukan di Amerika, yang dimaksud dengan dewan (board) adalah dewan komisaris (Wardhani, 2006:96).

Di Indonesia, konsep corporate governance diperkenalkan secara resmi pada tahun 1999 ketika pemerintah membentuk Komite Nasional tentang corporate governance. Sebagaimana halnya di Negara-negara lain di dunia, komite ini melahirkan kode corporate governance, yang kemudian direvisi pada tahun 2005 (Kamal, 2011:146). Corporate governance seperangkat tata hubungan di antara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan (Linda dan Febrianty, 2010:190).

Organization of Economic Cooperation and Development

(OECD)mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut:

”Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The Corporate Governance structure specifies the distribution of the right and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and

30

procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides this structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance”.

Menurut Corporate governance perception index (CGPI) tahun 2012 yang dikeluarkan oleh IICG yang dimaksud dengan corporate governance adalah : “Struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku”.

Pemerintah juga mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No.Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, yang diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri BUMN No.KEP-117/MMBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan praktik corporate governance pada BUMN.

BUMN diwajibkan menjadikan prinsip-prinsip corporate governance sebagai landasan operasional kegiatan usaha dan memberikan pedoman yang lebih rinci bagi BUMN untuk menerapkan

corporate governance berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, responsibilitas, serta kewajaran.

31 Pemegang saham (principal) yang menyebar itu tidak memiliki pilihan selain menyewa orang lain atau manajer (agent) untuk mengelola perusahaan, yang kemudian melahirkan apa yang disebut dengan hubungan principal dan agent. Hubungan principal dan agent

memunculkan agency problem, dimana manajer yang menjalankan perusahaan cenderung menyelewengkan uang pemilik perusahaan. Hal itu bisa terjadi karena para manajer memegang informasi dan pengetahuan lebih tentang kondisi perusahan ketimbang pemilik perusahaan (Kamal, 2011:147).

Menurut pedoman umum corporate governance yang dikeluarkan KNKG (2006:5) diakses dari www.ecgi.org terdapat lima prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik yaitu:

1. Keadilan (fairness): Dalam kegiatannya, perusahaan harus senantiasa selalu memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2. Transparansi (transparancy): Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi

32 juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability): perusahaan

harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 4. Pertanggungjawaban (responsibility): Perusahaan mematuhi

peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

5. Independensi: Untuk melancarkan pelaksanaan good corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing bagian dalam perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

Dari penjelasan dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa keberadaan corporate governance menjadi salah satu alat proteksi bagi kepentingan pemegang saham (principal) yang hanya memiliki sedikit informasi tentang perusahaan. Corporate governance menjadi suatu mekanisme pengawasan yang mendorong direksi melakukan

33 kegiatan operasional perusahaan demi kepentingan pemegang saham. Dalam penelitian ini hanya ada dua proksi yang menggambarkan

corporate governance, yaitu proporsi dewan komisaris independen dan komite audit.

a. Komisaris Independen

Wardhani (2007) menjelaskan salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah: “Adanya CEO yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah untuk mengawasi kinerja dari direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris tersebut”.

Tingkat independensi dewan biasanya dihubungkan dengan jumlah direktur dari luar dalam dewan direksi, dan dualitas non-CEO (contohnya, CEO bukan anggota dewan). Lebih jauh, dualitas CEO biasanya mengarah pada menurunnya independensi dan keefektifan dewan direksi (Gedie dan Ghozali, 2012:3).

Penurunan independensi dapat memberikan akibat pada pengungkapan informasi perusahaan, sebagai hasil dari bertambahnya kekuatan manajer, yang tujuannya dapat berlawanan dengan pemegang saham. Keberadaan komisaris

34 independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integritas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen cenderung lebih berintegrasi, karena didalam perusahaan terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak luar di luar manajemen perusahaan (Meiryanda, 2012 : 199).

Penelitian milik Nasir dan Abdullah (2004) menunjukan hasil positif bahwa komposisi board independence akan berpengaruh positif terhadap pengungkapan. Jadi seharusnya semakin besar komposisi dewan komisaris independen maka akan mendorong pengungkapan sukarela yang lebih baik.

b. Komite audit

Pembentukan komite audit merupakan salah satu hal yang penting dalam menciptakan corporate governance yang baik. Komite berperan penting dalam memantau operasi perusahaan dan sistem pengendalian internal dengan tujuan melindungi pemegang saham (Ardina dan Basuki, 2013).

Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung dengan setiap pengendalian dalam perusahaan. Keberadaan komite audit merupakan suatu persyaratan untuk listed di NYSE (New York Stock Exchange) sejak akhir tahun 1970 dan menjadi

35 ketentuan hukum di Kanada sejak pertengahan tahun 1970 (Ming Liu,et.al, 2009:127). Di beberapa negara, ketentuan mengenai keberadaan komite audit berangsur-angsur diterima sebagai suatu kewajiban bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Mujiono, 2010:130).

Komite audit merupakan mekanisme penting untuk meningkatkan transparansi perusahaan, mendorong manajemen mengungkapkan informasi lebih lanjut.

Komite audit membantu untuk memastikan akuntansi keuangan dan sistem pengawasan bekerja dengan baik. Peran komite audit berkembang dari tahun ke tahun untuk memenuhi kebutuhan dan perubahan lingkungan bisnis. Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana, dan komitmen jangka panjang.

Komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris (two tier systems) dalam mengawasi kinerja kegiatan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal dalam perusahaan dan untuk mempertahankan indenpedensi komite audit beranggotakan komisaris independen, dan pihak-pihak diluar perusahaan yang terlepas dari kegiatan manajemen

36 sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (Marta:2004).

Oleh karena itu, manajer yang bertindak sebagai agen akan mengungkapkan informasi perusahaan lebih terbuka sebagai bentuk keefektifan kinerja komite audit. Komite audit yang efektif dapat meningkatkan pengendalian internal yang memiliki kekuatan untuk meningkatkan pengungkapan yang berhubungan dengan nilai perusahaan dan meningkatkan pengungkapan sukarela.

Marsono (2013:3) menjelaskan tugas komite audit sebagai berikut: “Tugas komite audit adalah untuk menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan kepada pihak eksternal dan kepatuhan terhadap pihak eksternal. Keberadaan komite audit akan mendorong perusahaan untuk menerbitkan laporan yang lengkap dan berintegritas tinggi”.

Di Indonesia, terdapat peraturan BAPEPAM-LK no.IX 1.5 yang mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal tiga orang, yang diketuai oleh satu orang komisaris independen

37 dengan dua orang eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.

Marta (2004) mengatakan bahwa tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan, penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan;

2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah corporate governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya;

3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan merugikan perusahaan dan kecurangan;

38 4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan penting lainnya.

Dokumen terkait