• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur"

Copied!
306
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II

KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

DHIMAS WIHARYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

“KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II

KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(3)

ABSTRAK

DHIMAS WIHARYANTO Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur dibimbing oleh ARIO DAMAR dan FREDINAN YULIANDA.

Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan kawasan konservasi dan wisata yang berlokasi berdekatan dengan pusat Kota Tarakan. Permasalahan yang muncul diantaranya minimnya peran serta masyarakat sekitar dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait di sekitar kawasan yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove, masih terjadi perusakan mangrove dan pembuangan sampah/limbah di sekitar lokasi baik oleh masyarakat dan pengunjung, fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan penerangan tentang hutan mangrove belum memadai serta masih rendahnya pendapatan pemerintah daerah dari kawasan ini.

Penelitian ini mengkaji potensi hutan mangrove diantaranya jenis, kerapatan, frekuensi dan dominansi dengan metode kuadrat, fauna hutan mangrove dengan metode visual dan hasil penelitian dari berbagai instansi, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengunjung yang datang termasuk pendapat mereka mengenai pengembangan ekowisata dengan wawancara dan kuisioner, daya dukung kawasan bagi kegiatan ekowisata dengan metode PCC (Physical Carrying Capacity). Selanjutnya menilai kelayakan pengembangan kegiatan ekowisata di lokasi berdasarkan kriteria Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Menyusun strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan dengan analisis SWOT.

Pada penelitian ini ditemukan 6 famili dengan 13 spesies tumbuhan mangrove, Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan indeks nilai 99,93 – 166,47 % dan 33,36 – 66,07%. Fauna yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari reptil, ikan, crustacea, mollusca, primata dan burung. Masyarakat sekitar lokasi dan pengunjung yang datang ke lokasi wisata hutan mangrove sangat setuju dengan kegiatan pengembangan ekowisata. Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II adalah 1.800 jam kunjungan per hari. Jumlah total penilaian potensi wisata adalah sebesar 6.680, sesuai kriteria penilaian kelayakan pengembangan pariwisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II termasuk kedalam kategori layak (baik) untuk dikembangkan.

(4)

ABSTRACT

DHIMAS WIHARYANTO The Assesment of Development Mangrove Ecotourism in Pelabuhan Tengkayu II Conservation Area, Tarakan City-East Kalimantan Guided by ARIO DAMAR and FREDINAN YULIANDA.

Mangrove are repositories of immensebiological diversity and are also the nursery and breeding ground of several marine life forms, such as spesies of prawns,crabs, fishes and molluscs. Mangrove forest have an attractive potential of tourism, such special roots, flower have a special fruits , and supported by the uniqe of flora fauna. The aims of this research are: 1) to definite potential value of mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, and 2) to formulate the management strategies capability of ecotourism mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, East Kalimantan. SWOT analysis used to take for certain management strategies of ecotourism mangrove based on area potencies result. Before getting SWOT analysis, firstly to make a result of area potencies according to Natural Tourism and Environmental Service Advantageous Directorate.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(6)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II

KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

DHIMAS WIHARYANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan

Kalimantan Timur

Nama : Dhimas Wiharyanto

NIM : C251030201

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ario Damar, M.Si. Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana

Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir.Sulistiono, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(8)

PRAKATA

Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan thesis ini berkat pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Kajian Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur merupakan suatu kajian ilmiah tentang pengembangan strategi pengelolaan pariwisata pesisir untuk meningkatkan tingkat pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem lestari dalam aplikasinya.

Dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dosen Wali Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Anggota atas arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

4. Bapak/ibu staf pengajar dan Administrasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL) yang selama ini telah membantu memperlancar selesainya tesis dan studi penulis.

5. Bapak dr. H. Jusuf, S.K., selaku Walikota Kota Tarakan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Tarakan.

6. Kedua orang tuaku, Bapak Kinyon Sunyoto dan Ibu Dewi tercinta yang telah banyak mendukung penulis baik secara materi maupun rohani.

7. Kakakku Yulianto dan Enggal Wihartati, Adikku Nura Wiharmoko, dan semua keluarga yang mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis.

(9)

9. Teman-teman SPL angkatan X, terimakasih atas perhatian dan dukungan pada penulis. Semua pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga semua kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tesis ini dengan segala kekurangannya semoga dapat memberi manfaat.

Bogor, Desember 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

(11)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II

KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

DHIMAS WIHARYANTO

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

“KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II

KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(13)

ABSTRAK

DHIMAS WIHARYANTO Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur dibimbing oleh ARIO DAMAR dan FREDINAN YULIANDA.

Hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II merupakan kawasan konservasi dan wisata yang berlokasi berdekatan dengan pusat Kota Tarakan. Permasalahan yang muncul diantaranya minimnya peran serta masyarakat sekitar dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait di sekitar kawasan yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove, masih terjadi perusakan mangrove dan pembuangan sampah/limbah di sekitar lokasi baik oleh masyarakat dan pengunjung, fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan penerangan tentang hutan mangrove belum memadai serta masih rendahnya pendapatan pemerintah daerah dari kawasan ini.

Penelitian ini mengkaji potensi hutan mangrove diantaranya jenis, kerapatan, frekuensi dan dominansi dengan metode kuadrat, fauna hutan mangrove dengan metode visual dan hasil penelitian dari berbagai instansi, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan pengunjung yang datang termasuk pendapat mereka mengenai pengembangan ekowisata dengan wawancara dan kuisioner, daya dukung kawasan bagi kegiatan ekowisata dengan metode PCC (Physical Carrying Capacity). Selanjutnya menilai kelayakan pengembangan kegiatan ekowisata di lokasi berdasarkan kriteria Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. Menyusun strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan dengan analisis SWOT.

Pada penelitian ini ditemukan 6 famili dengan 13 spesies tumbuhan mangrove, Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Kota Tarakan dengan indeks nilai 99,93 – 166,47 % dan 33,36 – 66,07%. Fauna yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari reptil, ikan, crustacea, mollusca, primata dan burung. Masyarakat sekitar lokasi dan pengunjung yang datang ke lokasi wisata hutan mangrove sangat setuju dengan kegiatan pengembangan ekowisata. Daya dukung secara fisik untuk ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II adalah 1.800 jam kunjungan per hari. Jumlah total penilaian potensi wisata adalah sebesar 6.680, sesuai kriteria penilaian kelayakan pengembangan pariwisata hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II termasuk kedalam kategori layak (baik) untuk dikembangkan.

(14)

ABSTRACT

DHIMAS WIHARYANTO The Assesment of Development Mangrove Ecotourism in Pelabuhan Tengkayu II Conservation Area, Tarakan City-East Kalimantan Guided by ARIO DAMAR and FREDINAN YULIANDA.

Mangrove are repositories of immensebiological diversity and are also the nursery and breeding ground of several marine life forms, such as spesies of prawns,crabs, fishes and molluscs. Mangrove forest have an attractive potential of tourism, such special roots, flower have a special fruits , and supported by the uniqe of flora fauna. The aims of this research are: 1) to definite potential value of mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, and 2) to formulate the management strategies capability of ecotourism mangrove forest in Pelabuhan Tengkayu II Tarakan city, East Kalimantan. SWOT analysis used to take for certain management strategies of ecotourism mangrove based on area potencies result. Before getting SWOT analysis, firstly to make a result of area potencies according to Natural Tourism and Environmental Service Advantageous Directorate.

(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(16)

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE

DI KAWASAN KONSERVASI PELABUHAN TENGKAYU II

KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

DHIMAS WIHARYANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove Di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan

Kalimantan Timur

Nama : Dhimas Wiharyanto

NIM : C251030201

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Ario Damar, M.Si. Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana

Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr.Ir.Sulistiono, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(18)

PRAKATA

Segala puji dan syukur tercurah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada alam semesta, Pencipta dan Pemilihara alam beserta isinya. Demikian halnya dalam penulisan thesis ini berkat pertolongan dan ridho-Nya dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Kajian Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur merupakan suatu kajian ilmiah tentang pengembangan strategi pengelolaan pariwisata pesisir untuk meningkatkan tingkat pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia tanpa meninggalkan adanya unsur ekosistem lestari dalam aplikasinya.

Dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Dr. Ir. Ario Damar, M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dosen Wali Akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Anggota atas arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Ir. Gatot Yulianto, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

4. Bapak/ibu staf pengajar dan Administrasi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL) yang selama ini telah membantu memperlancar selesainya tesis dan studi penulis.

5. Bapak dr. H. Jusuf, S.K., selaku Walikota Kota Tarakan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Kota Tarakan.

6. Kedua orang tuaku, Bapak Kinyon Sunyoto dan Ibu Dewi tercinta yang telah banyak mendukung penulis baik secara materi maupun rohani.

7. Kakakku Yulianto dan Enggal Wihartati, Adikku Nura Wiharmoko, dan semua keluarga yang mendukung penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis.

(19)

9. Teman-teman SPL angkatan X, terimakasih atas perhatian dan dukungan pada penulis. Semua pihak yang membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga semua kebaikan mereka diterima Allah SWT dan tesis ini dengan segala kekurangannya semoga dapat memberi manfaat.

Bogor, Desember 2006

(20)

RIWAYAT HIDUP

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

SURAT PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA... vii

RIWAYAT HIDUP... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang.. .. ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4

Tujuan Penelitian... 4

Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Hutan Mangrove... 6

Pengertian Hutan Mangrove... 6

Karakteristik Hutan Mangrove... 7

Struktur Vegetasi Huran Mangrove ... 7

Zonasi ... 8

Fauna Hutan Mangrove... 8

Hubungan Saling Ketergantungan Antara Berbagai Komponen Ekosistem Hutan Mangrove ... 9

Struktur Komunitas Hutan Mangrove ... 10

Manfaat Hutan Mangrove ... 10

Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove ... 11

Ekowisata ... 12

Pengertian Ekowisata ... 12

Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove ... 15

Sifat Pengunjung Ekowisata... 17

Perencanaan Pengembangan Ekowisata... 18

Daya Dukung Ekowisata Mangrove ... 20

Partisipasi Masyarakat Lokal ... 23

METODE PENELITIAN... 25

Kerangka Pemikiran Penelitian... 25

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

Jenis Data Yang Dikumpulkan... 28

Teknik Pengumpulan Data... 29

(22)

Pengambilan Data Persepsi Pengunjung ... 30 Pengambilan Data Persepsi Masyarakat ... 31 Metode Analisa Data... 31 Potensi Ekosistem Mangrove ... 31 Analisis Penilaian dan Pengembangan Ekowisata Mangrove.. 33 Analisis Deskriptif... 35 Analisis Daya Dukung ... 36 Analisis Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove... 36 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 39 Kondisi Geografi dan Topografi... 39 Kondisi Fisiogafis ... 40 Kondisi Klimatologi ... 41 Kondisi Tata Guna Lahan ... . 42 Kondisi Ekonomi Wilayah dan Kependudukan ... 43 Infrastruktur Wilayah... 48 Kondisi Pariwisata ... 49 Objek Wisata Bahari ... 50 Objek Wisata Alam ... 50 Objek Wisata Sejarah ... 51 Industri Penunjang Wisata ... 51 Objek Wisata Belanja... 52 Objek Wisata Taman Kota ... 52 Kondisi Hidrologi... 52 Kondisi Oseanografi ... 53 Pasang Surut... 53 Arus... 54 Gelombang... 55 HASIL DAN PEMBAHASAN... 56 Ekosistem Mangrove... 56 Jenis Vegetasi Mangrove ... 56 Analisis Vegetasi Mangrove ... 58 Zona Vegetasi Mangrove ... 59 Fauna Hutan Mangrove... 60 Daya Dukung Ekowisata Hutan Mangrove... 64 Analisis Penilaian Potensi Objek Ekowisata Hutan Mangrove

Di Kawasan Pelabuhan Tengkayu II... 65 Daya Tarik... 65 Potensi Pasar... 69 Kadar Hubungan... 71 Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi

(23)

Hubungan dengan Objek Wisata Lain... 83 Kondisi Masyarakat Sekitar dan Pengunjung... 86 Masyarakat Sekitar Kawasan... ... 86 Pengunjung... 90 Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II.... 97 Kemantapan organisasi dan Ketenagakerjaan... 97 Mutu Pelayanan... 99 Pelaksanaan Peraturan/Perundang-undangan

dan Penegakan Hukum... 99 Pengelolaan Sumberdaya Alam... 99 Sarana Perawatan dan Pelayanan... 101 Analisis SWOT dan Strategi Pengembangan... 102 Analisis SWOT... 102 Strategi Pengelolaan Ekowisata Hutan Mangrove... 105

Pengawasan terhadap kelestarian ekosistem

hutan mangrove... 105 Meningkatkan pelayanan dan kenyamanan

terhadap pengunjung... 106 Meningkatkan promosi kawasan ekowisata... 107 Menambah luasan areal kawasan ekowisata

hutan mangrove... 108 Pengelolaan dan penanganan sampah di sekitar

kawasan hutan mangrove... 109 Peningkatan mutu sumberdaya manusia yang

terlibat dalam kegiatan ekowisata... 109 Melakukan kerjasama dengan berbagai pihak

di lingkungan ekowisata... 110 Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal

untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan

ekowisata dan pelestarian hutan mangrove... 111 Meningkatkan pengawasan, pemeliharaan potensi

wisata dan perawatan fasilitas... 111

(24)

DAFTAR GAMBAR

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis data... 28 2 Faktor strategi internal... 37 3 Faktor strategi eksternal... 37 4 Matriks SWOT... 38 5 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Tarakan... 39 6 Luas wilayah menurut kelas ketinggian di Kota Tarakan... 40 7 Luas wilayah menurut fisiologi di Kota Tarakan... 40 8 Keadaan iklim rata-rata di Kota Tarakan tahun 2004... 42 9 Tata guna lahan di Kota Tarakan... 42 10 Perkembangan nilai PDRB... 43 11 Perkembangan PDRB per kapita... 43 12 Pertumbuhan ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003... 45 13 Struktur ekonomi Kota Tarakan tahun 1999-2003... 46 14 Jumlah penduduk per kecamatan di Kota Tarakan tahun 2004... 48 15 Sarana dan prasarana di Kota Tarakan... 49 16 Obyek wisata di Kota Tarakan... 50 17 Daerah aliran sungai... 53 18 Air pasang tertinggi dan pasang terendah... 54 19 Taksonomi mangrove... 56 20 Penyebaran mangrove pada masing-masing stasiun penelitian... 57 21 Komposisi jenis mangrove pada tiap stasiun... 59 22 Kerapatan, frekuensi relatif dan INP jenis semai... 59 23 Inventarisasi satwa burung... 62 24 Panjang jalan menurut jenis, kondisi, kelas dan status jalan... 72 25 Daftar hotel yang terdapat di Kota Tarakan... 80 26 Data pengunjung ekowisata hutan mangrove dan

(26)

28 Kriteria penilaian potensi ekowisata hutan mangrove

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabel kriteria penilaian pengembangan obyek dan daya

Tarik wisata alam ... 119 2. Tabel Penilaian Faktor Internal dan Eksternal Tarik Wisata Alam... 126 3. Pemilihan faktor internal dan faktor eksternal ekowisata

(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut, pantai berlumpur (Bengen, 2003). Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai. Ekosistem hutan ini tersusun oleh flora yang termasuk dalam kelompok Rhizoporaceae, Combretaceae, Meliaceae, Sonneratiaceae, Euphorbiaceae dan Sterculiaceae, sedangkan pada zona ke arah darat ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan (Acrostichum aureum).

Hutan mangrove sebagai ekosistem alamiah, mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Hutan ini menyediakan bahan dasar untuk keperluan rumah tangga dan industri, seperti kayu bakar, arang, kertas dan rayon, yang dalam konteks ekonomi mengandung nilai komersial tinggi. Hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi ekologis yang penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery grounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe sistem fragile, yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Ekosistem ini, pada kawasan tertentu bersifat

open acces, sehingga meningkatnya eksploitasi oleh manusia akan menurunkan kualitas dan kuantitasnya.

(29)

lingkungan. Selain itu, kerusakan hutan mangrove juga bisa disebabkan adanya pencemaran limbah industri maupun limbah rumah tangga dari pemukiman sekitarnya.

Seperti juga hutan mangrove di tempat lain, hutan mangrove di Pulau Tarakan sebagian besar telah dikonversi menjadi kawasan pemukiman dan pertambakan, terutama di kawasan pantai Barat dan Timur Kota Tarakan ( ± 850 Ha, berdasarkan citra satelit Landast ETM + & tanggal 26 Juni tahun 2001, sumberdata: Laporan akhir proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Kota Tarakan, Universitas Mulawarman-Bappeda). Pembukaan lahan (konversi) hutan mangrove menjadi lahan tambak (± 2.067 Ha), pemukiman, lokasi industri, pembangunan infrastruktur sering dilakukan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan, sehingga mengancam kelestariannya. Kerusakan hutan mangrove inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya degradasi lingkungan seperti abrasi, sedimentasi, dan intrusi di Pulau Tarakan.

Untuk mengurangi kerusakan dan melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, perlu suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan mangrove secara langsung. Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan menjadi salah satu objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari.

Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab, di daerah yang masih alami atau di daerah – daerah yang dikelola dengan kaidah alam. Tujuannya, selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur-unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Penerapan konsep ekowisata di kawasan ekosistem hutan mangrove secara umum diharapkan dapat mengurangi tingkat perusakan kawasan tersebut oleh masyarakat dan

(30)

berpengaruh pada peningkatan ekonomi. Dengan adanya ekowisata akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan, selanjutnya berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Permasalahan

Hutan mangrove dengan luas 8 Ha di kawasan Pelabuhan Tengkayu II Jalan Gajah Mada sebagai salah satu kawasan hutan yang telah direhabilitasi dan dikonservasi oleh Pemerintah Kota Tarakan. Kawasan hutan mangrove ini merupakan kawasan lindung dengan vegetasi bakau dan merupakan habitat bagi fauna seperti bekantan, burung, ikan dan kepiting. Kawasan hutan mangrove ini berada di tengah-tengah pusat keramaian. Beberapa aktivitas di kawasan ini adalah pusat perbelanjaan tradisional dan modern, cold storage, pelabuhan, sub terminal, pemukiman, dan lahan bekas tambak.

Letak strategis yang dimiliki hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II ini merupakan salah satu potensi bagi kawasan tersebut untuk dikembangkan menjadi daerah kunjungan wisata. Namun, dilain pihak terbentang ancaman yang sangat besar jika daerah ini tidak dikelola dengan optimal. Untuk itu, dalam pelaksanaannya sebagai tempat wisata perlu menerapkan konsep ekowisata. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikutsertakan masyarakat lokal.

Pada saat ini, penerapan konsep ekowisata untuk pemanfaatan hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II belum dilakukan secara optimal. Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan ekowisata hutan mangrove di kawasan ini masih sangat minim, kerjasama yang dilakukan pihak pengelola dengan pihak-pihak yang berperan penting dan mempengaruhi kondisi hutan mangrove di sekitar kawasan masih rendah. Akibatnya, masih sering terjadi perusakan mangrove secara tidak langsung, dimana terjadi pembuangan sampah dan limbah aktivitas di sekitar lokasi.

(31)

Fasilitas untuk pendidikan dan penelitian seperti pusat informasi, perpustakaan dan penerangan tentang kondisi hutan mangrove di lokasi ini belum memadai, padahal pendidikan merupakan salah satu konsep utama ekowisata. Pemahaman pelaku dan pengguna tentang ekowisata masih rendah, masih terdapat pengunjung yang membuang sampah tidak pada tempatnya dan melakukan tindakan vandalisme.

Daya dukung hutan mangrove Pelabuhan Tengkayu II terhadap jumlah pengunjung saat ini masih belum diketahui, padahal daya dukung merupakan faktor keberhasilan dari ekowisata. Pendapatan pemerintah dari kawasan ini masih terbilang rendah, belum cukup untuk membiayai semua biaya operasi dan pemeliharaan kawasan. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan ekowisata hutan mangrove secara berkelanjutan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

- Mengetahui kondisi biofisik hutan mangrove di kawasan konservasi Pelabuhan Tengkayu II

- Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II.

- Menghitung daya dukung kawasan mangrove terhadap jumlah pengunjung. - Kelayakan kawasan untuk pengembangan ekowisata

- Menentukan strategi untuk pengembangan ekowisata mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II yang berkelanjutan Kota Tarakan.

Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam

mengelola dan mengembangkan ekowisata hutan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dengan melihat kondisi kelestarian ekologi dan sosial, ekonomi masyarakat setempat.

(32)

2. Memberikan informasi dan gambaran yang jelas kepada berbagai pihak mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan ekowisata Kota Tarakan, Kalimantan Timur.

3. Memberikan informasi ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove Pengertian Hutan Mangrove

Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove” adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Nybakken (1992), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Mangrove merupakan formasi-formasi tumbuhan pantai yang khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (silt) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh (FAO, 1994). Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh pengaruh darat dan laut

Ahli-ahli lain mendefinisikan mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada satu-kesatuan yang sama. Saenger et al., (1983) mendefinisikan mangrove sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung. Sedangkan Bengen (2002) mendefinisikan mangrove sebagai komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

(34)

Karakteristik Hutan Mangrove

Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorphologi, hidrologi dan drainase.

Secara umum, karakteristik habitat hutan mangrove digambarkan sebagai berikut (Bengen, 2000):

- Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir

- Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove

- Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat

- Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (hingga 38 permil).

Menurut Walter (1971), ekosistem mangrove terutama didapatkan di 3 (tiga) wilayah iklim berikut ini: (1) Zona khatulistiwa antara ±10 LU dan 5-10 LS; (2) Zona kering hujan tropika, zona sebelah utara dan selatan khatulistiwa, sampai ±25-30 LU dan LS; (3) Wilayah yang beriklim sedang (ugahari) yang pada musim dingin tidak terlalu dingin dan hanya terdapat di belahan batas tertimur dari benua pada zona ini.

Struktur Vegetasi Hutan Mangrove

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 genera tumbuhan berbunga (Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp.,

Bruguiera sp., Ceriops sp., Xylocarpus sp., Lumnitzera sp., Laguncularia sp.,

Aegiceras sp., Aegiatilis sp., Snaeda sp. dan Conocarpus sp.) yang termasuk ke dalam delapan famili (Bengen, 2000).

Selanjutnya, menurut Bengen (2000) bahwa vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk kedalam empat famili: Rhizophoraceae

(35)

(Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Ceriops sp.), Sonneratiaceae (Sonneratia sp.), Avicenniaceae (Avicennia sp.) dan Meliaceae (Xylocarpus sp.).

Zonasi

Zonasi hutan mangrove terbagi atas daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir, daerah seperti ini sering ditumbuhi Avecennia sp., sedang pada bagian pinggir daerah ini terdapat area yang sempit, berlumpur tebal dan teduh dimana Avicennia sp. tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang demikian, sehingga spesies yang berasosiasi dalam zona berlumpur ini adalah Sonneratia sp. (Bengen, 2002). Untuk zone yang lebih mengarah ke darat, umumnya didominasi oleh Rhizophora sp.

Pada zona ini sering juga ditemukan Bruguiera sp. dan Xylocarpus sp. Untuk zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp., dimana daerah ini memiliki sedimen yang lebih berat berupa tanah liat. Selanjutnya zona transisi yaitu zona antara hutan mangrove dengan hutan daratan rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya (Kusmana et al., 2003)

Pembagian zonasi ini juga berhubungan dengan adaptasi pohon mangrove baik terhadap kadar oksigen yang rendah, sehingga memiliki bentuk perakaran yang khas, adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi sehingga beda bentuk daun dan adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang-surut sehingga struktur akar yang terbentuk sangat eksentif dan membentuk jaringan horisontal yang melebar dimana selain untuk memperkokoh pohon juga untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Menurut Santoso dan Dasminto (2002), Zonasi tersebut akan berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, tergantung dari keadaan tempatnya.

Fauna Hutan Mangrove

Fauna yang hidup di ekosistem mangrove, terdiri dari berbagai kelompok, yaitu: mangrove avifauna, mangrove mamalia, mollusca, crustacea, dan fish fauna (Tomascik et al., 1997). Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok: (1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular primata dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk

(36)

hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan lautan pada saat air surut. (2) Kelompok fauna perairan/akuatik, yang terdiri atas dua tipe, yaitu: yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang; yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem merupakan satu atau serangkaian komunitas beserta lingkungan fisik dan kimianya yang hidup bersama-sama dan saling mempengaruhi (Nybakken, 1992). Tumbuhan mangrove mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem mangrove bukanlah tumbuhan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dan sebagainya).

Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis; sebagian lagi sebagai partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk suatu rantai makanan (Bengen, 2000).

Dahuri et al., (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai air tawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam (salinitas) mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari sistem sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi

(37)

input dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web).

Struktur Komunitas Hutan Mangrove

Sebagai daerah peralihan antar laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya pergoyangan beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Karena itu, hanya jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor fisik itu dapat bertahan dan berkembang di hutan mangrove. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove kecil, akan tetapi kepadatan populasi masing-masing jenis umumnya besar (Santoso dan Dasminto, 2002) .

Untuk mempelajari struktur komunitas hutan mangrove dilakukan dengan cara pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan lokasi kajian. Dalam kajian ini dilakukan pengambilan data mengenai jenis, jumlah tegakan dan diameter pohon yang dicatat pada Table Form Mangrove, yang kemudian dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis, frekuensi jenis, luas area penutupan dan nilai penting jenis (Bengen, 2000).

Manfaat Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh dan berkembang baik di daerah tropis, seperti Indonesia. Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya di sebagian besar wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan, ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis dan ekonomi yang sangat bermanfaat bagi ummat manusia.

Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan dan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi

(38)

sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan perairan laut di depannya. Lebih jauh, hutan mangrove juga merupakan habitat (rumah) bagi berbagai jenis burung, reptilia, mamalia dan jenis-jenis kehidupan lainnya, sehingga hutan mengrove menyediakan keanekaragaman (biodiversity) dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan

canopy yang rapat serta kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gempuran gelombang, tsunami, angin topan, perembesan air laut dan gaya-gaya dari laut lainnya.

Potensi ekonomi mangrove diperoleh dari tiga sumber utama, yaitu hasil hutan, perikanan estuarin dan pantai, serta wisata alam. Secara ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan, arang (charcoal) dan bahan baku kertas. Hutan mangrove juga merupakan pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya.

Kerusakan Ekosistem Mangrove

Dahuri et al., (1996) menyebutkan selama periode 1982 – 1993 telah terjadi penurunan luas hutan mangrove Indonesia dari 5,21 juta ha menjadi sekitar 2,5 juta ha. Penurunan luas hutan mangrove ini hampir merata terjadi di seluruh kawasan pesisir Indonesia. Ruitenbeek (1991) menggambarkan bahwa pembangunan ekonomi yang memperluas upah disektor ekonomi akan menurunkan tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan mangrove. Sebagai contoh substitusi kegiatan diluar ekosistem mangrove yang dapat meningkatkan upah akan menurunkan ketergantungan masyarakat pada sumberdaya hutan mangrove. Disisi lain, substitusi kegiatan di dalam ekosistem mangrove, sebagai contoh konversi hutan mangrove menjadi peruntukan yang lain menyebabkan hilangnya produktivitas di pantai, akibatnya adalah meningkatnya tekanan terhadap perikanan lepas pantai. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah cepatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang dipacu oleh sistem transportasi yang lancar dan tersedianya sumberdaya hutan dan laut yang potensial, mengakibatkan perubahan struktur sosial ekonomi dan kebutuhan penduduk yang semakin konsumtif (Sukardjo, 1986).

(39)

Menurut Dahuri (1996), penurunan luas hutan mangrove yang terjadi sepanjang Pantai Sumatera dan Kalimantan berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Konservasi kawasan hutan mangove menjadi berbagai peruntukan lain seperti tambak, pemukiman dan kawasan industri secara tidak terkendali 2. Belum ada kejelasan tata ruang dan rencana pengembangan wilayah

pesisir, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan

3. Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan kegiatan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih

4. Pencemaran akibat buangan limbah minyak, industri dan rumah tangga 5. Sedimentasi akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kurang baik 6. Proyek pengairan yang dapat mengurangi aliran masuk air tawar ke dalam

ekosistem hutan mangrove

7. Proyek pembangunan yang dapat menghalangi atau mengurangi sirkulasi arus pasang surut, dan

8. Data informasi serta IPTEK yang berkaitan dengan hutan mangrove masih terbatas, sehingga belum dapat mendukung kebijakan atau program penataan ruang, pembinaan dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan

Ekowisata Pengertian Ekowisata

Ekowisata adalah suatu perpaduan berbagai minat yang tumbuh dari rasa keprihatinan lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ada beberapa padanan yang sering digunakan antara lain: natural-based tourism, green travel, responsible travel, low impact tourism, village based tourism, sustainable tourism, cultural tourism, heritage tourism, rural tourism (Cater dan lowman, 1994). Masyarakat Ekoturisme Internasional (IES) memberikan definisi ekowisata (ecotourims) adalah suatu bentuk perjalanan yang bertanggung jawab ke daerah alami yang lingkungannya dilindungi dan mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal (Sunaryo, 2001). Sedangkan Buckley (1994), menyatakan ada empat gambaran perjalanan yang umumnya berlabelkan ekowisata, yaitu: (a) Wisata

(40)

berbasis alamiah (nature-based tourism), (b) kawasan konservasi sebagai pendukung obyek wisata (concervation supporting tourism), (c) Wisata yang sangat peduli lingkungan (environmentally aware tourism), dan (d) Wisata yang berkelanjutan (sustainallyrun tourism).

Ekowisata dalam teori dan prakteknya tumbuh dari kritik terhadap pariwisata massal, yang dipandang merusak terhadap landasan sumberdayanya, yaitu lingkungan dan kebudayaan. Kritik ini melahirkan berbagai istilah baru, antara lain adalah pariwisata alternatif, pariwisata yang bertanggungjawab, pariwisata berbasis komunitas, dan eko-wisata (Aoyama, 2000). Alasan umum penggunaan konsep ini adalah karena dapat menggambarkan pariwisata yang termasuk:

- Bukan pariwisata berskala besar/massal - Mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan - Mempererat hubungan antar bangsa

Honey’s dalam Ecotourism and Sustainable Development, mengemukakan bahwa ada 7 butir prinsip-prinsip ekowisata :

1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations). Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, dan biasanya lingkungan tersebut dilindungi.

2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact). Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ekoturisme berusaha untuk meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan atau infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan material sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan menggunakan arsitektur yan sesuai dengan lingkungan (lanskap) dan budaya setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan sesuai daya dukung obyek dan pengaturan prilakunya.

3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmenta lawareness). Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada wisatawan maupun masyarakat penyangga obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali

(41)

informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan.

4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi (provides direct finansial benefits for conservation). Ekoturisme dapat membantu meningkatkan perlindungan lingkungan, penelitian dan pendidikan, melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya.

5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal (provides financial benefits and enpowerment for local people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan ekoturisme di suatu kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan manajemen.

6. Menghormati budaya setempat (Respect local culture). Ekoturisme disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrusif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu “core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme.

7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (Support human right and democratic movements).

Ekowisata harus mengangkat harkat dan martabat masyarakat lokal yang secara umum memiliki posisi tawar yang lebih rendah, menempatkan masyarakat sebagai elemen pelaku dalam pengembangan suatu kawasan, sehingga terlibat langsung dalam pengambilan keputusan serta menentukan hak-hak kepemilikan. Pengambilan keputusan secara komprehensif, adaptif dan demokratis, melalui pendekatan co-management (integrated bottom up and top down approach).

Dalam perkembangannnya dalam Aoyama (2000) menyatakan beberapa kriteria standar tentang bagaimana seharusnya eko-tourisme yang telah diterima secara umum, yaitu:

(42)

- Melestarikan lingkungan. Jika ekowisata bukan merupakan satu instrumen konservasi, maka akan mendegradasi sumberdaya.

- Secara ekonomis menguntungkan. Jika tidak menguntungkan, maka tidak akan ada modal yang kembali untuk konservasi, dan tidak akan ada insentif bagi pemanfaatan sumberdaya alternatif

- Memberi manfaat bagi masyarakat.

Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan bagi wisata pesisir di dasarkan pada beberapa unsur utama, yaitu: Pertama, ekowisata sangat bergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya. Kedua, melibatkan masyarakat. Ketiga, ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Keempat, tumbuhnya pasar ekowisata di tingkat internasional dan nasional. Kelima, ekowisata sebagai sarana mewujudkan ekonomi berkelanjutan. Dengan kata lain, ekowisata (bahari) menawarkan konsep low invest-high value bagi sumberdaya dan lingkungan kelautan sekaligus menjadikannya sarana cukup ampuh bagi partisipasi masyarakat, karena seluruh aset produksi menggunakan dan merupakan milik masyarakat lokal (Dirawan, 2003).

Potensi Ekowisata Ekosistem Mangrove

Menurut Dahuri (1998), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove meliputi : penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ekoturisme (limited recreation/ecotourism). Minimal 20% dari total area dari suatu zona pesisir harus disediakan sebagai zona preservasi. Jalur hijau (green belt) mangrove seperti tertera dalam UU No. 24/1992 adalah salah satu bentuk zona preservasi.

Selanjutnya, menurut Kusmana dan Istomo (1993), pemanfaatan hutan mangrove untuk rekreasi merupakan terobosan baru yang sangat rasional diterapkan di kawasan pesisir karena manfaat ekonomis yang dapat diperoleh tanpa mengeksploitasi mangrove tersebut. Selain itu, hutan rekreasi mangrove dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi masyarakat setempat, sehingga diharapkan kesejahteraan hidup mereka akan lebih baik. Dari segi kelestarian sumberdaya, pemanfaatan hutan mangrove untuk

(43)

tujuan rekreasi akan memberikan efek yang menguntungkan pada upaya konservasi mangrove karena kelestarian kegiatan rekreasi alam di hutan mangrove sangat bergantung pada kualitas dan eksistensi ekosistem mangrove tersebut.

Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain :

1. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora sp.), akar lutut (Bruguiera sp.) akar pasak (Sonneratia sp., Avicennia sp.), akar papan (Heritiera sp.).

2. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon) yang diperlihatkan oleh beberapa jenis vegetasi mangrove seperti Rhizophora sp. dan Ceriops sp.

3. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman (transisi zonasi).

4. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong, kepiting, dan sebagainya.

5. Atraksi adat istiadat penduduk setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove.

6. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan tumpang sari, penebangan maupun pembuatan garam, bisa menarik perhatian wisatawan.

Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan berburu, lintas alam, memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis tumbuhan, dan atraksi satwa liar, fotografi, pendidikan, piknik dan camping, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.

Kawasan mangrove memiliki tempat yang cukup tinggi bagi pengembangan wisata atau rekreasi pantai. hal ini didasarkan pada keunikan karakteristik dari tumbuhan (flora) penyusun ekosistem mangrove, terutama sistem pembuangannya, diversitas bentuk buah dan sistem perakarannya. Daya tarik utama ekosistem mangrove adalah potensi keragaman kehidupan liarnya

(44)

(wildlife), terutama burung air, burung migrasi, reptil, mamalia, primata, dan ikan (Bengen, 1999).

Sifat Pengunjung Ekowisata

Pada umumnya tujuan utama wisatawan untuk berwisata adalah mendapat kesenangan (Fandeli, 2001). Sifat dan karakteristik pengunjung ekowisata adalah mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja. pengunjung ekowisata mempunyai rasa tanggung jawab moral yang tinggi, walaupun tidak memberikan nilai tambah pada daerah wisata yang dikunjunginya, mereka tetap tidak akan mengurangi nilai yang telah ada pada kawasan yang telah dikonversi tersebut. Pengunjung ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungannya yng serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami.

Secara khusus, pengunjung ekowisata mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu informasi yang berkualitas.

2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih.

3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar mahal untuk suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.

4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah terpencil.

Sedangkan menurut Siswanto (2003) profil wisatawan yang terlibat dalam kegiatan minat khusus secara adalah sebagai berikut :

(45)

- Wisatawan cendrung mencari nilai manfaat yang dapat bertahan lama, seperti misalnya: aktualisasi diri, pengembangan diri, ekspresi diri, interaksi sosial, serta produk fisik yang abadi.

- Wisatawan biasanya memiliki latar belakang pengetahuan tertentu, kemampuan atau kecakapan tertentu untuk mengikuti atau ambil bagian dalam kegiatan yang diikuti.

- Bagi sebagian wisatawan, kegiatan yang diikuti kadang-kadang dipakai sebagai ajang untuk melatih/mengembangkan kemampuan untuk mencapai kualifikasi tertentu terhadap suatu kegiatan yang menjadi hobi atau kesenangannya.

- Wisatawan cenderung memiliki etika yang berkaitan dengan nilai-nilai, moralitas, prinsip, norma, serta tingkat intelektualitas tertentu, sehingga secara umum mereka adalah wisatawan yang bertanggung jawab dan cenderung mencari sesuatu yang kualitatif lebih dari sekedar kegiatan rekreasi atau hiburan.

- Wisatawan cenderung untuk selektif dalam memilih jenis kegiatan yang akan mereka ikuti sepanjang melakukan perjalanan wisata.

Menurut gerakan lingkungan, seorang Eco-tourist bersedia untuk tidak mengikuti konsumerisme, yang merupakan salah satu masalah pokok dari pariwisata massal. Bagi mereka, tinggal di rumah penduduk, mencicipi makanan setempat, berjalan-jalan menelusuri jalan setapak, menghadapi sendiri resiko merupakan perjalanan pertualangan (adventure) sesungguhnya (Aoyama, 2000).

Pada Hakekatnya aspek motivasi adalah aspek yang terdapat pada diri wisatawan. Untuk menimbulkan motivasi sangat tergantung pada diri pribadi wisatawan yang berkaitan dengan umur, pengalaman, pendidikan, emosi, kondisi fisik dan psikis (Fandeli, 2001).

Perencanaan Pengembangan Ekowisata

Suatu wilayah bila akan dikembangkan menjadi suatu kawasan pariwisata membutuhkan strategi perencanaan yang baik, komprehensif dan terintegrasi, sehingga dapat mencapai sasaran (objektivitas) sebagaimana yang dikehendaki dan dapat meminimalkan munculnya dampak-dampak yang negatif, baik dari sudut pandang ekologis, ekonomis maupun sosial budaya dan hukum. Menurut

(46)

Gunn (1994) dalam Yahya (1999), perencanaan pengembangan pariwisata ditentukan oleh keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dimiliki dan permintaan atau minat pengunjung wisata. Komponen penawaran terdiri dari: atraksi (potensi keindahan alam dan budaya serta bentuk aktivitas wisata), transportasi (aksessibilitas), pelayanan informasi dan akomodasi dan sebagainya. Sedangkan komponen permintaan terdiri dari pasar wisata dan motivasi pengunjung.

Pada dasarnya unsur-unsur lingkungan hidup dapat dikembangkan sebagai obyek wisata, bila unsur-unsur lingkungan hidup tersebut dapat dipersiapkan secara baik melalui kemampuan manusia dengan sentuhan teknologinya, serta dapat memenuhi kebutuhan wisatawan. Pembangunan kepariwisataan, memerlukan keterpaduan dan kecermatan studi maupun perencanaan agar tidak terjerumus dalam pembangunan prasarana dan wisata dengan mengorbankan obyek atau sumberdaya wisatanya sendiri. Pembangunan kepariwisataan perlu memperhatikan tuntutan kebutuhan (demand) wisatawan, tetapi tidak perlu berorientasi pasar semata. Pembangunan kepariwisataan perlu keterpaduan dalam perencanaan maupun memformulasikan tujuan (Joyosuharto, 2001).

Proses perencanaan pembangunan pariwisata pembangunan pariwisata menurut Yoety (1997), dapat dilakukan dalam lima tahap :

1. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan potensi yang dimiliki.

2. Melakukan penaksiran (assesment) terhadap pasar pariwisata internasional dan nasional, dan memproyeksikan aliran/lalulintas wisatawan.

3. Memperhatikan analisis berdasarkan keunggulan daerah (region) secara komparatif, sehingga dapat diketahui daerah yang permintaannya lebih besar daripada persediaannya.

4. Melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki.

5. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal.

(47)

Daya Dukung Ekowisata Mangrove

Menurut Sunu ( 2001), yang dimaksud daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaharui diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia. Setiap daerah mempunyai karakteristik geografi yang berbeda-beda serta ditambah dengan kegiatan manusia dengan berbagai kepentingannya sehingga daya dukung lingkungannya sangat bervariasi.

Daya dukung hutan mangrove menurut Soerianegara (1993) adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove dalam mempertahankan fungsi dan kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayanan berupa rekreasi alam. Daya dukung rekreasi alam adalah kemampuan sumberdaya untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya dukung sosial.

Pada hakekatnya, setiap area wisata mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menyerap arus wisatawan. Pada area wisata tertentu yang dikunjungi wisatawan jika melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi kemunduran. Apabila terjadi kerusakan objek wisata alam, objeknya tidak menarik dan mengakibat pengunjung semakin lama semakin sedikit. Pengunjung akan bertambah lagi bila terjadi proses pemulihan secara alami (Rahayu, 2001). Daya dukung hutan mangrove menyangga kegiatan wisata adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pelayanan pengalaman wisata alam yang dinginkan. Prinsip daya dukung ini akan menjadi pedoman dalam perencanaan kegiatan wisata, sehingga keharmonisan antara sendi-sendi ekologi dan tujuan wisata tetap bisa terbina secara berkelanjutan (Undang-undang No. 23 tahun 1997).Sedangkan menurut

World Trade Organization (1992), adalah jumlah pengunjung (wisatawan) suatu kawasan wisata yang dapat diakomodasi dengan tingkat kepuasan pengunjung yang tinggi dan berdampak minimal pada sumberdaya.

(48)

Prinsip daya dukung ini akan menjadi pedoman dalam perencanaan lanskap kawasan rekreasi hutan mangrove, terutama pada daerah rawan secara ekologis, sehingga diharapkan fungsi dan kualitas kegiatan yang direncanakan tidak merusak fungsi ekologis mangrove. Pemanfaatan kawasan hutan mangrove menurut tujuan kegiatan yang akan dilakukan dapat dibagi berdasarkan kepekaan ekologi yang meliputi: daerah preservasi, daerah pembangunan dan pemanfaatan, daerah konservasi.

Menurut Yahya (1999), pada skala mikro daya dukung lingkungan diwujudkan dengan :

1. Tingkat kepadatan penduduk dalam suatu luasan yang masih dapat didukung dalam besaran dan teknologi serta sarana dan prasarana pemukiman yang tersedia.

2. Kepadatan bangunan dalam suatu kawasan.

3. Rasio unit bangunan dengan luasan kawasan (floor area ratio).

4. Rasio antara jumlah orang dengan volume ruang yang tersedia di dalam kawasan (per capita ratio).

5. Jarak, ketinggian dan susunan bangunan yang tidak menghalangi sirkulasi udara segar dan pemandangan.

6. Peruntukan pemukiman yang tidak berada di wilayah yang berpotensi bencana.

7. Ukuran dan jaringan jalan serta sarana transportasi yang memadai untuk segala kegiatan perhubungan.

8. Terpenuhinya sarana dan prasarana lingkungan sosial (umum). 9. Tercukupinya prasarana pembuangan dan pengolahan limbah. 10.Kawasan perlindungan (kawasan konservasi dan zona penyangga).

Cooper et al., (1996) menyatakan bahwa masalah dampak suatu kegiatan seperti pariwisata, baik pariwisata massal maupun ekoturisme terkait erat dengan konsep daya dukung. Kenyataannya bahwa aktivitas pariwisata memiliki dampak terhadap karakteristik sosial, budaya lingkungan, serta ekonomi dari daerah yang dikunjungi dan keyakinan bahwa dampak-dampak tersebut dapat meningkat ukurannya seiring dengan peningkatan volume kunjungan, memberikan gagasan pada kita bahwa mungkin ada suatu garis batas keberadaan pengunjung dimana

(49)

jika jumlah pengunjung melampaui batas-batas tersebut, maka dampak menjadi tidak dapat diterima. Apabila prinsip garis batas di atas dipadukan dengan konsep keberlanjutan (sustainability), maka perpaduan itulah yang dikenal sebagai konsep daya dukung jadi dalam konsep pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan dan perekonomian setempat, yang dapat diterima baik oleh pengunjung, masyarakat maupun lingkungan, serta yang dapat berkelanjutan.

Secara lebih terperinci, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dampak sebagai berikut :

a. Struktur sosial masyarakat setempat, kuat atau tidaknya struktur sosial masyarakat dari kelembagaan sebagai faktor pengendali yang cukup besar. b. Budaya masyarakat setempat; semakin unik suatu budaya, maka semakin

menarik untuk dikunjungi.

c. Lingkungan; lebih sensitif suatu keseimbangan lingkungan, maka semakin besar bahaya kerusakan lingkungan sehingga tidak dapat pulih.

d. Struktur ekonomi; pada umumnya semakin berkembang suatu perekonomian maka semakin kuat pula perekonomian menghadapi tekanan.

e. Struktur politik, seringkali struktur politik mencerminkan idealisme dan keyakinan dari masyarakat, dan hal tersebut bisa saja mencerminkan suatu dukungan atau tantangan terhadap pariwisata.

f. Sumberdaya alam dan manusia (kualitas dan kuantitas)

Standar daya dukung sangat bervariasi dari suatu tempat ke tempat lain, tergantung jenis wisata yang dikembangkan, karakteristik lingkungan lokal, tipe pasar wisatawan yang diraih dan persepsi masyarakat lokal terhadap tingkat kejenuhan. Berdasarkan ketentuan daya dukung kawasan untuk kegiatan ekotourisme, hutan mangrove di Pulau Biawak dan sekitarnya seluas 80 Ha dapat menyerap 15 jiwa/ha (Sunari et al., 2005). Menurut pengalaman WTO (1997),

dalam Pengembangan Ekotourisme Segara Anakan tahun 1998, standar daya dukung kegiatan ekotorisme hutan wisata adalah 15 orang per hektar.

(50)

Partisipasi Masyarakat Lokal

Pengelolaan suatu kawasan konservasi yang sekarang dilakukan oleh pemerintah, walaupun berhasil melestarikan keanekaragaman hayati, namun masih menghadapi permasalahan dari masyarakat yang merasa tidak mendapatkan manfaat secara langsung dari kawasan tersebut. Bahkan ada kecenderungan masyarakat merasa bahwa penetapan sutau kawasan konservasi merupakan larangan untuk memanfaatkan kawasan tersebut. Salah satu bentuk pengelolaan kawasan konservasi yang akhir-akhir ini banyak dilakukan yaitu pengelolaan sumberdaya alam melibatkan partisipasi masyarakat lokal yang dikenal dengan istilah pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat. Dalam pengelolaan ini melibatkan masyarakat setempat mulai tahap perencanaan sampai tahap pengawasan (Tahir dan Baharudin, 2002).

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, apabila berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah dan apabila setiap masyarakat menjalankannya secara objektif dan tidak hanya mengutamakan kepentingan dirinya atau kelompok saja, maka kerugian yang akan ditimbulkan tidak akan berarti dibandingkan dengan manfaatnya. Menurut Suratmo (1990), Manfaat dari partisipasi masyarakat dalam sebuah rencana pembangunan adalah sebagai berikut:

- Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di daerahnya.

- Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuannya mengenai masalah lingkungan, pembangunan dan hubungannya.

- Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya kepada pemerintah terutama masyarakat di tempat pembangunan yang terkena dampak langsung.

- Dapat menghindari konflik diantara pihak-pihak yang terkait.

- Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.

- Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada masyarakat setempat.

(51)

Sesuai dengan konsep pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada pengembangan masyarakat lokal (community based tourism), maka pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta diarahkan agar dapat mengakomodasikan upaya pemberdayaan masyarakat lokal. Berdasarkan pada konsep tersebut, maka pengembangan kegiatan pariwisata diharapkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal (Siswanto, 2003).

Konsep dan peluang pelibatan masyarakat lokal dalam pengembangan kegiatan wisata minat khusus dengan basis potensial alami ini dapat diterapkan pada :

- Tenaga pemandu wisata lokal.

- Tenaga porter, untuk membantu mengangkut barang-barang kebutuhan perjalanan penjelajahan hutan.

- Penyedia makanan/minuman. - Pengrajin souvenir – cinderamata. - Pentas Budaya.

- Pengelolaan usaha akomodasi lokal.

- Awak motor boat yang digunakan selama paket berlangsung.

(Bappeda Tarakan, 2003).

.

(52)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan

kawasan pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi

lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta masyarakat setempat.

Pengembangan kawasan ekowisata bukan merupakan suatu pengembangan

kawasan industri pariwisata yang hanya bersifat sektoral. Dalam pengembangan

tersebut, terdapat aspek-aspek lain yang saling berhubungan dan menentukan

keberhasilan pengembangannya. Dalam pengembangan ekowisata mangrove,

keseimbangan yang menepatkan dimensi-dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi

menjadi penting untuk dikaji. Disatu sisi, pengembangan ekowisata ditujukan

untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi, namun di sisi lain,

pengembangan juga harus memperhatikan terjaganya kualitas lingkungan, baik

secara biofisik maupun sosial. Konsep semacam ini, sering disebut sebagai konsep

pembangunan berkelanjutan dengan prinsip memperhatikan masa depan,

lingkungan, persamaan dan partisipasi dalam konteks isu-isu kehidupan

pertumbuhan ekonomi serta kualitas lingkungan.

Sebagai awal penelitian ini, dilakukan pengumpulan data berkaitan dengan

hutan mangrove di kawasan Pelabuhan Tengkayu II meliputi potensi biofisik yang

berkaitan dengan bidang biologi (vegetasi, satwa burung) dan data fisik (luas dan

letak, sarana dan prasarana, iklim, topografi dan tanah, hidrologi, lanskap).

Kemudian melakukan pengumpulan data pengunjung dan masyarakat sekitar

(identitas, persepsi, partisipasi dan harapan), serta permasalahan yang timbul di

kawasan hutan mangrove tersebut. Dari data yang terkumpul ditentukan daya

dukung fisik dari hutan mangrove sebagai kawasan wisata. Selanjutnya, dilakukan

penilaian kelayakan pengembangan ekowisata terhadap hutan mangrove di

kawasan pelabuhan Tengkayu II. Langkah terakhir menentukan strategi

(53)

Berdasarkan hal di atas, maka disusun diagram alir pemikiran penelitian

seperti yang tertera pada Gambar 1.

Pengunjung : Jumlah Identitas

Motivasi, Aktivitas dan Harapan

Potensi Biofisik Kawasan Mangrove: Biologi :

Vegetasi

Satwa burung dan ikan Fisik :

Luas dan Letak Sarana dan Prasarana Iklim

Topografi dan Tanah Hidrologi

Lanskap Masyarakat Lokal

Identitas

Persepsi, partisipasi dan harapan

Permasalahan - kebijakan

Pemerintah Daerah - ekologi - sosial ekonomi

Penilaian kelayakan pengembangan ekowisata

Daya Dukung Kawasan : Jumlah kunjungan yang dapat diserap ekowisata mangrove

Kondisi eksisting

Analisis Deskriptif Analisis SWOT Kawasan Hutan Mangrove Pelabuhan Tengkayu II

[image:53.595.115.525.135.632.2]

Strategi Pengembangan Ekowisata Magrove Secara Berkelanjutan.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Pemilihan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur

dengan lokasi penelitian kawasan konservasi hutan mangrove yang terletak di

(54)

Kawasan Pelabuhan Tengkayu II Jalan Gajah Mada. Waktu penelitian dimulai

[image:54.595.124.502.131.620.2]

November 2005 – Februari 2006.

Gambar 2. Lokasi penelitian

Kawasan mangrove Tengkayu II seluas 8 ha yang menjadi objek penelitian

ini, berada di Jalan Gajah Mada termasuk dalam wilayah Kelurahan Karang Rejo

Kecamatan Tarakan Barat. Kawasan tersebut berdekatan dengan pusat keramaian

di Kota Tarakan, dimana di sebelah timur terdapat pasar umum, pusat

(55)

perbelanjaan modern Ramayana/Gusher Plaza dan lokasi rencana pembangunan

hotel. Bagian utara berbatasan langsung dengan Jalan Gajah Mada, sub terminal

dan pemukiman penduduk Kelurahan Karang Anyar Pantai. Pada bagian barat

kawasan terdapat pelabuhan, TPI Tengkayu II, dan sedikit pemukiman. Pada

bagian utaranya terdapat perusahaan cold storage, mess karyawan (Gambar 2).

Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi

empat kelompok dengan aspek-aspek yang diteliti diantaranya; faktor biologi

meliputi aspek vegetasi dan satwanya, kemudian faktor fisik meliputi luas dan

letak, sarana prasarana, iklim, topografi geologi, hidrologi dan lanskap. Data

mengenai masyarakat sekitar berkaitan tentang identitas, presepsi, partisipasi dan

harapan. Data berkaitan dengan wisatawan yang berkunjung meliputi jumlah,

[image:55.595.104.515.389.726.2]

identitas, motivasi, aktivitas dan harapan mereka (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis data

No Kelompok Jenis data Aspek-aspek

1.

2.

3.

4.

Faktor Biologi

Faktor Fisik

Masyarakat

Wisatawan

- Vegetasi (jenis, jumlah dan penyebaran)

- Satwa (jenis, jumlah dan penyebaran)

- Luas dan letak

- Sarana dan prasarana

- Iklim

- Topografi geologi dan tanah

- Hidrologi

- Lanskap

- Identitas (umur, jenis kelamin, mata

pencaharian, pendidikan)

- Persepsi, partisipasi dan harapan

- Jumlah

- Identitas (umur, jenis kelamin, mata

pencaharian, pendidikan, asal daerah)

- Motivasi, aktivitas dan harapan

<

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Lokasi penelitian
Tabel 1. Jenis data
Tabel 9. Tata guna Lahan di Kota Tarakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

menjadi kelembagaan ekonomi petani berupa Badan Usaha Milik Petani (BUMP) dalam bentuk koperasi tani (Koptan) dan Perseroan Terbatas (PT) yang sahamnya dimiliki

Mata kuliah ini membahas tentang konsep dasar keperawatan meliputi sejarah, falsafah, paradigma, profesi keperawatan, peran, fungsi dan tugas

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan pihak BMT AL-Hikmah Mlonggo, manager marketing dan manager cabang menyatakan bahwa penanganan pembiayaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika pada pokok bahasan segitiga melalui strategi Think- Pair-Square dan Explicit

Kita perlu berusaha memastikan diri bahwa tak ada penyesalan di waktu nanti dengan menghidupkan kehidupan, serta menghargai kesempatan &amp; pemberian. Berikut ini adalah

Nilai BOD5 air Sungai Lembu di Desa Logas Kecamatan Singingi masih di bawah ambang Baku Mutu Lingkungan Perairan, Pengukuran BOD5 sangat penting dalam pengelolaan kualitas air,

Dokumen ini berisikan tentang ringkasan laporan kinerja dan keuangan Institut Teknologi Bandung (ITB) periode Bulan Januari hingga Desember Tahun 2015 serta evaluasi

Sehingga, apabila sepasang titik sudut yang berhadapan memiliki warna yang sama, maka jika satu titik dipilih dari empat titik yang lain pada lingkaran berwarna sama, maka jelas