• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Cukup atau tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan untuk

Pemasyarakatan Kelas Ii A Wirogunan Yogyakarta

Pada bagian ini penulis akan membagi pembahasan mengenai cukup atau

tidaknya alokasi waktu pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan menjadi dua bagian berdasarkan aspek

tidaknya alokasi waktu pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

a. Aspek Tingkat Kerutinan

Aspek tingkat kerutinan pertama-tama berhubungan dengan pembagian

jadwal pembinaan yang disusun oleh Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terbagi menjadi 3

bentuk pembinaan. Pertama adalah pembinaan kemasyarakatan atau biasa disebut

bimaswat meliputi kegiatan pembinaan agama Islam, Kristen, Katolik, Hidhu,

Budha yang dilaksanakan melalui kerja sama dengan Departemen Keagamaan

kota madya Yogyakarta, Pondok Pesantren, dan Badan Narkotika Yogykarta serta

LSM yang terkait. Selain pembinaan agama, ada juga pembinaan olahraga dan

kesenian meliputi pembinaan olah raga tenis menja, bola voli, futsal, bulu tangkis,

musik keroncong, musik pop, dan band musik melayu. Bimaswat juga mencakupi

pembinaan pendidikan wajib belajar untuk narapidana atau anak didik

pemasyarakatan yang masih menempuh tingkat pendidikan, narapidana yang buta

huruf diwajibkan mengikuti program kejar paket A, B, dan C.

Pembinaan yang selanjutnya adalah pembinaan kemandirian dan

keterampilan kerja atau biasa disebut bimkerharker. Bimkerharker adalah

pembinaan kemandirian dan keterampilan kerja yang didasarkan pada minat dan

bakat warga binaan pemasyarakatan. Bimkerharker meliputi pembinaan

pertukangan, kerajinan tangan, konblok dan batako, las dan bengel otomotif,

mencakup perikanan, peternakan unggas, dan peternakan hewan seperti kambing,

domba, sapi dll.

Melihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Yogyakarta memiliki cukup banyak bentuk pembinaan bagi narapidana, oleh

karena itu setiap pembinaan disusun sedemikian rupa hingga menjadi pembinaan

rutin yang ada dijadwal pembinaan Lembaga Pemasyarakatan.

Pembinaan iman atau pembinaan agama bagi narapidana Kristiani di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta memiliki jadwal dan

waktu tersendiri. Menurut data yang penulis peroleh dari kuisioner terbuka pada

pertanyaan nomor 3 semua responden (sebanyak 22 narapidana) menjawab bahwa

pembinaan iman dilaksanakan secara rutin. Menurut jawaban para responden

pembinaan iman dilaksanakan pada setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu dan

pada hari Minggu di Minggu ke empat di setiap bulan.

Pembinaan iman pada hari Senin, Selasa, dan Rabu jadwal pembinaan iman

dengan pendamping atau pembina yang berasal dari Gereja Kristen Protestan.

Sedangkan untuk jadwal pembinaan iman pada setiap hari Sabtu dan Minggu ke

empat adalah jadwal pembinaan iman dengan pembina atau pendamping yang

berasal dari kelompok PPNKY yang terdiri dari Frater, Bruder, Suster, dan para

awam yang tegerak untuk melayani dan mengunjungi narapidana.

b. Aspek Alokasi Waktu

Aspek alokasi waktu dapat dihubungkan dengan jadwal pembinaan yang

telah dibuat dan ditentukan oleh LAPAS. Jadwal yang telah dibuat itu tentunya

bertahap sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu pembinaan iman juga di

batasi oleh durasi atau lamanya waktu pembinaan itu sendiri. Sebagai contoh

kegiatan besukan atau kunjungan keluarga dibatasi oleh waktu besukan yang

dimulai dari jam 08.00 sampai 11.30 WIB dengan alokasi masing-masing sesi

kunjungan keluarga adalah 30 menit.

Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga dibatasi dalam kurun

waktu tertentu. Lama waktu yang diberikan oleh LAPAS adalah 2-2,5 jam yakni

dimulai dari pukul 09.00-11.00 atau dari pukul 09.00-11.30 jika ada beberapa

kondisi tertentu dan disetujui oleh petugas pendamping dari LAPAS. Melihat hal

tersebut sesuai dengan tujuan penelitian pertama yang dimaksudkan penulis yakni

cukup atau tidaknya alokasi waktu yang diberikan oleh LAPAS. Dari pertanyaan

nomor 4 dalam kuisioner terbuka di dapatkan sebanyak 17 responden menjawab

bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana dirasakan mencukupi,

4 responden menjawab bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para

narapidana di rasa belum cukup dan satu responden menjawab bahwa alokasi

waktu pembinaan iman bagi para narapidana dirasa lebih dari cukup.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar narapidana merasa

bahwa alokasi waktu pembinaan iman dirasa cukup. Hal ini menunjukkan bahwa

durasi waktu yang diberikan oleh LAPAS memang benar sesuai dengan

kebutuhan narapidana dan durasi waktu yang diberikan oleh LAPAS yakni 2 jam

Selain itu dari jawaban 4 responden yang menyatakan bahwa alokasi waktu

pembinaan iman dirasa kurang menjadi perhatian tersendiri. Perasaan bahwa

alokasi waktu dirasa kurang terjadi karena responden sering merasa kalau

pembinaan iman terlambat dimulai sehingga keterlambatan itu memotong jatah

alokasi waktu pembinaan iman yang telah disediakan.

2. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta

Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan secara rutin dengan jadwal seperti

keterangan yang telah penulis uraikan di subbab sebelumnya. Pembinaan iman

bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta

dilaksanakan dengan kerjasama antara LAPAS Wirogunan dan Kementrian

Agama khususnya Kantor Wilayah Kementrian Agama Daerah Istimewa

Yogyakarta serta dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat tertentu.

Pembinaan iman bagi narapidana dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, Rabu,

dan Sabtu serta hari Minggu pada Minggu keempat setiap bulan. Pembinaan iman

dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing Warga

Binaan Pemasyarakatan.

Pembinaan iman bagi narapidana dengan kepercayaan Kristen Prostestan

dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu. Sedangkan untuk pembinaan

Minggu keempat. Bagi beberapa narapidana pembedaan jadwal pembinaan ini

tidak menjadi hal yang besar sehingga mereka juga mengikuti pembinaan iman

baik dari narasumber Katolik maupun Kristen Protestan. Akan tetapi tidak sedikit

juga yang hanya mau datang di salah satu pembinaan iman tersebut.

Dari item pertanyaan nomor 1 pada kuisioner mengenai bentuk atau model

pembinaan iman yang selama ini berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 17 responden menjawab bentuk

pembinaan iman adalah sharing, 15 responden menjawab ibadat; 8 responden

menjawab konseling, 4 responden menjawab kotbah, 3 responden menjawab

diskusi; 3 responden menjawab kambium atau pendalaman Kitab Suci; 1

responden menjawab perayaan Ekaristi dan 1 responden menjawab latihan koor.

Dari data di atas Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II Wirogunan Yogyakarta dikemas sedemikian rupa

sehingga menjawab kebutuhan para Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari data

kuisioner terbuka terjawab bahwa bentuk dan model yang digunakan dalam

pembinaan iman sharing, ibadat, konseling, kotbah, diskusi, kambium atau

pendalaman Kitab Suci perayaan Ekaristi dan latihan koor.

Model dan bentuk yang digunakan memang bermacam-macam. Hal ini

menunjukkan bahwa guna memenuhi kebutuhan para narapidana narasumber atau

pembina harus pandai dan kreatif dalam mencari, menciptakan dan menggunakan

model atau bentuk pembinaan iman. Bentuk yang paling sering digunakan oleh

para narasumber atau pembina dalam melaksanakan pembinaan iman adalah

Binaan Pemasyarakatan yang dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan panduan

yang diajukan dan disiapkan oleh para pembina.

Banyaknya responden yang menjawab sharing sebagai model dan bentuk

pembinaan iman bagi narapidana berarti model dan bentuk sharing merupakan

bentuk dan model yang relevan digunakan untuk memenuhi kebutuhan para

Warga Binaan Pemasyaratakan. Warga Binaan Pemasyarakatan memang

memerlukan “perhatian” khusus. Perhatian yang dimaksudkan adalah mereka

butuh untuk dimengerti. Kebutuhan untuk dimengerti itu akan terlaksanan jika

mereka merasa diterima sebagai kawan. Oleh karena itu sharing menjadi salah

satu pintu gerbang untuk mengerti, menerima, dan akhinrya membina Warga

Binaa Pemasyarakatan.

Selain sharing, responden juga memberikan jawaban-jawaban lain seperti

yang telah diuraikan oleh penulis di atas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

melaksanakan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta para pembina atau pendamping berusaha untuk

menjadi kreatif dengan menyediakan beragam bentuk dan model pembinaan iman.

Keberagaman model dan bentuk pembinaan iman bagi narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga menunjukkan

bahwa pembinaan iman yang telah dilaksanakan menuju pada pembentukan diri

pribadi Katolik/Kristen yang semakin berakar dan berpola pada hidup Yesus

Kristus dalam segala aspek kehidupannya secara total dan integral dalam

ungkapan dan perwujudannya. Keberagaman model dan bentuk pembinaan iman

memenuhi empat unsur utama pembinaan iman. Unsur pengembangan

pengetahuan iman dapat dikaji dalam model dan bentuk pembinaan iman diskusi,

pendalaman Kitab Suci atau kambium dan kotbah. Usnur penghayatan iman

Kristiani dapat nampak dalam ibadat dan Perayaan Ekaristi serta latihan koor

dimana koor atau paduan suara adalah salah satu bentuk Tradisi Gereja.

Sedangkan unsur pembinaan moral dan peningkatan hidup menggereja dan

memasyarakat terlihat dari dua bentuk pembinaan iman yakni konseling dan

sharing.

Keberagaman bentuk dan model pembinaan iman juga mengakibatkan

materi yang digunakan dalam pembinaan iman menjadi beragam. Dalam kuisioner

pertanyaan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdapat pada item nomor 2 sebanyak 13

responden menjawab materi yang menjadi bahan pembina iman bagi narapidana

adalah perikop-perikop Kitab Suci, 8 responden menjawab pengalaman pribadi, 6

responden menjawab materi tematis tentang kasih, pertobatan, dan keselamatan, 1

responden menjawab materi yang digunakan dari ajaran Gereja dan 1 responden

menjawab kadang-kadang materi pembinaan iman diambil dari film dengan tema

tertentu.

Sebanyak 13 responden menjawab materi yang digunakan adalah

perikop-perikop Kitab Suci memiliki arti bahwa lewat materi kisah Kitab Suci para

pembina mengajak para Warga Binaan Pemasyarakatan untuk mengenal,

mencintai dan mengikuti Yesus Kristus. Lewat materi Kitab Suci pembina atau

pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

Pemasyarakatan yakni diterima dan dimengerti. Selain itu, lewat materi yang

berakar pada Kitab Suci para pembina mencoba memenuhi tujuan utama

pembinaan iman yakni pembentukan diri menjadi pribadi Katolik yang berakar

dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total

dan integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral

Keuskupan Agung Semarang 2014 : 3).

Selain materi dari kisah Kitab Suci, responden juga memberikan

jawaban-jawaban lain seperti yang telah diuraikan oleh penulis di atas. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pembinaan iman bagi narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta para pembina atau

pendamping berusaha untuk menjadi kreatif dengan mempersiapkan materi atau

bahan-bahan yang beragam untuk pelaksanaan pembinaan iman.

Hal ini menunjukkan bahwa dengan materi yang beragam pembina atau

pendamping mencoba memenuhi empat unsur pembinaan iman. Dalam materi

ajaran Gereja dan materi-materi tematis tentang kasih, pertobatan dan keselamtan

nampak bahwa unsur pengembangan pengetahuan iman dan penghayatan tradisi

Katolik terpenuhi. Sedangkan lewat pengalaman pribadi dalam kehidupan

sehari-hari dan makna atau inspirasi dari film-film tampak bahwa unsur pembinaan

moral dan peningkatan hidup menggereja dan memasyakat terpenuhi. Semua

materi ini dibungkus dengan materi yang berakar pada Kitab Suci sehingga

dengan mendengarkan, menerima, dan mengolah materi yang telah diterima para

responden dapat semakin hidup berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus.

Yesus Kristus menjadi teladan sekaligus inspirasi bagi hidup mereka. Yesus

menjadi pusat kasih, pertobatan dan keselamatan di kehidupan Warga Binaan

3. Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi

Dokumen terkait