BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.5 Customer Satisfaction
suara konsumen dan merespon segala harapan konsumen secara lebih memuaskan sebagai strategi keunggulan bersaing jangka panjang.
Terdapat beberapa definisi yang berkembang tentang kepuasan konsumen. Definisi tersebut pada dasarnya bermakna sama. Salah satunya menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah derajat atau tingkat sejauh mana harapan atau kebutuhan konsumen terpenuhi, “Customer Satisfaction is determined by the level of the fulfilment of expectations by the product”
(Suchánek et al., 2017; Atiyah, 2016).
Gómez et al., (2004, dalam Suchánek et al., 2017) mengatakan bahwa
“Customer Satisfaction can be defined and measured as consumer ratings of specific attributes”, kepuasan konsumen dapat didefinisikan sebagai penilaian konsumen terhadap atribut tertentu. maka mengukur kepuasan konsumen hanya relevan bagi orang yang telah melakukan pembelian atau telah merasakan kinerja dari produk, layanan, maupun perusahaannya. Itulah sebabnya kepuasan konsumen dapat merefleksikan kualitas produk, layanan, atau perusahaan.
Homburg et al.(2005, dalam Suchánek et al., 2014) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai suatu perbandingan antara kinerja produk dan layanan yang di diharapkan sebelumnya dengan kinerja produk dan layanan yang dipersepsikan oleh konsumen. Dengan demikian, konsumen akan merasa puas apabila apa yang diterima dari produk dan layanan yang dibelinya mampu memenuhi harapannya, sebaliknya akan merasa tidak puas jika harapannya tidak terpenuhi. Secara sederhana dapat dikatakan jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Menurut Straus (1997, dalam Thomas, 2015) terdapat tiga tipe kepuasan dan ketidak puasan pelanggan yang didasari dari emosi atau perasaan spesifik
terhadap penyedia jasa serta harapannya pada kapabilitas kinerja di kemudian hari yang akan dijadikan bahan pertimbangan apakah akan datang kembali atau beralih ke penyedia layanan lainnya. Adapun ketiga tipe tersebut adalah :
1. Demanding Customer (dis)Satisfaction
Kepuasan yang timbul pada tipe ini akan menciptakan relasi positif antara pelanggan dan penyedia layanan seperti optimisme dan kepercayaan. Pelanggan pada tipe kepuasan ini akan meneruskan relasi positif jika ekspektasinya terhadap produk atau layanan dapat terus diwujudkan. Dalam konteks ketidak puasan, pelanggan akan menuntut perbaikan atas ketidakpuasannya terhadap produk atau layanan. Pelanggan yang tidak puas tidak langsung memutuskan hubungan dengan perusahaan karena masih berharap adanya perbaikan.
2. Stable Customer (dis)Satisfaction
Kepuasan yang timbul pada tipe ini juga akan menciptakan relasi positif antara pelanggan dan penyedia layanan seperti steadiness dan trust, namun pelanggan pada tipe ini tidak banyak menuntut dan berharap agar segala sesuatu tetap sesuai dengan pengalaman-pengalaman positif yang telah terbentuk. Dalam konteks ketidak puasan, pelanggan pada tipe ini tidak memberi perbaikan karena tidak melihat adanya peluang terjadinya perubahan. Pelanggan pada tipe ini cenderung langsung memutuskan hubungan dan mencari penyedia layanan lain.
3. Resigned Customer Satisfaction
Kepuasan yang timbul pada tipe ini bukan disebabkan oleh pemenuhan ekspektasi, tapi disebabkan oleh kesadaran atau kesan pelanggan yang menganggap bahwa bukanlah hal yang realistis jika
berharap lebih. Dalam konteks ketidakpuasan, pelanggan tidak akan menuntut perbaikan.
Minh, N.V., Huu, N. H. (2016) berpendapat bahwa salah satu elemen utama penentu kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen terhadap kualitas layanan. Persepsi yang dimaksud diatas adalah persepsi yang terbentuk setelah berinteraksi dan mengkonsumsi suatu layanan sehingga apabila pelanggan berpandangan bahwa layanan yang telah dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhannya maka pelanggan akan merasa puas. Maka dari itu, persepsi ini dapat terbentuk melalui pengalaman.
Pelanggan yang memiliki pengalaman positif setelah mengkonsumsi produk tentu akan membentuk persepsi positif yang akhirnya dapat memberi kepuasan. Sebaliknya, apabila pelanggan memiliki pengalaman negatif tentu akan menghasilkan persepsi negative yang akhirnya berdampak pada ketidakpuasan. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman pelanggan menjadi salah-satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan.
Bae (2012, dalam Chandra, 2014) mengatakan “Customer Satisfaction is seen as a postconsumption evaluative judgment of a particular purchase experience or activity”, Kepuasan pelanggan dipandang sebagai penilaian evaluatif pasca konsumsi atas pengalaman atau aktivitas pembelian tertentu.
Kumar (2013, dalam Chandra, 2014) berpendapat bahwa “Customer Satisfaction is derived psychologically from comparing the initial expectation of the customers to their actual experience in the shopping mall”, kepuasan pelanggan diturunkan secara psikologis dari membandingkan harapan awal pelanggan terhadap pengalaman aktual mereka di pusat perbelanjaan.
Pengalaman pelanggan sebagai faktor kepuasan juga telah dibuktikan oleh beberapa penelitian sebelumnya oleh Pateli et al. (2014); Azhari et al. (2015);
Suandana et al. (2016) yang menunjukkan bahwa pengalaman pelanggan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan.
Kepuasan konsumen dapat memberi implikasi pada kinerja perusahaan karena konsumen akan membeli produk hanya pada perusahaan yang mampu memuaskan harapannya, yaitu produk yang semua aspek atributnya sesuai dengan kebutuhan konsumen. Suchánek et al. (2014) mengemukakan bahwa Konsumen yang puas tidak hanya mungkin akan membeli kembali dikemudian hari akan tetapi juga akan sangat mungkin merekomendir orang lain untuk membeli. Pendapat ini mendapatkan dukungan dari Minh dan Huu (2016) yang menyatakan bahwa kualitas layanan dan kepuasan konsumen merupakan anteseden penting dari loyalitas konsumen.
Kepuasan konsumen sebagai mediasi antara kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan mengarahkan pada loyalitas pelanggan, sebab orang cenderung bertindak rasional dan menghindari resiko dengan cara bertahan pada penyedia jasa dimana mereka telah memiliki pengalaman positif dengannya.
Kepuasan pelanggan menjadi starting point dari loyalitas pelanggan.
Selain itu, Kepuasan pelanggan menunjukkan kesehatan umum organisasi, prospek masa depannya, dan memberi banyak manfaat kepada perusahaan termasuk membentuk loyalitas konsumen, mencegah pelanggan bergoyang, mengurangi biaya pemasaran, dan meningkatkan reputasi bisnis (Fornell, 1992, dalam Ibzan et al., 2016).
Berdasarkan penelitian Ibzan et al. (2016), Terdapat tiga komponen utama yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kepuasan pelanggan secara keseluruhan yaitu :
1. Kepuasan terhadap produk 2. Kepuasan terhadap perusahaan
3. Kepuasan terhadap tenaga penjualan