BAB II. PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA
A. Pembinaan Iman
2. Pengertian Iman
Pengertian iman yang paling umum diketahui kalangan umat adalah
bahwa iman dipahami sebagai karunia Allah dan tanggapan manusia. Dari
pengertian ini, dapat ditarik sebuah simpul bahwa Allah adalah subjek pemberi
rahmat dan manusia adalah objek penerima rahmat. Akan tetapi, di sisi yang lain,
Allah menjadi objek penerima tanggapan manusia atas anugerah-Nya dan manusia
menjadi subjek yang memberikan tanggapan terhadap panggilan Allah. Oleh
karena itu, penulis dalam sub bab ini akan memisahkan dan memberikan
penjelasan terkait Allah yang menjadi subjek dan manusia yang menjadi objek,
serta Allah mejadi objek dan manusia menjadi subjek.
Katekismus Gereja Katolik(selanjutnya akan ditulis KGK) artikel 1
nomor 51-53 menjelaskan bahwa Allah mewahyukan Diri kepada manusia. Isi
wahyu itu adalah belas kasihan Allah kepada manusia. Allah membuka diri untuk
manusia, supaya manusia bisa mengenal Dia dan kehendak-Nya. Manusia mampu
mengenal Allah lewat Yesus Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging dan
dalam Roh Kudus, ikut serta dalam kodrat ilahi. Melalui Yesus Kristus, Allah
mengangkat manusia menjadi anak-anak-Nya. Dengan mewahyukan diri Allah
memberikan kesanggupan bagi manusia untuk memberikan timbal balik atau
Dalam dokumen Dei Verbum yakni Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan
II tentang Wahyu Ilahi, iman diartikan sebagai Allah yang mewahyukan diri-Nya
kepada manusia lewat perjalanan sejarah melalui perantaraan para nabi dan
setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya Allah mengutus Putra-Nya
yaitu Yesus Kristus (DV 4).
Tahapan pewahyuan Diri Allah juga dijelaskan dalam KGK artikel 2
nomor 54-64 bahwa Allah membiarkan Diri-Nya dikenal oleh manusia sejak awal
mula. segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah berasal dari sabda-Nya. Sejak
awal mula, Allah telah memperkenalkan Diri-Nya dan menjalin hubungan yang
erat dengan manusia pertama. Relasi antara Allah dan manusia itu tidak hanya
sebatas antara pencipta dan ciptaan namun Allah memberikan keselamatan bagi
manusia berupa rahmat yang berlimpah dan keadilan yang gemilang.
Meski manusia jatuh dalam dosa, Allah tidak berhenti mencintai
manusia. Ia tetap saja memberikan keselamatan bagi manusia yang mencari-Nya,
mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya. Berkali-kali manusia jatuh dalam jurang
dosa, tetapi Allah selalu memberikan jalan bagi manusia untuk menuju
keselamatan. Perjanjian dengan Nuh setelah banyak manusia jatuh dalam dosa,
adalah simbol dimana Allah memberikan keselamatan kepada bangsa-bangsa.
Allah tetap memberikan keselamatan kepada manusia yang terus hidup bertekun
dalam perjanjian Allah dengan Nuh sembari menantikan kedatangan Kristus yang
mempersatukan anak-anak manusia yang tercerai-berai.
Tahapan wahyu Allah kemudian sampai pada Abraham. Allah
menjadikan Abraham seorang bapa bangsa yang besar, sebab dari sanalah seluruh
keturunan Abraham akan menerima keselamatan Allah. Abraham dan
keturunannya menjadi akar pohon dimana kelak ketika telah tumbuh, orang-orang
diluar keturunan Abraham akan dipersatukan dan diselamatkan. Dengan
demikian keselamatan menjadi milik semua orang.
Setelah masa para Bapa, Allah membentuk Israel menjadi bangsa-Nya.
Israel diselamatkan dari perbudakan di Mesir dan Allah memberkati bangsa Israel.
Dari namanya, Israel adalah orang-orang yang menerima berkat Allah. Mereka
adalah orang-orang yang mendengar panggilan Allah. Dari bangsa inilah,
keselamatan Allah terbuka bagi semua orang.
Yesus Kristus adalah sabda yang menjadi daging. Yesus Kristus
merupakan perantara dan kepenuhan seluruh wahyu Allah yang maha tinggi.
melalui Yesus Kristus, Allah yang tidak kelihatan dengan cinta kasih-Nya
menyapa manusia dan bergaul dengan mereka untuk membebaskan manusia dari
kegelapan dosa dan maut. Maka barang siapa melihat Yesus Kristus maka melihat
Allah juga (DV 2).
Allah mewahyukan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus yang merupakan
jalan kebenaran dan hidup. Melalui Yesus Kristus Allah turun ke dunia utnuk
menjumpai dan berinteraksi dengan manusia yang dinyatakan dalam misteri
Tritunggal Maha Kudus. Dalam karya-Nya Yesus Kristus mewartakan kabar
gembira untuk membebaskan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Barang
Iman sebagai pewahyuan diri Allah kepada manusia juga dapat
dimengerti lewat Dei Verbum artikel 4
Oleh karena cinta kasih-Nya yang begitu besar kepada umat manusia, Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia dengan mengutus Putra-Nya yakni sabda kekal yang tinggal di tengah umat manusia untuk menyinari semua orang dan akan bercerita kepada mereka tentang hidup Allah yang terdalam. Yesus Kristus merupakan sabda yang menjadi daging, dan merupakan kepenuhan wahyu Allah. Barang siapa melihat Yesus berarti melihat Bapa juga.
Tampak dalam dokumen tersebut Allah begitu murah hati kepada
manusia. Cinta kasih Allah melebihi dosa-dosa manusia. Untuk menebus segala
dosa manusia, dianugerahi-Nya manusia dengan Putra-Nya yang Tunggal Tuhan
kita Yesus Kristus. Dalam kebersamaan-Nya dengan manusia di dalam dunia,
Yesus Kristus taat akan perintah Bapa-Nya. Ketaatan Kristus mewujud nyata
dalam peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Ia taat kepada Bapa-Nya
sampai mati di kayu salib; demi menebus dosa-dosa manusia Ia wafat di kayu
salib lambang penghinaan.
Wahyu dipahami sebagai Allah Sendiri, yang hadir dan menyapa
manusia, yang berbicara dengan manusia, dan yang berelasi dengan manusia. Dari
pihak manusia diharapkan ada tanggapan atas sapaan Allah ini. Tanggapan
manusia inilah yang disebut iman. Hal ini dikatakan dengan tegas dalam Dei
Verbum artikel 5: “Kepada Allah yang mewahyukan diri, manusia harus
menyatakan ketaatan iman. Dalam ketaatan iman tersebut manusia dengan bebas
menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan
bahwa iman dapat diartikan sebagai sikap penyerahan diri manusia, dalam
perjumpaan pribadi dengan Allah.
Orang yang memiliki iman adalah orang yang memiliki hubungan pribadi
yang mendalam dengan Allah yang hidup di mana dalam hidupnya seseorang
menerima kehadiran Allah dan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak
Allah atas hidupnya. Seseorang yang menerima kehadiran Allah dalam hidupnya
senantiasi hidup dalam buah-buah Roh Allah yang kudus. Hidupnya mendekati
kekudusan rohaniah yang terpancar dari ketulusan serta kebaikan tingkah laku.
Seseorang yang menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah, senantiasa
bersyukur kepada Allah karena rahmat yang diberikan Allah, dan tidak pernah
khawatir akan apa yang akan terjadi pada esok hari. Sebab hidup orang beriman
yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah penuh dengan buah-buah kasih
yakni kesabaran, ketekunan dan rendah hati.
Oleh karena itu, iman dapat dibedakan menjadi dua pengertian dasar
yakni iman sebagai jawaban manusia atas wahyu Allah dan iman sebagai
penyerahan diri manusia kepada Allah.
Iman adalah penyerahan diri manusia kepada Allah. Penyerahan diri erat
kaitannya dengan ketaatan manusia pada rencana Allah. Teladan penyerahan diri
dan ketaatan pada rencana Allah sering umat Katholik dengar ketika memasuki
masa prapaskah. Dalam renungan jalan salib, kita dihadapkan pada teladan nyata
ketaatan dan penyerahan diri Yesus Kristus. Dalam salah satu pemberhentian jalan
salib, kita merenungkan nubuat nabi Yesaya:
Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan? Sebagai
taruk ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kiat menjadi sembuh (Yes 53:1-5)
Ketaatan Hamba Tuhan yang digambarkan dalam kitab nabi Yesaya,
seringkali menjadi gambaran ketaatan Yesus Kristus akan kehendak Bapa-Nya.
Penghinaan, kesakitan, penghianatan dan kematian yang dialaminya adalah
bentuk penyerahan diri-Nya kepada Bapa-Nya. Ia memberi teladan kepada
manusia agar menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Bapa.
Penyerahan diri seutuhnya yang diteladankan oleh Yesus Kristus lewat
peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya adalah teladan penyerahan
seutuhnya. Penyerahan itu dapat diwujudkan dengan senantiasa menjadikan Yesus
sebagai pokok keselamatan dan andalan dalam hidup dan meneruskan karya-Nya
di dalam dunia ini.