ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul dipilih bertitik tolak dari pengalaman penulis
mengikuti pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Lewat keterlibatan itu penulis merasa prihatin dengan pembinaan iman yang dilaksanakan. Dalam pengamatan penulis, alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan kurang memadai, proses katekese masih sangat bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format yang tetap menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Sulit bagi pembina untuk mengajak para narapidana aktif dalam proses pembinaan. Menurut penulis, pembina bertindak sebagai Guru yang memberikan pelajaran sedangkan peserta sebagai murid yang mendengarkan guru mengajar.
Alokasi waktu yang kurang memadai, proses katekese yang masih bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format tetap merupakan tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pembina. Oleh karena itu guna memecahkan masalah di atas penulis mengadakan penelitian bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Penulis juga mengadakan studi pustaka untuk memperoleh data dan gagasan yang mendukung. Melalui data dan gagasan tersebut, penulis dapat menemukan bentuk proses pembinaan iman atas narapidana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dengan melihat fakta pembinaan iman yang telah berlangsung selama ini, dan melalui penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis mengusulkan pembinaan iman kateketis. Pembinaan iman adalah suatu usaha untuk membentuk seseorang guna mencapai tujuan tertentu. Kateketis adalah pembinaan iman melalui katekese yang artinya pendidikan atau pengajaran iman.
ABSTRACT
This title of small thesis is FAITH FORMATION FOR INMATES IN
CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: A PROPOSAL OF CATECHESIS FAITH FORMATION FOR INMATES. This title was chosen from the writer experience attending faith
formation for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer fell concerned with faith formation which had been done. In writer’s view, there is less time alocation given for faith formation in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta, the process of catechesis still releies on the catechist present, using top down approach, there is no fixed format model for faith formation. It’s hard for the catechist to persuade the inmates to be actively involved in a catechesis process. In the writer’s opinion, the catechist acts as a teacher who gives a lesson and the inmates as students who listen the teacher’s learning.
The inadequate time alocation given for faith formation, catechesis process still releies on the catechist present, using of top down, and there is no fixed format model for faith formation become challenges for catechists. Therefore to solve the problems, the writer conducted a research for the inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer also conducted a literature study to get more data and supporting ideas. Through those data and supporting ideas, the writer can find the form of faith formation for the inmates which is suitable with their needs.
According to the facts and through the research which has been done, the writer suggests a catechetical faith formation. Faith formation is an effort for building someone to reach his own goal of life. Catechetic is faith formation through a catechesis which means faith education or teaching.
Catechetical faith formation which the writer proposes takes a Shared Christian Praxis model. Shared Christian Praxis (SCP) is a catechesis model which point the process of participatory dialogue. SCP model its participants communicate their daily life experience in faith in Christ. Participatory dialogue enables participants to involve actively and be creative in communication with the catechist or fellow participants. Through SCP model hope participants can be assisted to deepen their life experience and deepen their faith quality through faith realization which slowly grows during the SCP process. The writer expects that faith formation by SCP model can solve faith formation problems for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta.
WIR Progr PEM DI LEM ROGUNAN PEM Di
ram Studi I
PR KEKHU FAKULT MBINAAN MBAGA PE N YOGYA MBINAAN iajukan untu Memperole lmu Pendid Tri Ad ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y i
N IMAN BA EMASYAR KARTA: S N IMAN BA
S K R I P
uk Memenu
eh Gelar Sa
dikan Kekhu Oleh dha Ismail NIM: 1111 STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGYAKA 2016 AGI NARA RAKATAN SUATU US AGI NARA
P S I
uhi Salah Sa
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Seluruh narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dan semua pihak yang terlibat dalam pembinaan iman
bagi narapidana dan kupersembahkan bagi seluruh keluargaku, almarhum papah,
v
MOTTO
Letakkan di depan keningmu, jangan sampai menempel, biarkan mengambang 5
cm dari dahimu, dan dia takkan lepas dari matamu lalu yang harus kita lakukan
hanyalah tangan yang harus bekerja lebih dari biasanya, kaki yang melangkah
lebih dari biasanya, otak yang berfikir lebih dari biasanya, dan hati serta mulut
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul dipilih bertitik tolak dari pengalaman penulis
mengikuti pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Lewat keterlibatan itu penulis merasa prihatin dengan pembinaan iman yang dilaksanakan. Dalam pengamatan penulis, alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan kurang memadai, proses katekese masih sangat bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format yang tetap menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Sulit bagi pembina untuk mengajak para narapidana aktif dalam proses pembinaan. Menurut penulis, pembina bertindak sebagai Guru yang memberikan pelajaran sedangkan peserta sebagai murid yang mendengarkan guru mengajar.
Alokasi waktu yang kurang memadai, proses katekese yang masih bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format tetap merupakan tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pembina. Oleh karena itu guna memecahkan masalah di atas penulis mengadakan penelitian bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Penulis juga mengadakan studi pustaka untuk memperoleh data dan gagasan yang mendukung. Melalui data dan gagasan tersebut, penulis dapat menemukan bentuk proses pembinaan iman atas narapidana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dengan melihat fakta pembinaan iman yang telah berlangsung selama ini, dan melalui penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis mengusulkan pembinaan iman kateketis. Pembinaan iman adalah suatu usaha untuk membentuk seseorang guna mencapai tujuan tertentu. Kateketis adalah pembinaan iman melalui katekese yang artinya pendidikan atau pengajaran iman.
ix
ABSTRACT
This title of small thesis is FAITH FORMATION FOR INMATES IN
CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: A PROPOSAL OF CATECHESIS FAITH FORMATION FOR INMATES. This title was chosen from the writer experience attending faith
formation for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer fell concerned with faith formation which had been done. In writer’s view, there is less time alocation given for faith formation in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta, the process of catechesis still releies on the catechist present, using top down approach, there is no fixed format model for faith formation. It’s hard for the catechist to persuade the inmates to be actively involved in a catechesis process. In the writer’s opinion, the catechist acts as a teacher who gives a lesson and the inmates as students who listen the teacher’s learning.
The inadequate time alocation given for faith formation, catechesis process still releies on the catechist present, using of top down, and there is no fixed format model for faith formation become challenges for catechists. Therefore to solve the problems, the writer conducted a research for the inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer also conducted a literature study to get more data and supporting ideas. Through those data and supporting ideas, the writer can find the form of faith formation for the inmates which is suitable with their needs.
According to the facts and through the research which has been done, the writer suggests a catechetical faith formation. Faith formation is an effort for building someone to reach his own goal of life. Catechetic is faith formation through a catechesis which means faith education or teaching.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN IMAN BAGI
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYRAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA. Skripsi ini diajukan guna memberikan
sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang memilki
kerinduan dalam mengembangkan pembinaan iman bagi narapidana di manapun
berada.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pendampingan,
dukungan, motivasi, serta perhatian. Di mana semuanya ini, penulis yakini
sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis hingga pada
tahap akhir dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama yang telah
setia membimbing, mengarahkan, dan selalu memotivasi penulis dalam
penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik,
dosen penelitian dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk
xi
3. Dr. Carolus Putranto S.J, selaku dosen penguji III yang telah meluangkan
waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya
skripsi ini.
4. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang telah
membuka dan menerima penulis untuk mengadakan penelitian.
5. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama
Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta
pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
6. Karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan bagi
penulis.
7. Bapak Sukarno sebagai donator yang telah membantu membiayai penulis
dalam hal pembayaran uang kuliah.
8. BAPEDA DIY yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
9. Frater Yusuf, Frater Andi Kurniawan, Frater Dedy, dan Frater Antonius Roja
yang telah bersedia menjadi narasumber bagi penulis.
10. Ibu Kandi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
yang telah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam melakukan
penelitian di dalam LAPAS.
11. Mama, kakak, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan berkorban
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Metode Penulisan ……… 8
F. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN………... 12
A. Pembinaan Iman ... 12
1. Pengertian Pembinaan ... 13
2. Pengertian Iman ... 15
3. Pengertian Pembinaan Iman ………... 20
4. Rangkuman………. 25
B. Narapidana dan Lembaga Permasyarakatan ... 26
xiv
2. Pengertian Narapidana ... 27
3. Lembaga Permasyarakatan ... 29
a. Pengertian Lembaga Permasyarakatan ... 29
b. Lembaga Permasyarakatan Wirogunan……….. 29
C. Pembinaan Iman di Lembaga Permsyarakatan Wirogunan Yogyakarta ... 31
1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana………... 31
2. Hal-hal yang Sudah Dilakukan di Lembaga Permasyarakatan Wirogunan Yogyakarta ………. 34
D. Rangkuman……… .... . 35
BAB III. PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA ... 38
A. Situasi Umum Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ... 39
1. Tenaga Pendamping atau Pembina bagi Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan ... 40
2. Alokasi Waktu Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan ... 40
3. Bentuk-bentuk Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan yang Pernah Dilakukan oleh Para Pembina 7 ... 41
4. Materi Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyrakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ………….... 42
B. Penelitian atas Pembinaan Iman ... 42
1. Rumusan Permasalahan ... 43
2. Tujuan Penelitian ... 43
3. Metodologi Penelitian ... 44
a. Jenis Penelitian………... 44
b. Tempat dan Waktu Penelitian……… 45
c. Responden Penelitian………. 45
d. Instrumen Pengumpulan Data……… 45
e. Pengolahan Data………. 48
xv
g. Variabel Penelitian………. 49
C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ... 49
1. Identitas Responden ... 50
2. Laporan Hasil Kuesioner Terbuka ... 53
3. Rangkuman Laporan Hasil Kuesioner ... 56
4. Laporan Hasil Wawancara ... 58
5. Laporan Hasil Observasi ... 67
6. Laporan Hasil Studi Dokumen ... 69
D. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 71
1. Cukup atau tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan untuk Pelaksanaan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta …………. 71
a. Aspek Tingkat Kerutinan ……… 72
b. Aspek Alokasi Waktu ………. 73
2. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………. 75
3. Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… . . 80
4. Faktor-Faktor Pendukung Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……… 83
5. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………….. 87
a. Tujuan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarkatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… 87
b. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……… . 89
6. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Benar-benar diharapkan oleh Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………. 90
xvi
BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USULAN KATEKESE BAGI PARA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN
YOGYAKARTA………. ... 97
A. Pengertian Shared Christian Praxis……….. 97
1. Shared………... 98
2. Christian………... 99
3. Praxis………... 99
4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis………... 100
B. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, dengan Model Shared Christian Praxis………. 102
1. Latar Belakang………... 103
2. Tema dan Tujuan Pembinaan Iman……….. 105
3. Gambaran Pelaksanaan Program……….. 110
4. Matrik Program………... 111
5. Contoh Persiapan Salah Satu Sesi Pembinaan Iman………… 120
BAB V PENUTUP ... 135
A. Kesimpulan ... 135
B. Saran ... 138
DAFTAR PUSTAKA………. . 141
LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2 : Surat Bukti telah dilaksanakan penelitian ... (2)
Lampiran 3 : Kuesioner penelitian ... (3)
Lampiran 4 : Contoh kuesioner penelitian ... (9)
Lampiran 5 : Pedoman wawancara kepada Pembina ... (12)
Lampiran 6 : Contoh Pembinaan Iman dari PPNKY ... (13)
Lampiran 7 : Struktur Organisasi Lembaga ... (17)
Lampiran 8 : Transkrip Wawancara ... (18)
Lampiran 9 : Perikop Kitab Suci ... (27)
xvii
Lampiran 11 : Dokumentasi Kegiatan ... (29)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Baru:
dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik
Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia
dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi yang ditulis oleh Yohanes Paulus II pada tanggal 18
November 1965.
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
BBC : British Boardcasting Corporation, salah satu perusahan media
masa di Inggris.
Hlm : Halaman
KAS : Keuskupan Agung Semarang
KanWil : Kantor Wilayah
KGK : Katekismus Gereja Katolik
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
xix Ms : Miss
SCP : Shared Christian Praxis
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
PPNKY : Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta
WIB : Waktu Indonesia Barat
WBP : Warga Binaan Pemasyarakatan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada penghujung tahun 2014 sampai pada awal tahun baru 2015 dunia
hukum Indonesia dipenuhi dengan beragam berita tentang eksekusi mati enam
terpidana narkotika. Seperti yang dimuat dalam surat kabar digital British
Broadcasting Corporation Indonesia atau BBC Indonesia pada tanggal 18 Januari
2015 dengan judul berita Enam Terpidana Mati Telah Dieksekusi di
Nusakambangan dan Boyolali:
Juru bicara Kejaksaan Agung, lembaga yang melakukan hukuman mati, Tony Spontana menjelaskan 5 terpidana mati telah dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap pukul 00.30 WIB dan dinyatakan meninggal pada pukul 00.40 WIB. Satu terpidana mati lainnya dieksekusi di Boyolali pukul 01.20 WIB. Kelima terpidana mati yang dieksekusi di Nusakambangan adalah Marco Archer Cardoso Mareira (53, Warga Negara Brasil), Daniel Eneuma (38 tahun, Warga Negara Nigeria), Ang Kim (62 tahun, Warga Negara Belanda), Namaona Dennis (48 tahun, Warga Negara Malawi), dan Rini Andriani atau Melisa Aprilia (Warga Negara Indonesia), sedangkan yang menjalani hukuman mati di Boyolali adalah Tran Thi Hanh (37 tahun, Warga Negara Vietnam).
Eksekusi mati tidak hanya berhenti pada enam terpidana mati yang telah
dieksekusi tanggal 18 Januari 2015. Eksekusi hukuman mati jilid II terhadap
sembilan terpidana mati yang menyangkut “duo Bali nine” Andrew Chan dan
Myuran Sukumaran serta “ratu ekstasi” Mary Jane Fiesta Veloso menuai
polemik. Media-media sosial maupun cetak mulai memberitakan seputar eksekusi
dalam situs berita resmi miliki liputan 6 pada tanggal 27 April 2015 dengan judul
berita Kapan Eksekusi Mati jilid II dilaksanakan? Ini kata JK. Ulasan berita
tersebut:
Sejumlah terpidana mati masih melakukan sejumlah cara agar bisa terlepas dari hukuman eksekusi mati. Mereka juga memaksimalkan hak hukumnya. Termasuk Sergei Areski Atlaoui yang kini namanya telah dikeluarkan dari daftar eksekusi mati jilid II. Melihat kondisi ini Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK berjanji tak akan mengebiri hak hukum mereka. “Kita selalu mengikuti proses hukum sebaik-baiknya. Karena warga Prancis itu masih memiliki proses hukum yaitu Peninjau kembali (PK) kedua, maka kita tunggu itu dulu,” kata JK di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin(27/05/2015). Namun JK enggan memberitahukan tanggal kapan eksekusi mati akan dilakukan. Dia pun meminta pihak terkait untuk menunggu informasi resmi dari Kejaksaan Agung. “Tanggalnya tunggu sajalah,” tukas JK.
Eksekusi mati beberapa warga Negara asing dan warga Negara Indonesia
ini sempat mendapat kecaman beberapa kalangan dari dunia internasional. PBB
melalui sekretaris jendralnya mengecam dan menyampaikan penyesalan yang
mendalam atas eksekusi mati enam terpidana yang berlangsung di Indonesia dan
yang masih berlaku di seluruh Negara di dunia. Kecaman dan reaksi penolakan
terhadap hukuman mati yang diserukan oleh Sekjen PBB ini juga diikuti oleh
Australia dan Brazil yang menarik duta besar mereka dari Jakarta. Hal ini dapat
dilihat dalam ulasan berita Evan Hardoko pada koran elektronik Kompas pada
Kamis 30 April 2015 dengan judul berita Sekjen PBB Kecam Eksekusi Mati di
Indonesia:
membatalkan eksekusi mati terhadap semua terpidana mati. Desakan itu, menurut Ban, sejalan dengan sikap 117 negara yang menyuarakan moratorium penggunaan hukuman mati dalam sidang Majelis Umum PBB pada Desember 2014.
“Sekretaris Jendral mendesak semua negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk bergabung dengan gerakan ini dan mendeklarasikan moratorium hukuman mati dan akhirnya menghapusnya,”demikian pernyataan Ban Ki-moon.
Tidak hanya dari PBB, Australia dan Brasil, Gereja Indonesia pun sempat
menyerukan seruan keras terkait eksekusi mati terpidana kasus narkotika baik
eksekusi mati jilid I dan jilid II. Seruan Gereja Katolik Indonesia yang menolak
hukuman mati diserukan oleh Mgr. Ignatius Suharyo Pr dalam surat gembala
Paskah 2015 dengan judul Gereja Katolik Menolak Hukuman Mati yang
diedarkan di Keuskupan Agung Jakarta dalam judul Gereja menolak hukuman
mati yang isinya:
Pada hari-hari ini, televisi, koran dan mass media lain, penuh dengan berita mengenai hukuman mati. Saya pribadi amat sedih setiap kali melihat atau membaca berita itu dan diberitakan dengan cara yang bagi saya mencederai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam suasana seperti ini saya mengajak para Imam untuk menjelaskan kepada umat pandangan Gereja mengenai hal ini dan mengajak mereka berdoa untuk para terpidana.
Gereja. KGK 2267 ini diambil dari ensiklik Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae.
Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya. Berikut kutipannya:
Adalah jelas bahwa untuk tercapainya maksud-maksud ini, jenis dan tingkat hukuman harus dengan hati-hati dievaluasi dan diputuskan, dan tidak boleh dilaksanakan sampai ekstrim dengan pembunuhan narapidana, kecuali dalam kasus-kasus keharusan yang absolut: dengan kata lain, ketika sudah tidak mungkin lagi untuk melaksanakan hal lain untuk membela masyarakat luas. Selanjutnya ditegaskan, Namun demikian, dewasa ini, sebagai hasil dari perkembangan yang terus menerus dalam hal pengaturan sistem penghukuman, kasus-kasus sedemikian (kasus-kasus yang mengharuskan hukuman mati) adalah sangat langka, jika tidak secara praktis disebut sebagai tidak pernah ada.” (EV 56).
Untuk menuju tujuan yang mulia di atas, peran dan bentuk pembinaan di
dalam Lembaga Pemasyarakatan perlu mengalami perubahan juga. Berdasarkan
data yang diperoleh penulis pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan
berdasar pada asas: pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan,
pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia,
kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya
hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang- orang tertentu
(Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab II pasal 5).
Menurut pengalaman penulis yang lain, pembinaan iman bagi narapidana
di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dijadwalkan satu
minggu sekali yakni pada hari Sabtu setiap minggunya. Dari alokasi waktu
pembinaan iman ini, muncul beberapa pertanyaan yang menganjal dalam hati
pembinaan iman yang telah disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan? Lantas
bagaimana bentuk pembinaan iman yang selama ini dilaksanakan dalam Lembaga
Pemasyarakatan? Siapakah yang melaksanakan pembinaan iman dalam Lembaga
Pemasyarakatan?
Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di atas. Pertama
kali penulis menyadari bahwa pelayanan pembinaan iman bagi narapidana di
dalam Lembaga Pemasyarakatan membutuhkan spiritualitas yang
sungguh-sungguh. Dalam permenungan muncullah gagasan dan spiritualitas pelayanan
yang tulus dan menyeluruh sebagai bentuk konkrit dari iman yang dianut oleh
para pelayan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan. Spiritualitas ini
terinspirasi dari Matius 25: 34-36:
Yesus bersabda, “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah kerjaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijakdikan. Sebab ketika Aku haus kamu memberi Aku minum, ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan, ketika Aku telanjang kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku sakit, kamu melawat Aku, dan ketika Aku di dalam penjara kamu mengunjungi Aku”.
Perikop ini ingin menyampaikan bahwa menjadi orang Katolik tidak
hanya berhenti pada kehidupan doa yang taat, akan tetapi kehidupan doa yang
disertai dengan perbuatan. Pada dasarnya iman Katolik sendiri mengajarkan
kepada umatnya agar hidup beriman tidak berhenti pada beribadah dan berbuat
baik. Iman Katolik memiliki konsekunsi nyata yang membimbing umatnya untuk
mewujudkan apa yang dihayati dalam perbuatan nyata. Salah satunya adalah
mereka lewat pelayanan pembinaan iman, orang Katolik mengaktualisasikan
imannya.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terpapar di atas, penulis
merasa tertarik untuk mendalami pembinaan iman bagi narapidana. Maka dari itu
penulis mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Penulis ingin memberikan suatu sumbangan pemikiran
katekese bagi pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta. Penulis berharap sumbangan ini dapat membawa
perubahan sikap dan moral narapidana yang terwujud dalam perubahan hidup
mereka, sehingga Lembaga Pemasyarakatan dapat memenuhi visi dan misinya
sebagai lembaga yang memperbaiki kesalahan dan kembali memanusiakan
manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa itu pembinaan iman?
2. Siapa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan?
3. Sejauh mana pembinan iman bagi narapidana bagi narapidana di Lembaga
4. Sejauh mana pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sudah berjalan secara efektif?
5. Usulan katekese atau usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pembinaan iman dan perubahan sikap serta moral para narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka ada beberapa rumusan tujuan:
1. Mengetahui apa itu pembinaan iman.
2. Mengetahui apa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan.
3. Mengetahui pembinaan iman yang telah berjalan di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan dan efektivitas pembinaan iman tersebut.
4. Memberi usulan program pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyrakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
5. Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana strata I
pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah
a. Secara akademis, dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
iman bagi narapidana yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam berkatekese di dalam lembaga pemasyrakatan.
b. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II
A Wirogunan Yogyakarta khususnya bagi para pemerhati pembinaan iman di
Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu alternatif bahan katekese.
c. Sebagai calon katekis, penulis semakin diperkaya sehingga mampu
mendesain katekese pembinaan iman narapidana yang sungguh kontekstual
dan menarik.
2. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah
a. Berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai katekese pembinaan iman
bagi narapidana.
b. Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang katekese
pembinaan iman narapidana.
E. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, artinya
penulisan yang menggambarkan dan menganalisis suatu masalah dan keadaan
sebagaimana adanya. Deskripif analitis adalah usaha penulis menganalisis
buku-buku sebagai sumber bahan dan membahasakannya kembali dalam bentuk tulisan.
Hal yang sama akan penulis lakukan dalam pengumpulan data. Penulis akan
menggunakan penelitian kualitatif dengan wawancara. Penulis akan menggali dan
menganalisis hasil wawancara dengan para narapidana Untuk mendapatkan data,
dasar sumbagan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul tersebut akan diuraikan
dalam lima bab sebagai berikut:
Bab I adalah bagian pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II dibagi dalam tiga bagian : pertama, pembinaan iman yang terdiri
dari empat sub bab yakni pembinaan, iman, pembinaan iman dan
rangkuman pembinaan iman. Kedua, Narapidana dan Lembaga
Pemasyarakatan yang mencakup tentang pengertian terpidana,
pengertian narapidana, pengertian Lembaga Pemasyaraktan yang
terdiri dari pengertian Lembaga Pemasyarakatan secara umum dan
sekilas pandang mengenai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang menjelaskan tentang situasi geografis,
sejarah singkat, visi dan misi, serta strategi Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Ketiga,
pembinaan iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
pembinaan iman bagi narapidana dan usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta.
Bab III akan menguraikan tentang lima hal. Hal yang pertama adalah
situasi umum kegiatan pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang terdiri
dari empat sub bab yakni tenaga pembina atau pendamping
pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman
bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi
narapidana yang telah dilaksanakan oleh pembina, dan materi
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Kedua, penelitian pembinaan iman yang terdiri dari tiga sub bab
yaitu rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan metodologi
penelitian yang mencakup jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, responden penelitian, instrument pengumpulan data,
pengolahan data, analisa data dan variabel peneltian.
Ketiga, laporan hasil penelitian yang terdiri dari identitas
responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil
wawancara, laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen.
Keempat pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari cukup atau
tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksaan
dan aspek alokasi waktu, bentuk, model dan materi pembinaan
iman yang relevan bagi narapidana, faktor-faktor pendukung dan
faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi
narapidana, dampak pembinaan iman bagi narapidana yang
meliputi tujuan pembinaan iman bagi narapidana dan dampak
pembinaan iman bagi narapidana serta bentuk, model dan materi
pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Kelima, kesimpulan yang dibuat penulis sebagai rangkuman atas
penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Bab IV berisi tentang, pertama, pengertian Shared Christian Praxis yang
terdiri dari pengertian Shared, Christian, dan praxis. Kedua,
Shared Christian Praxis sebagai usulan model pembinaan iman
bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yang terdiri dari latar belakang tema dan
tujuan program, gambaran pelaksanaan program, matrik program,
dan contoh persiapan salah satu sesi pembinaan iman.
Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan atas peneltian
pembinaan iman bagi narapidana dan saran bagi pembinaan iman
BAB II
PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA
DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN
Fokus pada bab dua ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama penulis
membahas tentang pembinaan iman yang terdiri dari pengertian pembinaan dan
iman. Pada bagian kedua penulis membahas tentang narapidana dan lembaga
pemasyarakatan yang terdiri dari pengertian narapidana dan lembaga
pemasyarakatan. Sedangkan pada bagian ketiga penulis membahas tentang
pembinaan iman bagi narapidana yang terdiri dari pembinaan iman bagi
narapidana dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dalam membina iman narapidana khususnya
narapidana yang beragama Kristen dan Katholik.
A. Pembinaan Iman 1. Pengertian Pembinaan
Dalam buku karangan Mangunhardjana berjudul Pembinaan: Arti dan
Metodenya, pembinaan didefinisikan sebagai:
suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengentahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Mangunhardjana 1986: 12).
Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu
murni, tetapi ilmu yang akan dipraktekkan. Tidak dibantu untuk mendapatkan
terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat
memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh
karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, tingkah laku,
kecakapan dan keterampilan.
Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki
berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan menghambat
hidup dan kerja dan mempelajari pengetahuan dan praktek baru yang
meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan
mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan
efektif daripada sebelumnya.
Definisi lain dari pembinaan dapat ditemukan dalam buku karangan
Mitfah Thoha yang berjudul Pembinaan Organisasi:
suatu proses hasil atau pertanyaan yang lebih baik dalam hal ini menunjukkan adanya perubahan, kemajuan, pertumbuhan, peningkatan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas berbagai sesuatu di atas. Pembinaan juga dapat dimengerti sebagai proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian-pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, menggembangkan, menyempurnakan (Thoha 1999: 243).
Pembinaan adalah suatu proses yang membuat manusia menjadi lebih
baik. Dalam proses itu terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebagai
syarat mutlak pembinaan. Proses itu diawali dengan mendirikan, dilanjutkan
dengan proses membutuhkan bahan-bahan guna mengembangkan dirinya, tahapan
pembinaan dilanjutkan dengan proses pemeliharaan terhadap pertumbuhan
tersebut. Dalam usaha pemeliharaan tercakup pula usaha-usaha perbaikan,
Oleh karena itu pembinaan memiliki beberapa tujuan. Pembinaan
bertujuan utnuk memampukan seseorang membaharui diri dan meningkatkan
efektivitas hidup dan karya. Pembinaan dapat menganilisi situasi hidup secara
positif maupun negatif dan memampukan orang untuk bertanggung jawab
terhadap apa yang menjadi tuntutan hidup (Mangunhardjana 1986:13).
Menurut Mardi Prasetya (2001: 24) tujuan pembinaan merupakan
transformasi diri dalam Kristus, menjadi murid Kristus menyertakan dinamika
untuk membentuk hidup atas dasar nilai-nilai yang ditawarkan oleh Kristus agar
kita diubah oleh nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu tujuan transformasi diri ini
perlu dilihat secara khusus supaya pembinaan tetap dilihat sebagai tujuan yang
tertinggi dibandingkan dengan tujuan-tujuan praktis yang lain sehingga hari demi
hari terus dihayati dalam hidup panggilan maka tujuan praktis yang lain harus
diletakkan dibawahnya.
Dari pengertian di atas jelas bahwa pembinaan selalu mengarah ke hasil
yang lebih baik. Jika dicermati dari masalah kepentingannya tidak semua orang
memahami dan memperhatikan pentingnya pembinaan. Seperti yang diungkapkan
Mangunhardjana bahwa pembinaan yang baik akan berdampak pada orang lain.
Dengan kata lain pembinaan dapat membantu orang lain “keberhasilan pembinaan
dapat berdampak pada orang lain dan membantu mereka untuk melihat diri dan
pelaksanaan hidup serta kerjanya. Pembinaan dapat menganlisis situasi hidup dan
kerjanya dari segala segi positif atau negatifnya. Pembinaan dapat digunakan
sebagai sarana untuk menemukan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya;
diperbaiki. Pembinaan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk merencanakan
sasaran dan program di bidang hidup kerjanya sesudah mengikuti pembinaan
(Mangunhardjana 1989: 13).
2. Pengertian Iman
Pengertian iman yang paling umum diketahui kalangan umat adalah
bahwa iman dipahami sebagai karunia Allah dan tanggapan manusia. Dari
pengertian ini, dapat ditarik sebuah simpul bahwa Allah adalah subjek pemberi
rahmat dan manusia adalah objek penerima rahmat. Akan tetapi, di sisi yang lain,
Allah menjadi objek penerima tanggapan manusia atas anugerah-Nya dan manusia
menjadi subjek yang memberikan tanggapan terhadap panggilan Allah. Oleh
karena itu, penulis dalam sub bab ini akan memisahkan dan memberikan
penjelasan terkait Allah yang menjadi subjek dan manusia yang menjadi objek,
serta Allah mejadi objek dan manusia menjadi subjek.
Katekismus Gereja Katolik(selanjutnya akan ditulis KGK) artikel 1
nomor 51-53 menjelaskan bahwa Allah mewahyukan Diri kepada manusia. Isi
wahyu itu adalah belas kasihan Allah kepada manusia. Allah membuka diri untuk
manusia, supaya manusia bisa mengenal Dia dan kehendak-Nya. Manusia mampu
mengenal Allah lewat Yesus Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging dan
dalam Roh Kudus, ikut serta dalam kodrat ilahi. Melalui Yesus Kristus, Allah
mengangkat manusia menjadi anak-anak-Nya. Dengan mewahyukan diri Allah
memberikan kesanggupan bagi manusia untuk memberikan timbal balik atau
Dalam dokumen Dei Verbum yakni Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan
II tentang Wahyu Ilahi, iman diartikan sebagai Allah yang mewahyukan diri-Nya
kepada manusia lewat perjalanan sejarah melalui perantaraan para nabi dan
setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya Allah mengutus Putra-Nya
yaitu Yesus Kristus (DV 4).
Tahapan pewahyuan Diri Allah juga dijelaskan dalam KGK artikel 2
nomor 54-64 bahwa Allah membiarkan Diri-Nya dikenal oleh manusia sejak awal
mula. segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah berasal dari sabda-Nya. Sejak
awal mula, Allah telah memperkenalkan Diri-Nya dan menjalin hubungan yang
erat dengan manusia pertama. Relasi antara Allah dan manusia itu tidak hanya
sebatas antara pencipta dan ciptaan namun Allah memberikan keselamatan bagi
manusia berupa rahmat yang berlimpah dan keadilan yang gemilang.
Meski manusia jatuh dalam dosa, Allah tidak berhenti mencintai
manusia. Ia tetap saja memberikan keselamatan bagi manusia yang mencari-Nya,
mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya. Berkali-kali manusia jatuh dalam jurang
dosa, tetapi Allah selalu memberikan jalan bagi manusia untuk menuju
keselamatan. Perjanjian dengan Nuh setelah banyak manusia jatuh dalam dosa,
adalah simbol dimana Allah memberikan keselamatan kepada bangsa-bangsa.
Allah tetap memberikan keselamatan kepada manusia yang terus hidup bertekun
dalam perjanjian Allah dengan Nuh sembari menantikan kedatangan Kristus yang
mempersatukan anak-anak manusia yang tercerai-berai.
Tahapan wahyu Allah kemudian sampai pada Abraham. Allah
menjadikan Abraham seorang bapa bangsa yang besar, sebab dari sanalah seluruh
keturunan Abraham akan menerima keselamatan Allah. Abraham dan
keturunannya menjadi akar pohon dimana kelak ketika telah tumbuh, orang-orang
diluar keturunan Abraham akan dipersatukan dan diselamatkan. Dengan
demikian keselamatan menjadi milik semua orang.
Setelah masa para Bapa, Allah membentuk Israel menjadi bangsa-Nya.
Israel diselamatkan dari perbudakan di Mesir dan Allah memberkati bangsa Israel.
Dari namanya, Israel adalah orang-orang yang menerima berkat Allah. Mereka
adalah orang-orang yang mendengar panggilan Allah. Dari bangsa inilah,
keselamatan Allah terbuka bagi semua orang.
Yesus Kristus adalah sabda yang menjadi daging. Yesus Kristus
merupakan perantara dan kepenuhan seluruh wahyu Allah yang maha tinggi.
melalui Yesus Kristus, Allah yang tidak kelihatan dengan cinta kasih-Nya
menyapa manusia dan bergaul dengan mereka untuk membebaskan manusia dari
kegelapan dosa dan maut. Maka barang siapa melihat Yesus Kristus maka melihat
Allah juga (DV 2).
Allah mewahyukan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus yang merupakan
jalan kebenaran dan hidup. Melalui Yesus Kristus Allah turun ke dunia utnuk
menjumpai dan berinteraksi dengan manusia yang dinyatakan dalam misteri
Tritunggal Maha Kudus. Dalam karya-Nya Yesus Kristus mewartakan kabar
gembira untuk membebaskan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Barang
Iman sebagai pewahyuan diri Allah kepada manusia juga dapat
dimengerti lewat Dei Verbum artikel 4
Oleh karena cinta kasih-Nya yang begitu besar kepada umat manusia, Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia dengan mengutus Putra-Nya yakni sabda kekal yang tinggal di tengah umat manusia untuk menyinari semua orang dan akan bercerita kepada mereka tentang hidup Allah yang terdalam. Yesus Kristus merupakan sabda yang menjadi daging, dan merupakan kepenuhan wahyu Allah. Barang siapa melihat Yesus berarti melihat Bapa juga.
Tampak dalam dokumen tersebut Allah begitu murah hati kepada
manusia. Cinta kasih Allah melebihi dosa-dosa manusia. Untuk menebus segala
dosa manusia, dianugerahi-Nya manusia dengan Putra-Nya yang Tunggal Tuhan
kita Yesus Kristus. Dalam kebersamaan-Nya dengan manusia di dalam dunia,
Yesus Kristus taat akan perintah Bapa-Nya. Ketaatan Kristus mewujud nyata
dalam peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Ia taat kepada Bapa-Nya
sampai mati di kayu salib; demi menebus dosa-dosa manusia Ia wafat di kayu
salib lambang penghinaan.
Wahyu dipahami sebagai Allah Sendiri, yang hadir dan menyapa
manusia, yang berbicara dengan manusia, dan yang berelasi dengan manusia. Dari
pihak manusia diharapkan ada tanggapan atas sapaan Allah ini. Tanggapan
manusia inilah yang disebut iman. Hal ini dikatakan dengan tegas dalam Dei
Verbum artikel 5: “Kepada Allah yang mewahyukan diri, manusia harus
menyatakan ketaatan iman. Dalam ketaatan iman tersebut manusia dengan bebas
menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan
bahwa iman dapat diartikan sebagai sikap penyerahan diri manusia, dalam
perjumpaan pribadi dengan Allah.
Orang yang memiliki iman adalah orang yang memiliki hubungan pribadi
yang mendalam dengan Allah yang hidup di mana dalam hidupnya seseorang
menerima kehadiran Allah dan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak
Allah atas hidupnya. Seseorang yang menerima kehadiran Allah dalam hidupnya
senantiasi hidup dalam buah-buah Roh Allah yang kudus. Hidupnya mendekati
kekudusan rohaniah yang terpancar dari ketulusan serta kebaikan tingkah laku.
Seseorang yang menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah, senantiasa
bersyukur kepada Allah karena rahmat yang diberikan Allah, dan tidak pernah
khawatir akan apa yang akan terjadi pada esok hari. Sebab hidup orang beriman
yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah penuh dengan buah-buah kasih
yakni kesabaran, ketekunan dan rendah hati.
Oleh karena itu, iman dapat dibedakan menjadi dua pengertian dasar
yakni iman sebagai jawaban manusia atas wahyu Allah dan iman sebagai
penyerahan diri manusia kepada Allah.
Iman adalah penyerahan diri manusia kepada Allah. Penyerahan diri erat
kaitannya dengan ketaatan manusia pada rencana Allah. Teladan penyerahan diri
dan ketaatan pada rencana Allah sering umat Katholik dengar ketika memasuki
masa prapaskah. Dalam renungan jalan salib, kita dihadapkan pada teladan nyata
ketaatan dan penyerahan diri Yesus Kristus. Dalam salah satu pemberhentian jalan
salib, kita merenungkan nubuat nabi Yesaya:
taruk ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kiat menjadi sembuh (Yes 53:1-5)
Ketaatan Hamba Tuhan yang digambarkan dalam kitab nabi Yesaya,
seringkali menjadi gambaran ketaatan Yesus Kristus akan kehendak Bapa-Nya.
Penghinaan, kesakitan, penghianatan dan kematian yang dialaminya adalah
bentuk penyerahan diri-Nya kepada Bapa-Nya. Ia memberi teladan kepada
manusia agar menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Bapa.
Penyerahan diri seutuhnya yang diteladankan oleh Yesus Kristus lewat
peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya adalah teladan penyerahan
seutuhnya. Penyerahan itu dapat diwujudkan dengan senantiasa menjadikan Yesus
sebagai pokok keselamatan dan andalan dalam hidup dan meneruskan karya-Nya
di dalam dunia ini.
3. Pengertian Pembinaan Iman
Pembinaan iman tidak hanya dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan
kepedulian Gereja terhadap umatnya yang ada di dalam kesulitan. Akan tetapi
pembinaan iman adalah bentuk sapaan kasih Allah terhadap umat-Nya. Sapaan
kasih Allah itu tertuang dan berdasar pada setiap kegiatan umat beriman yang
akan menjelaskan tentang pembinaan iman yang selanjutnya akan disebut sebagai
formatio iman.
Dalam Direktorium Formatio Iman yang diterbitkan oleh Dewan Karya
Pastoral Keuskupan Agung Semarang, formatio iman didefinisikan sebagai
pembinaan dan pembentukan diri menjadi (sebagai) pribadi Katolik yang berakar
dan berpola pada hidup Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan
integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral Keuskupan
Agung Semarang 2014: 3).
Formatio iman sebagai pembinaan iman memiliki garis-garis formatif yang
menjadi tolok ukur. Hal-hal yang menjadi garis-garis formatif itu adalah arah
dasar dari formatio iman, sumber-sumber yang harus digunakan dalam formatio
iman, dan tindakan-tindakan serta hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio
iman. Tindakan dan hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio iman termuat
dalam empat unsur utama yang harus dikerjakan yakni pengembangan
pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral serta
peningkatan hidup menggereja dan memasyakat.
Arah dasar formatio iman adalah hidup dalam Kristus: menjadi Katolik
yang cerdas, tangguh dan misioner. Sakramen baptis menjadikan seseorang anak
Allah dan murid Kristus. Sebagai anak Allah, hidupnya dibentuk dan diresapi
nilai-nilai Injili serta dikuatkan dengan spiritualitas kesaksian martiria, yakni sedia
memanggul salib kehidupan sehari-hari, mengasihi secara tulus tanpa pamrih,
semangat berkorban, konsisten dalam kata dan perbuatan. Sebagai murid,
Kristus, orang Katolik hidup semakin bermakna bagi dunia dengan hadir sebagai
garam, ragi dan terang (Dewan Karya Pastoral KAS 2024: 43).
Arah dasar formatio iman yakni hidup dalam Kristus sendiri terinspirasi dari
Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus bab 4 ayat 13 -15; “sampai kita telah
mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh dan tingkata pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka
yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam
kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah
Kepala”.
Sumber utama formatio iman adalah Sabda Allah. Sabda Allah itu ialah
Yesus Kristus yang menjadi manusia dan bahwa suara-Nya terus menggema
dalam Gereja dan di dunia melalui Roh Kudus. Sabda Allah ditujukan kepada
manusia melalui perendahan diri ilahi yang mengagumkan dan sampai kepada
manusia melalui perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan. Gereja
merenungkan Sabda Allah dengan semangat iman yang mendalam,
mendengarkannya dengan saleh, memeliharanya dengan cinta dan mewartakannya
dengan setia melalui Tradisi dan Kitab Suci (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:
44).
Sabda Allah yang terkandung dalam Tradisi dan Kitab Suci direnungkan
dan dimengerti dengan lebih mendalam melalui perasaan iman seluruh umat
tempat Sabda Allah terus menerus dimaklumkan, didengarkan, dibatinkan, dan
dijelaskan. Bersinar dalam sejarah hidup Gereja teristimewa kesaksian Kristiani
dan secara khusus dalam diri para Kudus. Dikaji dan diperdalam oleh studi-studi
dan penelitian-penelitian teologis yang membantu umat beriman untuk semakin
maju dan mendalam akan pengertiannya yang vital tentang misteri-misteri iman;
dan dinyatakan dalam nilai-nilai moral dan religious serta ditaburkan dalam
masyarakat dan berbagai kebudayaan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 44-45).
Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku berjudul
Formatio Iman Berjenjang mendefinisikan pembinaan sebagai berikut:
Formatio iman merupakan konsekuensi langsung dari identitas Gereja yang bersifat misioner. Perutusan Gereja untuk senantiasa melaksanakan evangelisasi membuahkan pertobatan dan iman. Maka yang semula tidak percaya kepada Kristus, kemudian menerima warta Injil, mengimani, dan memberikan diri dibaptis. Tugas Gereja selanjutnya adalah menjaga, merawat, dan mendamingi agar semua umat Kristiani bertumbuh dalam Kristus. Jadi proses menjaga, merawat, menyuburkan dan mendewasakan ini disebut sebagai Formatio iman (Dewan Karya Pastoral KAS).
Dalam menjalakan perannya untuk menjaga, merawat, menyuburkan, dan
mendewasakan iman umat formatio iman bersifat fundamental, eklesial, total dan
integral. Formatio iman bersifat fundamental karena formatio iman merupakan
keharusan, suatu tanggung jawab yang tidak bisa dikesampingkan. Formatio iman
menjadi tugas utama Gereja. Selain fundamental formatio iman bersifat eklesial
artinya formatio iman kecuali tugas Gereja juga merupakan tugas semua orang
beriman, juga diarahkan sebagai tugas semua anggota Gereja (Dewan Karya
Formatio iman juga bersifat total artinya formatio iman harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh, tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah.
Formatio harus sungguh-sungguh dalam semangat, cara, dan langkah-langkahnya.
Totalitas juga terjadi ketika orang semakin kreatif dan inovatif dalam
mengusahakan metodologi pewartaan. Terakhir, formatio iman bersifat intergral
artinya dalam melaksakannya menunjuk pada tanggung jawab bersama, bukan
sekelompok orang atau komunitas keluarga, sekolah, dan paroki. Integral juga
menunjuk pada kerja sama dan sinergi antar pelaku katekese atau antar komunitas
(Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 22).
Formatio iman memiliki peranan vital dalam Gereja. Peranan itu antara lain
adalah peran kerygmatis, edukatif, kuratif, dan transformatif. Peran Kerygmatis
berarti peran pewartaan. Formatio iman berperan kerygmatis berarti formatio
iman menegaskan perutusan Gereja untuk selalu menawarkan Injil terutama bagi
mereka yang sudah menjadi anggota Gereja (Dewan Karya Pastoral KAS
2014:23).
Peran eduktif berarti peran mendidik. Formatio iman berperan mendidik
umat dalam hal iman. Formatio iman berperan edukatif berarti formatio iman
menjadi pendidikan iman sepanjang hidup manusia. Artinya, usaha tidak terhenti
pada aspek tertentu seperti pada pengenalan kebenaran atau pada pemahaman
perubatan-perbuatan moral. Tugasnya meluas sampai pada pembentukan sikap
iman sebagai jawaban pribadi dan total atas rencana hidupnya (Dewan Karya
Peran kuratif pembinaan iman memiliki arti bahwa pembinaan iman
memiliki peranan untuk menjaga, merawat dan menumbuhkan iman umat dari
segala macam tantangan dan godaan zaman. Untuk melaksanakan peran ini Gereja
memiliki empat W sebagai sebuah dasar. Empat W itu adalah word atau
pewartaan sabda, worship atau doa, devosi dan peribadatan, witness atau
persekutuan hidup, kesaksian iman, sharing iman dan welfare atau pelayan dan
keterlibatan yang memberdayakan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:24-25).
Sedangkan peran transformatif dari pembinaan iman berarti pembinaan
iman membantu orang untuk memperbaharui dirinya melalui dan berdasar pada
iman. Dalam peran transformatif, umat tidak hanya menenrima informasi atau
informed tentang pengetahuan iman dan pemahaman sikap-sikap moral, akan
tetapi sampai pada tahap formed yakni dibentuk oleh pengalaman-pengalaman
iman, kemudian umat mengalami tahap transformed atau sampai pada tahap
transformasi dimana umat mengalami perubahan dalam hidupnya berdasar pada
imannya yang telah berkembang (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:25-26).
4. Rangkuman
Dari masing-masing pengertian yang telah penulis jabarkan di atas dapat
disusun sebuah rangkuman mengenai pembinaan, iman, dan pembinaan iman.
Pembinaan adalah proses belajar atau proses hasil dengan melepaskan hal-hal
yang sudah dimiliki guna memperoleh hal-hal baru yang belum dimiliki dengan
tujuan untuk membantu orang yang menjalaninya supaya mampu
dengan urutan-urutan pengertian-pengertian baru yang didapatkan di mana proses
belajar atau proses hasil itu diawali dengan mendirikan, membutuhkan
pemeliharaan yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, mengembangkan, dan
menyempurnakan.
Iman dapat diartikan sebagai wahyu Allah dan tanggapan manusia. Iman
sebagai wahyu Allah menurut KGK artikel nomor 51-53 adalah Allah
mewahyukan Diri kepada manusia. Isi wahyu itu adalah belas kasihan Allah
kepada manusia. Selain itu menurut DV artikel 4 iman dapat diartikan sebagai
Allah yang mewahyukan diri-Nya pada manusia lewat perjalanan sejarah melalui
perantaraan para nabi,dan setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya
Allah mengutus Putra-Nya yaitu Yesus Kristus.
Sedangkan pembinaan iman menurut Dewan Karya Pastoral Keuskupan
Agung Semarang dapat diartikan sebagai pembinaan dan pembentukan jati diri
sebagai pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam
segala dimensi hidupnya secara total dan integral dalam ungkapan dan
persetujuan.
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan
Setelah menjelaskan arti pembinaan, iman serta pembinaan iman, pada sub
bab ini penulis akan menjelaskan pengertian narapidana dan Lembaga
Pemasyarakatan. Tetapi untuk melengkapi pengertian narapidana penulis terlebih
dahulu menjabarkan pengertian terpidana sesuai dengan urutan penetapan status
1. Pengertian Terpidana
Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang
pemasyarakatan bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatansebagai
insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan
manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Sistem pembinaan yang
terpadu tersebut disebut sistem pemasyarakatan yang merupakan rangkaian
penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari
kesalahannya, dapat memperbaiki dirinya, dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
Oleh karena itu, undang-undang membedakan pengertian tentang terpidana
dan narapidana. Terpidana menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 12
tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat enam adalah seseorang yang
dipidanakan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh hukum tetap.
2. Pengertian Narapidana
Pengertian narapidana menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat tujuh adalah
terpidana yang hilang kemerdekaannya dan menjalani masa pidana di lembaga
pemasyarakatan. Terpidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan
diwajibkan untuk didaftar. Pendaftaran yang dimaksudkan adalah pengubahan
yang di dalamnya terdapat putusan pengadilan, jati dan barang serta uang yang
dibawa. Kemudian pemeriksaan kesehatan, pembuatan pas foto, pengambilan
sidik jari, dan pembuatan beriata acara serah terima terpidana.
Narapidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan kemudian
digolongkan menurut umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis
kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan
binaan.Hal ini ditentukan dalam rangka pembinaan narapidana. Dalam lembaga
pemasyarakatan serta pembinaan, narapidana berhak melakukan ibadah sesuai
dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan baik perawatan rohani
maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan
pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan,
mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak
dilarang, mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima
kunjungan keluarga atau orang lain, mendapatkan pengurangan masa pidana atau
premi, mendapatkan kesempatan asimiliasi termasuk cuti mengunjungi keluarga,
mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas, dan
mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain berhak mendapat hak-hak yang telah disebutkan di atas narapidana
juga wajib untuk mengikuti semua program pembinaan dan kegiatan tertentu
secara tertib.
Selain hak dan kewajiban di atas, beberapa hal yang menyangkut
kepentingan narapidana adalah pemindahan narapidana dari satu lembaga
kepentingan pembinaan, keamanan dan ketertiban, proses peradilan dan
kepentingan lainnya yang dianggap perlu.
3. Lembaga Pemasyarakatan
a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan menurut Undang-undang Republik Indonesia
nomor 12 tahun 1999 adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan. Selain itu dijelaskan bahwa Lembaga
Pemasyarakatan sebagai sebagai ujung tombak asas pengayoman merupakan
tempat mencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan
integrasi.
b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirognunan
Pada sub bab Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
ini akan dipaparkan dalam tiga bagian: pertama adalah situasi geografis, sejarah
berdirinya, dan visi, misi, serta tujuan dari berdirinya Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan. Keterangan mengenai tiga bagian pembahasaan pada sub
bab ini diambil dari website resmi milik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta yakni www.lapaswirogunan.com.
1) Situasi Geografis Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta yang terletak di Jalan
Tamansiswa Nomor 6 Yogyakarta, dengan luas area lebih kurang 3,8 hektar yang
sebelum direnovasi terdiri dari tiga bangunan utama untuk kantor, serta terdiri dari
Yogyakarta mempunyai kapasitas daya tampung sebanyak 750 orang. Terdapat
juga rumah sakit LAPAS Yogyakarta yang terdiri dari 3 kamar, serta satu ruang
dapur, satu gedung aula, satu masjid, satu gereja, dan dua gedung bimker sebagai
tempat pelatihan kerja bagi para napi dan tahanan. LAPAS Kelas IIA Yogyakarta
merupakan bangunan peninggalan pemerintahan Belanda dengan nama
Gevangenis En huis Van Devaring. Hal ini terlihat apabila kita memasuki LAPAS
Yogyakarta bentuk bangunan yang khas dengan tembok yang tinggi-tinggi dan
besar serta kusen pintu dan jendela yang tebal dan besar.
2) Sejarah singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Sejarah berdirinya LAPAS Kelas II A Yogyakarta tidak begitu saja
diketahui dengan pasti kapan berdirinya, karena arsip-arsip yang menyatakan
kapan dibangunnya LAPAS tidak ada yang mengetahui. Menurut penuturan
petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta bagian
hubungan dan masyarakatan khusunya bagian penlitian dan pengembang
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta didirikan antara
tahun 1910 sampai 1915. Nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta telah mengalami pergantian nama. Pergantian nama yang dilakukan
bahkan sampai 6 kali sesuai dengan penguasa setempat yang berkuasa di
Yogyakarta. Berikut nama-nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta:
a) Gevangenis En huis Van Devaring (Zaman Belanda)
b) Penjara Yogyakarta
c) Kepenjaraan daerah Yogyakarta
d) Kantor Direktorat Jendral Bina Luna Warga
e) Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta
3) Visi, Misi dan Tujuan Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan
a) Visi
Memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan
Pemasyarakatansebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME
(Membangun manusia Mandiri).
b) Misi
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan.
c) Tujuan
Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatanagar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat
berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga
yang baik dan betanggung jawab. Hal ini tentunya memberikan jaminan
perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan
Cabang Rumah Tahanan dalam rangka memperlancar proses penyelidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan.
C. Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogaykarta
1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999
ayat satu; pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional,
kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.
Sedangkan pembina Warga Binaan Pemasyarakatan disebut Pembina
Pemasyarakatan. Pembina pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang
melaksanakan pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemsayarakatan di lembaga
pemasyakaratan. Pengertian Pembina Pemasyarakatan dapat di lihat Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan
pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatanpasal satu ayat 4.
Adapun program pembinaan dan pembimbingan bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31
tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan pasal 2 ayat 1 dan 2 meliputi kegiatan pembinaan dan
pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan
kepribadian dan kemandirian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatanpasal 3 meliputi hal -hal yang berkaitan dengan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan
perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, reintegrasi sehat
dengan masyarakat, keterampilan kerja, latihan kerja, dan produksi. Pelaksanaan
pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatandilaksanakan melalui 3 tahap yakni
tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Pengalihan pembinaan dari satu tahap
berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan,
Pembimbing Pemasyarakatan, dan Wali Narapidana.
Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan
berstatus sebagai narapidana sampai dengan satu per tiga masa pidana. Pembinaan
tahap awal meliputi masa pengamatan, pengenalan dan penelitian dengan rentang
waktu paling lama satu bulan, perencanaan program pembinaan kepribadian dan
kemandirian, dan penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
Pembinaan tahap selanjutnya meliputi tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya
pembinaan tahap dilaksanakan mulai dari awal sampai dengan setengah dari masa
pidana, dan tahap lanjutan kedua dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan tahap
lanjutan pertama sampai dua per tiga masa pidana. Pembinaan tahap akhir
dilaksanakan sejah berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa
pidana dari narapidana yang bersangkutan.
Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta, diharapkan sampai pada pertumbuhan iman. Para
narapidana diajak untuk menggali pengalaman-pengalaman hidup konkret di
Lembaga Pemasyarakatan dan dijadikan sebuah pengalaman baru yang dilandasi
dengan terang injil, sehingga mereka memiliki pengalaman baru yang memotivasi
dan menumbuhkan iman mereka. Pembi