• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Rata-rata konsumsi, kecukupan dan tingkat kecukupan energi

dan zat gizi ... 71 2 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan gizi ... 71 3 Gram total protein dan zat besi berdasarkan sumbernya ... 72 4 Rasio perbandingan protein hewani : nabati, Ca : P, dan protein : Ca.. 72 5 Koefisien regresi faktor yang berpengaruh pada tulang lumbal ... 72 6 Koefisien regresi faktor yang berpengaruh pada tulang femur... 72 7 Koefisien regresi faktor yang berpengaruh pada kepadatan tulang

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang yang terjadi secara gradual seiring dengan bertambahnya umur (WHO 1999). Osteoporosis juga didefinisikan sebagai kondisi berkurangnya massa mineral tulang per unit volume tulang. Secara fungsional osteoporosis dicirikan dengan tingkat kerapuhan tinggi sehingga rentan untuk mengalami patah tulang (Bronner 1994). Penyakit ini menyerang nyaris tanpa gejala dan keberadaannya baru disadari setelah terjadinya kondisi osteoporosis lanjut, yaitu adanya perubahan bentuk tulang atau terjadinya patah tulang karena trauma ataupun patah tulang spontan. Oleh karenanya maka osteoporosis dikenal pula sebagai silent disease karena tidak pernah disadari penderitanya (Rachman 2003).

Osteoporosis menjadi suatu permasalahan dunia, karena angka harapan hidup (life expectancy rate) yang meningkat diberbagai negara, sementara angka kematian menurun, sehingga meningkatkan para usia lanjut di dunia. Tahun 2025 nanti diperkirakan jumlah lansia (> 60 tahun) di dunia akan meningkat sampai 1,2 milyar orang dan sekitar 70% jumlahnya diperkirakan berasal dari negara-negara berkembang (Ismail 1999). Sebagai salah satu negara berkembang usia harapan hidup manusia Indonesia meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Kondisi tersebut berdampak terhadap peningkatan jumlah populasi lanjut usia di Indonesia. Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 tercatat lebih dari 14 juta jiwa (BPS 2000). Peningkatan jumlah populasi lanjut usia menimbulkan satu karakteristik tersendiri di antaranya adalah meningkatnya risiko kejadian osteoporosis. Sehingga jelas bahwa meningkatnya usia dan osteoporosis di Indonesia dan di dunia merupakan suatu hal yang pasti terjadi (Rachman 2003).

Di Amerika sekitar 18 juta orang memiliki massa tulang yang rendah, dan hal tersebut membuat mereka rawan terkena osteoporosis. Jika ini terus berlanjut sebanyak 41 juta orang akan mengalami osteoporosis pada tahun 2015 menurut proyeksi National Osteoporosis Foundation di Amerika (NOF 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh NOF di Amerika selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa 1 dari 4 wanita dan 1 dari 8 pria menderita osteoporosis. Pada tahun 1990 di dunia angka kejadian fraktur tulang akibat osteoporosis masih berada di angka 1,7 juta orang ini akan terus meningkat

hingga mencapai 6,3 juta orang di tahun 2050. Diperkirakan bahwa 71% kejadian fraktur tersebut akan terjadi di negara berkembang (WHO 1999).

Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia tidak luput dari ancaman osteoporosis. Hasil analisis data oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan menunjukkan sebesar 19,7 persen penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis dan lima provinsi dengan risiko osteoporosis tertinggi adalah Sumatera Selatan (27.7%), Jawa Tengah (24,02%), Daerah Istimewa Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,8%) dan Jawa Timur (21,4%). Proporsi penduduk wanita yang berisiko lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 21,7 persen berbanding 14,8 persen (Anonim 2003).

Osteoporosis lebih banyak dialami oleh wanita dibandingkan laki-laki. Berbagai literatur menunjukkan bahwa osteoporosis pada wanita berhubungan erat dengan menopause. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena penurunan kepadatan tulang yang sudah dimulai sejak usia 40 tahun diikuti dengan penurunan kadar estrogen sehingga kepadatan tulang turun lebih cepat (Ariani 1998).

Selain terjadinya menopause pada wanita masih terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kepadatan tulang. Faktor individual seperti berat badan, Indeks Massa Tubuh, umur, status menopause dan ras juga merupakan faktor signifikan yang berpengaruh terhadap kepadatan tulang (Felson et al. 1993). Rendahnya kepadatan tulang (osteoporosis dini) juga diperkirakan dapat disebabkan oleh terjadinya hiperparatiroidisme dan hipogonadisme. Konsumsi obat-obatan seperti hormon tiroid, glukokortikoid dan antikonvulsan dapat mempercepat kehilangan massa tulang (Krall & Dawson-Hughes 1998; Reid 2000; Reid et al. 1994).

Faktor gizi turut berperan penting dalam menjaga kesehatan tulang dan memperlambat laju pengeroposan tulang. Zat gizi yang paling banyak dikaji dan diteliti adalah kalsium (Ca) dan vitamin D (Tucker et al. 1999). Akan tetapi kekuatan tulang tidak sepenuhnya ditentukan oleh kecukupan kedua zat gizi tersebut, karena tulang adalah jaringan hidup yang kompleks dan kemungkinan besar kontribusi berbagai zat gizi mikro dan makro turut berperan penting dalam pemeliharaan tulang sehingga mampu memperlambat kejadian osteoporosis (Tucker et al. 2000).

akhir-akhir ini telah banyak dikaji zat gizi selain kalsium dan vitamin D yang diduga turut mempengaruhi kepadatan mineral tulang. Kalium (K), magnesium (Mg),

zat besi (Fe), Fosfor (P), vitamin C, vitamin A, Vitamin B12, seng (Zn), tembaga (Cu),

silikon (Si), natrium (Na), senyawa fitoestrogen (isoflavonoid). Sayuran serta buah- buahan juga diduga memiliki efek positif dalam membantu memelihara kesehatan tulang dan memperlambat laju kecepatan pengeroposan tulang pada wanita pascamenopause (Tucker et al. 1999; Harris et al. 2000; Gartland et al. 2004; Tucker et al. 2002; Hyun et al. 2004; Feskanich et al. 1999; Hegarty et al. 2000; Anderson 1999; New et al. 2000; Setchell & Lydeking-Olsen 2003; Olson 2000; MacDonald et al. 2004).

Penelitian mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan kepadatan mineral tulang merupakan hal yang penting untuk dikaji mengingat akan semakin banyaknya populasi usia lanjut ke depan. Penelitian tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko osteoporosis akan membantu memberikan informasi yang akurat sehingga dapat meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan tulang sejak dini.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji faktor – faktor yang berhubungan dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause.

Tujuan Khusus :

1. Mengkaji keterkaitan antara umur dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause

2. Mengkaji keterkaitan antara status gizi secara antropometri dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause

3. Mengkaji keterkaitan antara riwayat reproduksi yang meliputi umur saat pertama kali menstruasi, umur saat pertama kali melahirkan, jumlah kehamilan, jumlah keguguran, jumlah anak, rata-rata lama menyusui, lama masa subur, umur saat menopause dan status menopause dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause

4. Mengkaji keterkaitan antara gaya hidup yang meliputi kebiasaan olah raga, merokok, konsumsi susu, teh dan kopi dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause

5. Mengkaji keterkaitan antara konsumsi pangan dan intik zat gizi dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause

6. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause

Manfaat Penelitian

Mengingat ke depan populasi kelompok lanjut usia akan terus bertambah maka diharapkan hasil penelitian ini dapat :

1. Memberikan informasi tentang faktor pangan dan nonpangan yang berhubungan dengan kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause, sehingga dapat meningkatkan kepedulian untuk menjaga kesehatan tulang sejak dini.

2. Menjadi masukan untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan antara nilai kepadatan mineral tulang pada wanita pascamenopause dengan konsumsi pangan dan riwayat reproduksi.

3. Menjadi masukan bagi pihak terkait yang membuat kebijakan dalam mempromosikan hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan kualitas kesehatan dan hidup untuk warga senior.

Dokumen terkait