• Tidak ada hasil yang ditemukan

Absari UD. 2007. Perencanaan produksi pangan berdasarkan daya dukung lahan wilayah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk di Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Amadona Novia. 2003. Keragaan ketahanan pangan kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat tahun 1999-2001 [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Ariani M. 2004. Analisis perkembangan konsumsi pangan dan gizi. Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

_______. 2005. Diversifikasi pangan di Indonesia: antara harapan dan kenyataan. Bogor:Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Atmarita, Fallah TS.2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat.Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. [BBKP] Badan Bimas Ketahanan Pangan. 2001. Rencana Strategis dan Program

Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan 2001-2004. Jakarta: Departemen Pertanian RI.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI

____________________________________________________. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.

Baliwati YF, Roosita K. 2004 Sistem Pangan dan Gizi. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM,editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Berg A. 1986. Gizi dalam Pembangunan Nasional. Zahara DM, penerjemah Jakarta: C.V. Rajawali. Terjemahan dari: The Nutrition Factor, It’s Role in National Development.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2008. Peta Akses Pangan Pedesaan. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.

___________________________. 2010. Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2010-2014. Jakarta: Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi- provinsi di Indonesia Menurut Penggunaannya 2000-2004. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

________________________. 2007. Peta Kepadatan Penduduk di Indonesia Tingkat Provinsi. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. ________________________. 2009. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2004-2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Braun JV, et al. 1993. Urban Food Insecurity and Malnutrition in Developing Countries, Trends, Policies, and Research Implications. Wahington DC: International Food Policy Research Institute.

[DKP-Deptan] Dewan Ketahanan Pangan-Departemen Pertanian. 2006. Penyusunan Neraca Bahan Makanan Indonesia. Jakarta:Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.

___________________________________________________________. 2008. Draft 2: Indonesia Tahan Pangan 2015. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.

___________________________________________________________. 2009. Peta Kerentanan terhadap Kerawanan Pangan. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian.

Fitria. 2003. Perbandingan pengukuran ketahanan pangan rumah tangga miskin dengan metode kuantitatif dan kualitatif di daerah perkotaan [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gerster M, Bentaya. 2005. Instruments For The Assessment And Analysis Of The Food And Nutrition Security Situation At Macro Level. Di dalam: Klaus Klennert editor.Achieving food and nutrition security. Jerman: Capacity Building International.

Hardinsyah. 2000. Arah pembangunan tanaman pangan dan hortikultura menuju ketahanan pangan. DI dalam: Prosiding diskusi pakar arah pembangunan tanaman pangan dan hortikultura. Bogor: Kerjasama Fakultas Pertanian, IPB dengan Ditjen tanaman pangan dan hortikultura, Deptan.

Hardinsyah, Briawan D, Retnaningsing, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis kebutuhan konsumsi pangan. Bogor: Pusat studi Kebijakan Pangan (PSKPG) IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan.

Hardinsyah. 2007. Review faktor determinan keragaman konsumsi pangan. Jurnal Gizi dan Pangan 2(2): 55-74.

Harniati. 2008. Program sektor pertanian yang berorientasi penanggulangan kemiskinan: pengalaman proyek pembinaan peningkatan pendapatan petani-nelayan kecil (P4K) sebagai sebuah model penanggulangan kemiskinan di perdesaan. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional:

Meningkatkan Peran Sektor Pertanian dalam Penanggulangan Kemiskinan. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Departemen Pertanian. Hlm 52-67.

Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik.Jakarta: PT Bumi Aksara.

Jelliffe PB, Jelliffe EFP. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press.

Kurnia R. 2005. Penentuan daya dukung lingkungan pesisir. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains Program Pascasarjana/ S3 Institut Pertanian Bogor, 3 Juni.

Madanijah S. 2004. Ketahanan Pangan. Di dalam: Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar pangan dan gizi. Jakarta: Penebar Swadaya, Hlm 69-77.

Marwati D. 2001.Strategi ketahanan pangan, ketersediaan dan pola konsumsi pangan keluarga buruh tani dan buruh pabrik di desa kebon dalem, Kota Cilegon [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mauludyani ARP. 2008. Elastisitas permintaan pangan strategis berdasar analisis data SUSENAS 2005 dan implikasinya terhadap konsumsi dan upaya perbaikan konsumsi pangan masyarakat Indonesia [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Maxwell S, TS Frankenberger. 1992. Household Food Security: Concepts, Indicators, Measurement. A Technical Review. New York: United Nations Children‟s Fund; Rome: International Fund for Agricultural Development. Nurhamidah. 2006. Analisis potensi produksi pangan berdasarkan pola konsumsi

pangan harapan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rachman HPS, M Ariani. 2008. Penganekaragaman konsumsi pangan di

Indonesia: permasalahan dan implikasi untuk kebijakan dan program. Analisis Kebijakan Pertanian 6 (2): 140-154.

Ratna DT. 2005. Pendapatan orang tua pada murid TK Hj. Isriati dan TK Satria Tama Kota Semarang [skripsi]. Semarang: Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Riadi S. 2007. Analisis situasi penyediaan pangan dan strategi untuk memantapkan ketahanan pangan kabupaten Kotabaru di era otonomi daerah [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Riley F, N Mock, B Cogill, L Bailey, and E Kenefick. 1999. Food Security

Food Aid Programs. Washington, D.C.: Food and Nutrition Technical Assistance Project, Academy for Educational Development.

Riyadi H. 1996. Prinsip dan petunjuk penilaian status gizi.Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Saliem HP, Ariani M, Marisa T dan Purwantini TB. 2002. Analisis

KerawananPangan Wilayah Dalam Perspektif Desentralisasi Pembangunan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.Bogor.

Simanjuntak D. 2006.Pemanfaatan komoditas non beras dalam diversifikasi pangan sumber kalori.Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 4(1):45-54. Subejo. 2009. Potensi sumber daya dan ancaman global pembangunan

pertanian di Indonesia. Makalah pendamping dalam Seminar Nasional dalam rangka Lustrum ke-2 Magister Manajemen Agribisnis (MMA) Universitas Gadjah Mada, 2 Mei.

Suhardjo.1989. Perkembangan Situasi Konsumsi Pangan dan Gizi di Indonesia.Makalah disampaikan pada seminar Upaya Perbaikan Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat, 2 Desember 1989. Bogor.

Suhardjo. 1998. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Sulistiyowati TB. 2005. Cadangan dan keragaman konsumsi pangan rumah tangga di Kabupaten Trenggalek [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suryana A. 2001. Tantangan dan kebijakan ketahanan pangan. Di dalam:Hardinsyah, A Rahardjo, D Martianto, MN Andrestian editor. Pemberdayaan masyarakat untuk mencapai ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi. Jakarta: Pusat Studi Kebijakan pangan dan Gizi, Agrindo Aneka Consult.

Suryana A. 2004. Ketahanan pangan di Indonesia. Di dalam: Ketahanan pangan dan gizi di era otonomi daerah dan globalisasi. WNPG (hal.39-51). Jakarta: LIPI.

Tola T, Balla PT, Ibrahim B. 2007.Analisis daya dukung dan produktivitas lahan tanaman pangan di Kecamatan Batang Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan.Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 7 (1): 13-22.

Ulfani D H. 2010. Faktor-faktor sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan masalah gizi underweight, stunted, dan wasted di Indonesia [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

RINGKASAN

SUCI APRIANI. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat di Beberapa Wilayah Perdesaan dan Perkotaan: Studi Ekologi. Dibimbing oleh YAYUK F. BALIWATI

Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang dituangkan dalam Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 mengenai pangan. Salah satu aspek dalam ketahanan pangan adalah konsumsi pangan. Menurut Suryana (2004), pemenuhan kebutuhan pangan baik dari segi jumlah, mutu, gizi dan keamanannya dalam konteks ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia berkualitas untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran global. Konsumsi pangan sumber karbohidrat memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi karena separuh dari energi yang dikonsumsi berasal dari pangan sumber karbohidrat.Jika permasalahan dalam pemenuhan konsumsi pangan tidak diatasi, maka dapat berdampak pada terjadi kurang gizi dan penurunan kualitas kehidupan.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor ekologi yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di beberapa wilayah perdesaan dan perkotaan. Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: (1) Mengetahui konsumsi pangan sumber karbohidrat di wilayah perdesaan dan perkotaan;(2) Mengetahui karakteristik fisik (ketersediaan pangan, kepadatan penduduk, dan daya dukung lahan) diwilayah perdesaan dan perkotaan;(3) Mengetahui karakteristik sosial ekonomi (tingkat kemiskinan, PDRB/kapita dan tingkat pendidikan) di wilayah perdesaan dan perkotaan;(4) Menganalisis hubungan Karakteristik fisik dan sosial ekonomi dengan konsumsi pangan sumber karbohidrat di wilayah perdesaan dan perkotaan;(5) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di wilayah perdesaan dan perkotaan.

Penelitian ini didesain menggunakan desain cross sectional study.Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yang bersumber dari data riset kesehatan dasar tahun 2007 dan data BPS. Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu 1) tersedia data konsumsi, 2) tersedia data PDRB/kapita, 3) tersedia data tingkat kemiskinan, 4) tersedia data tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun ke atas, dan 5) mewakili karakteristik perdesaan dan perkotaan. Semua data tersebut terdapat dalam kurun waktu 2007. Berdasarkan kriteria tersebut, diambil 31 contoh untuk daerah perkotaan dan 31 contoh untuk daerah perdesaan. Sehingga jumlah contoh keseluruhan adalah 62 kabupaten.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yang terdiri atas: ketersediaan pangan, kepadatan penduduk, daya dukung lahan, tingkat kemiskinan, PDRB/kapita wilayah, dan tingkat pendidikan. Variabel tak bebas adalah konsumsi pangan sumber karbohidrat. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan Microsoft excel 2007 for windows dan SPSS 16.0 for Windows dengan menngunakan uji beda Independent Sample T-test, korelasi pearson,dan analisis regresi linier berganda dengan metode stepwise.

Berdasarkan uji beda independent sample t-test, variabel yang berbeda nyata di perdesaan dan perkotaan adalah konsumsi beras (p<0,05), konsumsi serealia (p<0,05) konsumsi ubi jalar (p<0,05), konsumsi umbi-umbian (p<0,05), kepadatan penduduk (p<0,01), tingkat kemiskinan (p<0,05), dan tingkat

pendidikan (p<0,05). Konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan maupun di perkotaan lebih didominasi oleh beras.Kecukupan konsumsi pangan sumber karbohidrat total di perdesaan adalah 1118 kkal/kap/hari dan di perkotaan adalah 961 kkal/kap/hari.

Ketersediaan pangan sumber karbohidrat di perdesaan dan perkotaan juga didominasi oleh beras.Kecukupan ketersediaan pangan sumber karbohidrat total di perdesaan adalah 2185 kkal/kap/hari dan di perkotaan adalah 1934 kkal/kap/hari.Kepadatan penduduk di perkotaan lebih tinggi daripada di perdesaan yaitu 1144 jiwa/km2 dibandingkan di perdesaan yaitu 249 jiwa/km2. Daya dukung lahan di perdesaan lebih rendah daripada di perkotaan yaitu 6,62 orang/ha. Sementara itu daya dukung lahan di perkotaan meskipun lebih tinggi daripada di perdesaan yaitu 7,16 orang/ha namun angka tersebut telah dilampaui oleh kepadatan penduduknya.Tingkat kemiskinan dan tingkat pendidikan rendah di perdesaan lebih tinggi dari pada di perkotaan yaitu 21% dan72% sedangkan di perkotaan yaitu 17% dan 64%. PDRB/kapita di perdesaan adalah Rp 7,373,000.00 dimana nilai tersebut lebih rendah daripada di perkotaan yaitu Rp 10,913,000.00

Berdasarkan hasil korelasi pearson, faktor yang berhubungan dengan konsumsi beras di perdesaan adalah ketersediaan(r=0,474, p<0,01), daya dukung lahan(r=0,403, p<0,05) dan tingkat pendidikan (r=0,443, p<0,05). Faktor yang berhubungan dengan konsumsi beras di perkotaan adalah ketersediaan (r=0,581, p<0,01) dan tingkat kemiskinan (r=0,412, p<0,05). Pada konsumsi jagung, faktor yang berhubungan dengan konsumsi jagung di perdesaan adalah ketersediaan (r=0,556, p<0,01), daya dukung lahan (r=0,535, p<0,01), tingkat kemiskinan (r=0,627, p<0,01) dan PDRB/kapita (r=-0,552, p<0,01). Sementara itu di perkotaan, konsumsi jagung berhubungan dengan ketersediaan (r=0,607, p<0,01) dan PDRB/kapita (r=-0,394, p<0,05). Konsumsi ubi kayu di perdesaan berhubungan dengan faktor ketersediaan (r=0,484, p<0,01), kepadatan penduduk (r=-0,541, p<0,01), tingkat kemiskinan (r=0,377, p<0,05) dan PDRB/kapita (r=-0,387, p<0,05). Di perkotaan, konsumsi ubi kayu berhubungan dengan kepadatan penduduk (r=-0,323, p<0,05). Konsumsi ubi jalar di perdesaan berhubungan dengan kepadatan penduduk (r=-0,403, p<0,05), daya dukung lahan (r=0,467, p<0,05) dan PDRB/kapita (r=-0,427,p<0,05. Konsumsi ubi jalar di perkotaan berhubungan dengan tingkat kemiskinan (r=-0,426, p<0,05)) dan PDRB/kapita (r=0,413, p<0,05). Konsumsi pangan sumber karbohidrat total di perdesaan berhubungan dengan ketersediaan(r=0,485, p<0,01), PDRB/kapita (r=0,384, p<0,05) dan tingkat pendidikan (r=0,435, p<0,05). Di perkotaan, konsumsi pangan sumber karbohidrat total berhubungan dengan ketersediaan (r=0,360, p<0,05).

Berdasarkan uji regresi linier, faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi beras di perdesaan (RSquare=0,291) adalah ketersediaan dan konsumsi beras di perkotaan dipengaruhi oleh ketersediaan dan tingkat kemiskinan (RSquare=0,330). Konsumsi jagung di perdesaan dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan (RSquare=0,393) dan di perkotaan dipengaruhi oleh ketersediaan (RSquare=0,368). Konsumsi ubi kayu baik di perdesaan (RSquare=0,277) maupun di perkotaan (RSquare=0,176) keduanya dipengaruhi oleh kepadatan penduduk. Konsumsi ubi jalar di perdesaan dipengaruhi oleh daya dukung lahan dan PDRB/kapita (RSquare=0,345) serta di perkotaan dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan (RSquare=0,182). Sementara itu, konsumsi pangan sumber karbohidrat total baik di perdesaan maupun perkotaan dipengaruhi oleh ketersediaan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang dituangkan dalam Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 mengenai pangan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pemerintah berkewajiban untuk menciptakan iklim yang kondusif sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangannya dan mampu menjangkau pangan secara cukup (DKP 2006).

Sebagaimana kita ketahui, sasaran pertama Millenium Development Goals (MDGs) adalah bahwa pada tahun 2015 diharapkan angka kemiskinan dan kelaparan tinggal separuh dari kondisi tahun 1990. Dua dari lima indikator penjabaran tujuan pertama MDGs adalah: (1) berkurangnya prevalensi kurang gizi pada anak BALITA (indikator keempat), dan (2) berkurangnya jumlah penduduk defisit energi atau kelaparan (indikator kelima). Hal itu mengandung makna bahwa ketahanan pangan merupakan simpul strategis pencapaian sasaran MDGs.

Pencapaian ketahanan pangan dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator ketahanan pangan terdiri dari dua kelompok yaitu indikator proses yang menggambarkan situasi pangan (ketersediaan dan akses pangan) dan indikator dampak yang terdiri dari dampak secara langsung (konsumsi dan frekuensi pangan) dan dampak secara tidak langsung (penyimpanan pangan dan status gizi) (Maxwell dan Frankerberger 1992).

Menurut Suryana (2004), pemenuhan kebutuhan pangan baik dari segi jumlah, mutu, gizi dan keamanannya dalam konteks ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembentukan sumberdaya manusia berkualitas untuk meningkatkan daya saing bangsa Indonesia di tataran global. DKP (2006) lebih lanjut menyatakan bahwa salah satu indikator ketahanan pangan adalah terjaminnya konsumsi pangan, sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan serta preferensinya. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, disebutkan bahwa 40,6% penduduk Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan energi minimal (< 70% kecukupan AKG 2004). Hal tersebut menunjukkan adanya resiko terjadinya rawan pangan di Indonesia.

Berdasarkan kecukupan pola pangan harapan (PPH), kecukupan energi yang diperoleh dari pangan sumber karbohidrat adalah 50 % untuk kelompok

serealia dan 6 % untuk kelompok umbi-umbian. Hal tersebut menunjukkan posisi penting pangan sumber karbohidrat dalam kecukupan energi penduduk. Selain itu, berdasarkan Susenas 2005, 43,61% kecukupan protein penduduk Indonesia berasal dari beras. Karena itu, ketidakcukupan pangan sumber karbohidrat bisa menjadi peringatan kewaspadaan pangan paling dini.

Menurut Hasil penelitian Mauludyani (2008), konsumsi beras nasional pada tahun 2005 berdasarkan data Susenas telah memenuhi 46,56 % dari susunan menu makan penduduk. Sementara itu konsumsi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar berturut-turut 1,23%, 1,88%, dan 0,66%. Dari data yang sama,diketahui pula konsumsi pangan sumber karbohidrat di wilayah perdesaan lebih besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan meskipun keduanya didominasi oleh konsumsi beras. Konsumsi beras, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar di perdesaan berturut-turut sebesar 50,8%, 1,87%, 2,50%,0,9% sedangkan di perkotaan berturut-turut sebesar 41,03%, 0,205%, 0,93%, 0,208%.

Penelitian terkait keragaan konsumsi menunjukkan bahwa keragaan konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan ciri- ciri demografis,aspek sosial, ekonomi serta potensi sumber daya alam setempat. Dalam pasal 2 UU no.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Pembentukkan daerah berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial- politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Dalam pasal 2 UU no.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah disebutkan pengertian kotayaitu wilayah administrasi yang memiliki kegiatan ekonomi bukan pertanian sehingga kegiatan pengelolaan sumber daya alam bukan menjadi kegiatan utama karena kurang tersediaanya sumber daya alam yang dikelola. Sementara kabupaten memiliki ketersediaan sumber daya alam yang lebih banyak untuk dikelola sehingga wilayah ini dapat diteliti untuk mengetahui hubungan ketersediaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam serta faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam. Begitu beragamnya karakteristik kabupaten karena di dalamnya juga terdapat pembagian kawasan yaitu kawasan perkotaan maupun perdesaan. Pengertian kawasan perkotaan menurut UU no.22 tahun 1999 adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Sedangkan kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Jelliffe dan Jelliffe (1989) menyatakan bahwa jumlah dari variasi makanan dan zat gizi yang dikonsumsi setiap orang yang berbeda menurut kelompok umur akan bergantung pada banyak hal, antara lain kondisi lingkungan seperti iklim, tipe tanah, pengelolaan pertanian, cara penyimpanan pangan, transportasi dan penjualan. Selain itu, dapat pula berkaitan dengan perbedaan kondisi politik dan budaya, termasuk tingkat ekonomi umum, kebijakan pemerintah yang berkonsentrasi pada pemerataan distribusi sumber daya (uang dan lahan produktif), banyaknya populasi, tingkat pendidikan, dan perubahan populasi seperti terjadinya urbanisasi dan adanya arus pengungsian.

Menurut Soehardjo (1998) diacu dalam Fitria (2003) bahwa penyediaan pangan yang cukup tidak menjamin tidak terjadinya masalah rawan pangan. Apabila penyediaan pangan mencukupi, maka faktor yang menjadi determinan terhadap muncul atau tidaknya rawan pangan adalah pendapatan dan daya beli. Akses terhadap pangan secara ekonomi dapat terganggu bila daya beli atau pendapatan riil masyarakat rendah. Oleh sebab itu dapat saja tetap terjadi kelaparan dan kekurangan pangan walaupun pangan yang tersedia mencukupi. Hal ini disebabkan masyarakat tidak mampu membeli/menukarkan daya yang dimiliki untuk mendapatkan pangan.

Jika konsumsi pangan tidak tercukupi, khususnya pangan karbohidrat yang merupakan sumber energi maka akan rentan terjadi rawan pangan yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, perlu dianalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan konsumsi pangan di berbagai karakteristik wilayah (perdesaan dan perkotaan) dengan pendekatan variabel ekologi berdasarkan Jelliffe dan Jelliffe (1989) sehingga permasalahan yang ada dapat diatasi secara tepat.

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor ekologi yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di beberapa wilayah perdesaan dan perkotaan.

Adapun tujuan khususnya antara lain:

1. Mengetahui konsumsi pangan sumber karbohidrat pada komoditas beras, jagung, ubi kayu dan ubi jalar di wilayah perdesaan dan perkotaan. 2. Mengetahui karakteristik fisik (ketersediaan pangan dari produksi,

kepadatan penduduk, dan daya dukung lahan) di wilayah perdesaan dan perkotaan.

3. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi (tingkat kemiskinan, PDRB/kapita dan tingkat pendidikan) di wilayah perdesaan dan perkotaan.

4. Menganalisis hubungan karakteristik fisik dan sosial ekonomi dengan konsumsi pangan sumber karbohidrat di wilayah perdesaan dan perkotaan.

5. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di wilayah perdesaan dan perkotaan.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan positif antara ketersediaan pangan, daya dukung lahan, tingkat kemiskinan dan tingkat pendidikan dengan konsumsi pangan sumber karbohidrat

2. Terdapat hubungan negatif antara kepadatan penduduk dan PDRB/kapita dengan konsumsi pangan sumber karbohidrat.

3. Konsumsi pangan sumber karbohidrat di perdesaan lebih tinggi daripada di perkotaan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini akan memberikan data atau informasi mengenai faktor- faktor ekologi yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan sumber karbohidrat di beberapa wilayah perdesaan dan perkotaan. Informasi ini mampu memberikan gambaran tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat serta kondisi fisik wilayah sebagai variabel ekologi yang dapat berkontribusi dalam penentuan kebijakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat yang berkelanjutan.

Dokumen terkait