• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman

1. Daftar galur cabai merah yang digunakan ………... 58 2. Penampilan buah dari delapan genotipe cabai yang dievaluasi

pada tahap II ... 59 3. Genotipe cabai yang tahan terhadap ChiVMV berdasarkan hasil

evaluasi respon ketahanan: A. PBC495; B. VC211a-3-1-1-1; C.

CCA321 ………. 60

4. Genotipe ICPN12#4 yang rentan terhadap ChiVMV berdasarkan hasil evaluasi respon ketahanan ... 60 5. Buah dari masing-masing generasi keturunan persilangan

genotype PBC495 dengan ICPN12#4 ... 61 6. Uji normalitas sebaran frekuensi populasi F2 untuk peubah titer

virus ………... 61

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu tanaman ekonomis penting di dunia dan telah dibudidayakan secara meluas (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Kegunaannya yang beragam menjadikan cabai sebagai salah satu komoditas andalan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain dimanfaatkan sebagai bumbu masak pada skala rumah tangga, cabai juga digunakan sebagai bahan campuran dalam berbagai industri pengolahan makanan dan minuman, serta untuk pembuatan obat-obatan dan kosmetik (Duriat 1996a; Suwandi et al. 2002).

Kandungan vitamin A dan C pada buah cabai yang cukup tinggi merupakan nilai tambah dari komoditas ini (Kalloo 1988; Rubatzky dan Yamaguchi 1997; Kusandriani 1996). Rata-rata setiap 100 g buah cabai mengandung 58 kilo kalori, 2.8 g protein, 2.3 g lemak dan 6.6 g karbohidrat, 3 mg kalsium, 18 mg fosfor, 1.3 mg zat besi, 10 000 IU vitamin A dan 16 mg vitamin C (Thai Horticulture 2006).

Sejalan dengan kebutuhan manusia dan teknologi yang semakin berkembang, permintaan akan ketersediaan cabai semakin meningkat. Sayangnya peningkatan ini belum diikuti oleh produktivitas nasional cabai yang masih tergolong rendah. Produktivitas nasional cabai pada tahun 2004 hanya sebesar 6.49 ton/ha dan bahkan mengalami penurunan menjadi 6.39 ton/ha pada tahun 2005 (Deptan 2006). Nilai ini masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi produksi nasional yang dapat mencapai 18 ton/ha (Kusandriani 1996).

Salah satu kendala utama dalam produksi cabai adalah penyakit yang disebabkan oleh virus. Diketahui terdapat sekitar 45 jenis virus yang dapat menyerang tanaman cabai (Duriat 1996b). Salah satu virus yang cukup penting secara ekonomi, yang mengganggu budidaya tanaman cabai adalah chilli veinal mottle virus (ChiVMV).

ChiVMV merupakan satu dari lima virus yang paling sering menyerang cabai di Asia (Yoon 1987, diacu dalam Duriat et al. 1995b). Laporan tahunan AVRDC (2003) menyatakan bahwa ChiVMV adalah virus paling penting yang menyerang cabai di Asia subtropis dan tropis, dimana virus ini terdapat di 10 dari 11 negara yang disurvei.

2 Di Indonesia, keberadaan ChiVMV telah dilaporkan oleh Duriat et al. pada tahun 1989 (Sulyo et al. 1995). Berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan Taufik et al. (2005) pada 11 lokasi survei yang menyebar di Jawa dan Sulawesi Selatan dibuktikan bahwa penyebaran ChiVMV di Indonesia cukup luas. Virus ini selalu ditemukan pada setiap pertanaman cabai yang diamati.

Infeksi ChiVMV pada fase pertumbuhan awal mengurangi ukuran daun yang diikuti dengan distorsi, serta produksi buahnya lebih sedikit dan lebih kecil (Shah dan Khalid 2001). Selain itu, akibat infeksi virus ini telah dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 100% (AVRDC 2003). Ong et al. (1980), diacu dalam Ang (1995) melaporkan bahwa ChiVMV tidak hanya mengurangi keseluruhan hasil, tetapi juga kualitas dari buah cabai.

ChiVMV dapat menimbulkan gejala yang bervariasi pada daun tanaman cabai yang terinfeksi. Gejala pada daun cabai dapat berupa bercak berwarna hijau tua yang tidak beraturan (belang) dan penebalan tulang daun, permukaan daun tidak rata, daun menjadi lebih kecil dan kadang diikuti dengan malformasi daun serta tanaman menjadi kerdil (Siriwong et al. 1995). Keparahan penyakit pada tanaman tergantung pada kultivar dan waktu infeksi (Chiemsombat dan Kittipakorn 1996; CABI 2000).

Penyakit yang disebabkan oleh virus pada umumnya sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : (1) tanaman yang terinfeksi tidak dapat disembuhkan dan dapat menjadi sumber inokulum untuk tanaman disekitarnya; (2) kebanyakan penularan virus di alam terjadi melalui kutu daun dan bersifat non persisten (Palukaitis et al. 1992); (3) virus umumnya memiliki kisaran inang yang luas (Matthews 1991) sehingga target pengendalian menjadi lebih sulit karena penyebaran virus ke seluruh areal pertanaman dapat berlangsung dalam waktu singkat; dan (4) virus umumnya memiliki keragaman genetik yang tinggi yang ditunjukkan oleh banyaknya strain virus tersebut yang dapat menimbulkan gejala atau keparahan penyakit yang berbeda-beda (Palukaitis et al.

1992).

Pengendalian secara konvensional terhadap ChiVMV seringkali tidak efisien, karena penyebarannya yang sangat cepat secara non-persisten melalui kutu daun. Metode pengendalian yang paling praktis dan dapat diharapkan

keberhasilannya adalah dengan menggunakan kultivar tahan (Green dan Kim 1994). Strategi pengendalian penyakit menggunakan kultivar tahan cukup menjanjikan karena murah, aman dan tidak mencemari lingkungan, tidak memerlukan keterampilan khusus bagi petani dan dapat mengendalikan virus kapanpun (Fraser 1992; Duriat 1996b).

Diantara tujuan pemuliaan tanaman cabai di Indonesia adalah perbaikan daya ketahanan cabai terhadap penyakit. Evaluasi ketahanan beberapa kultivar cabai terhadap ChiVMV telah beberapa kali dilakukan, namun informasi tentang pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV pada cabai masih sangat sedikit.

Chew dan Ong (1990), diacu dalam Shah dan Khalid (2001) melaporkan bahwa sepasang gen resesif memberikan ketahanan kepada genotipe-genotipe terhadap infeksi ChiVMV. Menurut Chew (1993), diacu dalam Green dan Kim (1994) ketahanan terhadap ChiVMV dikendalikan oleh sepasang gen resesif (kemungkinan sejumlah gen resisten independen terlibat). Sementara Caranta dan Palloix (1995) melaporkan bahwa ketahanan terhadap ChiVMV berdasarkan pengujian terhadap keturunan F1 double haploid hasil persilangan cabai perennial India dengan “Yolo wonder” dikendalikan oleh dua gen independen, dengan efek dominan yang jelas.

Informasi tentang pewarisan suatu karakter yang meliputi ada tidaknya efek maternal, jumlah gen pengendali, aksi gen dan heritabilitas adalah sangat penting dalam menentukan strategi pemuliaan tanaman selanjutnya agar perbaikan karakter tersebut menjadi lebih efektif. Dengan mengetahui pola pewarisan suatu karakter pada tanaman akan memungkinkan bagi kita untuk mengendalikan pewarisan tanaman dan membentuk tipe baru (Hermiati 2000).

Pada tanaman cabai, ketahanan terhadap ChiVMV dilaporkan telah ditemukan pada galur tertentu spesies C. annuum, C. frustecens dan C. chinensis

(Green dan Kim 1994). Berdasarkan berbagai penelitian diketahui bahwa tingkat ketahanan terhadap ChiVMV antar genotipe cabai tidak sama. Hal ini menunjukkan adanya variabilitas genetik ketahanan terhadap ChiVMV pada cabai.

4 Melalui pesilangan antara genotipe cabai yang berbeda karakter ketahanannya diharapkan mampu memperlihatkan model pewarisannya berdasarkan sebaran fenotipe pada keturunan F2-nya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengevaluasi respon ketahanan beberapa genotipe cabai terhadap infeksi ChiVMV

2. Mengetahui ada tidaknya efek maternal dalam pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV

3. Menduga jumlah dan aksi gen yang mengendalikan karakter ketahanan terhadap ChiVMV

4. Menduga nilai heritabilitas dari karakter ketahanan terhadap ChiVMV

Hipotesis

1. Terdapat respon ketahanan yang berbeda dari genotipe cabai terhadap infeksi ChiVMV

2. Tidak terdapat efek maternal pada pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV

3. Pewarisan karakter ketahanan terhadap ChiVMV pada tanaman cabai dikendalikan oleh sedikit gen dengan aksi gen sederhana (simple genic)

4. Nilai duga heritabilitas karakter ketahanan terhadap ChiVMV ini adalah tinggi.

Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai:

1. Derajat ketahanan beberapa genotipe cabai koleksi yang diuji terhadap infeksi ChiVMV.

2. Peubah yang efektif untuk seleksi ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi ChiVMV

3. Kendali genetik pewarisan karakter ketahanan tanaman cabai terhadap infeksi ChiVMV

Informasi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam menentukan strategi pemuliaan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan kultivar cabai yang tahan terhadap ChiVMV.

TINJAUAN PUSTAKA

Dokumen terkait