• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Program CSR PT. Arutmin

Indonesia terhadap Kesejahteraan Keluarga di Sekitar Tambang ... 25 2 Kerangka pemilihan contoh ………... 27 3 Denah Tambang PT. Arutmin Indonesia di Kalimantan Selatan... 35 4 Struktur Organisasi Community Development Department... 37

5 6

Struktur Organisasi Kelembagaan Gada Ulin... Sebaran contoh keluarga CSR berdasarkan jenis program CSR...

40 52

Latar Belakang

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara - negara di Asia Tenggara. Pada 2005, Indonesia menduduki peringkat IPM 110 dari 117 negara, sedangkan pada 2006 di peringkat 108 dari 189 negara. Peringkat IPM Indonesia juga masih jauh tertinggal dibandingkan Malaysia pada peringkat 63, Singapura (25), dan Thailand (77). Bahkan peringkat IPM Indonesia masih dibawah Vietnam (105). Dengan kondisi tersebut, perlu upaya pelibatan swasta, pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia secara bersinergi (Radyati 2008).

Isu mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility/CSR) sudah cukup lama muncul di negara - negara maju. Isu tersebut akhir - akhir ini juga mendapatkan perhatian yang cukup intens dari berbagai kalangan, seperti pemerintah, perusahaan, akademisi, dan organisasi non pemerintah di Indonesia. Respon pemerintah terhadap pentingnya CSR ini terlihat dari dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003, yang mengharuskan seluruh BUMN untuk menyisihkan sebagian labanya untuk pemberdayaan masyarakat yang dikenal dengan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL), yang implementasinya ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri BUMN. Surat Edaran No. 433/MBU/2003 merupakan petunjuk pelaksanaan dari Keputusan Menteri BUMN tersebut di atas. Lebih lanjut respons pemerintah tersebut terlihat dari dikeluarkannya UU Nomor 40 Tahun 2007 Bab V Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas, yang didalamnya memuat kewajiban perusahaan khususnya perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya alam untuk melakukan CSR (Badaruddin 2008).

Setiap perusahaan akan melakukan berbagai kegiatan terencana untuk dapat menjaga eksistensinya dan menjadi Good Bussiness. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Meskipun, perusahaan sebagai pelaku dalam dunia bisnis memiliki tujuan yang berorientasi pada pencapaian laba semaksimal mungkin, akan tetapi aktivitas - aktivitas yang

dilakukan oleh setiap perusahaan tersebut menimbulkan tanggung jawab bagi perusahaan untuk menjaga keseimbangan dengan lingkungannya, misalnya perusahaan pertambangan yang berlokasi dekat dengan pemukiman suatu komunitas. Perusahaan pertambangan tersebut harus melakukan tanggung jawabnya tidak hanya pada lingkungan alam yang dieksploitasi, tetapi juga pada masyarakat sekitar (komunitas lokal) yang secara langsung atau tidak langsung terkena dampak dari aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab sosial perusahaan penting untuk dilaksanakan. CSR merupakan komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas (The World Bussiness Council for Sustainable Development diacu dalam Wibisono 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) terhadap 226 perusahaan di Indonesia terkait dengan sumbangan sosial perusahaan menyatakan bahwa secara umum sumbangan yang diberikan perusahaan lebih bersifat insidentil atau hanya sekedar merespon permintaan sumbangan (Saidi & Abidin 2003). Hal ini dibuktikan dengan beberapa temuan dari penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Proporsi perusahaan yang memiliki kebijakan formal mengenai sumbangan tergolong kecil (18 persen)

2. Hanya sedikit perusahaan yang menyediakan staf khusus untuk menangani sumbangan sosial (empat persen)

3. Proporsi perusahaan yang membentuk divisi khusus atau yayasan yang menangani sumbangan juga sangat kecil (hanya tiga persen dari seluruh responden)

4. Perusahaan yang menyumbang hanya sekedar respon permintaan lebih banyak daripada mendisain suatu rencana aktivitas sosial (60 persen) 5. Sekitar satu dari lima perusahaan atau 21 persen menentukan target

jumlah sumbangan sejak awal tahun fiskal, sebaliknya 62 persen lainnya menyatakan tidak ada target tertentu untuk itu

PT. Arutmin Indonesia adalah salah satu perusahaan penghasil dan pengekspor batubara terbesar di Indonesia yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Selatan. Perusahaan ini memiliki terminal ekspor batubara bertaraf

Internasional yang berlokasi di Kota Baru dan memiliki lima tambang yang berlokasi di Senakin, Satui, Mulia, Asam - Asam, dan Batulicin.

PT. Arutmin Indonesia merupakan perusahaan yang menjalankan program CSR yang ditangani oleh divisi khusus untuk menangani sumbangan sosial yang disebut Community Development (CD), memiliki kebijakan formal dalam melakukan program CSR, menentukan target jumlah sumbangan sejak awal tahun fiskal, kemudian membentuk yayasan khusus untuk menangani program - program pemberdayaan masyarakat. Program - program CSR yang dilaksanakan oleh PT. Arutmin Indonesia mencakup bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial budaya, infrastruktur, hubungan dengan komunitas dan pemangku kepentingan serta pelestarian lingkungan.

Terkait dengan pelaksanaan program CSR, PT. Arutmin Indonesia membentuk suatu yayasan, yang disebut Yayasan Gada Ulin (Gerakan Pemberdayaan Urang Batulicin) yang berada pada Tambang Batulicin, Kalimantan Selatan. Yayasan Gada Ulin berdiri pada tahun 2006 dan beranggotakan: 232 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), 14 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) dan 14 Lembaga Keuangan Desa (LKD). Tujuan dari program ini adalah memberdayakan masyarakat melalui pemberdayaan institusi lokal dan kelompok sasaran khususnya komunitas miskin atau tidak berdaya dan terkena dampak langsung usaha penambangan agar meningkat status sosial ekonominya menjadi mandiri dan berkesinambungan serta berpartisipasi membangun daerah agar semakin berkembang dengan baik, termasuk setelah perusahaan tambang ditutup (Serasi 2009).

Sasaran aktivitas CSR dari pembentukan yayasan adalah memberdayakan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari suatu masyarakat, merupakan bagian dari sasaran CSR. Di sekitar tambang PT. Arutmin Indonesia terdapat keluarga – keluarga yang ikut terkena dampak dari aktivitas pertambangan. Atas dasar latar belakang di atas, hal tersebut menimbulkan pemikiran dan memotivasi penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana CSR telah memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup keluarga - keluarga di sekitar tambang Batulicin.

Perumusan Masalah

Pada wilayah sekitar Tambang Batulicin PT. Arutmin Indonesia masih terdapat banyak keluarga yang termasuk dalam kategori miskin. Hal ini

mendasari munculnya aktivitas CSR oleh PT. Arutmin Indonesia sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap masyarakat sekitar (komunitas lokal) yang secara langsung atau tidak langsung terkena dampak dari aktivitas perusahaan. Aktivitas CSR yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia merupakan program yang dilaksanakan oleh Divisi Community Development dengan tujuan memberdayakan masyarakat sekitar tambang dan lingkar perusahaan. Aktivitas CSR tersebut akan berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan keluarga - keluarga di sekitar tambang.

Pelaksanaan program CSR di area sekitar Tambang Batulicin telah berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 2006 hingga saat ini. Perumusan masalah utama dalam penelitian ini adalah sampai sejauh mana program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin telah memberdayakan dan meningkatkan taraf hidup keluarga di sekitar tambang setelah kurang lebih lima tahun berjalan? Untuk menjawab masalah tersebut, maka ditarik beberapa pertanyaan spesifik dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana persepsi dan manfaat yang dirasakan masyarakat terhadap pelaksanaan CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin?

2. Bagaimana kondisi kesejahteraan keluarga penerima manfaat di sekitar tambang sebelum dan sesudah menerima program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin?

3. Bagaimana kondisi kesejahteraan antara keluarga penerima manfaat dengan keluarga bukan penerima program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin?

4. Faktor - faktor apa yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga sekitar tambang?

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari pelaksanaan program Corporate Sosial Responsibility PT. Arutmin Indonesia terhadap kesejahteraan keluarga di sekitar tambang Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menelaah persepsi dan manfaat yang dirasakan masyarakat terhadap pelaksanaan CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin

2. Menganalisis perbedaan kondisi kesejahteraan keluarga penerima manfaat di sekitar tambang sebelum dan sesudah menerima program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin

3. Menganalisis perbedaan kondisi kesejahteraan antara keluarga penerima manfaat dengan keluarga bukan penerima program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin

4. Menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga di sekitar tambang

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah CSR, khususnya:

1. Bagi penulis, penelitian ini berguna melatih kemampuan daya fikir dan analisis terhadap permasalahan kesejahteraan keluarga yang terjadi serta menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah

2. Bagi peneliti lain yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai CSR dalam rangka peningkatan kesejahteraan keluarga

3. Bagi kalangan akademisi, yang ingin menambah literatur dalam mengkaji CSR

4. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi kesejahteraan keluarga di sekitar pertambangan, serta dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menyusun program di bidang kesejahteraan agar pemerintah sebagai pihak yang berwenang dapat menetapkan kebijakan yang dapat menjadi solusi dalam membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga di sekitar pertambangan

5. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan mampu untuk dijadikan bahan evaluasi atau rekomendasi agar perusahaan dapat menjalankan aktivitas CSR secara lebih baik dan berhasil bagi banyak pihak

Konsep Corporate Social Responsibility

Tanggung jawab sosial perusahaan tertuang dalam program atau kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Istilah CSR pertama kali muncul dalam diskusi resmi akademik sejak munculnya tulisan Howard Rothman Bowen berjudul Social Responsibility of the Bussinesman pada tahun 1953. Pertemuan

World Business Council for Sustainability Development (WBCSD) di New York 2005, yang menghasilkan kesepakatan bahwa praktik CSR adalah wujud komitmen dunia bisnis membantu PBB merealisasikan target Millenium Development Goals (MDGs) mengurangi kemiskinan dan kelaparan pada Tahun 2015 (Hardinsyah 2007).

Sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal. Pengertian CSR telah dikemukakan oleh banyak pakar dan lembaga-lembaga yang terkait. CSR Forum memberikan definisi, “CSR mean open and transparent business practices that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment”.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 perusahaan multinasional yang berasal lebih dari 30 negara, dalam publikasinya

Making Good Business Sense, mendefinisikan CSR, yaitu; “Corporate social responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life the workforce and their families as well as of the local community and society at large.” Dalam bahasa bebas kurang lebih maksudnya adalah, CSR adalah komitmen dari bisnis atau perusahaan untuk berperilaku etis, dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas.

Definisi CSR menurut Bank Dunia, yaitu lembaga keuangan global merumuskan: “Corporate Social Responsibility is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”.

Uni Eropa sebagai lembaga perhimpunan negara-negara di benua Eropa merumuskan pengertian CSR dalam EU Green Paper on CSR sebagai “CSR is a

concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on voluntary basic”.

Secara prinsip rumusan WBCSD dengan World Bank sama-sama menekankan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja sama dengan karyawan, keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Namun demikian, rumusan Bank Dunia menambahkan penekanan pada kemanfaatan dari aktivitas CSR tersebut, bermanfaat bagi usaha dan pembangunan (in ways that are both good for business and good for development), sedangkan pengertian dari Uni Eropa hanya menggambarkan CSR sebagai suatu konsep, bagaimana suatu perusahaan berusaha mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan serta stakeholders atas dasar “voluntary” dalam melakukan aktivitas usahanya. Pengintegrasian ini tidak hanya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, tetapi meliputi kerelaan berinvestasi ke dalam modal manusia, lingkungan dan hubungan dengan stakeholders.

Berdasarkan rumusan dari berbagai lembaga formal tersebut, saat ini belum ditemui kesepakatan bakunya. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat CSR adalah sebuah konsep yang berkembang dengan cepat, sehingga definisinya pun juga bisa berubah-ubah menyesuaikan dengan perkembangannya. Namun demikian, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan (Wibisono 2007).

CSR hadir sebagai jalan tengah untuk tetap mempertahankan nilai kebermanfaatan perusahaan dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dalam menciptakan kebermanfaatan tersebut. Tujuan ini tidak akan tercapai tanpa adanya kerjasama sinergis antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini dikarenakan perusahaan adalah agen yang melakukan aksi, masyarakat adalah agen sasaran dan sekaligus stakeholders, sementara pemerintah adalah agen yang berposisi sebagai regulator.

Integrasi program CSR dengan berbagai kebijakan stakeholders tersebut kini telah menjadi suatu kebutuhan. Artinya, kebijakan CSR jangan hanya eksklusif di dalam perusahaan, melainkan harus terintegrasi dengan kebijakan pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Bagi masyarakat, CSR merupakan

ruang aktualisasi pengembangan sumberdaya yang pada akhirnya dapat mendukung peningkatan kesejahteraan. Bagi pemerintah, dengan adanya CSR, perusahaan menjadi partner dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial yang menjadi agenda pemerintah, seperti kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Sedangkan bagi perusahaan, CSR bermanfaat untuk menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan pemerintah, dan pada saat yang sama berguna untuk mendukung kinerja melalui image korporasi. Melalui kerjasama ini, harapan akhirnya adalah tercapainya kebaikan bagi lingkungan, masyarakat, pemerintah, dan juga bagi perusahaan (Soemanto et al. 2007).

CSR dapat didefinisikan sebagai upaya manajemen yang dijalankan oleh entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan dengan meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif di setiap pilar (Leimona & Fauzi 2008). Kotler dan Lee (2005) memberikan rumusan: “corporate social responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”.

Pada definisi tersebut, Kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata

discretionary yang berarti kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang - undangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau kepatuhan perusahaan terhadap undang - undang ketenagakerjaan. Kata discretionary juga memberikan nuansa bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas CSR haruslah perusahaan yang telah menaati hukum dalam pelaksanaan bisnisnya.

Meski memiliki banyak definisi, namun secara esensi CSR merupakan wujud dari giving back dari korporat kepada komunitas. Perihal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasar pada niat tulus guna memberikan kontribusi yang paling positif pada komunitas (stakeholders) (Rahman 2009).

CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yaitu profit, people, dan planet. a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan

ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang

b. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti

pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendiri sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan ada yang merancang berbagai skema perlindungan sosial warga setempat

c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan pemukiman, dan pengembangan pariwisata (ecotourism) (Wibisono 2007).

CSR yang memiliki paradigma Good Corporate Citizenship dalam pelaksanaannya berfokus pada kontribusi suatu perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mengalami metamorphosis, dari yang bersifat

charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan (Ambadar 2008). Metamorfosis kontribusi perusahaan tersebut diungkapkan oleh Saidi dan Abidin (2003) yang dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Metamorfosis CSR

No. Paradigma Charity Philantropy Good Corporate

Citizenship (GCC)

1 Motivasi Agama, tradisi, adaptasi

Norma, etika dan hukum universal Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban social 2 Misi Mengatasi masalah setempat Mencari dan mengatasi akar masalah Memberikan kontribusi terhadap masyarakat 3 Pengelolaan Jangka pendek,

mengatasi masalah sesaat Terencana, terorganisasi, dan terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan 4 Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/dana

pribadi/ profesionalitas Keterlibatan baik dana maupun sumberdaya lain 5 Penerima Manfaat

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan 6 Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (sosial dan pembangunan serta keterlibatan sosial)

7 Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Sumber : Saidi dan Abidin (2003)

Program CSR

Kotler dan Lee (2005) mengidentifikasi lima pilihan program bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sekaligus sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab

sosial perusahaan, yaitu :

a. Cause promotions, dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah - masalah sosial tertentu, seperti bahaya narkoba

b. Cause related marketing, yaitu bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan donasi bagi masalah sosial tertentu, untuk periode atau produk tertentu

c. Corporate social marketing, membantu pengembangan maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk mengubah perilaku tertentu yang mempunyai pengaruh negatif, misalnya berupa inisiatif perusahaan dengan memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam bentuk donasi atau sumbangan tunai

d. Community volunteering, memberikan bantuan dan mendorong karyawan serta mitra bisnisnya secara sukarela terlibat dan membantu masyarakat setempat

e. Social responsible business practices, berupa insiatif perusahaan untuk mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan

Berbagai model CSR diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Terdapat empat model atau pola CSR yang umum diterapkan (Saidi & Abidin 2003), yaitu: a. Keterlibatan langsung

Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari bagian public relation.

b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan - perusahaan di negara maju. Perusahaan biasanya menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.

c. Bermitra dengan pihak lain

Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.

d. Mendukung atau bergabung dalam satu konsorsium

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Apabila dibandingkan dengan model lainnya, model ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan - perusahaan yang mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari lembaga operasional.

Lingkup pelaksanaan CSR menurut gagasan dari Prince of Wales International Forum terdiri dari lima pilar (Wibisono 2007), yaitu:

a. Upaya perusahaan untuk menggalang dukungan SDM, baik internal (karyawan) maupun eksternal (masyarakat sekitar) dengan cara melakukan pengembangan dan memberikan kesejahteraan pada mereka

b. Memberdayakan ekonomi komunitas

c. Menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik d. Mengimplementasikan tata kelola yang baik

e. Memperhatikan kelestarian lingkungan

Tahap-tahap dalam penerapan CSR yang dilakukan perusahaan pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Tahap perencanaan; tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building, CSR assesment, dan CSR manual building.

2. Tahap implementasi; tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Tahap pengorganisasian yaitu penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.

3. Tahap evaluasi; tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR.

4. Pelaporan; tahap ini dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka (Suharto 2005).

Menurut Ife (1995), pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:

- Pilihan - pilihan personal dan kesempatan - kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan - keputusan mengenai gaya

Dokumen terkait