• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Program Corporate Social Responsibility terhadap Kesejahteraan Keluarga di Sekitar Tambang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Program Corporate Social Responsibility terhadap Kesejahteraan Keluarga di Sekitar Tambang"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

GILAR CAHYA NIRMAYA. Influence of Corporate Social Responsibility towards Family’s Well-Being at Surrounding of Mining Area. Under Guidance of ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI and MEGAWATI SIMANJUNTAK.

This research aimed to analyze the influence of PT. Arutmin Indonesia’s Corporate Social Responsibility (CSR) towards family’s well-being in Batulicin mining area, South Kalimantan. This study applied a combination of cross-sectional and retrospective design. The data were collected in Sarigadung village. Samples in this study were poor families, whom distinguished by the benefits

that received from PT. Arutmin Indonesia’s CSR. Samples were 70 families – selected purposively, half were identified as CSR receiver family while other difined as non-CSR receiver family. The results showed that more than three-forth of the samples considered CSR programs were very positive. Generally, the family’s income increased after followed CSR program. Number of poor families under the poverty line decreased and the number of satisfied family increased. Total income of CSR families were higher than CSR families. Half of CSR families identified as non-poor, while half of non-CSR were poor. There was no significance difference between subjective well-being of CSR and non-CSR family. Factors that affected objective family well-being were family size and the benefits of CSR, while the factors that influence subjective family well-being were working wife and the benefits of CSR.

Keyword: Corporate Social Responsibility, Family Well-Being

ABSTRAK

GILAR CAHYA NIRMAYA. Pengaruh Program Corporate Social Responsibility terhadap Kesejahteraan Keluarga di Sekitar Tambang. Dibimbing oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI dan MEGAWATI SIMANJUNTAK.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari pelaksanaan program Corporate Sosial Responsibility (CSR) PT. Arutmin Indonesia terhadap kesejahteraan keluarga di sekitar tambang Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Studi ini menerapkan kombinasi disain cross sectional dan retrospektif dengan lokasi pengambilan data di Desa Sarigadung, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu. Populasi penelitian adalah keluarga miskin yang berada di Desa Sarigadung. Jumlah contoh adalah 70 keluarga yang ditentukan secara purposive, yang dibedakan menjadi 35 keluarga penerima manfaat CSR dan 35 bukan keluarga penerima manfaat CSR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh penerima manfaat CSR memandang bahwa pelaksanaan program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin berjalan dengan baik. Secara umum, pendapatan keluarga meningkat setelah mengikuti program CSR, di samping itu jumlah keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan menurun dan jumlah keluarga yang merasa puas meningkat. Pendapatan total keluarga CSR lebih tinggi dibandingkan keluarga non CSR. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kesejahteraan subjektif keluarga CSR dengan keluarga non CSR. Faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan objektif keluarga adalah besar keluarga dan manfaat CSR, sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga adalah pekerjaan istri dan manfaat CSR.

(2)

Latar Belakang

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih sangat rendah

dibandingkan negara - negara di Asia Tenggara. Pada 2005, Indonesia

menduduki peringkat IPM 110 dari 117 negara, sedangkan pada 2006 di

peringkat 108 dari 189 negara. Peringkat IPM Indonesia juga masih jauh

tertinggal dibandingkan Malaysia pada peringkat 63, Singapura (25), dan

Thailand (77). Bahkan peringkat IPM Indonesia masih dibawah Vietnam (105).

Dengan kondisi tersebut, perlu upaya pelibatan swasta, pemerintah dan

masyarakat dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia

secara bersinergi (Radyati 2008).

Isu mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility/CSR) sudah cukup lama muncul di negara - negara maju. Isu tersebut akhir - akhir ini juga mendapatkan perhatian yang cukup intens dari

berbagai kalangan, seperti pemerintah, perusahaan, akademisi, dan organisasi

non pemerintah di Indonesia. Respon pemerintah terhadap pentingnya CSR ini

terlihat dari dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah melalui Keputusan Menteri

BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003, yang mengharuskan seluruh BUMN untuk

menyisihkan sebagian labanya untuk pemberdayaan masyarakat yang dikenal

dengan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL), yang

implementasinya ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri BUMN. Surat

Edaran No. 433/MBU/2003 merupakan petunjuk pelaksanaan dari Keputusan

Menteri BUMN tersebut di atas. Lebih lanjut respons pemerintah tersebut terlihat

dari dikeluarkannya UU Nomor 40 Tahun 2007 Bab V Pasal 74 tentang

Perseroan Terbatas, yang didalamnya memuat kewajiban perusahaan

khususnya perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya alam untuk

melakukan CSR (Badaruddin 2008).

Setiap perusahaan akan melakukan berbagai kegiatan terencana untuk

dapat menjaga eksistensinya dan menjadi Good Bussiness. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk

menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Meskipun, perusahaan sebagai pelaku dalam dunia bisnis memiliki tujuan yang berorientasi pada

(3)

dilakukan oleh setiap perusahaan tersebut menimbulkan tanggung jawab bagi

perusahaan untuk menjaga keseimbangan dengan lingkungannya, misalnya

perusahaan pertambangan yang berlokasi dekat dengan pemukiman suatu

komunitas. Perusahaan pertambangan tersebut harus melakukan tanggung

jawabnya tidak hanya pada lingkungan alam yang dieksploitasi, tetapi juga pada

masyarakat sekitar (komunitas lokal) yang secara langsung atau tidak langsung

terkena dampak dari aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab

sosial perusahaan penting untuk dilaksanakan. CSR merupakan komitmen dunia

usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan

kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan

kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas (The World Bussiness Council for Sustainable Development diacu dalam Wibisono 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) terhadap 226 perusahaan di Indonesia terkait dengan sumbangan sosial perusahaan menyatakan bahwa secara umum sumbangan

yang diberikan perusahaan lebih bersifat insidentil atau hanya sekedar merespon

permintaan sumbangan (Saidi & Abidin 2003). Hal ini dibuktikan dengan

beberapa temuan dari penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Proporsi perusahaan yang memiliki kebijakan formal mengenai

sumbangan tergolong kecil (18 persen)

2. Hanya sedikit perusahaan yang menyediakan staf khusus untuk

menangani sumbangan sosial (empat persen)

3. Proporsi perusahaan yang membentuk divisi khusus atau yayasan yang

menangani sumbangan juga sangat kecil (hanya tiga persen dari seluruh

responden)

4. Perusahaan yang menyumbang hanya sekedar respon permintaan lebih

banyak daripada mendisain suatu rencana aktivitas sosial (60 persen)

5. Sekitar satu dari lima perusahaan atau 21 persen menentukan target

jumlah sumbangan sejak awal tahun fiskal, sebaliknya 62 persen lainnya

menyatakan tidak ada target tertentu untuk itu

PT. Arutmin Indonesia adalah salah satu perusahaan penghasil dan

pengekspor batubara terbesar di Indonesia yang beroperasi di Provinsi

(4)

Internasional yang berlokasi di Kota Baru dan memiliki lima tambang yang

berlokasi di Senakin, Satui, Mulia, Asam - Asam, dan Batulicin.

PT. Arutmin Indonesia merupakan perusahaan yang menjalankan

program CSR yang ditangani oleh divisi khusus untuk menangani sumbangan

sosial yang disebut Community Development (CD), memiliki kebijakan formal dalam melakukan program CSR, menentukan target jumlah sumbangan sejak

awal tahun fiskal, kemudian membentuk yayasan khusus untuk menangani

program - program pemberdayaan masyarakat. Program - program CSR yang

dilaksanakan oleh PT. Arutmin Indonesia mencakup bidang ekonomi, pendidikan,

kesehatan, sosial budaya, infrastruktur, hubungan dengan komunitas dan

pemangku kepentingan serta pelestarian lingkungan.

Terkait dengan pelaksanaan program CSR, PT. Arutmin Indonesia

membentuk suatu yayasan, yang disebut Yayasan Gada Ulin (Gerakan

Pemberdayaan Urang Batulicin) yang berada pada Tambang Batulicin,

Kalimantan Selatan. Yayasan Gada Ulin berdiri pada tahun 2006 dan

beranggotakan: 232 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), 14 Lembaga

Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) dan 14 Lembaga Keuangan Desa

(LKD). Tujuan dari program ini adalah memberdayakan masyarakat melalui

pemberdayaan institusi lokal dan kelompok sasaran khususnya komunitas miskin

atau tidak berdaya dan terkena dampak langsung usaha penambangan agar

meningkat status sosial ekonominya menjadi mandiri dan berkesinambungan

serta berpartisipasi membangun daerah agar semakin berkembang dengan baik,

termasuk setelah perusahaan tambang ditutup (Serasi 2009).

Sasaran aktivitas CSR dari pembentukan yayasan adalah

memberdayakan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari suatu

masyarakat, merupakan bagian dari sasaran CSR. Di sekitar tambang PT.

Arutmin Indonesia terdapat keluarga – keluarga yang ikut terkena dampak dari

aktivitas pertambangan. Atas dasar latar belakang di atas, hal tersebut

menimbulkan pemikiran dan memotivasi penelitian ini untuk mengetahui dan

menganalisis sejauh mana CSR telah memberdayakan dan meningkatkan

kesejahteraan dan taraf hidup keluarga - keluarga di sekitar tambang Batulicin.

Perumusan Masalah

Pada wilayah sekitar Tambang Batulicin PT. Arutmin Indonesia masih

(5)

mendasari munculnya aktivitas CSR oleh PT. Arutmin Indonesia sebagai bentuk

tanggung jawabnya terhadap masyarakat sekitar (komunitas lokal) yang secara

langsung atau tidak langsung terkena dampak dari aktivitas perusahaan.

Aktivitas CSR yang dilakukan oleh PT. Arutmin Indonesia merupakan program

yang dilaksanakan oleh Divisi Community Development dengan tujuan memberdayakan masyarakat sekitar tambang dan lingkar perusahaan. Aktivitas

CSR tersebut akan berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan keluarga

-keluarga di sekitar tambang.

Pelaksanaan program CSR di area sekitar Tambang Batulicin telah

berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 2006 hingga saat ini. Perumusan

masalah utama dalam penelitian ini adalah sampai sejauh mana program CSR

PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin telah memberdayakan dan

meningkatkan taraf hidup keluarga di sekitar tambang setelah kurang lebih lima

tahun berjalan? Untuk menjawab masalah tersebut, maka ditarik beberapa

pertanyaan spesifik dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana persepsi dan manfaat yang dirasakan masyarakat terhadap

pelaksanaan CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin?

2. Bagaimana kondisi kesejahteraan keluarga penerima manfaat di sekitar

tambang sebelum dan sesudah menerima program CSR PT. Arutmin

Indonesia Tambang Batulicin?

3. Bagaimana kondisi kesejahteraan antara keluarga penerima manfaat

dengan keluarga bukan penerima program CSR PT. Arutmin Indonesia

Tambang Batulicin?

4. Faktor - faktor apa yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga

sekitar tambang?

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari

pelaksanaan program Corporate Sosial Responsibility PT. Arutmin Indonesia terhadap kesejahteraan keluarga di sekitar tambang Batulicin, Kabupaten Tanah

Bumbu, Kalimantan Selatan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Menelaah persepsi dan manfaat yang dirasakan masyarakat terhadap

(6)

2. Menganalisis perbedaan kondisi kesejahteraan keluarga penerima

manfaat di sekitar tambang sebelum dan sesudah menerima program

CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin

3. Menganalisis perbedaan kondisi kesejahteraan antara keluarga penerima

manfaat dengan keluarga bukan penerima program CSR PT. Arutmin

Indonesia Tambang Batulicin

4. Menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan

keluarga di sekitar tambang

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang

bermanfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun yang terkait dengan

masalah CSR, khususnya:

1. Bagi penulis, penelitian ini berguna melatih kemampuan daya fikir dan

analisis terhadap permasalahan kesejahteraan keluarga yang terjadi serta

menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah

2. Bagi peneliti lain yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai CSR dalam

rangka peningkatan kesejahteraan keluarga

3. Bagi kalangan akademisi, yang ingin menambah literatur dalam mengkaji

CSR

4. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai kondisi kesejahteraan keluarga di sekitar pertambangan, serta

dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menyusun program di bidang

kesejahteraan agar pemerintah sebagai pihak yang berwenang dapat

menetapkan kebijakan yang dapat menjadi solusi dalam membantu

meningkatkan kesejahteraan keluarga di sekitar pertambangan

5. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan mampu untuk dijadikan bahan

evaluasi atau rekomendasi agar perusahaan dapat menjalankan aktivitas

(7)

Konsep Corporate Social Responsibility

Tanggung jawab sosial perusahaan tertuang dalam program atau

kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Istilah CSR pertama kali muncul dalam diskusi resmi akademik sejak munculnya tulisan Howard Rothman Bowen

berjudul Social Responsibility of the Bussinesman pada tahun 1953. Pertemuan

World Business Council for Sustainability Development (WBCSD) di New York 2005, yang menghasilkan kesepakatan bahwa praktik CSR adalah wujud

komitmen dunia bisnis membantu PBB merealisasikan target Millenium Development Goals (MDGs) mengurangi kemiskinan dan kelaparan pada Tahun 2015 (Hardinsyah 2007).

Sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum

memiliki definisi yang tunggal. Pengertian CSR telah dikemukakan oleh banyak

pakar dan lembaga-lembaga yang terkait. CSR Forum memberikan definisi,

CSR mean open and transparent business practices that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment”.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120

perusahaan multinasional yang berasal lebih dari 30 negara, dalam publikasinya

Making Good Business Sense, mendefinisikan CSR, yaitu; “Corporate social responsibility is the continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life the workforce and their families as well as of the local community and society at large.” Dalam bahasa bebas kurang lebih maksudnya adalah, CSR adalah komitmen dari bisnis atau perusahaan untuk berperilaku etis, dan berkontribusi

terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan

kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas.

Definisi CSR menurut Bank Dunia, yaitu lembaga keuangan global

merumuskan: “Corporate Social Responsibility is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”.

Uni Eropa sebagai lembaga perhimpunan negara-negara di benua Eropa

(8)

concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on voluntary basic”.

Secara prinsip rumusan WBCSD dengan World Bank sama-sama

menekankan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam

pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja sama dengan karyawan, keluarga

karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas

kehidupan. Namun demikian, rumusan Bank Dunia menambahkan penekanan

pada kemanfaatan dari aktivitas CSR tersebut, bermanfaat bagi usaha dan

pembangunan (in ways that are both good for business and good for development), sedangkan pengertian dari Uni Eropa hanya menggambarkan CSR sebagai suatu konsep, bagaimana suatu perusahaan berusaha

mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan serta stakeholders atas dasar “voluntary” dalam melakukan aktivitas usahanya. Pengintegrasian ini tidak hanya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, tetapi meliputi

kerelaan berinvestasi ke dalam modal manusia, lingkungan dan hubungan

dengan stakeholders.

Berdasarkan rumusan dari berbagai lembaga formal tersebut, saat ini

belum ditemui kesepakatan bakunya. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat CSR

adalah sebuah konsep yang berkembang dengan cepat, sehingga definisinya

pun juga bisa berubah-ubah menyesuaikan dengan perkembangannya. Namun

demikian, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara

perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta

lingkungan (Wibisono 2007).

CSR hadir sebagai jalan tengah untuk tetap mempertahankan nilai

kebermanfaatan perusahaan dan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan

dalam menciptakan kebermanfaatan tersebut. Tujuan ini tidak akan tercapai

tanpa adanya kerjasama sinergis antara perusahaan, masyarakat, dan

pemerintah. Hal ini dikarenakan perusahaan adalah agen yang melakukan aksi,

masyarakat adalah agen sasaran dan sekaligus stakeholders, sementara pemerintah adalah agen yang berposisi sebagai regulator.

Integrasi program CSR dengan berbagai kebijakan stakeholders tersebut kini telah menjadi suatu kebutuhan. Artinya, kebijakan CSR jangan hanya

eksklusif di dalam perusahaan, melainkan harus terintegrasi dengan kebijakan

(9)

ruang aktualisasi pengembangan sumberdaya yang pada akhirnya dapat

mendukung peningkatan kesejahteraan. Bagi pemerintah, dengan adanya CSR,

perusahaan menjadi partner dalam menyelesaikan berbagai permasalahan

sosial yang menjadi agenda pemerintah, seperti kemiskinan, pengangguran, dan

kerusakan lingkungan. Sedangkan bagi perusahaan, CSR bermanfaat untuk

menjalin hubungan baik dengan masyarakat dan pemerintah, dan pada saat

yang sama berguna untuk mendukung kinerja melalui image korporasi. Melalui kerjasama ini, harapan akhirnya adalah tercapainya kebaikan bagi lingkungan,

masyarakat, pemerintah, dan juga bagi perusahaan (Soemanto et al. 2007). CSR dapat didefinisikan sebagai upaya manajemen yang dijalankan oleh

entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar

keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan dengan meminimalkan

dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif di setiap pilar (Leimona &

Fauzi 2008). Kotler dan Lee (2005) memberikan rumusan: “corporate social responsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”.

Pada definisi tersebut, Kotler dan Lee memberikan penekanan pada kata

discretionary yang berarti kegiatan CSR semata-mata merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas

dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan

perundang - undangan seperti kewajiban untuk membayar pajak atau kepatuhan

perusahaan terhadap undang - undang ketenagakerjaan. Kata discretionary juga memberikan nuansa bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas CSR haruslah

perusahaan yang telah menaati hukum dalam pelaksanaan bisnisnya.

Meski memiliki banyak definisi, namun secara esensi CSR merupakan

wujud dari giving back dari korporat kepada komunitas. Perihal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan bisnis berdasar pada niat

tulus guna memberikan kontribusi yang paling positif pada komunitas

(stakeholders) (Rahman 2009).

CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar

yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines, yaitu profit, people, dan planet. a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan

ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang

(10)

pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendiri sarana

pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan ada yang

merancang berbagai skema perlindungan sosial warga setempat

c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan berkelanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini

biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih,

perbaikan pemukiman, dan pengembangan pariwisata (ecotourism) (Wibisono 2007).

CSR yang memiliki paradigma Good Corporate Citizenship dalam pelaksanaannya berfokus pada kontribusi suatu perusahaan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang mengalami metamorphosis, dari yang bersifat

charity menjadi aktivitas yang lebih menekankan pada penciptaan kemandirian masyarakat, yakni program pemberdayaan (Ambadar 2008). Metamorfosis

kontribusi perusahaan tersebut diungkapkan oleh Saidi dan Abidin (2003) yang

dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Metamorfosis CSR

No. Paradigma Charity Philantropy Good Corporate

Citizenship (GCC)

1 Motivasi Agama, tradisi, adaptasi

Norma, etika dan hukum universal

Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban social

2 Misi Mengatasi

masalah setempat Mencari dan mengatasi akar masalah Memberikan kontribusi terhadap masyarakat 3 Pengelolaan Jangka pendek,

mengatasi masalah sesaat Terencana, terorganisasi, dan terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan 4 Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/dana

pribadi/ profesionalitas Keterlibatan baik dana maupun sumberdaya lain 5 Penerima Manfaat

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan 6 Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (sosial dan pembangunan serta keterlibatan sosial)

7 Inspirasi Kewajiban Kepentingan bersama Sumber : Saidi dan Abidin (2003)

Program CSR

Kotler dan Lee (2005) mengidentifikasi lima pilihan program bagi

perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan

(11)

sosial perusahaan, yaitu :

a. Cause promotions, dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah - masalah

sosial tertentu, seperti bahaya narkoba

b. Cause related marketing, yaitu bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan donasi bagi masalah sosial

tertentu, untuk periode atau produk tertentu

c. Corporate social marketing, membantu pengembangan maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk mengubah perilaku tertentu yang

mempunyai pengaruh negatif, misalnya berupa inisiatif perusahaan dengan

memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering

dalam bentuk donasi atau sumbangan tunai

d. Community volunteering, memberikan bantuan dan mendorong karyawan serta mitra bisnisnya secara sukarela terlibat dan membantu masyarakat

setempat

e. Social responsible business practices, berupa insiatif perusahaan untuk mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang

ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan

Berbagai model CSR diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Terdapat

empat model atau pola CSR yang umum diterapkan (Saidi & Abidin 2003), yaitu:

a. Keterlibatan langsung

Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan

menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke

masyarakat tanpa perantara. Perusahaan biasanya menugaskan salah satu

pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari bagian public relation.

b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan

Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau

grupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di

perusahaan - perusahaan di negara maju. Perusahaan biasanya menyediakan

dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi

(12)

c. Bermitra dengan pihak lain

Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga

sosial atau organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau

media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan

kegiatan sosialnya.

d. Mendukung atau bergabung dalam satu konsorsium

Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu

lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Apabila dibandingkan

dengan model lainnya, model ini lebih berorientasi pada pemberian hibah

perusahaan yang bersifat hibah pembangunan. Pihak konsorsium atau lembaga

semacam itu yang dipercayai oleh perusahaan - perusahaan yang

mendukungnya secara proaktif mencari mitra kerjasama dari lembaga

operasional.

Lingkup pelaksanaan CSR menurut gagasan dari Prince of Wales International Forum terdiri dari lima pilar (Wibisono 2007), yaitu:

a. Upaya perusahaan untuk menggalang dukungan SDM, baik internal

(karyawan) maupun eksternal (masyarakat sekitar) dengan cara melakukan

pengembangan dan memberikan kesejahteraan pada mereka

b. Memberdayakan ekonomi komunitas

c. Menjaga harmonisasi dengan masyarakat sekitar agar tidak terjadi konflik

d. Mengimplementasikan tata kelola yang baik

e. Memperhatikan kelestarian lingkungan

Tahap-tahap dalam penerapan CSR yang dilakukan perusahaan pada

umumnya adalah sebagai berikut :

1. Tahap perencanaan; tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building, CSR assesment, dan CSR manual building.

2. Tahap implementasi; tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu sosialisasi,

pelaksanaan dan internalisasi. Tahap pengorganisasian yaitu penyusunan

untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan,

pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian

untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.

3. Tahap evaluasi; tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu

(13)

4. Pelaporan; tahap ini dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk

keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan.

Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang

lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka

(Suharto 2005).

Menurut Ife (1995), pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan

kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Pemberdayaan

memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah.

Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti

sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atas:

- Pilihan - pilihan personal dan kesempatan - kesempatan hidup:

kemampuan dalam membuat keputusan - keputusan mengenai gaya

hidup, tempat tinggal, dan pekerjaan

- Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras

dengan aspirasi dan keinginannya

- Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan

gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan

- Lembaga - lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan

mempengaruhi pranata - pranata masyarakat, seperti lembaga

kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan

- Sumber - sumber: kemampuan memobilisasi sumber - sumber formal,

informal dan kemasyarakatan

- Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola

mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa

- Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran,

perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau

(14)

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan

menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan

sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator

keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Dalam konteks pekerjaan sosial, terdapat strategi pemberdayaan yang

dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezzo, dan makro.

1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu

melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam

menjalankan tugas - tugas kehidupannya. Model ini sering disebut

sebagai Pendekatan yang Berpusat pada Tugas (task centered approach).

2. Aras Mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien.

Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai

media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya

digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, ketrampilan dan sikap - sikap klien agar memiliki

kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar

(large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan

sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini.

Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki

kompetensi untuk memahami situasi - situasi mereka sendiri, dan untuk

memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak (Suharto

2005).

Payne (1997) dalam Adi (2003), mengemukakan bahwa suatu proses

(15)

untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan

yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi

dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki,

antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu

dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan.

Pada dasarnya, pemberdayaan dilakukan pada kekuatan tingkat individu dan

sosial. Partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan

kemandirian dan proses pemberdayaan. Sebaiknya, orang - orang harus terlibat

dalam proses tersebut sehingga mereka dapat lebih memperhatikan hidupnya

untuk memperoleh rasa percaya diri, memiliki harga diri dan pengetahuan untuk

mengembangkan keahlian baru. Prosesnya dilakukan secara kumulatif sehingga

semakin banyak keterampilan yang dimiliki seseorang, semakin baik kemampuan

beradaptasinya.

Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial

dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial, dan transformasi budaya. Proses

ini, pada akhirnya, akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat

pada rakyat (Hikmat 2004).

Pemberdayaan Keluarga

Keluarga adalah suatu kelompok dari orang - orang yang disatukan oleh

ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu sama lain yang

menimbulkan peranan - peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, anak laki -

laki dan perempuan, saudara laki - laki dan perempuan serta merupakan

pemeliharaan kebudayaan bersama. Keluarga adalah unit terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau

ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya (UU nomor 52 Tahun 2009).

Menurut Mattesich dan Hill dalam Megawangi (1999), keluarga

merupakan suatu kelompok dimana anggotanya memiliki hubungan kekerabatan,

tempat tinggal, atau hubungan emosional yang erat. Keluarga sebagai sebuah

sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas

tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan, integritas dan solidaritas, serta

(16)

Resolusi Majelis Umum PBB menguraikan fungsi utama keluarga adalah

“Keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak,

mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan

fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan

lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera” (Megawangi

1994).

Keluarga mempunyai karakteristik sosial (pendidikan, pekerjaan, status

sosial), ekonomi (pendapatan, jumlah aset), demografi (jumlah anak, umur

orangtua, tempat tinggal). Setiap keluarga mempunyai tujuan untuk mewujudkan

keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah atau mewujudkan kesejahteraan

lahir dan batin (fisik, ekonomi, sosial, psikologi, spiritual, mental).

Keluarga merupakan unit sosial terkecil pembangun institusi masyarakat.

Perhatian terhadap keluarga sebagai institusi sosial terkecil diawali oleh kajian

bahwa masalah sosial berkaitan dengan kehidupan keluarga, sehingga banyak

para pembaharu sosial yang memandang bahwa keluarga sebagai dasar

kesehatan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pembangunan sumberdaya

manusia (SDM), keluarga merupakan institusi pertama dan utama penentu

pembangunan SDM. Terdapat dua penjelasan sederhana terhadap konsep atau

kerangka fikir tersebut. Pertama adalah karena di keluargalah seorang individu

tumbuh berkembang, dimana tingkat pertumbuhan dan perkembangan tersebut

menentukan kualitas individu yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat,

bahkan pemimpin bangsa dan negara. Alasan kedua adalah karena di

keluargalah aktivitas utama kehidupan seorang individu berlangsung (Sunarti

2001).

Terdapat berbagai alasan pentingnya pemberdayaan keluarga, yaitu: (1)

kedudukan keluarga dalam sistem sosial yang lebih luas, dimana keluarga

sebagai sistem sosial terkecil mempengaruhi dan dipengaruhi sistem lainnya; (2)

fakta yang menunjukkan masih banyaknya keluarga yang hidupnya marjinal,

miskin, tidak sejahtera, dan (3) pada hakekatnya seluruh kegiatan pembangunan

bertujuan untuk mensejahterakan individu, keluarga, dan masyarakat.

Kesejahteraan keluarga merupakan indikator keberhasilan seluruh kegiatan

pembangunan.

Pemberdayaan keluarga adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan

martabat keluarga, terutama keluarga miskin atau keluarga tidak sejahtera atau

(17)

tidak bisa mencapai tujuan kehidupan berkeluarga. Dengan kata lain,

memberdayakan keluarga adalah memampukan dan memandirikan keluarga.

Keberdayaan keluarga merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu

keluarga bertahan, dinamis mengembangkan diri dan mencapai tujuannya

(Sunarti 2010).

Berdasarkan pengertiannya, maka pemberdayaan keluarga memiliki

dimensi tujuan yang luas dan beragam, yaitu:

- Membantu sasaran untuk menerima/melewati/menjalani/mempermudah

proses perubahan yang harus/akan dijalani/ditemui individu/keluarga

- Menggali potensi laten anggota keluarga (kepribadian, ketrampilan

manajerial, dan ketrampilan kepemimpinan)

- Mendorong sasaran agar memiliki daya ungkit/daya lompat serta sebagai

lecutan untuk lari mengejar cita-cita keluarga

- Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan hidup seluruh anggota

keluarga sepanjang tahap perkembangan dan siklus hidupnya

- Membangun daya tahan dan daya adaptasi yang tinggi terhadap

perubahan agar mampu menjalani kehidupan dengan sukses tanpa

kesulitan dan hambatan yang berarti

- Membina dan mendampingi proses perubahan sampai pada tahap

kemandirian dan tahapan tujuan yang dapat diterima

Agar tujuan pemberdayaan keluarga dapat tercapai, maka perlu

memperhatikan beberapa prinsip penting pemberdayaan keluarga. Beberapa

prinsip penting tersebut di antaranya adalah:

- Pemberdayaan keluarga hendaknya tidak memberikan bantuan atau

pendampingan yang bersifat charity yang akan mendatangkan ketergantungan dan melemahkan, melainkan bantuan, pendampingan,

dan pelatihan yang mempromosikan self reliance dan meningkatkan kapasitas sasaran pemberdayaan

- Hendaknya menggunakan metode pemberdayaan yang menjadikan pihak

yang dibantu menjadi lebih kuat melalui latihan daya juang/tahan,

menghadapi masalah “kenelangsaan”

- Meningkatkan partisipasi yang membawa pihak yang diberdayakan

(18)

- Menjadikan pihak yang diberdayakan mengambil kontrol penuh,

pengambilan keputusan penuh, dan tanggung jawab penuh untuk

melakukan kegiatan yang akan membawanya menjadi lebih kuat

Dampak Program CSR terhadap Masyarakat Lokal

Berdasarkan penelitian Zaleha (2008) mengenai peranan CSR PT.

Inalum Divisi PLTA Siguragura terhadap pengembangan sosio ekonomi

masyarakat Kecamatan Pintupohan Meranti Kabupaten Toba Samosir

menyatakan bahwa pendidikan dan pendapatan nominal masyarakat sebelum

dan sesudah adanya program CSR berbeda nyata, tetapi pendapatan riil tidak

berbeda nyata. Ditinjau dari pendapatan nominal, bantuan memberikan peran

terhadap ekonomi karyawan dan masyarakat, namun secara riil belum berperan

akibat inflasi yang tinggi pada tahun 2005. Peran CSR terhadap ekonomi lokal

adalah adanya 17 unit usaha mitra kontraktor sebagai rekanan PT. Inalum yang

dapat menyerap tenaga kerja masyarakat.

Hasil penelitian Utomo (2010) mengenai dampak pelaksanaan program

CSR PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terhadap masyarakat lokal

menyatakan bahwa dampak dari program CSR PT. Indocement yang dirasakan

oleh warga Desa Nambo adalah perubahan tingkat pengetahuan, tingkat

kesehatan, dan berkurangnya jumlah pengangguran. Karena mereka (penerima

program) berpendapat bahwa program tersebut bermanfaat baik dalam

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan berusaha, serta

meningkatkan penghasilan. Namun, dampak yang dirasakan hanya sedikit dan

lebih besar kepada penerima program. Hal ini didasarkan oleh data jumlah

pengangguran yang berkurang dari program CSR (ayam petelur) hanya lima

belas orang (terdiri dari 11 peternak, 3 karyawan ternak, dan 1 distributor) dari

3.657 orang pengangguran di Desa Nambo. Perubahan sosial yang terjadi akibat

program CSR PT. Indocement secara keseluruhan relatif kecil dan terbatas.

Hasil penelitian Asrianti (2010) mengenai Analisis Pola Pelaksanaan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Holcim Indonesia menunjukkan secara

agregat pengembangan masyarakat telah dilakukan dalam kegiatan CSR berupa

Baitul Maal Wa Tamwil. Penelitian dilakukan dengan membagi komunitas pada tiga lapisan sosial. Hasil menunjukkan secara dampak ekonomi seluruh kelas

sosial mengalami dampak ekonomi. Hal ini artinya bahwa terjadi peningkatan

(19)

belum mengalami dampak yang positif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai yang

negatif pada lapisan bawah. Berbeda dengan lapisan menengah dan atas yang

bernilai positif. Perbedaan ini dapat disebabkan karena banyak faktor, salah

satunya adalah budaya yang ada di masyarakat. Budaya akan mempengaruhi

cara berpikir dan kemampuan seseorang dalam memahami suatu kegiatan yang

diikutinya.

Penelitian Rachmidar (2009) mengkaji pengaruh pengembangan

Kampung Wisata Cinangneng terhadap taraf hidup masyarakat sekitar.

Penelitiannya menelaah secara mendalam tentang berbagai macam peluang

kerja dan usaha yang ada di Kampung Wisata Cinangneng. Selain itu, juga

menganalisis pengaruh pengembangan Kampung Wisata Cinangneng terhadap

empat variabel taraf hidup masyarakat: tambahan pendapatan rumah tangga,

pola nafkah rumah tangga, kondisi fisik rumah, beserta kepemilikan

barang-barang dan lahan. Penelitian yang dianalisis dengan metode analisis deskriptif

menggunakan alat bantu Microsoft Excel 2007 memperoleh hasil bahwa pengembangan Kampung Wisata Cinangneng berpengaruh positif terhadap

peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar, melalui empat variabel taraf hidup.

Taraf hidup masyarakat di sini meningkat akibat pendapatan masyarakat yang

semakin bertambah dengan adanya kerjasama dengan Kampung Wisata

Cinangneng, dan juga didukung oleh terbentuknya pola nafkah rumah tangga

contoh. Faktor lain juga diketahui terbentuk dalam penelitian ini, yang

menentukan ada atau tidaknya peningkatan taraf hidup masyarakat, diantaranya

faktor gaya hidup masyarakat desa yang semakin konsumtif, serta besarnya

pengeluaran yang kurang sebanding dengan pendapatan yang diperoleh.

Konsep Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan Keluarga. Kesejahteraan adalah sejumlah kepuasan

yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima.

Namun demikian tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu

yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh

dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut (Sawidak 1985, diacu dalam

Sunarti 2008).

Keluarga sejahtera mengacu pada UU Nomor 10 tahun 1992 yaitu

keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi

(20)

memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota, antar

keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya. Terdapat beberapa indikator

yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan keluarga. Penelitian ini

mengukur kesejahteraan objektif dan kesejahteraan subjektif contoh.

Kesejahteraan Objektif. Suandi (2007) mendefinisikan kesejahteraan

objektif adalah pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga yang diukur dengan

rata - rata patokan tertentu baik ukuran ekonomi, sosial maupun ukuran lainnya.

Dengan kata lain, tingkat kesejahteraan masyarakat diukur dengan pendekatan

yang baku (tingkat kesejahteraan masyarakat semuanya dianggap sama).

Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan konvensional dan digunakan untuk

kepentingan politik karena pengukurannya sangat praktis dan mudah dilakukan,

namun sedikit sekali menyentuh kebutuhan masyarakat yang sebenarnya.

Ukuran kesejahteraan objektif yang digunakan pada penelitian ini untuk

mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah indikator Garis Kemiskinan

(GK) BPS. Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung angka kemiskinan melalui

tingkat konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar. Perbedaannya dengan

Ukuran Kemiskinan Sajogyo adalah bahwa BPS tidak menyetarakan

kebutuhan-kebutuhan dasar dengan jumlah beras. Sampai saat ini BPS menggunakan

batas garis kemiskinan berdasarkan data konsumsi dan pengeluaran komoditas

pangan dan non pangan. Komoditas pangan terpilih terdiri dari 52 macam,

sedangkan komoditas non pangan terdiri dari 27 jenis untuk kota dan 26 jenis

untuk desa. Garis kemiskinan yang telah ditetapkan BPS dari tahun ke tahun

mengalami perubahan. Pada tahun 2005, Garis Kemiskinan (GK) wilayah

kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan sebesar Rp 159.347/kapita/bulan,

sedangkan pada tahun 2009 sebesar Rp 219.500/kapita/bulan. Banyak

sedikitnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan.

Penduduk miskin suatu wilayah adalah penduduk yang rata - rata pendapatan

atau pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di wilayah

tersebut. Semakin tinggi garis kemiskinan, semakin banyak penduduk yang

digolongkan sebagai penduduk miskin (BPS 2010).

Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan dapat diukur dengan

menggunakan ukuran ordinal. Menurut Rojas (2004) kurang tepat untuk menilai

kesejahteraan hanya berdasarkan pendapatan dan indikator sosial ekonomi

lainnya. Kesejahteraan manusia tergantung pada banyak faktor di luar standar

(21)

ekonomi dan akses terhadap pelayanan umum. Dengan demikian, pendapatan

harus dipertimbangkan sebagai satu dari banyak alternatif untuk meningkatkan

kesejahteraan. Pendapatan dan variabel sosial - ekonomi lain dapat menjadi

variabel penjelas yang nyata, dan proksi yang baik dari kesejahteraan bagi

sebagian orang, namun tidak untuk setiap orang.

Suatu keluarga, walau tinggal di bawah garis kemiskinan, mungkin

merasa lebih sejahtera, karena merasa lebih bersyukur atas karunia-Nya,

merasa semua keinginannya sudah terpenuhi, merasa telah hidup selaras

dengan alam, dan alasan lainnya (Syarief & Hartoyo 1993). Sebaliknya, suatu

keluarga mungkin merasa kurang sejahtera, walau sudah berpendapatan di atas

garis kemiskinan, karena masih ada saja keinginan yang belum terpenuhi dan

merasa selalu ketakutan atau tertekan, merasa selalu ‘stres’ dan dituntut oleh

pekerjaan, serta alasan lainnya.

Dari berbagai konsep dan hasil penelitian tentang kesejahteraan, maka

keluarga memiliki pandangan tersendiri dalam mengartikan kesejahteraan

tersebut. Hal ini juga berkaitan dengan persepsi keluarga dalam menghayati

kesejahteraan. Menurut Sumarti (1999) persepsi tentang kesejahteraan hidup

manusia terbangun melalui pengalaman dan berbagai macam proses dalam

usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungannya. Dengan demikian,

persepsi tentang kesejahteraan tersebut akan terbentuk melalui pengalaman

hidup manusia dan hubungannnya dengan lingkungan (keluarga, kelompok dan

masyarakat) dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup. Terbentuknya

persepsi kesejahteraan tersebut selanjutnya akan mendorong manusia dalam

usaha mencapai kesejahteraan sesuai dengan konsepsi yang dimiliki dan

terwujud dalam perilaku kehidupan sehari-hari.

Mengacu dari pemikiran di atas, persepsi kesejahteraan pada setiap

keluarga akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini disebabkan karena

setiap keluarga memiliki pengalaman hidup di lingkungan yang berbeda.

Pengalaman seseorang terhadap obyek atau peristiwa sosial yang dialami

menjadi dasar dalam memberikan pemahaman atau pandangan terhadap obyek

atau peristiwa sosial tersebut. Persepsi atas realita tersebut mengandung arti

bahwa nilai - nilai subyek persepsi ikut menentukan hasil persepsi. Dengan

demikian, persepsi sekaligus sudah merupakan suatu penilaian. Hubungan

antara nilai - nilai, persepsi dan perilaku dapat dijelaskan sebagai berikut:

(22)

emosi, motivasi dan ekspektasi yang mempengaruhi persepsi ini (Noerhadi 1982

dalam Sumarti 1999).

Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan. Penelitian -

penelitian mengenai kesejahteraan dilakukan dengan menggunakan beberapa

indikator. Penelitian Rambe, Hartoyo, dan Karsin (2003) mengkaji mengenai

analisis alokasi pengeluaran dan tingkat kesejahteraan keluarga (studi di

kecamatan Medan Kota, Sumatera Utara). Salah satu dari tujuan penelitiannya

adalah menganalisis faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan

keluarga. Dari hasil penelitian, terbukti bahwa pendidikan kepala rumah tangga,

pendapatan keluarga, jumlah anggota rumah tangga, umur kepala rumah tangga,

persepsi harga dan pendapatan yang berpengaruh terhadap kesejahteraan

keluarga. Hasil penelitian Iskandar (2007) menunjukkan bahwa faktor yang

mempengaruhi kesejahteraan keluarga menurut kriteria BPS antara lain

pendidikan istri, pendapatan, pekerjaan suami (bukan buruh), kepemilikan aset,

dan perencanaan, sementara kesejahteraan subjektif dipengaruhi secara nyata

oleh pendidikan kepala keluarga, pendapatan keluarga dan pembagian tugas

dalam keluarga.

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa karakteristik sosial demografi

keluarga seperti besar keluarga memiliki pengaruh negatif terhadap

kesejahteraan, sedangkan pendidikan kepala keluarga dan mata pencaharian

keluarga memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap kesejahteraan

keluarga (Muflikhati 2010). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah

anggota keluarga akan semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga. Semakin

tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga akan membuka peluang untuk

memperoleh penghasilan yang lebih tinggi.

Penelitian Simanjuntak (2010) menunjukkan bahwa relasi gender yang

semakin responsif dan tingkat stres ibu yang semakin rendah memberikan

pengaruh langsung terhadap kesejahteraan keluarga subjektif, sedangkan

ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi koping yang semakin sedikit

akan memberikan pengaruh tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan

(23)

Kerangka Pemikiran

Sesuai dengan perkembangan pembangunan pada berbagai bidang,

muncul suatu konsep yang disebut sebagai Corporate Social Responsibility

(CSR) dimana perusahaan memiliki kearifan lokal dengan melakukan tanggung

jawab sosialnya. Sebagai pembuktian terhadap berbagai konsep CSR, maka

perusahaan menerapkan tanggung jawab sosialnya melalui program - program

pengembangan masyarakat. Sasaran dari program tersebut adalah komunitas

lokal yang bertempat tinggal di daerah sekitar berdirinya perusahaan secara

khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin melaksanakan jenis program

CSR seperti pengembangan masyarakat meliputi tiga aspek, yaitu aspek

pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Dampak dari pelaksanaan program CSR

berdasarkan ketiga aspek tersebut dapat berpengaruh terhadap perubahan

kondisi kesejahteraan keluarga.

Pelaksanaan program CSR oleh PT. Arutmin Indonesia Tambang

Batulicin telah dimulai sejak tahun 2005. Program - program CSR tersebut

dikelola oleh departemen community development PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin beserta dengan yayasan yang dibentuk oleh perusahaan di

Batulicin yang bernama Yayasan Gada Ulin. Hingga saat ini, terdapat 12 desa di

sekitar tambang yang telah menjadi desa binaan PT. Arutmin Indonesia

Tambang Batulicin. Sosialisasi mengenai berbagai program CSR serta seruan

terhadap warga masyarakat untuk berpartisipasi terhadap pelaksanaan program

CSR terus dilakukan oleh Yayasan Gada Ulin hingga kini. Sosialisasi tersebut

membentuk pengetahuan baru bagi keluarga di desa sekitar tambang mengenai

berbagai hal terkait program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin,

seperti deskripsi program, mekanisme keterlibatan, dan manfaat yang akan

diperoleh apabila mengikuti program tersebut. Tingkat pengetahuan yang dimiliki

oleh masing - masing keluarga mengenai PT. Arutmin Indonesia Tambang

Batulicin tentunya dapat berbeda - beda dan akan membentuk persepsi masing -

masing di setiap keluarga.

Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek tertentu

berdasarkan pengalaman yang diperoleh secara langsung didukung dengan

(24)

terhadap PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin akan mempengaruhi sikap

seseorang terhadap program CSR. Secara umum, sikap merupakan cara

berpikir, merasakan, dan berlaku terhadap objek. Sikap juga dapat didefinisikan

sebagai ekspresi perasaan dari dalam yang merefleksikan peneriman atau

penolakan seseorang terhadap beberapa objek. Asumsi yang mendasari

penelitian ini adalah ketika suatu keluarga memiliki sikap penerimaan yang baik

terhadap program CSR, maka akan berpengaruh terhadap perilaku keluarga

untuk mau terlibat dalam program CSR dan sejauh mana manfaat yang telah

mereka rasakan setelah terlibat dalam program - program CSR tersebut. Manfaat

program CSR yang dirasakan ini akan berpengaruh terhadap proses perubahan

pada keluarga dan kesejahteraan subjektif keluarga.

Proses perubahan pada keluarga dapat berupa peningkatan pendapatan

keluarga, peningkatan pendidikan formal, peningkatan ketrampilan, dan

pemeliharaan kesehatan. Apabila keempat proses tersebut dapat terlaksana

pada suatu keluarga, maka kesejahteraan keluarga pun akan mudah untuk

tercapai. Kesejahteraan sulit didefinisikan dan lebih sulit untuk diukur. Secara

umum, ukuran kesejahteraan diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni objektif

dan subjektif. Kategori pertama mengukur kesejahteraan melalui fakta - fakta

tertentu yang dapat diamati seperti ekonomi dan sosial. Sementara

kesejahteraan subjektif menggambarkan evaluasi individu terhadap

kehidupannya, yang mencakup kebahagiaan, kondisi emosi yang gembira,

kepuasan hidup dan relatif tidak adanya semangat dan emosi yang tidak

menyenangkan.

Selain melihat proses perubahan yang terjadi pada keluarga penerima

manfaat CSR sebelum dan sesudah mengikuti program CSR, penelitian ini juga

membandingkan kondisi kesejahteraan antara keluarga penerima manfaat CSR

dan keluarga bukan penerima manfaat CSR untuk lebih memperkuat temuan

penelitian mengenai pengaruh program CSR terhadap kesejahteraan keluarga di

sekitar tambang. Gambaran alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 1.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan yang nyata pada kondisi kesejahteraan keluarga

penerima manfaat di sekitar tambang sebelum dan sesudah menerima

(25)

2. Terdapat perbedaan yang nyata pada kondisi kesejahteraan keluarga

penerima manfaat dengan keluarga bukan penerima program CSR PT.

Arutmin Indonesia Tambang Batulicin

3. Karakteristik keluarga, pengetahuan CSR, manfaat CSR, persepsi CSR

(26)

Input Proses Output

Keterangan: = variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Program CSRPT. Arutmin Indonesia terhadap Kesejahteraan Keluarga di Sekitar Tambang 

Kebijakan CSR PT Arutmin

Jenis Program CSR 1. Bidang

Ekonomi 2. Bidang

Pendidikan 3. Bidang

Kesehatan Karakteristik Keluarga

- Umur

- Besar keluarga - Jenis pekerjaan

ayah dan ibu - Pendidikan - Aset keluarga - Pendapatan - Pengeluaran

Kesejahteraan Keluarga

- Kesejahteraan objektif

- Kesejahteraan subjektif

Kebijakan Pemerintah

(KEPMEN BUMN)

Pengetahuan Persepsi

Manfaat Sikap

Perilaku

(27)

Disain, Tempat, dan Waktu

Studi ini menerapkan kombinasi disain cross sectional dan retrospektif, yakni penelitian dilakukan tidak hanya pada satu waktu tertentu (single period in time), namun juga mengkaji berbagai variabel dengan meneliti masa lalu contoh. Sementara metode yang digunakan adalah survei dengan menggunakan

kuisioner sebagai alat pengumpul data utama. Sampelnya dipilih khusus untuk

satu kali penelitian saja, namun cakupan data yang dikumpulkan tidak terbatas

pada periode ketika penelitian diadakan. Kombinasi disain tersebut digunakan

karena ingin melihat perbedaan dampak yang dirasakan contoh sebelum dan

sesudah menerima program CSR sekaligus juga melihat perbedaan kondisi

kesejahteraan keluarga penerima manfaat dan keluarga bukan penerima

manfaat.

Lokasi penelitian dilakukan di sebuah desa yang berada di sekitar

Tambang Batulicin PT. Arutmin Indonesia, yaitu Desa Sarigadung di Kecamatan

Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Pemilihan lokasi

penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan daerah yang telah dimasuki oleh program CSR PT. Arutmin

Indonesia Tambang Batulicin, termasuk dalam lima desa dengan jumlah keluarga

miskin terbanyak, dan kemudahan akses ke lokasi penelitian. Waktu penelitian

dilakukan pada bulan Maret hingga bulan April 2011. 

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga miskin yang berada di Desa

Sarigadung yang berjumlah 217 keluarga. Adapun contoh dalam penelitian

adalah 70 keluarga miskin (Gakin), yang dibedakan berdasarkan penerimaan

manfaat CSR, yaitu yang telah maupun yang belum mendapat manfaat CSR PT.

Arutmin. Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga dan istri dari

keluarga yang menjadi contoh.

Penentuan jumlah contoh dilakukan dengan cara purposive sejumlah 70 contoh, dengan proporsi 35 keluarga penerima manfaat CSR dan 35 keluarga

yang bukan penerima manfaat CSR dengan pertimbangan mengambil syarat

jumlah minimal contoh dalam melakukan uji statistik. Cara pemilihan contoh

(28)

sampling, sementara cara pemilihan contoh keluarga penerima CSR dilakukan dengan metode purposive.

Kriteria pemilihan contoh keluarga penerima CSR adalah :

1. Keluarga yang telah terlibat program CSR selama minimal satu tahun

2. Berpartisipasi aktif hingga saat ini dalam program CSR

3. Bersedia untuk diwawancarai

Kerangka pemilihan contoh dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh Desa Sarigadung

10 RT 1 RT

Keluarga penerima CSR

(n=172)

35 keluarga

purposive

Keluarga bukan penerima CSR

(n=45)

simple random sampling 

35 keluarga

Variabel, Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data karakteristik keluarga meliputi umur, besar keluarga, status dalam

keluarga, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama pendidikan, melek aksara, jenis

pekerjaan, pendapatan keluarga, dan bantuan yang diterima keluarga. Menurut

Hurlock (1980) besar keluarga dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu kecil (≤4

orang), sedang (5 -7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Dalam penelitian ini umur

dikelompokkan berdasarkan Hurlock (1980) yang membagi usia menjadi usia

dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa lanjut

(>60 tahun). Status dalam keluarga dikelompokkan menjadi suami, istri, anak,

orangtua, saudara, dan lainnya.

Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi tidak sekolah, tidak tamat SD,

PAUD/TK, masih di SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA, dan tamat

Diploma/Perguruan Tinggi. Lama pendidikan dikelompokkan menjadi dua

(29)

tahun. Tingkat melek aksara dikelompokkan menjadi tidak bisa baca dan tulis,

bisa baca, bisa tulis, dan bisa baca dan tulis. Pekerjaan dikelompokkan menjadi

petani, nelayan, pedagang, peternak, buruh, ojek, pegawai swasta, PRT, dan

lainnya. Pendapatan per kapita diperoleh dari total pendapatan keluarga dalam

setahun dibagi jumlah anggota keluarga. Pendapatan keluarga diperoleh dari

total pendapatan saat ini baik yang berasal dari pendapatan seluruh anggota

keluarga dan penerimaan di luar pendapatan.

Tabel 2 Variabel, Jenis, Skala, Cara Pengumpulan Data dan Alat Ukur

No Variabel Jenis Data Skala Data

Cara Pengumpulan

Data

Alat Ukur (Cronbach α)

1 Karakteristik Anggota Keluarga

- Umur

- Jenis Kelamin

- Tingkat Pendidikan

- Jenis Pekerjaan

- Pendapatan Keluarga

- Bantuan yang diterima keluarga Primer Rasio Nominal Ordinal Nominal Rasio Ordinal Wawancara Kuesioner 2 Kesejahteraan Keluarga

- Pendapatan keluarga

- Aset keluarga

- Kesejahteraan keluarga subjektif Primer Rasio Ordinal Ordinal Wawancara Kuesioner (0,682) 3 Pengetahuan responden mengenai CSR PT Arutmin

Primer Ordinal Wawancara Kuesioner (0,750)

4 Manfaat CSR Primer Ordinal Wawancara Kuesioner (0,737) 3 Persepsi responden

terhadap CSR PT Arutmin

Primer Ordinal Wawancara Kuesioner (0,701)

4 Program CSR PT Arutmin yang langsung diterima masyarakat

Primer Nominal Wawancara Kuesioner

5 Jumlah keluarga di sekitar tambang Arutmin yang ada di Kecamatan Batulicin, Kalimantan Selatan dan kondisi wilayah

Sekunder Rasio Data dari Yayasan Gada Ulin

Dokumentasi

6 Jenis program CSR PT Arutmin

Sekunder Nominal Data dari Yayasan Gada Ulin

(30)

Data kesejahteraan keluarga meliputi pengeluaran keluarga, aset

keluarga, dan kesejahteraan keluarga subjektif. Total pengeluaran diperoleh

berdasarkan hasil recall dalam kisaran waktu satu bulan terakhir. Alokasi pengeluaran dikelompokkan menjadi pangan dan non pangan. Keluarga belum

sejahtera apabila pendapatannya masih di bawah garis kemiskinan kabupaten

Tanah Bumbu, yaitu Rp 219.492/kap/bln. Jumlah aset dilihat dari jumlah aset

yang dimiliki keluarga dan dibandingkan kepemilikan aset antara sebelum dan

saat menerima CSR. Jumlah aset dinilai berdasarkan jenis aset yaitu barang

elektronik, kendaraan, mebel, alat rumah tangga, ternak, kepemilikan tanah,

rumah. Menurut Slamet (1993), pembuatan interval kelas menggunakan rumus

berikut:

Interval Kelas (I) = Nilai Tertinggi (NT) – Nilai Terendah (NR)

Jumlah Kelas

Kesejahteraan subjektif diukur berdasarkan 16 butir pertanyaan tentang

kepuasan responden terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, kualitas

rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan pemenuhan

kebutuhan sosial di dalam masyarakat. Masing - masing pertanyaan diberi skor

berdasarkan skala likert, yaitu 1=tidak puas, 2=cukup puas, 3=puas. Selanjutnya,

skor yang diperoleh dari masing - masing pertanyaan dijumlahkan, kemudian

diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara skoring. Setelah mendapatkan skor

variabel, selanjutnya skor dikelompokkan menjadi tiga kategori menggunakan

penggolongan interval berdasarkan Slamet (1993), sehingga diperoleh kategori,

yaitu tidak puas (0-33,3%), cukup puas (33,4-66,6%), dan puas (66,7-100%).

Adapun rumus skoring, yaitu:

nilai total-nilai minimum

Skor = × 100%

nilai maksimum-nilai minimum

Data dampak CSR meliputi pengetahuan responden terhadap CSR,

manfaat CSR, dan persepsi CSR. Pengetahuan responden terhadap CSR diberi

skor 1 jika jawabannya salah atau tidak tahu, dan skor 2 jika jawabannya benar.

Langkah selanjutnya skor dijumlahkan berdasarkan jumlah item pertanyaan,

kemudian diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara skoring. Setelah

mendapatkan skor variabel, selanjutnya skor dikelompokkan menjadi tiga

(31)

sehingga diperoleh kategori, yaitu rendah (0-33,3%), sedang (33,4-66,6%), dan

tinggi (66,7-100%).

Data manfaat CSR diberi skor 1 jika jawabannya turun, skor 2 jika

jawabannya tetap, dan skor 3 jika jawabannya naik. Langkah selanjutnya skor

dijumlahkan berdasarkan jumlah item pertanyaan, kemudian diubah ke dalam

bentuk rasio dengan cara skoring. Setelah mendapatkan skor variabel,

selanjutnya skor dikelompokkan menjadi tiga kategori menggunakan

penggolongan interval berdasarkan Slamet (1993), sehingga diperoleh kategori,

yaitu rendah (0-33,3%), sedang (33,4-66,6%), dan tinggi (66,7-100%).

Data persepsi CSR diukur berdasarkan 9 item pertanyaan tentang

pandangan responden terhadap CSR. Masing - masing pertanyaan diberi skor 0

jika jawabannya tidak setuju atau netral, dan skor 1 jika jawabannya setuju.

Langkah selanjutnya skor dijumlahkan berdasarkan jumlah item pertanyaan,

kemudian diubah ke dalam bentuk rasio dengan cara skoring. Setelah

mendapatkan skor variabel, selanjutnya skor dikelompokkan menjadi tiga

kategori menggunakan penggolongan interval berdasarkan Slamet (1993),

sehingga diperoleh kategori, yaitu kurang baik (0-33,3%), cukup baik

(33,4-66,6%), dan baik (66,7-100%).

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data

sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan menganalisis terhadap berbagai

literatur, yakni skripsi, buku, jurnal, makalah, artikel yang terkait dengan

pelaksanaan program CSR PT. Arutmin Indonesia, baik itu dokumen pribadi

maupun dokumen resmi.

Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner

terstruktur terhadap responden yang menjadi objek penelitian ini. Data primer

meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga, kepemilikan aset, pengetahuan

contoh mengenai CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, kesejahteraan

subjektif keluarga, manfaat CSR, dan persepsi contoh terhadap CSR PT. Arutmin

Indonesia Tambang Batulicin. Data sekunder meliputi jumlah keluarga miskin di

sekitar PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin yang ada di Kecamatan

Simpang Empat, jumlah keluarga yang telah menerima program CSR, jumlah

keluarga yang belum menerima program CSR dan kondisi wilayah, serta data

program CSR PT. Arutmin Indonesia Tambang Batulicin.

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan data yang

(32)

menggunakan pedoman wawancara terstruktur dalam bentuk kuesioner.

Instrumen penelitian yang baik adalah instrumen yang memiliki nilai reliabilitas di

atas 0,600. Artinya, instrumen tersebut dapat dipercaya juga dapat diandalkan,

tidak akan bersifat tendensius mengarahkan contoh untuk memilih

jawaban-jawaban tertentu sehingga beberapa kali diulang pun hasilnya akan tetap sama

(Riduwan 2011).

Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif dan

kuantitatif. Data kualitatif baik data primer maupun sekunder yang telah

didapatkan akan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Agar dapat mengetahui

bagaimana konsep dan format CSR yang telah diimplementasikan oleh PT.

Arutmin Indonesia pada keluarga di sekitar tambang Batulicin digunakan analisis

secara deskriptif.

Data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan responden

menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan dalam satu kali pertemuan. Data

yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel

2007 dan SPSS for Windows versi 16. Kegiatan yang dilakukan mulai dari prasurvei, pengambilan data sekunder, pengambilan data primer, data entry,

data cleaning, serta pengolahan dan analisis data.

Urutan kegiatan dalam pengolahan data dimulai dengan penyusunan

code book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah data dientri, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Reliabilitas data dilakukan dengan menyajikan statistik

deskriptif untuk setiap peubah. Pemberian skor terhadap jawaban kuesioner.

kategorisasi terhadap data, dan terakhir analisis data.

Pengolahan dan analisis data di atas dilakukan secara deskriptif dan

inferensia. Analisis deskriptif yang digunakan antara lain: nilai maksimum,

minimum, rata - rata dan standar deviasi sedangkan analisis inferensia yang

digunakan yaitu uji beda Paired t-test, uji beda Independent Samples t-test, uji beda Mann-Whitney, uji beda Wilcoxon, dan analisis regresi linear berganda.

Pengolahan dan analisis tersebut berdasarkan tujuan penelitian seperti:

1. Analisis deskriptif serta uji beda Independent Samples T-Test digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik sosial dan ekonomi keluarga

penerima dan bukan penerima manfaat CSR di sekitar tambang Batulicin,

(33)

2. Analisis deskriptif digunakan untuk menelaah persepsi dan manfaat yang

dirasakan masyarakat terhadap pelaksanaan CSR PT Arutmin.

3. Uji beda Paired Samples T-Test dan uji beda Wilcoxon digunakan untuk mengetahui apakah adanya CSR dapat meningkatkan kesejahteraan

dengan membandingkan kondisi sebelum program CSR (tahun 2005) dan

setelah adanya program CSR (tahun 2010) (Gosset diacu dalam Sugiono

2005). Untuk lebih mendukung analisis peran CSR terhadap peningkatan

kesejahteraan dilakukan dengan analisis deskriptif.

4. Uji beda Independent Samples T-Test dan uji beda Mann-Whitney digunakan untuk menganalisis perbedaan kondisi kesejahteraan antara

keluarga penerima manfaat dengan keluarga bukan penerima program

CSR PT Arutmin.

5. Agar dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kesejahteraan keluarga penerima manfaat CSR PT Arutmin digunakan

analisis regresi linear berganda. Adapun persamaan analisis regresi linear

berganda pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Y= α+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+ε

Keterangan:

Variabel Dependen:

Y= Kesejahteraan Keluarga

Variabel Independen:

X1= Besar keluarga (orang)

X2= Umur (tahun)

X3= Pendidikan (tahun)

X4= Pekerjaan (0=tidak bekerja, 1=bekerja)

X5= Pengetahuan CSR (skor)

X6= Manfaat CSR (skor)

X7= Persepsi CSR (skor)

Definisi Operasional

Contoh adalah keluarga miskin yang tinggal di Desa Sarigadung

Responden adalah kepala keluarga atau istri dari keluarga miskin yang berada

(34)

Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terkait

oleh adanya hubungan perkawinan (suami dan istri) serta hubungan

darah (anak kandung) atau adopsi.

Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi status dalam

keluarga, umur anggota keluarga, besar keluarga, jenis kelamin, lama

pendidikan anggota keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga,

tingkat melek aksara, pekerjaan kepala keluarga dan istri, pendapatan,

pengeluaran, dan aset keluarga.

Umur adalah umur masing-masing anggota keluarga yang dikelompokkan

menjadi tujuh, yakni < 5 tahun, 5-15 tahun, 15-25 tahun, 25-35 tahun,

35-45 tahun, 35-45-55 tahun, dan ≥ 55 tahun.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu

rumah dan makan dari dapur yang sama.

Tingkat pendid

Gambar

Gambar 4  Struktur Organisasi Community Development Department PT.
Gambar 5. Penerima manfaat diorganisir dalam bentuk Kelompok Swadaya
Gambar 5 Struktur Organisasi Kelembagaan Gada Ulin
Tabel 3  Ketentuan Pemilihan Lokasi Desa Sasaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum karakteristik keluarga yang terdiri dari jumlah anggota keluarga, usia kepala keluarga dan istri, pendidikan kepala keluarga dan istri, pendapatan dan

Dalam variabel ini nilai 0,000 diartikan bahwa perusahaan manufaktur yang memiliki kepemilikan institusional tidak melakukan pengungkapan CSR dimensi keterlibatan

Uji Kesesuaian Model (Goodness of fit) ... Pengaruh Tingkat Laba Terhadap Program Corporate Social Responsibility ... Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...

Hal ini ditandai dengan tingginya persentase (68,4%) keluarga yang merasa puas dalam pemenuhan keperluan.. mereka sehari-hari, baik kebutuhan pangan, non pangan

Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan keluarga (yang ditandai dengan nama yang sama, atau nama belakang yang sama) yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

24 Saya bangga dalam melakukan tugas semampu saya 25 Saya merasa tidak puas, bila pekerjaan saya tidak mencapai. target saya

Ayah, Ibu, dan adik dan seluruh keluarga besarku tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang dengan tiada henti mendo‟akan, memberikan dukungan dan semangat

Menurut hasil penelitian oleh penulis, pada dasarnya program CSR PT Artumin Indonesia - Tambang Batulicin sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam implementasinya program -