BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN
4.4 Interpretasi Data Penelitian
4.4.1. Dabo Masih Memiliki Keluarga Utuh “Bekerja Sebagai Pengamen Untuk
Sarman berusia 48 tahun dan isterinya Saima berusia 42 tahun, mempunyai 4 orang anak. Anak pertama bernama Listi perempuan, berusia 20 tahun sudah menyeselesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Anak kedua, bernama Dabo dan berusia 16 tahun sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Anak ketiga bernama Ahmad berusia 8 tahun sedang duduk di bangku sekolah dasar. Anak yang terakhir bernama Pandu berusia 3 tahun. Pekerjaan Sarman tidak menentu, terkadang dia bekerja sebagai kuli bangunan, buruh angkat barang, jadi sopir angkot dan truk, dan kadang kala bekerja sebagai tukang becak. Sementara, Saima tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga saja.
Keluarga Sarman bertempat tinggal di Kecamatan Medan Johor. Sebelumnya keluarga Sarman tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari rumah yang mereka tempati saat ini. Tetapi setelah memiliki tiga orang anak, Sarman memutuskan untuk tinggal di rumah yang lebih besar agar anak-anaknya merasa nyaman, karena rumah yang mereka tempati sebelumnya sangat sempit dan sudah tidak layak lagi untuk ditempati. Harga sewa rumah Sarman sebelumnya Rp.300.000 ribu sebulan. Akhirnya Sarman mendirikan rumahnya sendirinya, meskipun rumah yang ia tempati saat ini tidak terlalu besar dan tidak mewah. Tetapi setidaknya bagi keluarga Sarman, mereka dapat tinggal di rumah mereka sendiri tanpa harus membayar sewa kepada orang lain. Keluarga Sarman tinggal di rumah yang mereka tempati saat ini sudah lebih dari 10 tahun.
Perekonomian keluarga Sarman dan Saima bisa diketegorikan sangat rendah. Hal ini terbukti dari penghasilan yang didapatkan Sarman hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dalam sehari saja. Uang yang Sarman dapatkan dalam sehari akan mereka gunakan untuk memenuhui kebutuhan pangan keluarganya. Sarman dan Saima dalam sehari hanya makan satu kali saja, mereka selalu mendahulukan anakanya agar tidak merasa kekurangan dan kelaparan.
Sarman harus mampu untuk hidup berhemat, karena penghasilan yang didapatkanya juga harus ia sisihkan untuk membayar sewa rumah yang mereka tempati saat itu. Keluarga Sarman hidup dengan serba kekekurangan yang terpenting bagi mereka adalah dapat untuk bertahan dan melanjutkan hidup mereka meskipun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai kepala rumah tangga Sarman harus bekerja keras untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya dengan segala cara dan pekerjaan yang tidak menentu.
Setelah pernikahan Sarman dan Saima memasuki usia ke dua tahun, kedua pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Listi. Sarman harus benar-benar bekerja keras untuk dapat memenuhui segala kebutuhan isteri dan anaknya. Pada masa itu masalah keuangan keluarga Sarman tidak terlalu bermasalah, karena Sarman masih membiayai dua orang saja, dan saat itu pun Listi masih balita dan belum bersekolah. Hal ini membuat keluarga Sarman merasa tidak kekurangan sedikit pun, walaupun hidup dengan sederhana dan pas-pasan. Sarman tetap bekerja keras untuk dapat menghidupi dan menafkahi keluarga kecilnya, apapun pekerjaannya yang terpenting baginya dapat menghasilkan uang dengan cara yang halal untuk keluarganya.
Setelah Listi berusia 4 tahun, lahirlah adik laki-lakinya yang bernama Dabo. Pada akhirnya pasangan ini dikarunia sepasang anak. Hal ini merupakan kebahagian untuk keluarga kecil Sarman. Namun demikian, hanya beberapa saat saja kebahagian yang dirasakan oleh keluarga kecil ini. Seiring dengan berlalunya waktu, membuat Sarman harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup dan membiayai segala kebutuhan anak-anaknya dan juga isterinya. Pada saat Listi berusia 6 tahun, kedua orang tuanya harus menyekolahkannya. Memang sudah saatnya Listi memasuki ranah pendidikan seperti teman-teman sebaya yang berada dilingkungan tempat tinggal mereka.
Sarman dan Saiman pun harus dapat meyekolahkan putri pertama mereka, karena memang sudah saatnya Listi duduk di bangku sekolah dasar. Untuk dapat bersekolah Listi tentu membutuhkan seragam dan peralatan sekolah seperti tas, sepatu, dan alat-alat tulis. Sementara Sarman pada saat itu hanya bekerja sebagai buruh angkat pasar yang tidak memiliki penghasilan yang tinggi atau yang tetap. Tetapi Sarman harus tetap bekerja agar dapat menyediakan segala keperluan sekolah yang dibutuhkan oleh Listi.
Dengan pekerjaan sebagai buruh angkat pasar Sarman hanya berpenghasilan paling tinggi dalam sehari mencapai Rp.20.000. Dengan penghasilan yang dapat dikatakan rendah Sarman sangat mengalami kesulitan dalam menafkahi kedua anak dan isterinya. Tidak ada yang dapat Sarman lakukan ia hanya bisa terus bekerja dan berusaha. Karena kesulitan yang dialami oleh suaminya, Saima sangat ingin membantu menangani masalah finansial keluarganya. Akhinya Saima berniat mencari pekerjaan, dan kebetulan salah satu tetangga mereka menawarkan pekerjaan kepada Saima, yaitu sebagai tukang cuci. Saima tidak melihat apapun pekerjaan yang harus ia terima, yang terpenting baginya dapat membantu suaminya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya.
Dengan pekerjaan Saima sebagai tukang cuci ia berpenghasilan Rp.150.000/bulan pada saat itu. Dalam seminggu Saima mencuci hanya tiga kali. Dengan pekerjaan ini, Saima dapat membantu suaminya dalam memenuhui segala kebutuhan keluarganya. Sementara itu Sarman tetap mencari pekerjaan lain yang lebih banyak menghasilkan uang, ia sebenarnya tidak ingin isterinya bekerja sebagai tukang cuci, apalagi anak kedua mereka masih bayi. Tetapi Sarman tidak mempunyai pekerjaan yang lain. Ia tetap memberikan izin kepada isterinya untuk bekerja.
Dengan penghasilan Sarman dan Saima, mereka dapat memenuhui segala kebutuhan kedua anaknya, dan juga menyekolahkan anaknya. Sarman tetap berusaha untuk mendapatkan dan mencari pekerjaan yang lebih berpenghasilan tinggi, jika tetap mengandalkan penghasilannya hanya dapat memenuhui kebutuhan sehari-hari keluarganya saja, dan untuk biaya masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin. Sarman dan Saima tidak memiliki tabungan sedikit pun, penghasilan mereka hanya dapat membiayai kebutuhan mereka dalam sehari-hari. Sebagai kepala rumah tangga Sarman menginginkan yang terbaik untuk kehidupan kedua
anaknya. Ia harus tetap bekerja dan berusaha agar mampu memberikan yang terbaik untuk keluarganya.
Mencari pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi tentu tidak semudah yang dibayangkan oleh Sarman, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tanpa kemampuan dan keterampilan yang khusus membuatnya kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sarman pernah melamar pekerjaan di suatu pabrik, syarat menjadi pekerja harus memiliki ijazah sekolah menengah akhir. Sementara itu Sarman hanya tamanan sekolah dasar yang tidak memiliki ijazah. Hal ini sangat mempersulitnya dalam mencari pekerjaan. Hanya pekerjaan seperti tukang becak dan buruh bangunan yang tidak memiliki persyaratan, tetapi untuk menjadi tukang becak juga harus membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membeli becak, sedangkan untuk buruh bangunan tidak memiliki penghasilan yang tinggi.
Sarman tak kunjung mendapatkan pekerjaan, hal ini membuatnya menjadi sedikit putus asa, dan berhenti mencari pekerjaan lain. Dalam benaknya apapun pekerjaan yang sedang ia kerjakan saat ini adalah pekerjaannya yang harus ia terima berapa pun penghasilan yang didapatkanya, dan terpenting ia memiliki pekerjaan walaupun hanya sebagai buruh angkat pasar dan terkadang menjadi buruh bangunan. Daripada sama sekali ia tidak mempunyai pekerjaan, karena di luar sana masih banyak orang yang menginginkan pekerjaan, namun tidak mendapatkan. Berapa pun penghasilan yang ia terima dari pekerjaannya adalah rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, sehingga ia harus menerimanya. Pada akhirnya Sarman berhenti untuk mencari pekerjaan yang lain.
Setelah beberapa bulan, Sarman mendapat tawaran dari seorang temannya untuk bekerja sebagai TKI ( Tenaga Kerja Indonesia) yang akan dipekerjakan ke Malaysia. Dengan gaji yang
begitu tinggi membuat Sarman tergiur oleh ajakan temannya tersebut. Namun, jika Sarman memilih pekerjaan sebagai TKI ia harus rela berpisah dan meninggalkan isteri dan anak-anaknya, tentu saja ini merupakan pilihan yang membuat Sarman menjadi dilema. Jika ia tidak menerima pekerjaan tersebut masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin, apalagi harus mengandalkan pekerjaannya sebagai buruh angkat pasar. Demi anak-anak dan isterinya akhirnya Sarman harus benar-benar pergi meninggalkan keluarganya. Saima hanya bisa pasrah terhadap keputusan suaminya tersebut, bagaimana pun menurutnya ini adalah hal yang paling terbaik untuk keluarganya.
Pada akhirnya Sarman berangkatlah ke Malaysia, hanya satu bulan saja Sarman menghubungi isterinya. Setelah berbulan-bulan lamanya Saima tetap menunggu suaminya agar menghubungi mereka, tetapi tetap saja Saima tidak pernah mendapat kabar mengenai suaminya. Sarman bagaikan hilang di telan bumi. Saima tetap menunggu suaminya pulang kerumah mereka tetapi penantian Saima hanya berujung sia-sia, suaminya tidak pernah kembali lagi. Sedikit pun ia tidak mendapat kabar mengenai suaminya, ia tidak mengetahui apakah suami masih dalam keadaan bernyawa atau tidak. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar suaminya tetap diberikan kesehatan jika masih hidup, dan jika sudah tiada semoga suaminya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan.
Akhirnya Saima harus menghidupi kedua anak-anaknya, ia harus membanting tulang agar kedua anak-anaknya dapat bertahan hidup. Ia merasa hidupnya begitu tak adil, mengapa ia harus kehilangan suaminya, dan tanpa mengetahui bagaimana keadaan suaminya. Setiap hari Saima berharap jika suaminya akan kembali dan pulang kerumah mereka. Penantian Saima hanya sia-sia saja sudah lebih setahun lamanya Sarma tak kunjung kembali. Selama setahun Saima bekerja keras untuk memenuhui kebutuhan kedua anak-anaknya. Selain bekerja sebagai
tukang cuci Saima juga bekerja di sebuah kedai nasi, sebagai pencuci piring. Jika hanya mengandalkan pekerjaan sebagai tukang cuci tentu saja tidak akan cukup untuk menghidupi kedua anaknya, apalagi putri pertamanya sudah bersekolah. Setiap hari Saima harus menguras seluruh tenaganya untuk bekerja.
Pertumbuhan anak-anak Saima dan Sarman terasa begitu cepat, tidak terasa bahwa anak pertama mereka kini sudah tumbuh menjadi seorang anak gadis , Listi sudah duduk di kelas 3 sekolah dasar, dan Dabo sudah berusia 5 tahun, sudah lebih dari dua tahun ayah dari anak-anaknya meninggalkan mereka. Masih jelas dalam ingatan Saima ketika suaminya pergi meninggalkannya anak bungsu mereka masih berusia 3 tahun dan sekarang sudah memasuki usia ke 5 tahun. Waktu begitu cepat berlalu, anak-anaknya selalu bertanya kemana perginya ayah mereka. Saima hanya tersenyum dan berkata kepada kedua anak-anaknya bahwa ayah mereka sedang bekerja mencari uang yang banyak untuk biaya sekolah anak-anaknya kelak.
Setiap hari Saima harus bekerja di kedai nasi milik tetangganya, walaupun hanya sebagai tukang cuci piring dan membersihkan kedai tersebut ia tetap bersyukur. Pekerjaan sebagai tukang cuci tetap dikerjakan olehnya. Untuk mencuci ia selalu datang ke rumah majikannya setiap pagi sekitar pukul 07.00 wib tiga kali dalam seminggu. Sedangkan bekerja di kedai nasi tersebut Saima mulai bekerja pada pukul 09.00 wib dan pulang ke rumahnya pada pukul 17.00 wib. Setiap hari Saima membawa Dabo dan Listi ke tempat kerjanya, dan Listi setelah pulang sekolah biasanya akan datang ke tempat ibunya bekerja. Saima tetap bersyukur bahwa ia masih mempunyai pekerjaan yang dapat untuk membiayai anak-anaknya. Ia diperkerjakan oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap dirinya yang harus membanting tulang seorang diri untuk menghidupi kedua anak-anaknya tanpa seorang suami.
Bekerja di kedai nasi adalah pekerjaan yang terbaik baginya. Karena jika ada sisa makanan dari penjualan kedai nasi tersebut, pemilik kedai selalu memberikanya sebagian kepada Saima. Dengan begitu Saima tidak perlu membeli atau memasak makanan untuk kedua anak-anaknya ketika pulang dari bekeja. Makanan yang diberikan kepada Saima dapat membantunya untuk tetap berhemat, meskipun tidak setiap hari Saima mendapatkan makanan dari kedai tesebut. Pemilik kedai nasi itu terkadang dengan sengaja memberikan sisa penjulanan yang tidak habis di jual kepada Saima. Karena merasa kasihan dan iba kepada Saima yang menghidupi kedua orang anak seorang diri.
Desi pemilik kedai nasi tersebut hanya ingin membantu Saima, namun ia juga tidak dapat membantu lebih banyak lagi. Hanya dengan memberikan mereka makan saja udah sangat lebih dari cukup menurut Saima. Ketika Listi pulang dari sekolah, Desi selalu memberikan makan kepadanya begitu juga dengan Dabo tanpa pernah memotong gaji untuk Saima. Hal ini membuat Saima benar-benar bersyukur karena masih ada manusia yang peduli akan anak-anaknya. Terkadang Desi sudah menganggap Listi dan Dabo sebagai anaknya sendiri. Kadang kala Desi juga memberikan uang jajan kepada Listi dan Dabo.
Sebenarnya Saima tidak ingin terus mendapatkan belas kasihan dari siapa pun, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk hal ini, sehingga ia harus menerima segala belas kasihan orang lain kepada dirinya dan kepada kedua anak-anaknya. Saima merasa bahwa hidupnya dan kedua anak-anaknya begitu malang. Ia tidak pernah mengetahui bagaimana nasib suaminya, dan terkadang ia juga tidak dapat menjelaskan kepada anak-anaknya tentang keadaan ayah mereka. Bertahun-tahun penantian Saima, namun Sarman tak kunjung kembali ke dalam kehidupan keluarganya. Saima terkadang merasa tidak sanggup untuk bertahan seorang diri dalam merawat dan menghidupi kedua anak-anaknya.
Setelah sekian lamanya Saima berkerja di kedai nasi milik tetangganya itu. Ia selalu membawa anak-anaknya ke kedai. Dabo hampir setiap hari bersama ibunya di kedai nasi tersebut, Dabo menghabiskan waktunya bermain-main di sana, jika ibunya sibuk bekerja, Dabo akan bermain-main di sekitaran kedai tersebut. Dabo banyak melihat hal-hal yang belum pernah ia lihat di lingkungan tempat tinggalnya. Kedai nasi tempat ibunya bekerja berada di jalan besar dekat lampu merah Simpang Pos pada saat itu. Hampir setiap hari Dabo melihat aktivitas-aktivitas manusia yang berada di jalanan. Sebagai seorang anak yang berada dalam masa pertumbuhan tentu saja Dabo akan terus mengamati kehidupan jalanan.
Di jalanan banyak terlihat manusia yang bekerja mulai dari sopir truk dan angkot, pedagang asongan, penjual kerupuk, penjulan mainan, penjual koran, pengemis bahkan pengamen selalu berada di jalanan. Terkadang Dabo berpikir kenapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan. Menurutnya, terlalu bahaya sekali jika harus bekerja di jalanan tersebut. Setiap lampu merah para pedagang akan berlarian ke jalan untuk menawarkan dagangannya, begitu juga dengan pengemis akan mengetuk pintu mobil yang berhenti di lampu merah dan berharap mereka akan menerima belas kasihan. Pengamen juga akan berlari ke jalanan, dan berdiri depan pintu angkutan umum, sambil menyanyikan sebuah lagu dengan gitar. Setelah selesai bernyanyi para pengamen akan diberikan imbalan berupa uang recehan.
Dabo selalu bertanya mengapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan, dengan pekerjaan yang bervariasi. Tetapi Dabo lebih tertarik untuk membahas pengemis dan pengamen kepada ibunya, karena ia merasa bingung dengan pekerjaan seperti itu. Sebagai pengemis hanya dengan mengetuk pintu mobil mereka akan diberikan uang, dan pekerjaan seperti itu terlalu mudah dilakukan oleh siapapun. Begitu juga dengan pengamen, hanya dengan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar kecil akan mendapatkan uang dari sebagian penumpang angkutan
umun. Dabo selalu merasa heran dengan keadaan jalanan, seperti penjual mainan menurutnya mengapa harus berada dijalanan, bukan seharusnya berada di pasar. Fenomena-fenomena yang terlihat oleh kedua mata Dabo membuat selalu berpikir dan bertanya-tanya kenapa mereka lebih memilih bekerja di jalanan, yang seharusnya menurut Dabo bukan pada tempatnya.
Hampir setiap hari Dabo bertanya kepada ibunya Saima, tentang kenapa banyak orang yang memilih bekerja di jalanan, Saima selalu mengatakan bahwa mereka tidak punya tempat untuk berjualan sehingga mereka harus bekerja di jalanan. Sementara untuk pengemis Saima mengatakan bahwa para pengemis itu tidak mempunyai pekerjaan lain, dan juga karena mereka malas untuk bekerja, sehingga para pengemis itu harus meminta-minta kepada orang lain. Saima selalu menjelaskan bahwa pekerjaan itu sangat tidak boleh dikerjakan. Sebagai seorang manusia seharusnya berusaha untuk bekerja bukan untuk meminta-minta. Mengamen adalah pekerjaan yang patut untuk di hargai, karena mereka melakukan suatu usaha untuk mendapatkan uang walaupun hanya dengan bernyanyi dan itu dapat menghibur siapapun.
Setelah mendengar penjelasaan dari ibunya, Dabo selalu memperhatikan para pengamen dan di jalanan lebih banyak di jumpainya seorang pengamen, dengan berbagai bentuk penampilan. Ada yang seperti seorang penjahat, dengan penuh tato di tangan, rambut diwarnai, memakai anting-anting, dan bahkan ada juga yang memakai pakain yang tidak biasa, dan compang-camping. Terkadang hal ini membuat Dabo merasa takut sendiri dengan pengamen yang berpenampilan layaknya seorang pencuri. Hal ini membuat Dabo merasa sangat bingung kenapa penampilan para pengemen tersebut harus bebeda-beda. Menurutnya, apakah para pengamen itu memiliki keluarga, seperti orang tua ayah dan ibu. Karena pengamen itu juga terdiri dari anak-anak seusianya dan juga remaja.
Dabo terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah orang tua dari dari para pengamen itu masih ada atau sudah tiada. Lalu ia bertanya kepada ibunya dan mendapat jawaban. Bahwa tidak semua orang tua dari pengemen itu masih ada, sebagaian mungkin masih memiliki keluarga atau orang tua, dan sebagian lagi bisa jadi sudah tidak memiliki keluarga, sehingga untuk bertahan hidup para pengamen harus bekerja untuk membiayai dirinya sendiri. Untuk pengamen yang masih memiliki keluarga bekerja di jalanan karena ingin membantu perekonomian keluarganya. Setiap pengamen pasti memiliki suatu alasan kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo akhirnya mengerti mengapa banyak para anak-anak bahkan remaja sekalipun bekerja sebagai pengamen.
Dabo pernah bertanya kepada Saima kenapa ia harus bekerja sebagai tukang cuci dan juga bekerja di kedai nasi. Saima lalu menjawab untuk dapat bertahan hidup seseorang harus berusaha untuk mendapatkan uang guna untuk melanjutkan kehidupan. Untuk dapat bertahan hidup seseorang haruslah bekerja dan mendapatkan imbalan berupa uang yang akan digunakan untuk membeli segala kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia. Sebagai orang tua, haruslah memenuhuhi segala hak dan kewajiban untuk anak-anaknya. Jika seorang anak sudah memamasuki dunia pendidikan, maka orang tua haruslah menfasilitasi anak-anaknya.
Perlengkapan dan peralatan sekolah untuk anak haruslah disediakan oleh orang dan itu semua tidak didapatkan secara gratis. Para orang tua harus mendapatkan dengan cara membeli dan itu akan membutuhkan uang. Begitu juga untuk mendapatkan tempat berlindung, orang tua juga harus membayar uang sewa. Hal ini membuat Dabo dapat memahami kenapa semua orang harus bekerja, yang ia ketahui adalah bahwa untuk bertahan hidup setiap manusia harus memiliki uang dan hanya dangan uang seseorang dapat untuk bertahan hidup.
Kehidupan keluarga Dabo setelah ditinggalkan oleh ayahnya sangatlah berubah. Ibunya harus bekerja setiap hari agar dapat membiayai segala keperluan dirinya dan kakaknya Listi. Apalagi Listi sudah bersekolah membuat ibunya harus lebih giat bekerja agar dapat membeli segala kebutuhan dan keperluan untuk sekolah Listi. Dabo melihat ibunya setiap hari tanpa mengenal lelah dalam melakukan segala pekerjaannya seorang diri. Hal ini membuat Dabo bertanya tentang keberadaan ayahnya, karena menurutnya, seorang ayahlah yang harus bekerja banting tulang untuk menafkahi keluarganya.
Alasan ayahnya pergi hanya untuk bekerja, lalu kenapa tidak pernah kembali dan memberikan uang kepada ibunya, yang ada malah ibunya yang harus bekerja dari pagi hingga sore hari. Saima mengatakan bahwa ayah dari kedua anaknya memang pergi untuk bekerja. Namun, sesuatu telah terjadi kepada ayah mereka, tiada yang tahu bagaimana kondisi Sarman apakah masih dalam keadaan bernyawa atau sudah tiada. Karena hal ini membuat Saima harus bekerja sebelum ayah Listi dan Dabo kembali ke rumahnya. Dabo sebagai anak-anak akan sulit memahami keadaan keluarganya, yang ia ketahui ibunya bekerja semata hanya untuk membantu ayahnya dalam membiayai kebutuhan dirinya dan kakaknya.
Pada suatu hari Dabo berpikir untuk membantu ibunya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya, jika ibunya dapat membantu ayahnya kenapa tidak dengan dirinya, ia berpikir akan dapat membantu ibunya dalam menghasilkan uang. Dabo sudah lama mengamati kehidupan dari para pengamen, dalam sehari ia melihat banyak para pengamen mendapat uang setelah seharian berada di jalanan. Hingga muncul dalam benaknya untuk menjadi seorang pengamen. Tidak diperlukan memiliki suara yang merdu karena ia sudah sering mendengar para pengamen itu bernyanyi dan tidak semua pengamen itu memiliki suara yang merdu. Namun yang