• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wirogunan Yogyakarta: suatu usulan katekese pembinaan iman bagi narapidana.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wirogunan Yogyakarta: suatu usulan katekese pembinaan iman bagi narapidana."

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul dipilih bertitik tolak dari pengalaman penulis

mengikuti pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Lewat keterlibatan itu penulis merasa prihatin dengan pembinaan iman yang dilaksanakan. Dalam pengamatan penulis, alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan kurang memadai, proses katekese masih sangat bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format yang tetap menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Sulit bagi pembina untuk mengajak para narapidana aktif dalam proses pembinaan. Menurut penulis, pembina bertindak sebagai Guru yang memberikan pelajaran sedangkan peserta sebagai murid yang mendengarkan guru mengajar.

Alokasi waktu yang kurang memadai, proses katekese yang masih bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format tetap merupakan tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pembina. Oleh karena itu guna memecahkan masalah di atas penulis mengadakan penelitian bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Penulis juga mengadakan studi pustaka untuk memperoleh data dan gagasan yang mendukung. Melalui data dan gagasan tersebut, penulis dapat menemukan bentuk proses pembinaan iman atas narapidana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dengan melihat fakta pembinaan iman yang telah berlangsung selama ini, dan melalui penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis mengusulkan pembinaan iman kateketis. Pembinaan iman adalah suatu usaha untuk membentuk seseorang guna mencapai tujuan tertentu. Kateketis adalah pembinaan iman melalui katekese yang artinya pendidikan atau pengajaran iman.

(2)

ABSTRACT

This title of small thesis is FAITH FORMATION FOR INMATES IN

CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: A PROPOSAL OF CATECHESIS FAITH FORMATION FOR INMATES. This title was chosen from the writer experience attending faith

formation for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer fell concerned with faith formation which had been done. In writer’s view, there is less time alocation given for faith formation in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta, the process of catechesis still releies on the catechist present, using top down approach, there is no fixed format model for faith formation. It’s hard for the catechist to persuade the inmates to be actively involved in a catechesis process. In the writer’s opinion, the catechist acts as a teacher who gives a lesson and the inmates as students who listen the teacher’s learning.

The inadequate time alocation given for faith formation, catechesis process still releies on the catechist present, using of top down, and there is no fixed format model for faith formation become challenges for catechists. Therefore to solve the problems, the writer conducted a research for the inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer also conducted a literature study to get more data and supporting ideas. Through those data and supporting ideas, the writer can find the form of faith formation for the inmates which is suitable with their needs.

According to the facts and through the research which has been done, the writer suggests a catechetical faith formation. Faith formation is an effort for building someone to reach his own goal of life. Catechetic is faith formation through a catechesis which means faith education or teaching.

Catechetical faith formation which the writer proposes takes a Shared Christian Praxis model. Shared Christian Praxis (SCP) is a catechesis model which point the process of participatory dialogue. SCP model its participants communicate their daily life experience in faith in Christ. Participatory dialogue enables participants to involve actively and be creative in communication with the catechist or fellow participants. Through SCP model hope participants can be assisted to deepen their life experience and deepen their faith quality through faith realization which slowly grows during the SCP process. The writer expects that faith formation by SCP model can solve faith formation problems for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta.

(3)

WIR Progr   PEM DI LEM ROGUNAN PEM Di

ram Studi I

PR KEKHU FAKULT MBINAAN MBAGA PE N YOGYA MBINAAN iajukan untu Memperole lmu Pendid Tri Ad ROGRAM USUSAN P JURUSA TAS KEGU UNIVERS Y i

N IMAN BA EMASYAR KARTA: S N IMAN BA

  S K R I P

uk Memenu

eh Gelar Sa

dikan Kekhu                 Oleh dha Ismail NIM: 1111 STUDI ILM ENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGYAKA 2016 AGI NARA RAKATAN SUATU US AGI NARA

P S I

uhi Salah Sa

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Seluruh narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Wirogunan Yogyakarta dan semua pihak yang terlibat dalam pembinaan iman

bagi narapidana dan kupersembahkan bagi seluruh keluargaku, almarhum papah,

(7)

v

MOTTO

Letakkan di depan keningmu, jangan sampai menempel, biarkan mengambang 5

cm dari dahimu, dan dia takkan lepas dari matamu lalu yang harus kita lakukan

hanyalah tangan yang harus bekerja lebih dari biasanya, kaki yang melangkah

lebih dari biasanya, otak yang berfikir lebih dari biasanya, dan hati serta mulut

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul dipilih bertitik tolak dari pengalaman penulis

mengikuti pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Lewat keterlibatan itu penulis merasa prihatin dengan pembinaan iman yang dilaksanakan. Dalam pengamatan penulis, alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan kurang memadai, proses katekese masih sangat bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format yang tetap menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Sulit bagi pembina untuk mengajak para narapidana aktif dalam proses pembinaan. Menurut penulis, pembina bertindak sebagai Guru yang memberikan pelajaran sedangkan peserta sebagai murid yang mendengarkan guru mengajar.

Alokasi waktu yang kurang memadai, proses katekese yang masih bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format tetap merupakan tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pembina. Oleh karena itu guna memecahkan masalah di atas penulis mengadakan penelitian bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Penulis juga mengadakan studi pustaka untuk memperoleh data dan gagasan yang mendukung. Melalui data dan gagasan tersebut, penulis dapat menemukan bentuk proses pembinaan iman atas narapidana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dengan melihat fakta pembinaan iman yang telah berlangsung selama ini, dan melalui penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis mengusulkan pembinaan iman kateketis. Pembinaan iman adalah suatu usaha untuk membentuk seseorang guna mencapai tujuan tertentu. Kateketis adalah pembinaan iman melalui katekese yang artinya pendidikan atau pengajaran iman.

(11)

ix

ABSTRACT

This title of small thesis is FAITH FORMATION FOR INMATES IN

CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: A PROPOSAL OF CATECHESIS FAITH FORMATION FOR INMATES. This title was chosen from the writer experience attending faith

formation for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer fell concerned with faith formation which had been done. In writer’s view, there is less time alocation given for faith formation in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta, the process of catechesis still releies on the catechist present, using top down approach, there is no fixed format model for faith formation. It’s hard for the catechist to persuade the inmates to be actively involved in a catechesis process. In the writer’s opinion, the catechist acts as a teacher who gives a lesson and the inmates as students who listen the teacher’s learning.

The inadequate time alocation given for faith formation, catechesis process still releies on the catechist present, using of top down, and there is no fixed format model for faith formation become challenges for catechists. Therefore to solve the problems, the writer conducted a research for the inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer also conducted a literature study to get more data and supporting ideas. Through those data and supporting ideas, the writer can find the form of faith formation for the inmates which is suitable with their needs.

According to the facts and through the research which has been done, the writer suggests a catechetical faith formation. Faith formation is an effort for building someone to reach his own goal of life. Catechetic is faith formation through a catechesis which means faith education or teaching.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN IMAN BAGI

NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYRAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA. Skripsi ini diajukan guna memberikan

sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang memilki

kerinduan dalam mengembangkan pembinaan iman bagi narapidana di manapun

berada.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pendampingan,

dukungan, motivasi, serta perhatian. Di mana semuanya ini, penulis yakini

sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis hingga pada

tahap akhir dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama yang telah

setia membimbing, mengarahkan, dan selalu memotivasi penulis dalam

penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.

2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik,

dosen penelitian dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk

(13)

xi

3. Dr. Carolus Putranto S.J, selaku dosen penguji III yang telah meluangkan

waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya

skripsi ini.

4. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang telah

membuka dan menerima penulis untuk mengadakan penelitian.

5. Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama

Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta

pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.

6. Karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan bagi

penulis.

7. Bapak Sukarno sebagai donator yang telah membantu membiayai penulis

dalam hal pembayaran uang kuliah.

8. BAPEDA DIY yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan

penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

9. Frater Yusuf, Frater Andi Kurniawan, Frater Dedy, dan Frater Antonius Roja

yang telah bersedia menjadi narasumber bagi penulis.

10. Ibu Kandi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta

yang telah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam melakukan

penelitian di dalam LAPAS.

11. Mama, kakak, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan berkorban

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ……… 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN………... 12

A. Pembinaan Iman ... 12

1. Pengertian Pembinaan ... 13

2. Pengertian Iman ... 15

3. Pengertian Pembinaan Iman ………... 20

4. Rangkuman………. 25

B. Narapidana dan Lembaga Permasyarakatan ... 26

(16)

xiv

2. Pengertian Narapidana ... 27

3. Lembaga Permasyarakatan ... 29

a. Pengertian Lembaga Permasyarakatan ... 29

b. Lembaga Permasyarakatan Wirogunan……….. 29

C. Pembinaan Iman di Lembaga Permsyarakatan Wirogunan Yogyakarta ... 31

1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana………... 31

2. Hal-hal yang Sudah Dilakukan di Lembaga Permasyarakatan Wirogunan Yogyakarta ………. 34

D. Rangkuman……… .... . 35

BAB III. PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA ... 38

A. Situasi Umum Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ... 39

1. Tenaga Pendamping atau Pembina bagi Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan ... 40

2. Alokasi Waktu Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan ... 40

3. Bentuk-bentuk Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan yang Pernah Dilakukan oleh Para Pembina 7 ... 41

4. Materi Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyrakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ………….... 42

B. Penelitian atas Pembinaan Iman ... 42

1. Rumusan Permasalahan ... 43

2. Tujuan Penelitian ... 43

3. Metodologi Penelitian ... 44

a. Jenis Penelitian………... 44

b. Tempat dan Waktu Penelitian……… 45

c. Responden Penelitian………. 45

d. Instrumen Pengumpulan Data……… 45

e. Pengolahan Data………. 48

(17)

xv

g. Variabel Penelitian………. 49

C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ... 49

1. Identitas Responden ... 50

2. Laporan Hasil Kuesioner Terbuka ... 53

3. Rangkuman Laporan Hasil Kuesioner ... 56

4. Laporan Hasil Wawancara ... 58

5. Laporan Hasil Observasi ... 67

6. Laporan Hasil Studi Dokumen ... 69

D. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 71

1. Cukup atau tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan untuk Pelaksanaan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta …………. 71

a. Aspek Tingkat Kerutinan ……… 72

b. Aspek Alokasi Waktu ………. 73

2. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………. 75

3. Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… . . 80

4. Faktor-Faktor Pendukung Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……… 83

5. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………….. 87

a. Tujuan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarkatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… 87

b. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……… . 89

6. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Benar-benar diharapkan oleh Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………. 90

(18)

xvi

BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USULAN KATEKESE BAGI PARA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN

YOGYAKARTA………. ... 97

A. Pengertian Shared Christian Praxis……….. 97

1. Shared………... 98

2. Christian………... 99

3. Praxis………... 99

4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis………... 100

B. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, dengan Model Shared Christian Praxis………. 102

1. Latar Belakang………... 103

2. Tema dan Tujuan Pembinaan Iman……….. 105

3. Gambaran Pelaksanaan Program……….. 110

4. Matrik Program………... 111

5. Contoh Persiapan Salah Satu Sesi Pembinaan Iman………… 120

BAB V PENUTUP ... 135

A. Kesimpulan ... 135

B. Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA………. . 141

LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Surat Bukti telah dilaksanakan penelitian ... (2)

Lampiran 3 : Kuesioner penelitian ... (3)

Lampiran 4 : Contoh kuesioner penelitian ... (9)

Lampiran 5 : Pedoman wawancara kepada Pembina ... (12)

Lampiran 6 : Contoh Pembinaan Iman dari PPNKY ... (13)

Lampiran 7 : Struktur Organisasi Lembaga ... (17)

Lampiran 8 : Transkrip Wawancara ... (18)

Lampiran 9 : Perikop Kitab Suci ... (27)

(19)

xvii

Lampiran 11 : Dokumentasi Kegiatan ... (29)

(20)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Baru:

dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik

Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia

dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang

Wahyu Ilahi yang ditulis oleh Yohanes Paulus II pada tanggal 18

November 1965.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

BBC : British Boardcasting Corporation, salah satu perusahan media

masa di Inggris.

Hlm : Halaman

KAS : Keuskupan Agung Semarang

KanWil : Kantor Wilayah

KGK : Katekismus Gereja Katolik

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(21)

xix Ms : Miss

SCP : Shared Christian Praxis

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PPNKY : Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta

WIB : Waktu Indonesia Barat

WBP : Warga Binaan Pemasyarakatan

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada penghujung tahun 2014 sampai pada awal tahun baru 2015 dunia

hukum Indonesia dipenuhi dengan beragam berita tentang eksekusi mati enam

terpidana narkotika. Seperti yang dimuat dalam surat kabar digital British

Broadcasting Corporation Indonesia atau BBC Indonesia pada tanggal 18 Januari

2015 dengan judul berita Enam Terpidana Mati Telah Dieksekusi di

Nusakambangan dan Boyolali:

Juru bicara Kejaksaan Agung, lembaga yang melakukan hukuman mati, Tony Spontana menjelaskan 5 terpidana mati telah dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap pukul 00.30 WIB dan dinyatakan meninggal pada pukul 00.40 WIB. Satu terpidana mati lainnya dieksekusi di Boyolali pukul 01.20 WIB. Kelima terpidana mati yang dieksekusi di Nusakambangan adalah Marco Archer Cardoso Mareira (53, Warga Negara Brasil), Daniel Eneuma (38 tahun, Warga Negara Nigeria), Ang Kim (62 tahun, Warga Negara Belanda), Namaona Dennis (48 tahun, Warga Negara Malawi), dan Rini Andriani atau Melisa Aprilia (Warga Negara Indonesia), sedangkan yang menjalani hukuman mati di Boyolali adalah Tran Thi Hanh (37 tahun, Warga Negara Vietnam).

Eksekusi mati tidak hanya berhenti pada enam terpidana mati yang telah

dieksekusi tanggal 18 Januari 2015. Eksekusi hukuman mati jilid II terhadap

sembilan terpidana mati yang menyangkut “duo Bali nine” Andrew Chan dan

Myuran Sukumaran serta “ratu ekstasi” Mary Jane Fiesta Veloso menuai

polemik. Media-media sosial maupun cetak mulai memberitakan seputar eksekusi

(23)

dalam situs berita resmi miliki liputan 6 pada tanggal 27 April 2015 dengan judul

berita Kapan Eksekusi Mati jilid II dilaksanakan? Ini kata JK. Ulasan berita

tersebut:

Sejumlah terpidana mati masih melakukan sejumlah cara agar bisa terlepas dari hukuman eksekusi mati. Mereka juga memaksimalkan hak hukumnya. Termasuk Sergei Areski Atlaoui yang kini namanya telah dikeluarkan dari daftar eksekusi mati jilid II. Melihat kondisi ini Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK berjanji tak akan mengebiri hak hukum mereka. “Kita selalu mengikuti proses hukum sebaik-baiknya. Karena warga Prancis itu masih memiliki proses hukum yaitu Peninjau kembali (PK) kedua, maka kita tunggu itu dulu,” kata JK di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin(27/05/2015). Namun JK enggan memberitahukan tanggal kapan eksekusi mati akan dilakukan. Dia pun meminta pihak terkait untuk menunggu informasi resmi dari Kejaksaan Agung. “Tanggalnya tunggu sajalah,” tukas JK.

Eksekusi mati beberapa warga Negara asing dan warga Negara Indonesia

ini sempat mendapat kecaman beberapa kalangan dari dunia internasional. PBB

melalui sekretaris jendralnya mengecam dan menyampaikan penyesalan yang

mendalam atas eksekusi mati enam terpidana yang berlangsung di Indonesia dan

yang masih berlaku di seluruh Negara di dunia. Kecaman dan reaksi penolakan

terhadap hukuman mati yang diserukan oleh Sekjen PBB ini juga diikuti oleh

Australia dan Brazil yang menarik duta besar mereka dari Jakarta. Hal ini dapat

dilihat dalam ulasan berita Evan Hardoko pada koran elektronik Kompas pada

Kamis 30 April 2015 dengan judul berita Sekjen PBB Kecam Eksekusi Mati di

Indonesia:

(24)

membatalkan eksekusi mati terhadap semua terpidana mati. Desakan itu, menurut Ban, sejalan dengan sikap 117 negara yang menyuarakan moratorium penggunaan hukuman mati dalam sidang Majelis Umum PBB pada Desember 2014.

“Sekretaris Jendral mendesak semua negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk bergabung dengan gerakan ini dan mendeklarasikan moratorium hukuman mati dan akhirnya menghapusnya,”demikian pernyataan Ban Ki-moon.

Tidak hanya dari PBB, Australia dan Brasil, Gereja Indonesia pun sempat

menyerukan seruan keras terkait eksekusi mati terpidana kasus narkotika baik

eksekusi mati jilid I dan jilid II. Seruan Gereja Katolik Indonesia yang menolak

hukuman mati diserukan oleh Mgr. Ignatius Suharyo Pr dalam surat gembala

Paskah 2015 dengan judul Gereja Katolik Menolak Hukuman Mati yang

diedarkan di Keuskupan Agung Jakarta dalam judul Gereja menolak hukuman

mati yang isinya:

Pada hari-hari ini, televisi, koran dan mass media lain, penuh dengan berita mengenai hukuman mati. Saya pribadi amat sedih setiap kali melihat atau membaca berita itu dan diberitakan dengan cara yang bagi saya mencederai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam suasana seperti ini saya mengajak para Imam untuk menjelaskan kepada umat pandangan Gereja mengenai hal ini dan mengajak mereka berdoa untuk para terpidana.

(25)

Gereja. KGK 2267 ini diambil dari ensiklik Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae.

Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya. Berikut kutipannya:

Adalah jelas bahwa untuk tercapainya maksud-maksud ini, jenis dan tingkat hukuman harus dengan hati-hati dievaluasi dan diputuskan, dan tidak boleh dilaksanakan sampai ekstrim dengan pembunuhan narapidana, kecuali dalam kasus-kasus keharusan yang absolut: dengan kata lain, ketika sudah tidak mungkin lagi untuk melaksanakan hal lain untuk membela masyarakat luas. Selanjutnya ditegaskan, Namun demikian, dewasa ini, sebagai hasil dari perkembangan yang terus menerus dalam hal pengaturan sistem penghukuman, kasus-kasus sedemikian (kasus-kasus yang mengharuskan hukuman mati) adalah sangat langka, jika tidak secara praktis disebut sebagai tidak pernah ada.” (EV 56).

Untuk menuju tujuan yang mulia di atas, peran dan bentuk pembinaan di

dalam Lembaga Pemasyarakatan perlu mengalami perubahan juga. Berdasarkan

data yang diperoleh penulis pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan

berdasar pada asas: pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan,

pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia,

kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya

hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang- orang tertentu

(Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab II pasal 5).

Menurut pengalaman penulis yang lain, pembinaan iman bagi narapidana

di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dijadwalkan satu

minggu sekali yakni pada hari Sabtu setiap minggunya. Dari alokasi waktu

pembinaan iman ini, muncul beberapa pertanyaan yang menganjal dalam hati

(26)

pembinaan iman yang telah disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan? Lantas

bagaimana bentuk pembinaan iman yang selama ini dilaksanakan dalam Lembaga

Pemasyarakatan? Siapakah yang melaksanakan pembinaan iman dalam Lembaga

Pemasyarakatan?

Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di atas. Pertama

kali penulis menyadari bahwa pelayanan pembinaan iman bagi narapidana di

dalam Lembaga Pemasyarakatan membutuhkan spiritualitas yang

sungguh-sungguh. Dalam permenungan muncullah gagasan dan spiritualitas pelayanan

yang tulus dan menyeluruh sebagai bentuk konkrit dari iman yang dianut oleh

para pelayan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan. Spiritualitas ini

terinspirasi dari Matius 25: 34-36:

Yesus bersabda, “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah kerjaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijakdikan. Sebab ketika Aku haus kamu memberi Aku minum, ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan, ketika Aku telanjang kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku sakit, kamu melawat Aku, dan ketika Aku di dalam penjara kamu mengunjungi Aku”.

Perikop ini ingin menyampaikan bahwa menjadi orang Katolik tidak

hanya berhenti pada kehidupan doa yang taat, akan tetapi kehidupan doa yang

disertai dengan perbuatan. Pada dasarnya iman Katolik sendiri mengajarkan

kepada umatnya agar hidup beriman tidak berhenti pada beribadah dan berbuat

baik. Iman Katolik memiliki konsekunsi nyata yang membimbing umatnya untuk

mewujudkan apa yang dihayati dalam perbuatan nyata. Salah satunya adalah

(27)

mereka lewat pelayanan pembinaan iman, orang Katolik mengaktualisasikan

imannya.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terpapar di atas, penulis

merasa tertarik untuk mendalami pembinaan iman bagi narapidana. Maka dari itu

penulis mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Penulis ingin memberikan suatu sumbangan pemikiran

katekese bagi pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Wirogunan Yogyakarta. Penulis berharap sumbangan ini dapat membawa

perubahan sikap dan moral narapidana yang terwujud dalam perubahan hidup

mereka, sehingga Lembaga Pemasyarakatan dapat memenuhi visi dan misinya

sebagai lembaga yang memperbaiki kesalahan dan kembali memanusiakan

manusia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa itu pembinaan iman?

2. Siapa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan?

3. Sejauh mana pembinan iman bagi narapidana bagi narapidana di Lembaga

(28)

4. Sejauh mana pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sudah berjalan secara efektif?

5. Usulan katekese atau usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

pembinaan iman dan perubahan sikap serta moral para narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka ada beberapa rumusan tujuan:

1. Mengetahui apa itu pembinaan iman.

2. Mengetahui apa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan.

3. Mengetahui pembinaan iman yang telah berjalan di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan dan efektivitas pembinaan iman tersebut.

4. Memberi usulan program pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga

Pemasyrakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

5. Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana strata I

pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah

a. Secara akademis, dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi

(29)

iman bagi narapidana yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan

dalam berkatekese di dalam lembaga pemasyrakatan.

b. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Wirogunan Yogyakarta khususnya bagi para pemerhati pembinaan iman di

Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu alternatif bahan katekese.

c. Sebagai calon katekis, penulis semakin diperkaya sehingga mampu

mendesain katekese pembinaan iman narapidana yang sungguh kontekstual

dan menarik.

2. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah

a. Berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai katekese pembinaan iman

bagi narapidana.

b. Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang katekese

pembinaan iman narapidana.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, artinya

penulisan yang menggambarkan dan menganalisis suatu masalah dan keadaan

sebagaimana adanya. Deskripif analitis adalah usaha penulis menganalisis

buku-buku sebagai sumber bahan dan membahasakannya kembali dalam bentuk tulisan.

Hal yang sama akan penulis lakukan dalam pengumpulan data. Penulis akan

menggunakan penelitian kualitatif dengan wawancara. Penulis akan menggali dan

menganalisis hasil wawancara dengan para narapidana Untuk mendapatkan data,

(30)

dasar sumbagan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul tersebut akan diuraikan

dalam lima bab sebagai berikut:

Bab I adalah bagian pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II dibagi dalam tiga bagian : pertama, pembinaan iman yang terdiri

dari empat sub bab yakni pembinaan, iman, pembinaan iman dan

rangkuman pembinaan iman. Kedua, Narapidana dan Lembaga

Pemasyarakatan yang mencakup tentang pengertian terpidana,

pengertian narapidana, pengertian Lembaga Pemasyaraktan yang

terdiri dari pengertian Lembaga Pemasyarakatan secara umum dan

sekilas pandang mengenai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Wirogunan Yogyakarta yang menjelaskan tentang situasi geografis,

sejarah singkat, visi dan misi, serta strategi Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Ketiga,

pembinaan iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

(31)

pembinaan iman bagi narapidana dan usaha-usaha yang telah

dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Yogyakarta.

Bab III akan menguraikan tentang lima hal. Hal yang pertama adalah

situasi umum kegiatan pembinaan iman di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang terdiri

dari empat sub bab yakni tenaga pembina atau pendamping

pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman

bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi

narapidana yang telah dilaksanakan oleh pembina, dan materi

pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

Kedua, penelitian pembinaan iman yang terdiri dari tiga sub bab

yaitu rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan metodologi

penelitian yang mencakup jenis penelitian, tempat dan waktu

penelitian, responden penelitian, instrument pengumpulan data,

pengolahan data, analisa data dan variabel peneltian.

Ketiga, laporan hasil penelitian yang terdiri dari identitas

responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil

wawancara, laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen.

Keempat pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari cukup atau

tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksaan

(32)

dan aspek alokasi waktu, bentuk, model dan materi pembinaan

iman yang relevan bagi narapidana, faktor-faktor pendukung dan

faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi

narapidana, dampak pembinaan iman bagi narapidana yang

meliputi tujuan pembinaan iman bagi narapidana dan dampak

pembinaan iman bagi narapidana serta bentuk, model dan materi

pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh narapidana di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

Kelima, kesimpulan yang dibuat penulis sebagai rangkuman atas

penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.

Bab IV berisi tentang, pertama, pengertian Shared Christian Praxis yang

terdiri dari pengertian Shared, Christian, dan praxis. Kedua,

Shared Christian Praxis sebagai usulan model pembinaan iman

bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Wirogunan Yogyakarta yang terdiri dari latar belakang tema dan

tujuan program, gambaran pelaksanaan program, matrik program,

dan contoh persiapan salah satu sesi pembinaan iman.

Bab V adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan atas peneltian

pembinaan iman bagi narapidana dan saran bagi pembinaan iman

(33)

BAB II

PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN

Fokus pada bab dua ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama penulis

membahas tentang pembinaan iman yang terdiri dari pengertian pembinaan dan

iman. Pada bagian kedua penulis membahas tentang narapidana dan lembaga

pemasyarakatan yang terdiri dari pengertian narapidana dan lembaga

pemasyarakatan. Sedangkan pada bagian ketiga penulis membahas tentang

pembinaan iman bagi narapidana yang terdiri dari pembinaan iman bagi

narapidana dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dalam membina iman narapidana khususnya

narapidana yang beragama Kristen dan Katholik.

A. Pembinaan Iman 1. Pengertian Pembinaan

Dalam buku karangan Mangunhardjana berjudul Pembinaan: Arti dan

Metodenya, pembinaan didefinisikan sebagai:

suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengentahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Mangunhardjana 1986: 12).

Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu

murni, tetapi ilmu yang akan dipraktekkan. Tidak dibantu untuk mendapatkan

(34)

terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat

memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh

karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, tingkah laku,

kecakapan dan keterampilan.

Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki

berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan menghambat

hidup dan kerja dan mempelajari pengetahuan dan praktek baru yang

meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan

mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan

efektif daripada sebelumnya.

Definisi lain dari pembinaan dapat ditemukan dalam buku karangan

Mitfah Thoha yang berjudul Pembinaan Organisasi:

suatu proses hasil atau pertanyaan yang lebih baik dalam hal ini menunjukkan adanya perubahan, kemajuan, pertumbuhan, peningkatan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas berbagai sesuatu di atas. Pembinaan juga dapat dimengerti sebagai proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian-pengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, menggembangkan, menyempurnakan (Thoha 1999: 243).

Pembinaan adalah suatu proses yang membuat manusia menjadi lebih

baik. Dalam proses itu terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebagai

syarat mutlak pembinaan. Proses itu diawali dengan mendirikan, dilanjutkan

dengan proses membutuhkan bahan-bahan guna mengembangkan dirinya, tahapan

pembinaan dilanjutkan dengan proses pemeliharaan terhadap pertumbuhan

tersebut. Dalam usaha pemeliharaan tercakup pula usaha-usaha perbaikan,

(35)

Oleh karena itu pembinaan memiliki beberapa tujuan. Pembinaan

bertujuan utnuk memampukan seseorang membaharui diri dan meningkatkan

efektivitas hidup dan karya. Pembinaan dapat menganilisi situasi hidup secara

positif maupun negatif dan memampukan orang untuk bertanggung jawab

terhadap apa yang menjadi tuntutan hidup (Mangunhardjana 1986:13).

Menurut Mardi Prasetya (2001: 24) tujuan pembinaan merupakan

transformasi diri dalam Kristus, menjadi murid Kristus menyertakan dinamika

untuk membentuk hidup atas dasar nilai-nilai yang ditawarkan oleh Kristus agar

kita diubah oleh nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu tujuan transformasi diri ini

perlu dilihat secara khusus supaya pembinaan tetap dilihat sebagai tujuan yang

tertinggi dibandingkan dengan tujuan-tujuan praktis yang lain sehingga hari demi

hari terus dihayati dalam hidup panggilan maka tujuan praktis yang lain harus

diletakkan dibawahnya.

Dari pengertian di atas jelas bahwa pembinaan selalu mengarah ke hasil

yang lebih baik. Jika dicermati dari masalah kepentingannya tidak semua orang

memahami dan memperhatikan pentingnya pembinaan. Seperti yang diungkapkan

Mangunhardjana bahwa pembinaan yang baik akan berdampak pada orang lain.

Dengan kata lain pembinaan dapat membantu orang lain “keberhasilan pembinaan

dapat berdampak pada orang lain dan membantu mereka untuk melihat diri dan

pelaksanaan hidup serta kerjanya. Pembinaan dapat menganlisis situasi hidup dan

kerjanya dari segala segi positif atau negatifnya. Pembinaan dapat digunakan

sebagai sarana untuk menemukan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya;

(36)

diperbaiki. Pembinaan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk merencanakan

sasaran dan program di bidang hidup kerjanya sesudah mengikuti pembinaan

(Mangunhardjana 1989: 13).

2. Pengertian Iman

Pengertian iman yang paling umum diketahui kalangan umat adalah

bahwa iman dipahami sebagai karunia Allah dan tanggapan manusia. Dari

pengertian ini, dapat ditarik sebuah simpul bahwa Allah adalah subjek pemberi

rahmat dan manusia adalah objek penerima rahmat. Akan tetapi, di sisi yang lain,

Allah menjadi objek penerima tanggapan manusia atas anugerah-Nya dan manusia

menjadi subjek yang memberikan tanggapan terhadap panggilan Allah. Oleh

karena itu, penulis dalam sub bab ini akan memisahkan dan memberikan

penjelasan terkait Allah yang menjadi subjek dan manusia yang menjadi objek,

serta Allah mejadi objek dan manusia menjadi subjek.

Katekismus Gereja Katolik(selanjutnya akan ditulis KGK) artikel 1

nomor 51-53 menjelaskan bahwa Allah mewahyukan Diri kepada manusia. Isi

wahyu itu adalah belas kasihan Allah kepada manusia. Allah membuka diri untuk

manusia, supaya manusia bisa mengenal Dia dan kehendak-Nya. Manusia mampu

mengenal Allah lewat Yesus Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging dan

dalam Roh Kudus, ikut serta dalam kodrat ilahi. Melalui Yesus Kristus, Allah

mengangkat manusia menjadi anak-anak-Nya. Dengan mewahyukan diri Allah

memberikan kesanggupan bagi manusia untuk memberikan timbal balik atau

(37)

Dalam dokumen Dei Verbum yakni Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan

II tentang Wahyu Ilahi, iman diartikan sebagai Allah yang mewahyukan diri-Nya

kepada manusia lewat perjalanan sejarah melalui perantaraan para nabi dan

setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya Allah mengutus Putra-Nya

yaitu Yesus Kristus (DV 4).

Tahapan pewahyuan Diri Allah juga dijelaskan dalam KGK artikel 2

nomor 54-64 bahwa Allah membiarkan Diri-Nya dikenal oleh manusia sejak awal

mula. segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah berasal dari sabda-Nya. Sejak

awal mula, Allah telah memperkenalkan Diri-Nya dan menjalin hubungan yang

erat dengan manusia pertama. Relasi antara Allah dan manusia itu tidak hanya

sebatas antara pencipta dan ciptaan namun Allah memberikan keselamatan bagi

manusia berupa rahmat yang berlimpah dan keadilan yang gemilang.

Meski manusia jatuh dalam dosa, Allah tidak berhenti mencintai

manusia. Ia tetap saja memberikan keselamatan bagi manusia yang mencari-Nya,

mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya. Berkali-kali manusia jatuh dalam jurang

dosa, tetapi Allah selalu memberikan jalan bagi manusia untuk menuju

keselamatan. Perjanjian dengan Nuh setelah banyak manusia jatuh dalam dosa,

adalah simbol dimana Allah memberikan keselamatan kepada bangsa-bangsa.

Allah tetap memberikan keselamatan kepada manusia yang terus hidup bertekun

dalam perjanjian Allah dengan Nuh sembari menantikan kedatangan Kristus yang

mempersatukan anak-anak manusia yang tercerai-berai.

Tahapan wahyu Allah kemudian sampai pada Abraham. Allah

(38)

menjadikan Abraham seorang bapa bangsa yang besar, sebab dari sanalah seluruh

keturunan Abraham akan menerima keselamatan Allah. Abraham dan

keturunannya menjadi akar pohon dimana kelak ketika telah tumbuh, orang-orang

diluar keturunan Abraham akan dipersatukan dan diselamatkan. Dengan

demikian keselamatan menjadi milik semua orang.

Setelah masa para Bapa, Allah membentuk Israel menjadi bangsa-Nya.

Israel diselamatkan dari perbudakan di Mesir dan Allah memberkati bangsa Israel.

Dari namanya, Israel adalah orang-orang yang menerima berkat Allah. Mereka

adalah orang-orang yang mendengar panggilan Allah. Dari bangsa inilah,

keselamatan Allah terbuka bagi semua orang.

Yesus Kristus adalah sabda yang menjadi daging. Yesus Kristus

merupakan perantara dan kepenuhan seluruh wahyu Allah yang maha tinggi.

melalui Yesus Kristus, Allah yang tidak kelihatan dengan cinta kasih-Nya

menyapa manusia dan bergaul dengan mereka untuk membebaskan manusia dari

kegelapan dosa dan maut. Maka barang siapa melihat Yesus Kristus maka melihat

Allah juga (DV 2).

Allah mewahyukan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus yang merupakan

jalan kebenaran dan hidup. Melalui Yesus Kristus Allah turun ke dunia utnuk

menjumpai dan berinteraksi dengan manusia yang dinyatakan dalam misteri

Tritunggal Maha Kudus. Dalam karya-Nya Yesus Kristus mewartakan kabar

gembira untuk membebaskan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Barang

(39)

Iman sebagai pewahyuan diri Allah kepada manusia juga dapat

dimengerti lewat Dei Verbum artikel 4

Oleh karena cinta kasih-Nya yang begitu besar kepada umat manusia, Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia dengan mengutus Putra-Nya yakni sabda kekal yang tinggal di tengah umat manusia untuk menyinari semua orang dan akan bercerita kepada mereka tentang hidup Allah yang terdalam. Yesus Kristus merupakan sabda yang menjadi daging, dan merupakan kepenuhan wahyu Allah. Barang siapa melihat Yesus berarti melihat Bapa juga.

Tampak dalam dokumen tersebut Allah begitu murah hati kepada

manusia. Cinta kasih Allah melebihi dosa-dosa manusia. Untuk menebus segala

dosa manusia, dianugerahi-Nya manusia dengan Putra-Nya yang Tunggal Tuhan

kita Yesus Kristus. Dalam kebersamaan-Nya dengan manusia di dalam dunia,

Yesus Kristus taat akan perintah Bapa-Nya. Ketaatan Kristus mewujud nyata

dalam peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Ia taat kepada Bapa-Nya

sampai mati di kayu salib; demi menebus dosa-dosa manusia Ia wafat di kayu

salib lambang penghinaan.

Wahyu dipahami sebagai Allah Sendiri, yang hadir dan menyapa

manusia, yang berbicara dengan manusia, dan yang berelasi dengan manusia. Dari

pihak manusia diharapkan ada tanggapan atas sapaan Allah ini. Tanggapan

manusia inilah yang disebut iman. Hal ini dikatakan dengan tegas dalam Dei

Verbum artikel 5: “Kepada Allah yang mewahyukan diri, manusia harus

menyatakan ketaatan iman. Dalam ketaatan iman tersebut manusia dengan bebas

menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan

(40)

bahwa iman dapat diartikan sebagai sikap penyerahan diri manusia, dalam

perjumpaan pribadi dengan Allah.

Orang yang memiliki iman adalah orang yang memiliki hubungan pribadi

yang mendalam dengan Allah yang hidup di mana dalam hidupnya seseorang

menerima kehadiran Allah dan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak

Allah atas hidupnya. Seseorang yang menerima kehadiran Allah dalam hidupnya

senantiasi hidup dalam buah-buah Roh Allah yang kudus. Hidupnya mendekati

kekudusan rohaniah yang terpancar dari ketulusan serta kebaikan tingkah laku.

Seseorang yang menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah, senantiasa

bersyukur kepada Allah karena rahmat yang diberikan Allah, dan tidak pernah

khawatir akan apa yang akan terjadi pada esok hari. Sebab hidup orang beriman

yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah penuh dengan buah-buah kasih

yakni kesabaran, ketekunan dan rendah hati.

Oleh karena itu, iman dapat dibedakan menjadi dua pengertian dasar

yakni iman sebagai jawaban manusia atas wahyu Allah dan iman sebagai

penyerahan diri manusia kepada Allah.

Iman adalah penyerahan diri manusia kepada Allah. Penyerahan diri erat

kaitannya dengan ketaatan manusia pada rencana Allah. Teladan penyerahan diri

dan ketaatan pada rencana Allah sering umat Katholik dengar ketika memasuki

masa prapaskah. Dalam renungan jalan salib, kita dihadapkan pada teladan nyata

ketaatan dan penyerahan diri Yesus Kristus. Dalam salah satu pemberhentian jalan

salib, kita merenungkan nubuat nabi Yesaya:

(41)

taruk ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kiat menjadi sembuh (Yes 53:1-5)

Ketaatan Hamba Tuhan yang digambarkan dalam kitab nabi Yesaya,

seringkali menjadi gambaran ketaatan Yesus Kristus akan kehendak Bapa-Nya.

Penghinaan, kesakitan, penghianatan dan kematian yang dialaminya adalah

bentuk penyerahan diri-Nya kepada Bapa-Nya. Ia memberi teladan kepada

manusia agar menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Bapa.

Penyerahan diri seutuhnya yang diteladankan oleh Yesus Kristus lewat

peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya adalah teladan penyerahan

seutuhnya. Penyerahan itu dapat diwujudkan dengan senantiasa menjadikan Yesus

sebagai pokok keselamatan dan andalan dalam hidup dan meneruskan karya-Nya

di dalam dunia ini.

3. Pengertian Pembinaan Iman

Pembinaan iman tidak hanya dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan

kepedulian Gereja terhadap umatnya yang ada di dalam kesulitan. Akan tetapi

pembinaan iman adalah bentuk sapaan kasih Allah terhadap umat-Nya. Sapaan

kasih Allah itu tertuang dan berdasar pada setiap kegiatan umat beriman yang

(42)

akan menjelaskan tentang pembinaan iman yang selanjutnya akan disebut sebagai

formatio iman.

Dalam Direktorium Formatio Iman yang diterbitkan oleh Dewan Karya

Pastoral Keuskupan Agung Semarang, formatio iman didefinisikan sebagai

pembinaan dan pembentukan diri menjadi (sebagai) pribadi Katolik yang berakar

dan berpola pada hidup Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan

integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral Keuskupan

Agung Semarang 2014: 3).

Formatio iman sebagai pembinaan iman memiliki garis-garis formatif yang

menjadi tolok ukur. Hal-hal yang menjadi garis-garis formatif itu adalah arah

dasar dari formatio iman, sumber-sumber yang harus digunakan dalam formatio

iman, dan tindakan-tindakan serta hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio

iman. Tindakan dan hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio iman termuat

dalam empat unsur utama yang harus dikerjakan yakni pengembangan

pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral serta

peningkatan hidup menggereja dan memasyakat.

Arah dasar formatio iman adalah hidup dalam Kristus: menjadi Katolik

yang cerdas, tangguh dan misioner. Sakramen baptis menjadikan seseorang anak

Allah dan murid Kristus. Sebagai anak Allah, hidupnya dibentuk dan diresapi

nilai-nilai Injili serta dikuatkan dengan spiritualitas kesaksian martiria, yakni sedia

memanggul salib kehidupan sehari-hari, mengasihi secara tulus tanpa pamrih,

semangat berkorban, konsisten dalam kata dan perbuatan. Sebagai murid,

(43)

Kristus, orang Katolik hidup semakin bermakna bagi dunia dengan hadir sebagai

garam, ragi dan terang (Dewan Karya Pastoral KAS 2024: 43).

Arah dasar formatio iman yakni hidup dalam Kristus sendiri terinspirasi dari

Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus bab 4 ayat 13 -15; “sampai kita telah

mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,

kedewasaan penuh dan tingkata pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan

Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh

rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka

yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam

kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah

Kepala”.

Sumber utama formatio iman adalah Sabda Allah. Sabda Allah itu ialah

Yesus Kristus yang menjadi manusia dan bahwa suara-Nya terus menggema

dalam Gereja dan di dunia melalui Roh Kudus. Sabda Allah ditujukan kepada

manusia melalui perendahan diri ilahi yang mengagumkan dan sampai kepada

manusia melalui perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan. Gereja

merenungkan Sabda Allah dengan semangat iman yang mendalam,

mendengarkannya dengan saleh, memeliharanya dengan cinta dan mewartakannya

dengan setia melalui Tradisi dan Kitab Suci (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:

44).

Sabda Allah yang terkandung dalam Tradisi dan Kitab Suci direnungkan

dan dimengerti dengan lebih mendalam melalui perasaan iman seluruh umat

(44)

tempat Sabda Allah terus menerus dimaklumkan, didengarkan, dibatinkan, dan

dijelaskan. Bersinar dalam sejarah hidup Gereja teristimewa kesaksian Kristiani

dan secara khusus dalam diri para Kudus. Dikaji dan diperdalam oleh studi-studi

dan penelitian-penelitian teologis yang membantu umat beriman untuk semakin

maju dan mendalam akan pengertiannya yang vital tentang misteri-misteri iman;

dan dinyatakan dalam nilai-nilai moral dan religious serta ditaburkan dalam

masyarakat dan berbagai kebudayaan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 44-45).

Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku berjudul

Formatio Iman Berjenjang mendefinisikan pembinaan sebagai berikut:

Formatio iman merupakan konsekuensi langsung dari identitas Gereja yang bersifat misioner. Perutusan Gereja untuk senantiasa melaksanakan evangelisasi membuahkan pertobatan dan iman. Maka yang semula tidak percaya kepada Kristus, kemudian menerima warta Injil, mengimani, dan memberikan diri dibaptis. Tugas Gereja selanjutnya adalah menjaga, merawat, dan mendamingi agar semua umat Kristiani bertumbuh dalam Kristus. Jadi proses menjaga, merawat, menyuburkan dan mendewasakan ini disebut sebagai Formatio iman (Dewan Karya Pastoral KAS).

Dalam menjalakan perannya untuk menjaga, merawat, menyuburkan, dan

mendewasakan iman umat formatio iman bersifat fundamental, eklesial, total dan

integral. Formatio iman bersifat fundamental karena formatio iman merupakan

keharusan, suatu tanggung jawab yang tidak bisa dikesampingkan. Formatio iman

menjadi tugas utama Gereja. Selain fundamental formatio iman bersifat eklesial

artinya formatio iman kecuali tugas Gereja juga merupakan tugas semua orang

beriman, juga diarahkan sebagai tugas semua anggota Gereja (Dewan Karya

(45)

Formatio iman juga bersifat total artinya formatio iman harus dilakukan

dengan sungguh-sungguh, tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah.

Formatio harus sungguh-sungguh dalam semangat, cara, dan langkah-langkahnya.

Totalitas juga terjadi ketika orang semakin kreatif dan inovatif dalam

mengusahakan metodologi pewartaan. Terakhir, formatio iman bersifat intergral

artinya dalam melaksakannya menunjuk pada tanggung jawab bersama, bukan

sekelompok orang atau komunitas keluarga, sekolah, dan paroki. Integral juga

menunjuk pada kerja sama dan sinergi antar pelaku katekese atau antar komunitas

(Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 22).

Formatio iman memiliki peranan vital dalam Gereja. Peranan itu antara lain

adalah peran kerygmatis, edukatif, kuratif, dan transformatif. Peran Kerygmatis

berarti peran pewartaan. Formatio iman berperan kerygmatis berarti formatio

iman menegaskan perutusan Gereja untuk selalu menawarkan Injil terutama bagi

mereka yang sudah menjadi anggota Gereja (Dewan Karya Pastoral KAS

2014:23).

Peran eduktif berarti peran mendidik. Formatio iman berperan mendidik

umat dalam hal iman. Formatio iman berperan edukatif berarti formatio iman

menjadi pendidikan iman sepanjang hidup manusia. Artinya, usaha tidak terhenti

pada aspek tertentu seperti pada pengenalan kebenaran atau pada pemahaman

perubatan-perbuatan moral. Tugasnya meluas sampai pada pembentukan sikap

iman sebagai jawaban pribadi dan total atas rencana hidupnya (Dewan Karya

(46)

Peran kuratif pembinaan iman memiliki arti bahwa pembinaan iman

memiliki peranan untuk menjaga, merawat dan menumbuhkan iman umat dari

segala macam tantangan dan godaan zaman. Untuk melaksanakan peran ini Gereja

memiliki empat W sebagai sebuah dasar. Empat W itu adalah word atau

pewartaan sabda, worship atau doa, devosi dan peribadatan, witness atau

persekutuan hidup, kesaksian iman, sharing iman dan welfare atau pelayan dan

keterlibatan yang memberdayakan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:24-25).

Sedangkan peran transformatif dari pembinaan iman berarti pembinaan

iman membantu orang untuk memperbaharui dirinya melalui dan berdasar pada

iman. Dalam peran transformatif, umat tidak hanya menenrima informasi atau

informed tentang pengetahuan iman dan pemahaman sikap-sikap moral, akan

tetapi sampai pada tahap formed yakni dibentuk oleh pengalaman-pengalaman

iman, kemudian umat mengalami tahap transformed atau sampai pada tahap

transformasi dimana umat mengalami perubahan dalam hidupnya berdasar pada

imannya yang telah berkembang (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:25-26).

4. Rangkuman

Dari masing-masing pengertian yang telah penulis jabarkan di atas dapat

disusun sebuah rangkuman mengenai pembinaan, iman, dan pembinaan iman.

Pembinaan adalah proses belajar atau proses hasil dengan melepaskan hal-hal

yang sudah dimiliki guna memperoleh hal-hal baru yang belum dimiliki dengan

tujuan untuk membantu orang yang menjalaninya supaya mampu

(47)

dengan urutan-urutan pengertian-pengertian baru yang didapatkan di mana proses

belajar atau proses hasil itu diawali dengan mendirikan, membutuhkan

pemeliharaan yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, mengembangkan, dan

menyempurnakan.

Iman dapat diartikan sebagai wahyu Allah dan tanggapan manusia. Iman

sebagai wahyu Allah menurut KGK artikel nomor 51-53 adalah Allah

mewahyukan Diri kepada manusia. Isi wahyu itu adalah belas kasihan Allah

kepada manusia. Selain itu menurut DV artikel 4 iman dapat diartikan sebagai

Allah yang mewahyukan diri-Nya pada manusia lewat perjalanan sejarah melalui

perantaraan para nabi,dan setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya

Allah mengutus Putra-Nya yaitu Yesus Kristus.

Sedangkan pembinaan iman menurut Dewan Karya Pastoral Keuskupan

Agung Semarang dapat diartikan sebagai pembinaan dan pembentukan jati diri

sebagai pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam

segala dimensi hidupnya secara total dan integral dalam ungkapan dan

persetujuan.

B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan

Setelah menjelaskan arti pembinaan, iman serta pembinaan iman, pada sub

bab ini penulis akan menjelaskan pengertian narapidana dan Lembaga

Pemasyarakatan. Tetapi untuk melengkapi pengertian narapidana penulis terlebih

dahulu menjabarkan pengertian terpidana sesuai dengan urutan penetapan status

(48)

1. Pengertian Terpidana

Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang

pemasyarakatan bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatansebagai

insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan

manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Sistem pembinaan yang

terpadu tersebut disebut sistem pemasyarakatan yang merupakan rangkaian

penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari

kesalahannya, dapat memperbaiki dirinya, dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab.

Oleh karena itu, undang-undang membedakan pengertian tentang terpidana

dan narapidana. Terpidana menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 12

tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat enam adalah seseorang yang

dipidanakan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh hukum tetap.

2. Pengertian Narapidana

Pengertian narapidana menurut Undang-undang Republik Indonesia

nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat tujuh adalah

terpidana yang hilang kemerdekaannya dan menjalani masa pidana di lembaga

pemasyarakatan. Terpidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan

diwajibkan untuk didaftar. Pendaftaran yang dimaksudkan adalah pengubahan

(49)

yang di dalamnya terdapat putusan pengadilan, jati dan barang serta uang yang

dibawa. Kemudian pemeriksaan kesehatan, pembuatan pas foto, pengambilan

sidik jari, dan pembuatan beriata acara serah terima terpidana.

Narapidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan kemudian

digolongkan menurut umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis

kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan

binaan.Hal ini ditentukan dalam rangka pembinaan narapidana. Dalam lembaga

pemasyarakatan serta pembinaan, narapidana berhak melakukan ibadah sesuai

dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan baik perawatan rohani

maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan

pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan,

mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak

dilarang, mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima

kunjungan keluarga atau orang lain, mendapatkan pengurangan masa pidana atau

premi, mendapatkan kesempatan asimiliasi termasuk cuti mengunjungi keluarga,

mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas, dan

mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Selain berhak mendapat hak-hak yang telah disebutkan di atas narapidana

juga wajib untuk mengikuti semua program pembinaan dan kegiatan tertentu

secara tertib.

Selain hak dan kewajiban di atas, beberapa hal yang menyangkut

kepentingan narapidana adalah pemindahan narapidana dari satu lembaga

(50)

kepentingan pembinaan, keamanan dan ketertiban, proses peradilan dan

kepentingan lainnya yang dianggap perlu.

3. Lembaga Pemasyarakatan

a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan menurut Undang-undang Republik Indonesia

nomor 12 tahun 1999 adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana

dan Anak Didik Pemasyarakatan. Selain itu dijelaskan bahwa Lembaga

Pemasyarakatan sebagai sebagai ujung tombak asas pengayoman merupakan

tempat mencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan

integrasi.

b. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirognunan

Pada sub bab Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta

ini akan dipaparkan dalam tiga bagian: pertama adalah situasi geografis, sejarah

berdirinya, dan visi, misi, serta tujuan dari berdirinya Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Wirogunan. Keterangan mengenai tiga bagian pembahasaan pada sub

bab ini diambil dari website resmi milik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Wirogunan Yogyakarta yakni www.lapaswirogunan.com.

1) Situasi Geografis Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta yang terletak di Jalan

Tamansiswa Nomor 6 Yogyakarta, dengan luas area lebih kurang 3,8 hektar yang

sebelum direnovasi terdiri dari tiga bangunan utama untuk kantor, serta terdiri dari

(51)

Yogyakarta mempunyai kapasitas daya tampung sebanyak 750 orang. Terdapat

juga rumah sakit LAPAS Yogyakarta yang terdiri dari 3 kamar, serta satu ruang

dapur, satu gedung aula, satu masjid, satu gereja, dan dua gedung bimker sebagai

tempat pelatihan kerja bagi para napi dan tahanan. LAPAS Kelas IIA Yogyakarta

merupakan bangunan peninggalan pemerintahan Belanda dengan nama

Gevangenis En huis Van Devaring. Hal ini terlihat apabila kita memasuki LAPAS

Yogyakarta bentuk bangunan yang khas dengan tembok yang tinggi-tinggi dan

besar serta kusen pintu dan jendela yang tebal dan besar.

2) Sejarah singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Sejarah berdirinya LAPAS Kelas II A Yogyakarta tidak begitu saja

diketahui dengan pasti kapan berdirinya, karena arsip-arsip yang menyatakan

kapan dibangunnya LAPAS tidak ada yang mengetahui. Menurut penuturan

petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta bagian

hubungan dan masyarakatan khusunya bagian penlitian dan pengembang

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta didirikan antara

tahun 1910 sampai 1915. Nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Yogyakarta telah mengalami pergantian nama. Pergantian nama yang dilakukan

bahkan sampai 6 kali sesuai dengan penguasa setempat yang berkuasa di

Yogyakarta. Berikut nama-nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan

Yogyakarta:

a) Gevangenis En huis Van Devaring (Zaman Belanda)

b) Penjara Yogyakarta

c) Kepenjaraan daerah Yogyakarta

d) Kantor Direktorat Jendral Bina Luna Warga

e) Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta

(52)

3) Visi, Misi dan Tujuan Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan

a) Visi

Memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan

Pemasyarakatansebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME

(Membangun manusia Mandiri).

b) Misi

Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan.

c) Tujuan

Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatanagar menjadi manusia

seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat

berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga

yang baik dan betanggung jawab. Hal ini tentunya memberikan jaminan

perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan

Cabang Rumah Tahanan dalam rangka memperlancar proses penyelidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan.

C. Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogaykarta

1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999

(53)

ayat satu; pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan

kepada Tuhan yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional,

kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Sedangkan pembina Warga Binaan Pemasyarakatan disebut Pembina

Pemasyarakatan. Pembina pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang

melaksanakan pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemsayarakatan di lembaga

pemasyakaratan. Pengertian Pembina Pemasyarakatan dapat di lihat Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan

pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatanpasal satu ayat 4.

Adapun program pembinaan dan pembimbingan bagi Warga Binaan

Pemasyarakatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31

tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan pasal 2 ayat 1 dan 2 meliputi kegiatan pembinaan dan

pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan

kepribadian dan kemandirian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatanpasal 3 meliputi hal -hal yang berkaitan dengan ketaqwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan

perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, reintegrasi sehat

dengan masyarakat, keterampilan kerja, latihan kerja, dan produksi. Pelaksanaan

pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatandilaksanakan melalui 3 tahap yakni

tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Pengalihan pembinaan dari satu tahap

(54)

berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan,

Pembimbing Pemasyarakatan, dan Wali Narapidana.

Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan

berstatus sebagai narapidana sampai dengan satu per tiga masa pidana. Pembinaan

tahap awal meliputi masa pengamatan, pengenalan dan penelitian dengan rentang

waktu paling lama satu bulan, perencanaan program pembinaan kepribadian dan

kemandirian, dan penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

Pembinaan tahap selanjutnya meliputi tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya

pembinaan tahap dilaksanakan mulai dari awal sampai dengan setengah dari masa

pidana, dan tahap lanjutan kedua dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan tahap

lanjutan pertama sampai dua per tiga masa pidana. Pembinaan tahap akhir

dilaksanakan sejah berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa

pidana dari narapidana yang bersangkutan.

Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Wirogunan Yogyakarta, diharapkan sampai pada pertumbuhan iman. Para

narapidana diajak untuk menggali pengalaman-pengalaman hidup konkret di

Lembaga Pemasyarakatan dan dijadikan sebuah pengalaman baru yang dilandasi

dengan terang injil, sehingga mereka memiliki pengalaman baru yang memotivasi

dan menumbuhkan iman mereka. Pembi

Referensi

Dokumen terkait

Agnes Monica is a singer, she has slim body , oval face and nice voice to hear.. Her nose is

Studi ini mengukur tingkat kematangan manajemen konstruksi dari perusahaan konstruksi di wilayah Yogyakarta dan mencari hubungan antara usia perusahaan, pengalaman kerja,

Indeks plak yang dibuat khusus untuk pemakai piranti ortodonti cekat adalah Ortho-. Plaque Index

e) Mendorong peningkatan apresiasi seni dan budaya bahari yang mengakar pada karakter dan identitas bangsa bahari yang unik. f) Menumbuh kembangkan olahraga bahari menjadi ciri

Menilik dari kandungan nutriennya, limbah kedelai ini (ampas tempe, ampas tahu dan ampas kecap) masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak, khususnya

Alasan orang tua dan siswa memilih homeschooling sebagai pendidikannya antara lain kesibukan siswa di bidang non akademis, kendala fisik, penyakit tertentu, pembelajaran

Merupakan promosi yang dilakukan melalui pribadi- pribadi karyawan Bank dalam melayani serta ikut mempengaruhi nasabah. Secara khusus penjualan pribadi dapat

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Pengaruh Keterampilan