• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan materi kegenetikaan untuk studi pola pewarisan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

2. Pembuatan materi kegenetikaan untuk studi pola pewarisan

Persilangan dilakukan secara buatan (Gambar 2) antara tetua yang memiliki karakter tahan terhadap infeksi ChiVMV dengan tetua rentan. Persilangan dilakukan antara pukul 9.00 – 11.00 pagi (saat hari cerah). Bunga tetua betina dipilih yang masih kuncup, tetapi telah mencapai ukuran penuh. Pada fase ini diperkirakan putik sudah matang tetapi kotak sari belum pecah. Emaskulasi dilakukan dengan cara membuka mahkota bunga dan membuang seluruh benang sari secara hati-hati dengan menggunakan pinset kecil agar kotak sari tidak pecah.

Gambar 2. Teknik persilangan buatan pada cabai. A. Bunga betina yang siap diserbuki; B. Kastrasi; C. Emaskulasi; D. Hasil kastrasi dan emaskulasi; E. Bunga jantan siap diambil serbuksarinya; F. Pengambilan serbuksari; G. Hasil pengumpulan serbuksari; H. Pernyerbukan dengan pinset; I. Penyerbukan menggunakan tabung; J. Pemasangan label; K. Isolasi menggunakan isolatif; L. Setelah diisolasi dan dilabel (Sumber: Yunianti 2007)

Setiap kali akan digunakan untuk emaskulasi, pinset terlebih dahulu dicelupkan ke dalam alkohol 70% dan dikeringkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kontaminasi terhadap bunga yang diemaskulasi oleh serbuk sari dari bunga yang diemaskulasi sebelumnya (Greenleaf, 1986).

Bunga yang telah diemaskulasi selanjutnya diserbuki dengan serbuk sari bunga tetua jantan yang diambil dari bunga mekar yang masih segar. Penyerbukan dilakukan segera setelah emaskulasi guna menghindari persilangan yang tidak diinginkan. Bunga yang sudah diserbuki selanjutnya ditutup (diisolasi) selama

25 satu minggu. Bunga tersebut diberi label kecil pada tangkainya, bertuliskan kombinasi persilangan dan tanggal persilangan.

Buah dipanen pada saat telah berwarna merah penuh, yang merupakan tanda buah telah matang. Ekstraksi biji dilakukan dengan membelah buah secara membujur, biji-bijinya dikeluarkan dan dijemur sampai kering. Biji dari buah hasil persilangan (F1, F1R, BC1(P1), dan BC1(P2)) dan hasil silang dalam tanaman F1

diekstraksi secara terpisah untuk masing-masing buah. 3. Studi Pola Pewarisan Ketahanan terhadap ChiVMV

Bahan percobaan yang digunakan adalah satu set populasi hasil persilangan tetua tahan dan tetua rentan ChiVMV yang diseleksi pada tahap sebelumnya. Satu set populasi tersebut terdiri atas tetua tahan (P1), tetua rentan (P2), hasil

persilangan antara tetua tahan dan tetua rentan (F1), hasil persilangan resiproknya

(F1R), silang balik dengan tetua tahan (BC1(P1)), silang balik dengan tetua rentan

(BC1(P2)) dan keturunan kedua hasil persilangan (F2).

Populasi tanaman dalam famili F2 berasal dari satu tanaman F1. Sejumlah

buah F1 diambil secara acak, kemudian benihnya dicampur. Jumlah buah yang

diambil disesuaikan dengan jumlah tanaman minimum yang diperlukan dalam famili F2.

Jumlah tanaman minimum dalam F2 ditentukan berdasarkan perhitungan

populasi minimum yang diperlukan untuk memperoleh paling sedikit satu genotipe yang diinginkan. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya populasi minimum adalah sebagai berikut (Burnham, 1961):

…….(Rumus 3) ) /( ) (Log F Log q n=

dengan n, F dan q berturut-turut adalah jumlah tanaman minimum yang dibutuhkan, taraf kesalahan (α) yaitu 0.05, dan peluang kegagalan mendapatkan genotipe yang diinginkan.

Dengan asumsi bahwa ketahanan terhadap ChiVMV dikendalikan paling banyak oleh tiga gen, maka jumlah tanaman minimum pada populasi F2 adalah

sebagai berikut: 191 00684 . 0 30103 . 1 ) 64 / 63 log( 05 . 0 log = − − = = n

Peubah yang diamati adalah indeks penyakit dan nilai absorban ELISA untuk menduga titer virus.

Pelaksanaan Percobaan 1. Pembibitan

Sebelum disemai, benih terlebih dahulu direndam dalam air panas (50oC) selama satu jam untuk menghilangkan hama dan patogen yang menempel pada kulit biji dan mempercepat perkecambahan. Benih disemai di baki yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang matang (1:1), yang telah disterilisasi, dengan kedalaman lubang 0.5 – 1 cm. Baki kemudian ditutup dengan kain lembab hingga benih berkecambah.

Bibit berumur 3 minggu setelah semai dipindahkan ke polibag berdiameter 40 cm yang berisi 8 kg media steril (campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 berdasarkan volume). Pemeliharaan dilakukan di rumah kaca kedap serangga. Selama pembibitan, kelembaban harus tetap dijaga. Penyiraman dilakukan secukupnya, tidak terlampau basah, sebab dapat mengakibatkan

damping off. Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur dua minggu, melalui penyemprotan pupuk daun Gandasil D (1.5 g/l) bersamaan dengan pencegahan hama dan penyakit, dengan frekuensi seminggu sekali. Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan insektisida Curacron, Supracide, Furadan 3G dan Kelthane, bakterisida Dithane M-45 dan fungisida Antracol dengan dosis sesuai anjuran.

2. Inokulasi

Inokulasi dilakukan secara mekanik (Gambar 3). Inokulum disiapkan dengan cara menggerus daun tanaman yang terinfeksi ChiVMV dalam mortar steril bersama dengan larutan penyangga fosfat 0.01 M, pH 7, dengan perbandingan 1 g daun terinfeksi virus per 5 ml larutan penyangga fosfat (1:5 b/v). Inokulasi dilakukan dengan cara mengoleskan sap tersebut ke permukaan daun tanaman yang akan diuji dengan bola kapas secara hati-hati, segera setelah penggerusan. Inokulasi dilakukan pada dua helai daun termuda yang telah membuka penuh (4 – 5 minggu setelah semai). Sebelum diinokulasi permukaan atas daun ditaburi bubuk karborundum (600 mesh) dengan tujuan untuk membuat

27 pelukaan, agar infeksi virus dapat terjadi pada saat pengolesan. Pengolesan sap dimulai dari bagian pangkal daun ke bagian ujung secara searah, tanpa mengulangi pada daerah yang sama. Segera setelah pengolesan sap dilakukan pembilasan sisa-sisa sap yang masih melekat pada permukaan daun tanaman uji menggunakan air mengalir. Inokulasi diulang satu minggu setelah inokulasi pertama, untuk memastikan seluruh tanaman dapat terinfeksi.

Gambar 3. Teknik inokulasi virus secara mekanis. A. Tanaman cabai yang siap diinokulasi (± umur 4 mss); B. Persiapan inokulum; C. Penaburan bahan abrasive pada permukaan daun yang akan diinokulasi; D dan E. Pengolesan sap inokulum dengan bola kapas; F. Pembilasan sisa-sisa sap setelah inokulasi.

Dalam penelitian ini digunakan isolat ChiVMV asal Cikabayan. Berdasarkan hasil penelitian Taufik (2005) diketahui bahwa isolat ChiVMV asal Cikabayan memiliki virulensi yang lebih baik karena dapat menginfeksi hampir semua galur inang diferensial yang digunakannya. Berdasarkan reaksinya pada inang diferensial, diketahui bahwa isolat ChiVMV asal Cikabayan adalah strain yang berbeda dengan isolat-isolat lainnya. Perbanyakan isolat virus dilakukan dengan cara menularkan virus dari tanaman terinfeksi ke tanaman paprika (C. annuum L) sehat.

3. Pengamatan

Tipe Gejala. Tipe gejala ditunjukkan oleh tekstur warna dan penampilan pada daun termuda yang telah membuka penuh. Tipe gejala infeksi ChiVMV secara umum adalah belang berwarna hijau tua dan pemucatan pada tulang daun, mosaik serta kelainan bentuk pada daun. Belang merupakan bercak-bercak tanpa batas yang jelas. Mosaik adalah bercak-bercak kekuningan yang dibatasi dengan tulang daun. Tipe gejala ini diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan atau kualitasnya untuk kemudian diindeks.

Intensitas Gejala. Intensitas gejala diukur berdasarkan indeks gejala yang diamati pada 5 minggu setelah inokulasi (awal fase generatif). Indeks gejala untuk infeksi ChiVMV pada tanaman cabai ditentukan berdasarkan tipe gejala (Gambar 4) seperti pada Tabel 2. Penghitungan intensitas gejala dilakukan dengan menggunakan rumus 4, dan pengelompokan tanaman berdasarkan tingkat ketahanannya terhadap ChiVMV dilakukan sesuai dengan kriteria Dolores (1996) seperti tertera pada Tabel 3.

Gambar 4. Tipe gejala infeksi ChiVMV: 0. Tidak ada gejala; 1. Belang ringan; 2. Belang dan permukaan daun tidak rata; 3. Belang berat dan atau malformasi daun serta pengkerdilan tanaman (Sumber: koleksi pribadi dan kutipan dari CABI 2000)

Intensitas gejala (I) dihitung dengan rumus:

(

)

% 100 × × × =

V N v n I ... (rumus 4)

29 dengan n adalah jumlah tanaman pada tiap indeks gejala, v = indeks gejala pada tiap tanaman yang diamati, N = jumlah total tanaman yang diamati, dan V = indeks gejala tertinggi, yaitu 3.

Tabel 2. Penentuan indeks gejala pada tanaman cabai yang terinfeksi ChiVMV

Indeks Gejala Gejala

0 1 2 3

tidak ada gejala belang ringan

belang dan permukaan daun tidak rata

belang berat dan atau malformasi daun serta pengkerdilan tanaman

Tabel 3. Penentuan peringkat ketahanan tanaman cabai terhadap ChiVMV Intensitas Serangan

(%)

Hasil ELISA Peringkat Ketahanan *

0 x ≤ 10 10 < x ≤ 20 20 < x ≤ 30 30 < x ≤ 50 x > 50 - + + + + + imun tahan agak tahan agak rentan rentan sangat rentan * Dolores (1996)

Titer Virus. Uji serologi dilakukan dengan DAS-ELISA (Double antibody sandwich- Enzyme-link imunosorbance assay) untuk menduga titer virus pada tanaman (Green 1991). Pengujian dilakukan terhadap daun termuda yang telah berkembang penuh, satu minggu setelah inokulasi terakhir. Deteksi dilakukan dengan DAS-ELISA sesuai petunjuk dari DSMZ-Plant Virus Collection (Braunschweig, Germany). Tahapan uji tersebut adalah Coating, sumuran plat mikrotiter diisi dengan 200μl antiserum ChiVMV yang telah disuspensikan ke dalam bufer coating. Plat mikrotiter diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 – 4 jam. Setelah proses inkubasi selesai, plat mikrotiter dicuci dengan PBST dengan menggunakan botol pencuci, direndam selama beberapa menit dan pencucian

diulangi sebanyak 2 kali, kemudian plat dikeringkan dengan cara mengetuk- ngetuk dengan arah terbalik di atas kertas tissue. Selanjutnya plat mikrotiter diisi dengan 200μl sap tanaman yang akan diuji yang telah diekstraksi pada bufer ekstraksi, masing-masing sampel dimasukkan pada dua sumuran (duplo), kemudian diinkubasikan pada suhu 4oC selama satu malam. Plat mikrotiter kemudian dicuci lagi dengan PBST dengan cara seperti sebelumnya, sebanyak 3 kali. Selanjutnya plat mikrotiter diisi dengan 200μl konjugat antivirus di dalam bufer konjugat ke dalam tiap sumuran, dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 4 jam. Setelah inkubasi, plat mikrotiter dicuci lagi dengan PBST dengan cara seperti sebelumnya, sebanyak 3 kali. Tahap akhir, plat mikrotiter yang telah dicuci diisi dengan PNP sebanyak 200μl/sumuran dan diinkubasikan selama 30 – 60 menit pada suhu ruang, atau selama yang diperlukan untuk dapat melihat reaksi perubahan warna yang jelas. Perubahan warna pada larutan dalam plat mikrotiter menunjukkan sampel tanaman yang diuji positif terinfeksi dengan ChiVMV. Untuk mengkuantifikasi hasil digunakan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Analisis titer virus dilakukan secara kualitatif berdasarkan pengelompokan nisbah nilai absorban sampel terhadap kontrol negatif (Tabel 4). Tabel 4. Penentuan skor titer virus berdasarkan nisbah nilai absorban dari sampel

tanaman cabai yang diinokulasi oleh ChiVMV

Skor Kategori nisbah nilai absorban sampel (χ) 1 χ≤1 kali nilai absorban kontrol negatif

2 1 kali nilai absorban kontrol negatif <χ≤ 2 kali nilai absorban kontrol negatif

3 2 kali nilai absorban kontrol negatif <χ≤ 3 kali nilai absorban kontrol negatif

4 χ>3 kali nilai absorban kontrol negatif

Kejadian Penyakit. Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman yang menunjukkan reaksi ELISA positif dalam suatu populasi tanaman tertentu pada 14 HSI, dihitung dengan rumus (Sinaga 2003):

% 100 ) / (n N x KP= …….. (rumus 5)

31 Analisis Data

Dokumen terkait