• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURAT PERNYATAAN ... i ABSTRAK ... ii PRAKATA... vii RIWAYAT HIDUP... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang.. .. ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Hutan Mangrove... 6 Pengertian Hutan Mangrove... 6 Karakteristik Hutan Mangrove... 7 Struktur Vegetasi Huran Mangrove ... 7 Zonasi ... 8 Fauna Hutan Mangrove... 8 Hubungan Saling Ketergantungan Antara Berbagai

Komponen Ekosistem Hutan Mangrove ... 9 Struktur Komunitas Hutan Mangrove ... 10 Manfaat Hutan Mangrove ... 10 Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove ... 11 Ekowisata ... 12 Pengertian Ekowisata ... 12 Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove ... 15 Sifat Pengunjung Ekowisata... 17 Perencanaan Pengembangan Ekowisata... 18 Daya Dukung Ekowisata Mangrove ... 20 Partisipasi Masyarakat Lokal ... 23 METODE PENELITIAN... 25 Kerangka Pemikiran Penelitian... 25 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26 Jenis Data Yang Dikumpulkan... 28 Teknik Pengumpulan Data... 29 Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa... 29

Pengambilan Data Persepsi Pengunjung ... 30 Pengambilan Data Persepsi Masyarakat ... 31 Metode Analisa Data... 31 Potensi Ekosistem Mangrove ... 31 Analisis Penilaian dan Pengembangan Ekowisata Mangrove.. 33 Analisis Deskriptif... 35 Analisis Daya Dukung ... 36 Analisis Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove... 36 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 39 Kondisi Geografi dan Topografi... 39 Kondisi Fisiogafis ... 40 Kondisi Klimatologi ... 41 Kondisi Tata Guna Lahan ... . 42 Kondisi Ekonomi Wilayah dan Kependudukan ... 43 Infrastruktur Wilayah... 48 Kondisi Pariwisata ... 49 Objek Wisata Bahari ... 50 Objek Wisata Alam ... 50 Objek Wisata Sejarah ... 51 Industri Penunjang Wisata ... 51 Objek Wisata Belanja... 52 Objek Wisata Taman Kota ... 52 Kondisi Hidrologi... 52 Kondisi Oseanografi ... 53 Pasang Surut... 53 Arus... 54 Gelombang... 55 HASIL DAN PEMBAHASAN... 56 Ekosistem Mangrove... 56 Jenis Vegetasi Mangrove ... 56 Analisis Vegetasi Mangrove ... 58 Zona Vegetasi Mangrove ... 59 Fauna Hutan Mangrove... 60 Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove... 64 Analisis Penilaian Potensi Objek Ekowisata Hutan Mangrove

Di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II... 65 Daya Tarik... 65 Potensi Pasar... 69 Kadar Hubungan... 71 Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi

dan Pelayanan Masyarakat... ... 74 Air Bersih... ... 78 Akomodasi... 78 Sarana dan Prasarana Penunjang... 80 Kondisi Iklim... 81 Keamanan... 82

Hubungan dengan Objek Wisata Lain... 83 Kondisi Masyarakat Sekitar dan Pengunjung... 86 Masyarakat Sekitar Kawasan... ... 86 Pengunjung... 90 Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II.... 97 Kemantapan organisasi dan Ketenagakerjaan... 97 Mutu Pelayanan... 99 Pelaksanaan Peraturan/Perundang-undangan

dan Penegakan Hukum... 99 Pengelolaan Sumberdaya Alam... 99 Sarana Perawatan dan Pelayanan... 101 Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan... 102 Analisis SWOT... 102 Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove... 105

Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem

hutan mangrove... 105 Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan

terhadap pengunjung... 106 Meningkatkan promosi kawasan ekowisata... 107 Menambah luasan areal kawasan ekowisata

hutan mangrove... 108 Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar

kawasan hutan mangrove... 109 Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang

terlibat dalam kegiatan ekowisata... 109 Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak

di lingkungan ekowisata... 110 Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal

untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan

ekowisata dan pelestarian hutan mangrove... 111 Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi

wisata dan perawatan fasilitas... 111 KESIMPULAN DAN SARAN... 113 Kesimpulan ... 113 Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA ... 115 LAMPIRAN... 119

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram kerangka pemikiran penelitian ... 26 2 Lokasi penelitian ... 27 3 Petak pengambilan contoh ... 30 4 Perkembangan penduduk Kota Tarakan tahun 1999-2004 ... 47 5 Bekantan dan sarang kepiting ... 66 6 Kondisi jalan di dalam lokasi ekowisata hutan mangrove ... 67

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis data... 28 2 Faktor strategi internal... 37 3 Faktor strategi eksternal... 37 4 Matriks SWOT... 38 5 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tarakan... 39 6 Luas wilayah menurut kelas ketinggian di Kota Tarakan... 40 7 Luas wilayah menurut fisiologi di Kota Tarakan... 40 8 Keadaan iklim rata-rata di Kota Tarakan tahun 2004... 42 9 Tata guna lahan di Kota Tarakan... 42 10 Perkembangan nilai PDRB... 43 11 Perkembangan PDRB per kapita... 43 12 Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003... 45 13 Struktur ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003... 46 14 Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Tarakan tahun 2004... 48 15 Sarana dan prasarana di Kota Tarakan... 49 16 Obyek wisata di Kota Tarakan... 50 17 Daerah aliran sungai... 53 18 Air pasang tertinggi dan pasang terendah... 54 19 Taksonomi mangrove... 56 20 Penyebaran mangrove pada masing-masing stasiun penelitian... 57 21 Komposisi jenis mangrove pada tiap stasiun... 59 22 Kerapatan, frekuensi relatif dan INP jenis semai... 59 23 Inventarisasi satwa burung... 62 24 Panjang jalan menurut jenis, kondisi, kelas dan status jalan... 72 25 Daftar hotel yang terdapat di Kota Tarakan... 80 26 Data pengunjung ekowisata hutan mangrove dan

bekantan tahun 2004... 84 27 Jarak obyek wisata dan jumlah wisatawan tahun 2004... 84

28 Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove

Kota Tarakan... 85 29 Pendidikan terakhir masyarakat... 86 30 Pekerjaan masyarakat... 87 31 Pendapatan per bulan masyarakat sekitar kawasn hutan mangrove.. 87 32 Saran pengembangan ekowisata... 89 33 Umur pengunjung... 90 34 Jenis kelamin... 90 35 Pekerjaan pengunjung... 91 36 Pendidikan terakhir... 91 37 Pendapatan per bulan... 91 38 Pengeluaran per bulan pengunjung... 91 39 Kesanggupan membayar pengunjung... 93 40 Sarana dan prasarana... 101 41 Matriks SWOT ekowisata hutan mangrove... 103 42 Alternatif strategi pengembangan ekowisata hutan mangrove... 104

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel kriteria penilaian pengembangan obyek dan daya

Tarik wisata alam ... 119 2. Tabel Penilaian Faktor Internal dan Eksternal Tarik Wisata Alam... 126 3. Pemilihan faktor internal dan faktor eksternal ekowisata

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut, pantai berlumpur (Bengen, 2003). Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai. Ekosistem hutan ini tersusun oleh flora yang termasuk dalam kelompok Rhizoporaceae, Combretaceae, Meliaceae, Sonneratiaceae, Euphorbiaceae dan Sterculiaceae, sedangkan pada zona ke arah darat ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum).

Hutan mangrove sebagai ekosistem alamiah, mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Hutan ini menyediakan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri, seperti kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang dalam konteks ekonomi mengandung nilai komersial tinggi. Hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi ekologis yang penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery grounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe sistem fragile, yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem ini, pada kawasan tertentu bersifat

open acces, sehingga meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya.

Pada beberapa dekade terakhir ini, pemanfaatan hutan dan ekosistem mangrove terus meningkat, bukan saja dari segi pemanfaatan lahannya, tetapi juga segi pemanfaatan pohon mangrovenya, baik secara tradisional maupun komersial (Naamin, 1991). Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat, sebagai konsekuensinya terjadi peningkatan pembangunan dan pemukiman. Hal ini akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, dimana pemanfaatannya belum banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak ekologis. Demikian juga halnya dengan pembangunan wilayah pantai sekitar kawasan hutan mangrove, pemanfaatan kawasan pantai tidak dilakukan secara bijaksana dan berwawasan

lingkungan. Selain itu, kerusakan hutan mangrove juga bisa disebabkan adanya pencemaran limbah industri maupun limbah rumah tangga dari pemukiman sekitarnya.

Seperti juga hutan mangrove di tempat lain, hutan mangrove di Pulau Tarakan sebagian besar telah dikonversi menjadi kawasan pemukiman dan pertambakan, terutama di kawasan pantai Barat dan Timur Kota Tarakan ( ± 850 Ha, berdasarkan citra satelit Landast ETM + & tanggal 26 Juni tahun 2001, sumberdata: Laporan akhir proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Kota Tarakan, Universitas Mulawarman-Bappeda). Pembukaan lahan (konversi) hutan mangrove menjadi lahan tambak (± 2.067 Ha), pemukiman, lokasi industri, pembangunan infrastruktur sering dilakukan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan, sehingga mengancam kelestariannya. Kerusakan hutan mangrove inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya degradasi lingkungan seperti abrasi, sedimentasi, dan intrusi di Pulau Tarakan.

Untuk mengurangi kerusakan dan melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, perlu suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung. Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan menjadi salah satu objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari.

Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, di daerah yang masih alami atau di daerah – daerah yang dikelola dengan kaidah alam. Tujuannya, selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur- unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Penerapan konsep ekowisata di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mengurangi tingkat perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat dan

berpengaruh pada peningkatan ekonomi. Dengan adanya ekowisata akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan, selanjutnya berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Permasalahan

Hutan mangrove dengan luas 8 Ha di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Jalan Gajah Mada sebagai salah satu kawasan hutan yang telah direhabilitasi dan dikonservasi oleh Pemerintah Kota Tarakan. Kawasan hutan mangrove ini merupakan kawasan lindung dengan vegetasi bakau dan merupakan habitat bagi fauna seperti bekantan, burung, ikan dan kepiting. Kawasan hutan mangrove ini berada di tengah-tengah pusat keramaian. Beberapa aktivitas di kawasan ini adalah pusat perbelanjaan tradisional dan modern, cold storage, pelabuhan, sub terminal, pemukiman, dan lahan bekas tambak.

Letak strategis yang dimiliki hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II ini merupakan salah satu potensi bagi kawasan tersebut untuk dikembangkan menjadi daerah kunjungan wisata. Namun, dilain pihak terbentang ancaman yang sangat besar jika daerah ini tidak dikelola dengan optimal. Untuk itu, dalam pelaksanaannya sebagai tempat wisata perlu menerapkan konsep ekowisata. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikutsertakan masyarakat lokal.

Pada saat ini, penerapan konsep ekowisata untuk pemanfaatan hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II belum dilakukan secara optimal. Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan ekowisata hutan mangrove di kawasan ini masih sangat minim, kerjasama yang dilakukan pihak pengelola dengan pihak-pihak yang berperan penting dan mempengaruhi kondisi hutan mangrove di sekitar kawasan masih rendah. Akibatnya, masih sering terjadi perusakan mangrove secara tidak langsung, dimana terjadi pembuangan sampah dan limbah aktivitas di sekitar lokasi.

Fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan penerangan tentang kondisi hutan mangrove di lokasi ini belum memadai, padahal pendidikan merupakan salah satu konsep utama ekowisata. Pemahaman pelaku dan pengguna tentang ekowisata masih rendah, masih terdapat pengunjung yang membuang sampah tidak pada tempatnya dan melakukan tindakan vandalisme.

Daya dukung hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terhadap jumlah pengunjung saat ini masih belum diketahui, padahal daya dukung merupakan faktor keberhasilan dari ekowisata. Pendapatan pemerintah dari kawasan ini masih terbilang rendah, belum cukup untuk membiayai semua biaya operasi dan pemeliharaan kawasan. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan ekowisata hutan mangrove secara berkelanjutan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

- Mengetahui kondisi biofisik hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II

- Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II.

- Menghitung daya dukung kawasan mangrove terhadap jumlah pengunjung. - Kelayakan kawasan untuk pengembangan ekowisata

- Menentukan strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan Kota Tarakan.

Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam

mengelola dan mengembangkan ekowisata hutan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dengan melihat kondisi kelestarian ekologi dan sosial, ekonomi masyarakat setempat.

2. Memberikan informasi dan gambaran yang jelas kepada berbagai pihak mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan ekowisata Kota Tarakan, Kalimantan Timur.

3. Memberikan informasi ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove Pengertian Hutan Mangrove

Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1992), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (silt) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh (FAO, 1994). Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh pengaruh darat dan laut

Ahli-ahli lain mendefinisikan mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada satu-kesatuan yang sama. Saenger et al., (1983) mendefinisikan mangrove sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung. Sedangkan Bengen (2002) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Di Indonesia, mangrove telah dikenal sebagai hutan pasang surut dan hutan mangrove, atau hutan bakau. Akan tetapi, istilah bakau sebenarnya hanya merupakan nama dari istilah satu jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu Rhizophora sp.

Karakteristik Hutan Mangrove

Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorphologi, hidrologi dan drainase.

Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove digambarkan sebagai berikut (Bengen, 2000):

- Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir

- Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove

- Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat

- Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (hingga 38 permil).

Menurut Walter (1971), ekosistem mangrove terutama didapatkan di 3 (tiga) wilayah iklim berikut ini: (1) Zona khatulistiwa antara ±10 LU dan 5-10 LS; (2) Zona kering hujan tropika, zona sebelah utara dan selatan khatulistiwa, sampai ±25-30 LU dan LS; (3) Wilayah yang beriklim sedang (ugahari) yang pada musim dingin tidak terlalu dingin dan hanya terdapat di belahan batas tertimur dari benua pada zona ini.

Struktur Vegetasi Hutan Mangrove

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp.,

Bruguiera sp., Ceriops sp., Xylocarpus sp., Lumnitzera sp., Laguncularia sp.,

Aegiceras sp., Aegiatilis sp., Snaeda sp. dan Conocarpus sp.) yang termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, 2000).

Selanjutnya, menurut Bengen (2000) bahwa vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk kedalam empat famili: Rhizophoraceae

(Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp.), Sonneratiaceae (Sonneratia sp.), Avicenniaceae (Avicennia sp.) dan Meliaceae (Xylocarpus sp.).

Zonasi

Zonasi hutan mangrove terbagi atas daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir, daerah seperti ini sering ditumbuhi Avecennia sp., sedang pada bagian pinggir daerah ini terdapat area yang sempit, berlumpur tebal dan teduh dimana Avicennia sp. tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang demikian, sehingga spesies yang berasosiasi dalam zona berlumpur ini adalah Sonneratia sp. (Bengen, 2002). Untuk zone yang lebih mengarah ke darat, umumnya didominasi oleh Rhizophora sp.

Pada zona ini sering juga ditemukan Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. Untuk zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp., dimana daerah ini memiliki sedimen yang lebih berat berupa tanah liat. Selanjutnya zona transisi yaitu zona antara hutan mangrove dengan hutan daratan rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya (Kusmana et al., 2003)

Pembagian zonasi ini juga berhubungan dengan adaptasi pohon mangrove baik terhadap kadar oksigen yang rendah, sehingga memiliki bentuk perakaran yang khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi sehingga beda bentuk daun dan adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut sehingga struktur akar yang terbentuk sangat eksentif dan membentuk jaringan horisontal yang melebar dimana selain untuk memperkokoh pohon juga untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Menurut Santoso dan Dasminto (2002), Zonasi tersebut akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, tergantung dari keadaan tempatnya.

Fauna Hutan Mangrove

Fauna yang hidup di ekosistem mangrove, terdiri dari berbagai kelompok, yaitu: mangrove avifauna, mangrove mamalia, mollusca, crustacea, dan fish fauna (Tomascik et al., 1997). Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok: (1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular primata dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk

hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan lautan pada saat air surut. (2) Kelompok fauna perairan/akuatik, yang terdiri atas dua tipe, yaitu: yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang; yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem merupakan satu atau serangkaian komunitas beserta lingkungan fisik dan kimianya yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi (Nybakken, 1992). Tumbuhan mangrove mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dan sebagainya).

Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis; sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu rantai makanan (Bengen, 2000).

Dahuri et al., (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi

input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web).

Struktur Komunitas Hutan Mangrove

Sebagai daerah peralihan antar laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya pergoyangan beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Karena itu, hanya jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor fisik itu dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing jenis umumnya besar (Santoso dan Dasminto, 2002) .

Untuk mempelajari struktur komunitas hutan mangrove dilakukan dengan cara pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian. Dalam kajian ini dilakukan pengambilan data mengenai jenis, jumlah tegakan dan diameter pohon yang dicatat pada Table Form Mangrove, yang kemudian dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan dan nilai penting jenis (Bengen, 2000).

Manfaat Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan berkembang baik di daerah tropis, seperti Indonesia. Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya di sebagian besar wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan, ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat bagi ummat manusia.

Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan dan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi

sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan perairan laut di depannya. Lebih jauh, hutan mangrove juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia dan jenis-jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan mengrove menyediakan keanekaragaman (biodiversity) dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan

Dokumen terkait