• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

9. Daftar jenis kupu-kupu di KHDTK Cikampek

NO Nama Latin Famili Foto

9 Junonia atlites atlites Nymphalidae

10 Melanitis leda simessa Nymphalidae

11 Mycalesis horsfieldi

horsfieldi

Nymphalidae

12 Rohana parisatis javana Nymphalidae

13 Junonia hedonia ida Nymphalidae

http://www.fobi.web.id

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan suatu kawasan tertentu yang ditetapkan pemerintah dengan tujuan untuk kepentingan umum seperti penelitian, pendidikan, religi dan kebudayaan atau tujuan lainnya. Fungsi pokok KHDTK Cikampek adalah tujuan penelitian dan non penelitian. Potensi wisata yang dimiliki KHDTK Cikampek antara lainbeberapa jenis pohon

exotic, keragaman vegetasi dan satwa liar serta aksesibilitas yang mudah dijangkau (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan 2010). Saat ini KHDTK Cikampek sudah banyak didatangi pengunjung. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat menginginkan adanya kegiatan wisata di kawasan ini. Masyarakat berharap dengan adanya kegiatan wisata dapat membuka lapangan pekerjaan untuk mereka. Namun, terdapat permasalahan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut yakni masalah sampah dan tidak teraturnya pengunjung sehingga mengakibatkan ketidakteraturan tatanan ruang di KHDTK Cikampek.

Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan pemahaman pengunjung dan masyarakat terhadap kawasan melalui kegiatan interpretasi.Interpretasi lingkungan merupakan bagian strategi pengelolaan kawasan alam ditujukan pada manajemen pengunjung dan mengurangi dampak negatif di lokasi wisata (Hughes dan Morrison-Saunders 2005). Implementasi kegiatan interpretasi memerlukan sumberdaya manusiayang tidak sedikit. Hal ini akan menjadi jalan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan kegiatan interpretasi ini. Dengan begitu diharapkan masyarakat dapat memperoleh keuntungan dari keberadaan KHDTK Cikampek. Terkait hal tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menyusun perencanaan interpretasi di KHDTK Cikampek.

1.2 Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun perencanaan interpretasi di KHDTK Cikampek. Secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi obyek interpretasi di KHDTK Cikampek. 2. Mengidentifikasi jalur interpretasidi KHDTK Cikampek. 3. Menganalisa karakteristik pengunjung di KHDTK Cikampek. 4. Mengidentifikasi pengelolaan di KHDTK Cikampek.

5. Mengetahui kondisi masyarakat sekitar KHDTK Cikampek. 1.3 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai acuan bagi pengelola dalam pengembangan interpretasi alam di KHDTK Cikampek.

2. Bagi pengunjung dan masyarakat, sebagai informasi mengenai obyek interpretasi yang akan dikunjungi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interpretasi

2.1.1 Definisi dan Tujuan Interpretasi

Tilden (1957) menyatakan bahwa interpretasi merupakan kegiatan edukatif yang sasarannya mengungkapkan pertalian makna, dengan menggunakan objek aslinya baik oleh pengalaman langsung maupun dengan menggunakan media ilustrasi dan bukan keterangan-keterangan yang hanya berdasarkan fakta saja.

JK Munro et al (2008) menyatakan bahwa interpretasi lingkungan secara luas diasumsikan mempengaruhi perilaku pengunjung dan mengurangi dampak terhadap lingkungan alami yang telah ada.Interpretasi lingkungan merupakan bagian strategi pengelolaan kawasan alam ditujukan pada manajemen pengunjung dan mengurangi dampak negatif di lokasi wisata (Hughes dan Morrison-Saunders 2005).

Interpretasi lingkungan adalah suatu seni dalam menjelaskan keadaan lingkungan (flora, fauna, proses geologis, proses biotik dan abiotik yang terjadi) oleh pengelola kawasan kepada pengunjung yang datang ke lingkungan tersebut sehingga dapat memberikan inovasi dan menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari, mendidik dan bila memungkinkan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga lingkungan tersebut ataupun mempelajarinya lebih lanjut (Muntasib 2003).

Tujuan interpretasi secara umum menurut Direktorat Jendral perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (Ditjen PHPA) (1988) adalah sebagai berikut:

a. Membantu pengunjung agar kunjungannya lebih menyenangkan dengan cara meningkatkan kesadaran, penghargaan dan pengertian akan kawasan konservasi yang dikunjunginya dengan cara pemanfaatan waktu secara efisien selama kunjungan dan penambahan pengetahuan atau pengertian semaksimal mungkin tentang hubungan timbal balik dari sekian banyak aspek yang diamati.

b. Untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi yang bersangkutan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan penggunaan sumber daya rekreasi bagi pengunjung secara bijaksana dan menanamkan pengertian bahwa kawasan

konservasi yang dikunjungi tersebut adalah tempat yang istimewa sehingga memerlukan perlakuan yang khusus, dan sekaligus menekan serendah- rendahnya pengaruh yang kuat dari manusia terhadap sumber daya alam yang ada.

2.1.2 Unsur-unsur Interpretasi

Ditjen PHPA (1988) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan interpretasi terdapat tiga unsur pokok yang menjadi satu kesatuan hingga interpretasi dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Ketiga unsur tersebut adalah pengunjung, pemandu wisata alam dan obyek interpretasi.

1. Pengunjung

Pengunjung yang berkunjung ke suatu lokasi mempunyai tujuan mencari kegembiraan dan memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Pada umumnya pengunjung ingin melihat keseluruhan potensi dan keistimewaan yang terdapat dalam suatu kawasan, padahal waktu yang dimiliki sangat terbatas. Sehingga dapat dipastikan bahwa keinginan pengunjung selama kunjungan yang singkat tersebut adalah dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melihat, merasakan dan mempelajari keistimewaan-keistimewaan suatu kawasan tersebut.

2. Pemandu wisata alam

Interpretasi merupakan sebuah program yang menggambarkan keseluruhan program secara utuh, biasanya terbagi menjadi bagian-bagian yang diarahkan untuk menjangkau seluruh pengunjung yang bervariasi. Pemandu wisata alam harus dapat menyampaikan sebuah cerita tertentu secara proposional artinya tidak berlebihan tetapi juga bukan asal saja, tentang ekosistem atau peninggalan- peninggalan sejarah/budaya (Muntasib dan Rachmawati 2009).

3. Obyek Interpretasi

Obyek interpretasi adalah segala sesuatu yang ada di dalam kawasan yang dipergunakan sebagai obyek dalam penyelenggaraan interpretasi (Muntasib dan Rachmawati 2003). Obyek interpretasi pada dasarnya sudah tersedia dalam kawasan konservasi alam, hanya saja obyek tersebut seringkali tidak dapat langsung disuguhkan kepada pengunjung, lebih-lebih apabila interpretasi dilaksanakan di dalam suatu ruangan. Ditjen PHPA(1988) menyatakan bahwa obyek interpretasi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu obyek

interpretasi berupa potensi sumberdaya alam dan potensi sejarah ataupun budaya. Obyek interpretasi sumberdaya alam suatu kawasan dapat berupa:

a. Flora b. Fauna

c. Tipe-tipe ekosistem yang khas d. Tanah dan geologi

e. Kawah gunung f. Goa

g. Air terjun h. Danau i. Sungai

j. Perairan pantai, laut, termasuk bawah laut (underwater) k. Pemandangan alam

Obyek interpretasi budaya atau sejarah dapat berupa: a. Batu-batu megalitik

b. Situs-situs dan benda purbakala c. Situs sejarah

d. Bekas pemukiman yang sudah lama ditinggalkan

e. Pemukiman dan perikehidupan penduduk asli, baik yang ada di dalam maupun di sekitar kawasan

f. Sejarah kawasan

g. Legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat.

Veverka (1998) menyatakan bahwa obyek interpretasi terbagi dalam 3 kelompok yaitu:

1. Area biologis yang terdiri dari danau, sungai, tipe habitat, spesies langka, peristiwa-peristiwa musiman (mekarnya bunga liar, migrasi burung, dan lainnya), area demonstrasi potensi/eksisting, area pengelolaan kayu (tipe manajemen).

2. Sumberdaya budaya terdiri dari kabin tua, reruntuhan batuan tua, arena peperangan, tapak peristiwa sejarah dan tapak arkeologi yang sudah tua. 3. Sumberdaya geologis yang terdiri dari batuan yang muncul di

2.1.3 Tipe Interpretasi

Tipe-tipe interpretasi berdasarkan obyek yang diinterpretasikan adalah interpretasi alamiah, historis/budaya, lingkungan hidup dan pendidikan kelestarian.Interpretasi alamiah merupakan interpretasi yang memiliki obyek berupa bentang alam sedangkan interpretasi historis/budaya lebih mengedepankan aspek sejarah dalam kegiatan pariwisata yang akan dihasilkan (Hueneke dan Baker 2009).

2.1.4 JalurInterpretasi

Jalur interpretasi adalah jalur khusus yang terdapat obyek-obyek menarik, yaitu jalur transportasi seperti jalur mobil, sepeda, pejalan kaki dan lain sebagainya. Jalur interpretasi harus memperhatikan urutan rangkaian obyek sehingga memberikan pengertian terhadap obyek tersebut (Muntasib dan Rachmawati 2003). Kriteria jalur interpretasi yang baik menurut Domroese dan Sterling (1999) adalah:

1. Jalur tidak terlalu panjang dan memakan waktu 20 menit sampai dengan 1 jam dengan berjalan kaki termasuk dengan waktu istirahat.

2. Berbentuk lingkaran untuk menghindari pengulangan pemandangan. 3. Memiliki tanda-tanda yang jelas sehingga pengunjung dapat mengikutinya

dengan mudah.

4. Bersih dan tidak terdapat peninggalan sampah atau jejak dari pengunjung sebelumnya.

5. Dibangun dengan meminimalisasi dampak erosi dan mempunyai drainase yang baik.

6. Terpelihara dengan baik, tidak ada pohon tumbang, vandalisme dan kerusakan karena pengaruh iklim.

7. Dirancang dan dikelola untuk meminimalkan dampak ekologi yaitu dengan membiarkan serasah menjadi humus.

Karakteristik jalur yang baik menurut Berkmuller (1981) adalah sebagai berikut: 1. Jalur yang baik diarahkan pada pemandangan yang menakjubkan, dapat

melihat beberapa daya tarik seperti, air terjun, habitat hewan, gua, sungai, pemukiman tua, pohon dan lain sebagainya.

2. Jalur yang baik apabila nyaman dipergunakan,tidak licin, tidak curam, tidak berlumpur dan tidak tergenang air.

3. Jalur yang baik adalah melindungi pengunjung dari ketegangan. Memberikan perhatian secara khusus di beberapa tempat pada jalur dan jangan pernah membuat jalur yang lurus dan jauh.

4. Jalur yang baik juga mampu membuat pengunjung merasa senang, dilengkapi dengan tempat sampah, tanda yang jelas dan petunjuk arah. 5. Jalur yang baik adalah menghindari lokasi yang membahayakan dan rawan

kecelakaan seperti komunitas pohon yang mudah tumbang dan tempat yang dapat mengganggu satwa liar.

2.1.5 Pusat Interpretasi Pengunjung

Gunn (1994) menyatakan bahwa pusat interpretasi pengunjung adalah sebuah fasilitas dan program yang didesain untuk melengkapi pengetahuan dan wawasan pengunjung terhadap sumber-sumber alami maupun budaya sehingga membuat pengalaman wisatawan lebih mengenang dan tidak terlupakan. Pusat interpretasi pengunjung adalah suatu tempat dimana warga dan pengunjung dapat mempelajari tentang sekeliling lingkungan secara spesifik dan mengenali isu keanekaragaman hayati. Pusat interpretasi biasanya berupa bangunan kosong, ruang pameran, dan bentuk lainnya (Domroese dan Sterling 1999).

Domroese dan Sterling (1999) menyatakan bahwa fasilitas pendidikan pusat interpretasi sangat unik karena hal sebagai berikut:

1. Pengunjung termotivasi untuk bekerja secara sukarela. Pusat interpretasi diarahkan melalui kegiatan yang memungkinkan pengunjung untuk mendekati pameran tersebut.

2. Mendapatkan pengalaman belajar yang tidak didapatkan ditempat lain dan pengunjung yang datang di pusat interpretasi pengunjung mendapatkan kepuasan akan mengajak orang lain untuk mengunjungi pusat interpretasi tersebut.

3. Pameran dan program di pusat interpretasi didesain untuk semua kalangan umur. Pengunjung dapat mempelajari dan berinteraksi dalam acara tersebut.

2.1.6 Perencanaan Interpretasi

Nurbaeti (2006) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses yang dan memiliki tahapan-tahapan logis serta berkelanjutan. Perencanaan juga merupakan alat yang dinamis dan harus fleksible pada perubahan-perubahan yang terjadi sehingga terbuka kemungkinan untuk selalu direvisi. Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses, karena memerlukan pertahapan dan selalu berkembang sehingga dapat dikatakan merupakan proses yang dinamis (Muntasib 2003).

Ditjen PHPA (1988) menyatakan bahwa perencanaan interpretasi memiliki pokok-pokok perencanaan. Pokok perencanaan tersebut dimaksudkan dapat memberikan arah dan tujuan bagi suatu kegiatan yang akan dilaksanakan. Perencanaan tersebut bertujuan untuk:

1. Membantu terjaminnya kelestarian alam dengan cara meningkatkan pengertian masyarakat akan konservasi alam.

2. Memberikan alasan yang mendasar bagi alokasi dana yang dibutuhkan untuk interpretasi.

3. Membuat penggunaan sumber daya manusia dan dapat terlaksana secara efisien.

4. Menghindari pembangunan fasilitas yang tidak menentu arah dan pengaturannya sehingga dapat bertentangan dengan kebijaksanaan perlindungan dan pelestarian alam.

Muntasib (2003) menyatakan bahwa agar sebuah perencanaan interpretasi dapat mencapai tujuan dengan baik maka perencanaan tersebut haruslah:

1. Mampu dipergunakan oleh semua orang dalam merencanakan fasilitas interpretasi yang disediakan dengan mengutamakan keselamatan pengunjung.

2. Memiliki fasilitas yang efisien dari segi pelayanan, penggunaan, pembiayaan dan dapat membantu perencanaan interpretasi.

3. Dapat mengungkapkan keindahan dan mampu menyediakan suatu paket yang bervariasi tetapi kompak pada sebuah karakteristik yang ada, indah, peka dan menimbulkan bayangan atau gambaran dari subyek interpretasinya.

4. Perencanaan interpretasi merupakan suatu proses yang fleksibel, efektif dan dinamis.

5. Mampu mengatasi dampak kerusakan dan kerugian sumberdaya alam budaya dan mempergunakan sumberdaya secara optimal.

6. Mempergunakan partisipasi publik dalam hal pendapat umum yang berhubungan dengan perencanaan interpretasi secara keseluruhan, karena berfungsi sebagai kritik dan saran dalam penyusunan perencanaan interpretasi.

Perencanaan interpretasi merupakan strategi dalam implementasi, menyukseskan tujuan pengelolaan interpretasi dan memudahkan pemahaman antara pengunjung dengan sumberdaya alam. Selain itu perencanaan interpretasi memberikan peluang kepada pengunjung baik didalam maupun diluar kawasan wisata (Heriyaningtyas 2009). Perencanaan interpretasi merupakan salah satu bagian dari sebuah studi besar yang meliputi rencana konservasi, penilaian akses, penilaian peninggalan purbakala dan rencana pengembangan pengunjung (Jura Consultans 2006).

Isi pokok perencanaan interpretasi adalah teknik menyampaikan pesan dalam menerangkankebudayaan khusus disuatu tempat (McArthur (2005) diacu dalam Heriyaningtyas 2009). Kandungan isi perencanaan interpretasitersebut adalah:

1. Indikator keberhasilan.

2. Menjelaskan tentang tujuan interpretasi yang mencakup tema dan pesan interpretasi.

3. Mengidentifikasi masyarakat yang berkeinginan menggunakan pelayanan teknik interpretasi.

4. Mendeskripsikan usulan teknik interpretasi secara langsung dan teknik interpretasi secara tidak langsung.

5. Bertindak strategi dalam menjalankan arah perencanaan (mengatur dan menyelesaikan).

2.1.7 Prospektus Perencanaan Interpretasi

Grater (1976) diacu dalam Muntasib (2003) menyatakan bahwa sebelum menyusun perencanaan program interpretasi disusun dulu suatu prokpektus yang

merupakan suatu ringkasan atau suatu studi dasar yang bukan merupakan suatu perencanaan akhir tentang apa yang dipikirkan dan direncanakan oleh interpreter. Prospektus sebagai dasar untuk perkembangan interpretasi. Garis besar prokpektus itu adalah sebagai berikut :

1. Tinjauan umum tentang lokasi yang akan diinterpretasikan, untuk dapat membuat ruang lingkup perencanaannya.

2. Pernyataan tentang ringkasan tujuan dari program interpretasi. 3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi:

a. Lingkungan

1) Cuaca dan iklim 2) Lokasi

3) Letak geografis

4) Sejarah alam (geologi, biologi dan ekologi) 5) Nilai sejarah 6) Nilai arkeologi 7) Nilai-nilai tertentu b. Pengunjung 1) Asal 2) Tingkat ekonomi 3) Latar belakang 4) Pola kunjungan

5) Aktifitas interpretasi, melalui biro perjalanan atau suatu organisasi. 4. Program interpretasi

a. Sekarang (memilih aktifitas dan fasilitas yang teliti) 1) Pusat pengunjung

2) Tempat pemberhentian 3) Tanda-tanda interpretasi

4) Peralatan pelayanan sendiri (self guiding devices) 5) Pelayanan personal

6) Fasilitas audio visual

7) Publikasi untuk pengunjung 8) Perpustakaan

9) Taman koleksi

b. Perencanaan fasilitas dan aktifitas dengan pengembangan terinci. 5. Isi dan Program Perencanaan

a. Pusat pengunjung

1) Catatan tentang apa isinya dan bagaimana membangun sesuai dengan fungsinya

2) Fungsi dari pusat pengunjung tersebut dan berbagai ruangan 3) Tempat pemberhentian

4) Tanda-tanda interpretasi 5) Pelayanan personal 6) Fasilitas audio visual

7) Publikasi untuk publik 8) Perpustakaan

9) Koleksi buku

10) Studi yang mendukung program interpretasi 11) Peningkatan keahlian staf

12) Perkiraan harga untuk rencana program sebagai suatu tindak lanjut dari fasilitas dan aktifitas yang diberikan

13) Peta lokasi secara keseluruhan dengan garis besar fasilitas dan aktifitas yang jelas

Prospektus kawasan akan memberikan gambaran mengenai perkembangan semua program interpretasi untuk seluruh wilayah dan merupakan suatu garis besar. Suatu lokasi yangakan dibuat perencanaan interpretasinya akan memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai tempat rekreasi alam terbuka, sumberdaya hutan, sumberdaya satwa liar dan sebagainya.

Ditjen PHPA (1988) menyatakan bahwa proses perencanaan interpretasiakan selalu didekati dengan empat langkah perencanaan yaitu penentuan arah, perencanaannya sendiri, implementasi dan evaluasi. Proses perencanaan menyangkut rencana kegiatan, rencana satuan interpretasi dan rencana penugasan.

2.1.8 Program Interpretasi

Ditjen PHPA (1988) menyebutkan bahwa program interpretasi merupakan suatu pola pelaksanaan interpretasi yang disusun menurut waktu dan skenario cerita tertentu yang bertujuan menjelaskan mengenai apresiasi terhadap lingkungan dengan nilai-nilai historis dan alam yang penting. Program interpretasi menghubungkan fenomena alam atau budaya suatu taman atau areal sejenis kepada pengunjung dengan menggunakan variasi metode yang luas dalam menerangkan masalah yang utama. Sedangkan menurut Sharpe (1982), program interpretasi adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha interpretasi, termasuk personil, fasilitas, dan semua kegiatan interpretasi di suatu areal kelompok, perorangan atau individu.

2.1.9 Metode Wawancara

Gulo (2007) menyatakan bahwa wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab dalam hubungan tatap muka sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal. Karena itu wawancara tidak hanya menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan.

Metode wawancara purposive sampling digunakan oleh peneliti, apabila peneliti memiliki alasan-alasan khusus tertentu berkenaan dengan sampel yang akan diambil. Sampel yang digunakan dalam penelitian cukup dari satu unit saja karena sifat-sifat yang ada pada unit tersebut sama dengan sifat keseluruhan sampel dalam populasi yang tersebar. Syarat-syarat pengambilan sampel ini bahwa sampel yang diambil memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat yang merupakan sifat pokok populasi (Setyosari 2010).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Luas KHDTK Cikampek adalah 51,10 ha. Secara administratif pemerintahan KHDTK Cikampek berbatasan dengan Desa Cikampek timur, Desa Cikampek Pusaka, Desa Sarimulya dan Desa Kamojing. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari, dan Mei – Juni 2012 yang meliputi kegiatan pengumpulan data lapang, wawancara pengelola dan masyarakat serta analisis data yang telah dikumpulkan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian antara lain alat tulis, kamera digital, tape recorder, Map source, Global mapper 13, ArcGis 9.3, GPS (Global Positioning System), binokuler, buku panduan lapang. Bahan yang digunakan adalah kuesioner, panduan wawancara, literatur, peta kawasan KHDTK Cikampek, buku panduan pengenalan jenis flora dan fauna.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara, dan observasi lapang.

3.3.1 Studi Pustaka

Metode ini digunakan untuk memperoleh data sekunder. Pustaka yang digunakan antara lain buku panduan pengenalan jenis flora dan fauna, literatur, buku pengelolaan KHDTK Cikampek, literatur dan peta kawasan KHDTK Cikampek.

3.3.2 Wawancara

Singarimbun (1979) mengatakan bahwa wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi, dalam proses ini hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi. Faktor-

faktor tersebut adalah pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.

Metode wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang menunjang data penelitian. Kegiatan wawancara dilakukan secara langsung melalui wawancara terpandu dan penyebaran kuesioner kepada responden. Kegiatan wawancara dilakukan kepada pengunjung, masyarakat sekitar kawasan KHDTK Cikampek dan pengelola KHDTK Cikampek.

1. Pengunjung

Kegiatan wawancara dengan pengunjung dilakukan melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan panduan kuesioner. Pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan teknik sampel non random secara kebetulan. Teknik ini dilakukan terhadap orang yang kebetulan ada atau dijumpai. Peneliti dapat mengajukan pertanyaan tentang masalah itu pada orang-orang yang dijumpainya. Pertanyaan bisa dilaksanakan pada waktu dan tempat penyelenggaraan wisata atau di lain waktu dan tempat (Wardiyanta 2006).

Setyosari (2010) menyatakan bahwa untuk menentukan besarnya sampel jika tidak diketahui jumlah populasi di kawasan tersebut maka dapat digunakan formula atau rumus berikut dibawah ini dapat dipakai untuk menentukan besarnya sampel yang memenuhi representasi populasi

N = (z/e)²(p) (1-p)

= (1,96/0,10)²(0,5) (1-0,5)

= 96 responden. Keterangan :

N = Besarnya sampel

z = Skor standar yang berdasarkan tingkat keyakinan tertentu (z = 1,96 (95%)) e = Proporsi kesalahan pengambilan sampel dalam situasi tertentu (0,10)

p = Proporsi estimasi atau peristiwa kasus dalam populasi (p = 0,5 (Tuckman (1988) diacu dalam Setyosari (2010).

2. Masyarakat sekitar KHDTK Cikampek

Kegiatan wawancara dilakukan kepada masyarakat sekitar kawasan KHDTK Cikampek yang dapat memberikan informasi untuk menunjang data penelitian. Masyarakat yang akan diwawancarai ditentukan berdasarkan metode

purposive sampling. Setiawan (2005) menyatakan bahwa metode purposive sampling yakni pemilihan satuan sampling berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang dikendaki. Wawancara ditujukan kepada tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, masyarakat desa dan masyarakat yang terlibat didalam KHDTK Cikampek.

3. Pengelola KHDTK Cikampek

Penentuan pengelola KHDTK Cikampek sebagai responden dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pengelola yang ahli dibidangnya dan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penulisan. Kegiatan wawancara kepada pengelola KHDTK Cikampek dimaksudkan untuk mengetahui rencana pengelolaan, kegiatan interpretasi alam, dan data lainnya baik yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir, sedang dilaksanakan ataupun yang akan direncanakan. Kegiatan wawancara ditujukan kepada Kepala Pusat Litbang Peningkatan Produktifitas Hutan, Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut Penelitian, Sub Bidang Tindak Lanjut Penelitian, Bidang Program dan Evaluasi Penelitian, dan Sub Bidang Program dan Anggaran Penelitian

3.3.3 Observasi Lapang

Observasi lapang dilakukan untuk mengidentifikasi potensi KHDTK Cikampek yang dapat dijadikan sebagai obyek interpretasi. Adapun data-data yang diambil disajikan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data yang akan diambil di lapang

NO Jenis Data Keterangan Cara Pengambilan Data

1 Obyek

Interpretasi

1. Fisik a. Fenomena

alam

Mendeskripsikan fenomena alam yang ada

1. Menyusuri jalur yang menurut informasi dari pengelola

dan literatur yang terdapat fenomena alam menarik

2. Lokasi perjumpaan ditandai dengan titik kordinat GPS

3. Dokumentasi menggunakan kamera digital

b. Topografi Kondisi topografi Survey lapang dan Studi Pustaka

c. Iklim Jenis iklim Survey lapang dan Studi Pustaka

d. Tanah Jenis tanah Survey lapang dan Studi Pustaka

2. Biologi a. Flora Nama lokal, nama ilmiah,

famili, ciri morfologi, kegunaan, lokasi ditemukan dan foto flora

1. Eksplorasi jalur yang menurut informasi dari pengelola

dan literatur memiliki keanekaragaman flora yang menarik sehingga dapat dijadikan obyekinterpretasi

2. Lokasi perjumpaan ditandai dengan titik kordinat GPS

3. Dokumentasi menggunakan kamera digital

b. Fauna Nama lokal, nama ilmiah,

famili, ciri morfologi, status perlindungan, lokasi ditemukan dan foto fauna

1. Menyusuri jalur yang menurut informasi dari pengelola

dan literatur yang diduga sebagai tempat habitat atau

ditemukannya satwa (metode rapid assisment).

Pengamatan dilakukan 3 kali ulangan dalam waktu yang sama. Waktu pengamatan dimulai pada pukul 06.00 WIB sampai 10.00 WIB dan sore hari pada pukul 16.00 WIB sampai 18.00 WIB.

2. Lokasi perjumpaan ditandai dengan titik kordinat GPS

3. Dokumentasi menggunakan kamera digital

Dokumen terkait