Beberapa akibat yang ditimbulkan karena penggundulan hutan, antara lain sebagai berikut.
1) Kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Pada waktu terjadi hujan dengan intensitas besar, persentase air hujan yang berinfiltrasi kecil sehingga cadangan air tanah sangat sedikit, sedangkan sebagian besarnya bergerak sebagai air larian permukaan (surface runoff). Gejala ini mengakibatkan banjir bandang. Hal yang kontras terjadi pada musim kemarau dimana curah hujan sangat sedikit. Pada saat ini, kekeringan dapat terjadi di setiap wilayah.
2) Suhu udara terasa makin panas. Meningkatnya suhu udara sangat terkait dengan makin gundulnya hutan, serta pening katan kadar emisi karbondioksida dari kendaraan bermotor dan industri. Kadar emisi karbondioksida di atmosfer yang semakin banyak dan sulit dinetralkan, menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect), yaitu sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi tidak dapat dipantulkan ke angkasa karena tertahan pada lapisan CO2. Keadaan demikian mengakibat kan suhu permukaan bumi semakin bertambah panas.
Emil Salim
Sejak terpilih menjadi Menteri Negara PPLH (Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup). Dia bergerak dalam masalah lingkungan hidup. Konsep Amdal (analisa dampak lingkungan)-nya berhasil menyelamatkan beberapa kerusakan lingkungan akibat proyek-proyek raksasa dalam membangun negara. Emil Salim
Since being elected as the State Minister for PPLH (Supervisor Development and Environmental Affairs), he concerned to environmental problems. His Amdal (Analysis of Environmental Impact) concept succeeded in rescuing degradation environment caused by mega projects in development.
Sumber:Microsoft Encarta Premium DVD, 2006
Biography
Gambar 4.8 Skema Efek Rumah Kaca Skema terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang terjadi di alam.
Sumber:Dokumentasi Penerbit 3) Terjadinya longsor. Anda tentu masih ingat peristiwa tanah
longsor yang terjadi di Pacet, Mojokerto pada akhir 2002 lalu. Peristiwa tersebut banyak menelan korban jiwa. Terjadinya tanah longsor di daerah tersebut sangat terkait dengan aktivitas penebangan hutan yang makin merajalela di daerah yang bersangkutan. Banjir dan longsor merupakan dua peristiwa yang erat kaitannya dengan hujan dan gundulnya kawasan hutan.
4. Menumpuknya Sampah
Penumpukan sampah terjadi tidak hanya karena semakin padat nya penduduk, tetapi sebagai akibat sulitnya membangun Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA). Keadaan ini menyebab - kan semakin lama sampah semakin bertumpuk di tempat-tempat pembuangan sementara, seperti bak-bak sampah sekitar tempat tinggal penduduk. Penumpukan sampah ini jelas menimbulkan berbagai permasalahan, seperti menebarnya bau busuk, lalat, dan timbulnya berbagai penyakit. Gejala ini bertambah parah dengan kebiasaan penduduk yang enggan memilah antara sampah organik dan anorganik, seperti plastik atau kaleng yang sangat sulit untuk mengalami penghancuran.
5 Terjadi Longsor susulan. Sampah menggelosor hingga 350 m dengan lebar 250 m, jatuh dari ketinggian 30 m.
Sampah ditumpuk, menghasilkan gundukan
setinggi 50 meter 3. menyebabkan Tekanan Hujan tumpukan sampah tak mampu
menahan bobot
yang terus bertambah
Batuan di dasar sampah berjenis andesit yang kedap air 6. Menimbun Kampung
Cilimus dan Kampung Pojok Cireundeu yang berjarak 750 m dengan ketebalan 5–7 m. 2. Lokasi diapit Gunung
Pasir Panji dan Gunung Kunci dengan kemiringan tebing 15–45 derajat, membuat sampah mencari keseimbangan baru.
1. Hujan yang mengguyur sejak Minggu membuat tumpukan sampah semakin berat. Air tidak meresap di batuan Andesit.
Gambar 4.9 Bencana TPA Sampah Leuwigajah Pengelolaan sampah yang serampangan
dan kondisi geografis Leuwigajah memungkinkan terjadinya longsor.
Sumber:Tempo, 6 Maret 2005
Sinar dari matahari
Batas dari atmosfer
Dipantulkan ke langit
Atap rumah kaca
Panas yang ter- perangkap
Permukaan Bumi Sebagian dari panas radiasi dikeluarkan, tetapi gas yang terperangkap seperti kaca dalam rumah kaca
Adanya bencana longsoran sampah pada berbagai TPA, seperti TPA Leuwigajah yang menelan korban jiwa merupakan suatu bencana. Mengapa fenomena tersebut terjadi?
Kerusakan lingkungan hidup terjadi sebagai ulah akibat tangan- tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya yang terkandung di alam. Jika proses perusakan unsur- unsur lingkungan hidup tersebut terus menerus dibiarkan berlangsung, kualitas lingkungan hidup akan semakin parah. Oleh karena itu, manusia sebagai aktor yang paling berperan dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup perlu melakukan upaya yang dapat mengembalikan keseimbangan lingkungan agar kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dapat ber kelanjutan.
Upaya pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 mengenai Analisis Dampak Lingkungan, PP No. 19 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Danau atau Perusakan Laut, dan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Adapun inti dari peraturan-peraturan tersebut adalah bagaimana manusia dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya lingkungan secara arif dan bijaksana tanpa harus merusaknya. Apabila ada penduduk baik secara individu maupun kelompok melanggar aturan tersebut maka sudah sepantasnya dikenai sanksi yang setimpal tanpa memandang status. Di lain pihak, masyarakat hendaknya mendukung program-program pemerintah yang berkaitan dengan upaya pelestarian lingkungan.
Sumber:Indonesian Heritage Plants, 1986 Gambar 4.10
Reboisasi
Upaya reboisasi diperlukan sebagai langkah bentuk pemulihan lahan yang rusak.
Dari beberapa kejadian tersebut jelas bahwa manusia memegang peranan penting terhadap kerusakan lingkungan hidup. Terdapat faktor-faktor alam yang memicu terjadinya kerusakan lingkungan yang tidak dapat di hindari, seperti letusan gunungapi, gempa, dan tanah longsor. Frekuensi kejadian-kejadian alam tersebut relatif jarang dibandingkan dengan kegiatan manusia sehari-hari yang dapat mengakibat kan kerusakan alam.
Selain kebutuhan hidup yang mendesak, faktor sikap mental manusia yang enggan memperhatikan unsur keseimbangan ling- kungan sering kali menjadi faktor penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Meskipun upaya konservasi terhadap lingkungan terus dilakukan. Selama sikap mental manusia tidak mendukung ke arah yang diharapkan, tetap saja kelestarian lingkungan sangat sulit atau bahkan mungkin tidak akan pernah terwujud. Oleh karena itu, upaya melestarikan lingkungan hidup hendaknya diiringi dengan usaha membangun sikap mental manusia Indonesia itu sendiri.