• Tidak ada hasil yang ditemukan

Affandi B. 1997. Masalah Kesehatan pada Menopause. Ed ke-1. Pokja endokrinologi reproduksi. POGI/PERMI. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Aitoman M. 2011. pengaruh pemberian makanan cair yang diperkaya dengan

tempe terhadap respons glukosa darah penyandang diabetes melitus di RSCM Jakarta. [Tesis]. Program Pascasrjana IPB. Bogor.

Albertazzi P, Pansini F, Bonaccorsi G, Zanotti L, Forini E, De Aloysio D. 1998. The effect of dietary soy supplementation on hot flushes. Obstet Gynecol. 91 (1):6-11

Amway 2010. Sains Sebenar Penemuan. http://www.amway2u.com/miniweb/cre Anderson JJ, Ambrose WW, Garner SC. 1995. Orally dosed genistein from soy

and prevention of cancellous bone loss in two ovariectomized rat models. J.Nutr. 25: 789-799S.

Arjmandi BH, Alekel L, Hollis BW, Amin D, Stacewicz M, Guo P, Kukreca SC, 1996. Dietary soybean protein prevent bone loss in an ovariectomized rat model of osteoporosis. J Nutr.126: 161-167.

Badawy SZA, Frankel LB. 1999. The pathophysiology of perimenopause. Di dalam: Badawy SZA, ed. Clinical Management of the Perimenopause. Ed ke-1. London, Arnorld: 1-10.

Baker DEJ, Lindsey JR, Weisborth SH. 1980. The labaratory rat. Vol II. Research applicatiaons. Academic Press Inc. London.

Barus T. 2008. Peran komunitas bakteri dalam pembentukan rasa pahit pada tempe: analisis mikrobiologi dan terminal restriction fragment length polymorphism (T-RFLP). [Disertasi]. Program Pascasrjana IPB. Bogor. Barz WH, Papendorf GB, Rehms H. 1993. Characterization of glycohidrolases,

phosphatases, and isoflavone metabolism in tempe forming Rhizopus Strains. Disampaikan pada Second Asia Symposium on Non-Salted Soybean Fermentation. Jakarta.

Baziad A. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta: Penerbit Sagung Seto. Binkley SA. 1995. Endocrinology. New York: Harper Collins College Publisher. Bitto A, Burnett BP, Polito F, Marini H, Levy RM, Armbruster MA, LMinutoli

L, Stefano VD, Irrera N, Antoci S, Granese R, Squadrito F and Altavilla D. 2008. Effects of genistein aglycone in osteoporotic, ovariectomized rats: a comparison with alendronate, raloxifene and oestradiol. Br J Pharmacol. 155(6): 896–905.

Brandenberger AW, Tee MK, Lee JY, Chao V, Jaffe RB. 1997. Tissue distribution of estrogen receptors alpha (ER-alpha) and beta (ER-beta) mRNA in the midgestational human fetus. J Clin Endocrinol Metab 82: 3509–3512.

Brincat MP. 2000. Hormone replacement therapy and the skin. Maturitas. 35:107–17.

Brzezinski A, Adlercreutz H, Shaoul R, Rosier A, Shmueli A, Tanos V, Schenker JG. 1997. Short-term effects of phytoestrogen-rich diet on postmenopausal women. Menopause. 4:89-94.

Lampiran 1 Prosedur Pengukuran Bobot Badan dan Bobot Uterus

Bobot badan badan tikus ditimbang menggunakan alat timbangan khusus untuk tikus percobaan (Triple Beam Balance, OHAUS). Bobot uterus tikus ditimbang menggunakan timbangan analitis (Sartorius 2432).

Lampiran 2 Prosedur Penentuan Kadar Hormon Progesteron

Pada fase diestrus, masing-masing tikus diambil darahnya secara intrakardial sebanyak kurang lebih 1 mL. Darah dikoleksi pada tabung penampung, selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit sehingga didapatkan serum yang kemudian digunakan untuk penentuan kadar progesteron.

Konsentrasi progesteron dalam serum diukur dengan metode Radioimmunoassay (RIA) dengan teknik fase padat menggunakan kit progesteron coat-a-count yang berisi progesteron berlabel 125I. Seri larutan standar A, B, C, D, E, F, dan G berturut-turut berisi progesteron dengan konsentrasi 0, 0.1, 0.5, 2, 10, 20, dan 40 ng/mL yang diperoleh dari Diagnostic Product Corporation (Los Angeles, CA).

Tabung untuk Non Spesific Binding (NSB) dan Total Count (T) diberi label dan masing-masing dibuat duplo. Sebanyak 14 tabung diberi label masing- masing A (MB), B, C, D, E, F dan G (duplo). Dengan menggunakan mikropipet 100 µL larutan standar konsentrasi 0, 0.1, 0.5, 2, 10, 20, dan 40 ng/mL dipipet hingga ke dasar tabung. Pada tabung NSB dimasukkan juga 100 µ L larutan standar A. Tabung-tabung lainnya diisi sampel masing-masing sebanyak 100 µ L. Ke dalam tiap tabung ditambahkan 1 mL progesteron berlabel kemudian divorteks. Keseluruhan campuran itu diinkubasikan selama 3 jam dalam keadaan temperatur kamar. Sisa cairan yang ada dalam tiap tabung dituang dan tabung dibiarkan kering selama 3 menit. Radioaktivitas yang terikat pada tabung dicacah dengan menggunakan Automatic Gamma Counter selama 1 menit. Pencacahan dilakukan di laboratorium Balitnak Ciawi Bogor. Persen radioaktivitas yang terikat dihitung dengan membagi CPM sampel maupun standar dengan CPM standar A (MB). Persamaan kurva standar dihitung dengan persamaan regresi linear persen radioaktivitas yang terikat sebagai Y dan log konsentrasi standar

sebagai X. Konsentrasi estrogen sampel dihitung dengan memasukkan nilai persen radioaktivitas terikat sampel ke persamaan kurva standar.

Lampiran 3 Prosedur Penentuan Kadar Kolagen

Penentuan kadar kolagen dilakukan sesuai dengan yang dilakukan oleh Manalu dan Sumaryadi (1998). Pengukuran kadar kolagen dilakukan setelah uterus, kulit, dan tulang yang sudah dikeringkan dan dihaluskan diekstraksi dengan cara menimbang seberat 25 mg ke dalam tabung reaksi dan menambahkan sebanyak 5 mL HCl 6 N pada setiap sampel. Semua tabung diletakkan pada penangas air 130oC selama 3 jam (air mendidih ± 5 jam) sampai larutan homogen kuning muda. Jika terjadi penguapan selama pemanasan ditambahkan lagi HCl 6 N sebanyak 5 mL. Isinya dituangkan dan dibaca pada pH 6-7 (seragam) dengan menambahkan NaOH 2 N jika keasaman atau HCl 6 N jika kebasaan, dan tetap menghitung pelarutannya. Selanjutnya, tabung reaksi disiapkan kemudian dilabel untuk blanko, standar, dan sampel yang masing-masing dibuat duplo. Masing- masing tabung diisi reagen sehingga akan berwarna kuning, setelah itu pada setiap tabung ditambahkan 1 mL Chloramin- T dan dikocok (vorteks). Larutan dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar. Setiap tabung ditambahkan 1 mL PCA, kemudian dikocok dan divorteks dan dibiarkan selama 5 menit. Setiap tabung ditambahkan 1 mL p-dimetilaminobenzaldehide dan dikocok kemudian diletakkan pada penangas air 60oC selama 20 menit. Larutan didinginkan pada kran air mengalir (tabung direndam dalam wadah berisi air dingin) selama 5 menit. Absorbans larutan dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 557 nm, yang dilakukan dalam waktu 1 jam.

Lampiran 4 Prosedur Penentuan Kadar DNA

Ekstraksi DNA menggunakan kit komersial, yaitu DNA Mini Kit Tissue, dan prosedurnya mengikuti instruksi perusahaan Geneaid (PT Genetika Science Indonesia). Pengukuran kadar DNA dilakukan setelah uterus, kulit, dan tulang dikeringkan dan dihaluskan. Sebanyak 10 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung microcentrifuge ukuran 1,5 mL dan menambahkan sebanyak 200 μL GT Buffer pada setiap sampel kemudian diaduk dengan menggunakan Micropestle.

divorteks. Larutan diinkubasi selama 20 menit pada suhu 60°C. Setiap tabung

ditambahkan 200 μL etanol absolut, kemudian dikocok (vorteks) selama 10 detik.

Larutan tersebut dimasukkan ke dalam Collection Tube ukuran 2 mL melalui GD Column, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Larutan dituang melalui GD Column ke dalam Collection Tube ukuran 2 mL yang baru. Setiap tabung ditambahkan 100 μL W1 Buffer ke dalam GD Column, selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 2 menit dan dituang melalui GD Column ke dalam Collection Tube ukuran 2 mL. Setiap tabung

ditambahkan 600 μL Wash Buffer (etanol) ke dalam GD column, kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 2 menit dan dituang melalui GD Column ke dalam Collection Tube ukuran 2 mL. Selanjutnya larutan tersebut disentrifugasi kembali dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit. Larutan dimasukkan ke dalam tabung microcentrifuge ukuran 1,5 mL melalui GD Column, selanjutnya ditambahkan 100 μL Elution Buffer yang sebelumnya telah diovenkan pada suhu 60°C dan dibiarkan selama 5 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 2 menit. Absorbans larutan dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 280 nm.

Lampiran 5 Prosedur Penentuan Kadar RNA

Penentuan kadar RNA dilakukan sesuai dengan yang dilakukan oleh Manalu dan Sumaryadi (1998). Pengukuran kadar RNA dilakukan setelah uterus, kulit, dan tulang yang sudah dikeringkan dan dihaluskan diekstraksi dengan cara menimbang seberat 25 mg dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 3 mL KOH 1 N ditambahkan pada setiap tabung reaksi dan diletakkan pada penangas air 37oC selama 5 jam. Kemudian ditempatkan dalam wadah berisi es dan ditambahkan 300 mikroliter HCl 6 N. Pada wadah yang sama, ke dalam tabung reaksi ditambahkan TCA 5% atau PCA 10% sehingga terbentuk larutan putih keruh dan disentrifuge dengan kecepatan 1800 rpm selama 10 menit. Supernatan dituangkan dan disimpan dalam tabung 15 mL. Endapan yang diperoleh diesktraksi ulang dengan 5 ml TCA 5%, kemudian disentrifus dengan kecepatan 1800 rpm selama 15 menit. Hasil supernatan diekstraksi ulang kemudian diencerkan sampai volume 15 mL dengan TCA 5%. Ekstraksi dan

reaksi pewarnaan harus dilakukan pada hari yang sama. Kemudian tabung reaksi dilabel dan disiapkan untuk blanko, standar, dan sampel masing-masing dibuat duplo. Selanjutnya masing-masing tabung diisi reagen seperti yang disajikan pada Tabel A. Semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan pada penangas air mendidih selama 30 menit dan diusahakan pemanasan merata untuk setiap tabung sehingga larutan akan berwarna hijau. Absorbans larutan dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 670 nm.

Tabel A Pemberian label tabung reaksi untuk blanko, standar, dan sampel pada pewarnaan dan pengujian kadar RNA

Tabung FeCl3 0.1% Orcinol Vol.akhir

Blanko 3 mL HCl 6N 3 mL TCA 5% Standar a 3 mL standar 2000 3 mL 0.3 mL 6.3 mL Standar b 3 mL standar 1000 3 mL 0.3 mL 6.3 mL . . Standar h 3 mL standar 0 3 mL 0.3 mL 6.3 mL Sampel 1 3 mL sampel-1 3 mL 0.3 mL 6.3 mL Sampel 2 3 mL sampel-2 3 mL 0.3 mL 6.3 mL . . Sampel n 3 mL sampel-n 3 mL 0.3 mL 6.3 mL

Lampiran 6 Prosedur Penentuan Kadar Kalsium dan Fosfor

Prosedur preparasi sampel untuk analisis mineral kalsium dan fosfor tulang dengan menggunakan Wet Ashing (Reitz et al. 1960). Cara kerjanya:

1. Ditimbang ± 1 g sampel tulang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer ukuran 125 mL/100 mL

2. Ditambahkan 5 ml HNO3 (p) didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam.

3. Dipanaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam).

5. Ditambahkan 0.4 mL H2SO4 (p), lalu dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1 jam.

6. Ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4: HNO3 (2:1). Sampel masih tetap di atas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari cokelat menjadi kuning tua, kemudian menjadi kuning muda (biasanya ± 1 jam)

7. Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit

8. Sampel dipindahkan, didinginkan, dan ditambahkan 2 mL aquades dan 0.6 mL HCl (p).

9. Dipanaskan kembali agar sampel larut (±15 menit) kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL.

10.Apabila ada endapan disaring dengan glass wool

11.Hasil pengabuan basa dianalisis dengan menggunakan AAS (untuk analisis mineral kalsium) atau spektrofotometer (untuk analisis mineral fosfor pada panjang gelombang 660 nm). Tapi sebelumnya dipreparasi dulu dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia untuk menghilangkan ion-ion pengganggu (Cl3La.7H2O).

Analisis Mineral Kalsium Serum

1. Dibuat larutan standar untuk : Ca : 2,4 dan 6 ppm

2. Ke dalam tabung reaksi dipipet 0,25 mL serum dan menambahkan 0,05 mL Cl3La.7H2O

3. Ditambahkan aquadest sampai volume larutan 5 mL 4. Disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit

5. Dibaca konsentrasi pada AAS (Spektrofotometer Serapan Atom).

Analisis Kadar Fosfor

Analisis mineral fosfor dengan menggunakan spektrofotometer (Taussky & Shorr 1953).

Preparasi Larutan:

Larutan B ((NH4)6Mo7O24.4H2O 10%=ammonium molibdat 10%)

- 10 g ammonium molibdat ditambah 60 mL aquadest

- Ditambahkan 28 mL H2SO4 pekat secara bertahap

- Dibuat larutan sampai 100 mL dengan menambah aquadest

- Didinginkan larutan tersebut dalam suhu kamar Larutan C (dibuat sesaat sebelum analisis)

- 10 mL larutan B + 60 mL aquadest + 5 g FeSO4.7H2O

- Dibuat larutan sampai 100 mL dengan menambah aquadest Larutan standar untuk P

- Larutkan 4.394 g KH2PO4 dalam aquadest sampai 1000 mL (untuk mendapatkan konsentrasi P=1000 ppm)

Perhitungan: BM KH2PO4=136.09 BA: P = 30.9738 136.09/30.9738 X 1000 mg X 1000 mL/1000 mL = 4.394 g KH2PO4

Larutan pengikat anion-anion pengganggu (Cl3La.7H2O) :

- Larutkan 6.6838 g Cl3La.7H2O dalam aquadest sampai 25 mL

- Larutan Cl3La.7H2O berfungsi mengikat anion-anion pengganggu seperti anion sulfat (SO4) dan fosfat (PO4).

Perhitungan :

BM Cl3La.7H2O=371.38 BA: La = 138.91 371.38/138.91 X 100 g X 25 ml/1000 mL = 6.6838 Cl3La.7H2O (Konsentrasi La dalam larutan = 100.000 ppm).

Prosedur Kerja:

1. Dibuat konsentrasi larutan standar P = 2, 3, 4, dan 5 ppm dalam 5 mL sehingga diperlukan :

 2 ppm = 2 ppm/25 ppm X 5 mL = 0.4 mL KH2PO4

 3 ppm = 3 ppm/25 ppm X 5 mL = 0.6 mL KH2PO4

 4 ppm = 4 ppm/25 ppm X 5 mL = 0.8 mL KH2PO4

 5 ppm = 5 ppm/25 ppm X 5 mL = 1.0 mL KH2PO4

2. Masing-masing volume tersebut ditambah 2 mL larutan C dan aquadest sampai volume akhir 5 mL.

3. Filtrat sampel dipipet ke dalam tabung (ukuran volume sampel yang dipipet bergantung pada kadar P dalam sampel. Oleh karena itu, sebelumnya dilakukan pemipetan berbagai volume, dan ditetapkan apabila warna sampel ada di dalam range warna standar), kemudian di tambah 2 mL larutan C.

4. Dibaca segera (5 menit-2 jam) pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

Analisis Mineral Fosfor Serum

1. Ditambahkan 1 mL aquadest dalam 0,2 mL serum, kemudian ditambahkan larutan A.

2. Larutan dikocok dengan vorteks, kemudian disentrifuge 2500 rpm selama 10 menit.

3. Filtrat larutan dipipet 3 mL ke dalam tabung, kemudian ditambahkan larutan C.

4. Dibaca segera (5 menit-2 jam) pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

Lampiran 7 Prosedur Pengukuran Kadar Abu

Pengukuran kadar abu (AOAC 1990) dilakukan dengan cara mencuci bersih cawan porselen dengan air kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 1 jam, selanjutnya didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan menimbang bobotnya (X). Sebanyak 3 g tulang yang sudah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam porselen (Y). Cawan beserta isinya dipijarkan di atas nyala bunsen sampai tidak berasap lagi. Kemudian cawan ini dimasukkan ke dalam tanur listrik untuk dibakar atau diabukan pada suhu 400-800ºC. Sesudah abu menjadi putih, seluruhnya diangkat dan didinginkan dengan cara memasukannya ke dalam dessikator. Setelah 1 jam cawan ditimbang kembali dengan bobot (Z) Penentuan kadar mineral atau abu dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar abu/mineral = Y (Z-X) x 100%

Lampiran 8 Prosedur Penentuan Densitas dan Massa Tulang Tibia-fibula Tikus Prosedur penentuan densitas dan massa atau bobot tulang tibia-fibula tikus dilakukan dengan mengikuti metode Arjmandi et al. (1996). Tulang tibia-fibula sebelah kiri dipisahkan dari jaringan lunak menggunakan gunting kecil, jepitan, dan cotton gauze. Sebelum pengukuran densitas tulang tibia-fibula, sumsum tulang dibuang terlebih dahulu. Volume dan densitas tulang diukur dengan memasukkan setiap tulang ke dalam syringe (ukuran 5 mL untuk tulang tibia- fibula) yang tidak tertutup yang berisi air bebas ion yang telah diletakkan pada eksikator (ruang vakum) hingga bebas gelembung udara. Tulang dalam syringe tersebut kemudian dimasukkan ke dalam eksikator kembali untuk memastikan bahwa air yang terperangkap sudah terdifusi keluar tulang. Setelah pengukuran volume, tulang-tulang tersebut dipindahkan dari syringe dan dikeringkan dalam kertas tisu, kemudian ditimbang. Densitas tulang dihitung dalam g/mL volume tulang.

Lampiran 9. Prosedur Pengujian Kekuatan Tulang

Prosedur pengujian kekuatan tulang merupakan adopsi dari metode uji kekuatan tekan glulam yang dilakukan oleh Bahtiar (2008) dan uji kekuatan tekan kayu (Mardikanto et al. 2011). Tulang tibia sebelah kiri dipisahkan dari jaringan lunak menggunakan gunting kecil, kemudian dipotong dengan ukuran 15 mm dan dirapikan kedua ujungnya. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu tulang diukur diameter dalam dan diameter luar kedua ujungnya dengan menggunakan kaliper digital, kemudian tulang tersebut diletakkan pada alat Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. Pengujian kekuatan tulang pada penelitian ini menggunakan uji kekuatan tekan dengan analisis tipe pembebanan tekan, yaitu tekan tegak lurus, seperti gambar di bawah ini:

Gambar 12 Pengujian tekan tegak lurus tulang Rumus pengujian kekuatan tulang:

Fc = Ket:

Fc = Kekuatan tulang dalam menahan beban (kg/cm2 ) P = beban (kg)

A = Luas Permukaan (cm2 )

Lampiran 10. Prosedur Penentuan Fase Diestrus

Setelah selesai masa perlakuan tikus dibedah pada fase diestrus dengan cara melakukan ulas vagina. Preparat ulas vagina selanjutnya difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit, dicuci dengan air mengalir setelah itu dikeringkan. Setelah kering, preparat diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x10. Penentuan fase siklus estrus dari hasil ulas vagina dilakukan berdasarkan keberadaan sel-sel epitel vagina (Gambar 13) dan jumlah kualitatif sel-sel epitel vagina seperti yang tertulis pada Tabel 26.

P A

Gambar 13 Gambaran ulas vagina tikus putih galur Sprague-Dawley dengan pembesaran 40x10. a = proestrus, b = estrus, c = metestrus, d = diestrus.

Tabel 26 Perbandingan jenis sel pada preparat ulas vagina

Fase siklus estrus Ulasan vagina

Proestrus

Sel epitel berinti ± 75%

Sel kornifikasi (sel tanduk) ± 25% Estrus

Sel kornifikasi ± 75%

Sel pavement (menumpuk) ± 25% Metestrus

Sel pavement 100% Sel pavement dan leukosit Diestrus

Leukosit 100%

Leukosit dan sel berinti mulai muncul

Sumber : Baker et al. (1980) Sel epitel berinti Sel kornifikasi

Leukosit Sel pavement

a b

Lampiran 11. Prosedur Pembuatan Tempe

Proses pembuatan tempe pada penelitian ini dilakukan dengan mengikuti tahapan sebagai berikut: pembersihan biji kedelai kering, pencucian dan perendaman, perebusan (100°C, 30 menit), perendaman dengan air rebusan (22 jam), pengupasan kulit, penirisan dan pendinginan, peragian (2 g/kg kedelai), pembungkusan dan inkubasi (suhu 31°C, RH 78-85%, 24 jam), selanjutnya diperoleh tempe.

Lampiran 12. Prosedur Pembuatan Ekstrak Tempe

Tempe terlebih dahulu dipotong kecil, kemudian digiling hingga menjadi bubuk. Bubuk tersebut dilarutkan dengan pelarut etanol 70% dengan perbandingan 1:5. Setelah ditambahkan etanol, kemudian dihomogenkan selama dua jam dengan menggunakan stirrer elektrik, lalu didiamkan selama 24 jam lalu disaring sehingga diperoleh filtrat. Filtrat tersebut diuapkan dengan rotavapor pada suhu 40ºC selama 2 hari sampai kental, kemudian cairan kental tersebut dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer) sehingga terbentuk serbuk ekstrak tempe.

Lampiran 13. Prosedur Analisis Kandungan Bioaktif Isoflavon dan Komposisi Zat Gizi Ekstrak Tempe

Pengujian analisis kadar isoflavon ekstrak tempe berdasarkan metode yang dilakukan Pawiroharsono (1995), yaitu dengan metode kromatografi cairan tingkat tinggi / HPLC (High Performance Liquid Cromatography). Adapun prosedurnya sebagai berikut: serbuk ekstrak tempe dikeringkan oven dengan suhu 40ºC selama 6 jam. Selanjutnya diekstrak dengan metanol absolut menggunakan labu pemisah. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali dengan metanol absolut masing-masing 50 mL. Ekstrak yang diperoleh ditampung dalam gelas ukur dan diinkubasi pada suhu 40°C selama 24 jam, kemudian cairan ekstrak tersebut dikeringkan dengan pengering beku (freeze dryer) sampai kering. Ekstrak yang telah kering dilarutkan dalam 25 mL asam asetat 30% dalam asetonitril, selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 20 menit dengan tujuan untuk mendapatkan filtrat yang bening dan memisahkan endapan yang

terbentuk. Filtrat yang jernih disaring dengan Milipore, lalu diinjeksikan ke HPLC.

Pemurnian Isoflavon

Filtrat yang terbentuk diambil 1.5 mL dan dimurnikan dalam kolom kromatografi volume 12 mL yang berisi MN-Poliamida CC6 dengan ukuran partikel 0.05-0.16 mm. Sebelum filtrat dituangkan ke dalam kolom, MN- Poliamida CC6 direndam semalam dalam kromatografi dengan larutan metanol 25%. Elusi dalam kolom dilakukan secara bertahap dengan metanol 25%, 50%, 70%, masing-masing 50 mL. Eluen yang didapat dari elusi metanol 70% (fraksi 70%) ditampung dan dikeringkan dengan rotavapor pada suhu 40°C sampai kering. Residu (endapan kering yang diperoleh) dilarutkan dalam 1 mL metanol absolut dan disentrifuse pada 4000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan endapan yang ada, kemudian disaring. Filtrat yang bening siap untuk dianalisis dengan menggunakan HPLC.

Identifikasi Isoflavon

Analisis kuantitatif dilakukan dengan kromatografi cairan tekanan tinggi (HPLC). HPLC yang digunakan berada pada kondisi sebagai berikut:

Kondisi Alat

Kolom : Li-Chrosorb RP-18 (250 x 4mm x 5 µ m) Eluen : Asam Asetat 30% (Pel A) Asetonitril (Pel B)

Detektor : UV 261 Kec. Alir : 1 mL/menit Suhu : 35 0C

Analisis terhadap komposisi zat gizi ekstrak tempe adalah kadar air, serat kasar, dan kadar abu dengan menggunakan metode Gravimetri, kadar lemak (Metode soxhlet), kadar protein (Metode Kjeldahl), karbohidrat (by difference), kadar Fe, Ca dan P (Metode AAS), total karoten (Spektrofotometer), vitamin B1, dan B12 (HPLC).

Lampiran 14. Hasil Analisis Kadar Isoflavon Ekstrak Tempe dan Tempe Segar Komponen Genistein (mg/100g bk) Daidzein (mg/100g bk) Total Isoflavon Genistein + Daidzein (mg/100g bk) Ekstrak Tempe 239,82 1,92 241,74 Tempe Segar 27,95 39,37 67,32 bk = bobot kering.

Lampiran 15. Hasil AnalisisKandungan Rata-rata Zat Gizi Ekstrak Tempe

Nutrien Kadar Zat Gizi Ekstrak

Tempe Serat kasar (%) 0,10 Kadar abu (%) 0,56 Lemak (%) 0,98 Protein (%) 3,32 Karbohidrat (%) 0,75 Fe (mg/100g) 2,06 Ca (mg/100g) 205,48 P (mg/100g) 226,61

Total karoten (cfu/g) 0,685

Vitamin B12 ( mcg/100g) 1,94

Lampiran 16. Perbandingan luas permukaan tubuh hewan percobaan untuk konversi dosis (Laurence dn Bacharah 1964)*

20 g mencit 200 g tikus 400 g marmut 1,5 kg kelinci 2,0 kg kucing 4,0 kg kera 12,0 g anjing 70,0 kg manusia 20 g mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9 200 g tikus 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0 400 g marmut 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5 1,5 kg kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2 2,0 kg kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,4 13,0 4,0 kg kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1 12,0 g anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1 70,0 kg manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0 *

)Laurence DR, Bacharah AL. 1964. Evaluation of Drug Activities Pharmacometrics. Volume 1.

Academic Press. London and New York. Hlm 61.

Perhitungan:

- 1 kg tempe menghasilkan 20 g ekstrak tempe

- 100 g (bobot kering = bk) ekstrak tempe mengandung total isoflavon aglikon (genistein + daidzein): 241,74 mg.

- 300 mg ekstrak tempe mengandung 0,72522 mg isoflavon aglikon

Konversi ke manusia:

- Dosis ekstrak tempe yang digunakan pada tikus = 300 mg/hari /200 g BB

- Berdasarkan faktor konversi dari tikus (bobot badan 200 g) ke manusia (bobot badan 70 kg) adalah 56 (tabel di atas), maka dosis manusia (70 kg) adalah: 300 x 56 = 16800 mg (16,8 g) ekstrak tempe

- Konsumsi ekstrak tempe untuk manusia = 16,8 g ekstrak tempe / hari /70 kg BB

Dokumen terkait