• Tidak ada hasil yang ditemukan

Safrida1, Nastiti Kusumorini2, Wasmen Manalu2, Hera Maheshwari2 1

Mahasiswa Program Doktor Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana, IPB, 2Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, IPB.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ekstrak tempe dalam perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi pascamenopause; dan membandingkan produk alami dari ekstrak tempe dengan produk hormon yang sudah dipasarkan (genistein, etinilestradiol, dan somatotropin). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan tujuh kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Kelompok perlakuan tersebut ialah 1) K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, 2) P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, 3) TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200g BB, 4) GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, 5EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol (estrogen sintetik) sebanyak 9x10-3 mg/hari/200g BB, 6) SO=Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil/somatotropin 0 mg/hari/kg BB, 7) BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB. Parameter yang diamati ialah bobot badan, kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar air uterus, dan kadar RNA uterus, kadar kolagen kulit, kadar air, dan kadar RNA kulit, kadar kalsium dan fosfor serum, kadar kalsium dan fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kolagen tulang, kadar air tulang, dan kadar RNA tulang, panjang, bobot, densitas tulang dan kekuatan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe pada tikus ovariektomi sebagai hewan model pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen uterus dan peningkatan aktivitas sintesis sel uterus. Ekstrak tempe dapat meningkatkan kualitas kulit tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit. Pemberian ekstrak tempe memberikan efek positif pada kualitas tulang tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium tulang, fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kolagen tulang, kadar RNA tulang, berat tulang, densitas tulang, dan kekuatan tulang. Pemberian ekstrak tempe selama dua bulan pada tikus pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus, terbukti mempunyai efek antipenuaan pada kulit, serta dapat meningkatkan kualitas tulang.

The Role of Tempeh Extract for Improving Postmenopausal Conditions Using Rats as Animal Models

Safrida1, Nastiti Kusumorini2, Wasmen Manalu2, Hera Maheshwari2 1

Student of Doctoral Programme Majoring in Physiology and Pharmacology, School of Graduate, Bogor Agricultural University, 2Majoring in Physiology and

Pharmacology, Bogor Agricultural University.

ABSTRACT

This study was designed to determine the potential of tempeh extract in improving the quality of uterus, skin, and bone in postmenopausal conditions, and compare the natural product of tempeh extract to commercial hormone products (genistein, ethinylestradiol, and somatotropin). Experimental design used was Completely Randomized Design (CRD) consisted of 9 experimental groups, each consisted of 3 rats i.e.,1) K = postmenopausal rats as a negative control, 2) P = postmenopausal rats given oral distilled water as placebo, 3) TEM = postmenopausal rats given tempeh extract 300 mg/day/200 g body weight, 4) GEN = postmenopausal rats given genistein 0.25 mg/day/kg body weight, 5) EST = postmenopausal rats given ethinylestradiol 9x10-3 mg/day/200 g body weight, 6) SO = postmenopausal rats injected with sesame oil day/kg body weight, 7) BST = postmenopausal rats injected with somatotropin 9 mg/day/kg body weight. The parameters observed were body weight, serum progesterone concentrations, the uterine collagen concentrations, uterine water concentrations, and uterine RNA concentrations, the skin collagen concentrations, skin water concentrations, and skin RNA concentrations, the bone and serum calcium and phosphorus concentrations, bone ash concentrations, bone collagen concentrations, bone water concentrations, bone RNA concentrations, bone length, bone weight, bone density, and bone strength. The results showed that the supplementation of tempeh extract in ovariectomized rats as an animal model of postmenopausal condition could improve the quality of uterus as indicated by the increased levels of uterine collagen and its synthetic activity (RNA concentrations). Tempeh extracts supplementation could improve skin quality in postmenopausal rats as characterized by the increased levels of skin collagen and skin RNA concentrations. Supplementation of tempeh extract had a positive effect on bone quality in postmenopausal rats as characterized by the elevated calcium concentrations, phosphorus concentrations, ash concentrations, collagen concentrations, RNA concentrations, bone weight, bone density, and bone strength. Supplementation of tempeh extract for two months in postmenopausal rats could improve the qualities of uterus and bone and showed anti-aging effects on the skin.

PENDAHULUAN

Usia harapan hidup di dunia dan Indonesia terus meningkat. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan bahwa abad ke-21 sebagai Era of Population Ageing (era penduduk menua). Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia. Abad ke-21 ini merupakan abad lansia karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Karena itu, lansia perlu mendapatkan perhatian dalam pembangunan nasional (Syauqi 2011).

Saat wanita memasuki usia pascamenopause, terjadi penurunan fungsi organ reproduksi sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan penurunan fungsi beberapa organ tubuh, di antaranya uterus, kulit, dan tulang. Menurunnya konsentrasi estrogen dalam darah menyebabkan tidak terjadi penebalan endometrium sehingga uterus mengecil dan bobotnya menurun (Binkley 1999). Pada wanita pascamenopause, kulit menjadi kering (Sator et al. 2004), elastisitas menurun (Henry et al. 1997; Sumino et al. 2004), serta produksi kolagen menurun. Atropi kolagen merupakan faktor utama yang menyebabkan penuaan kulit(Datau dan Wibowo 2005).

Penurunan kadar estrogen dan progesteron dapat menyebabkan penurunan massa tulang dan gangguan metabolik pada tulang yang dikenal sebagai osteoporosis. Selain disebabkan oleh defisiensi estrogen, osteoporosis juga disebabkan oleh defisiensi kalsium (Ca) dan vitamin D, yang semuanya itu akan memperberat keadaan osteoporosis (Winarsi 2005). Osteoporosis sering disebut silent disease karena tidak memiliki gejala atau tanda-tanda sampai patah tulang terjadi. Patah tulang yang berhubungan dengan keropos tulang dapat menyebabkan kualitas hidup berkurang, bahkan kematian (Pollycove dan Simon 2012).

Saat ini, ada tiga pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi proses penuaan, yaitu terapi sulih hormon, penanggulangan obesitas, dan terapi sel punca. Secara medis, ada beberapa obat sintetik yang dipakai sebagai terapi sulih hormon. Namun, dalam praktiknya, obat tersebut tidak efisien karena harus dikonsumsi seumur hidup. Selain itu, pengobatan hormonal sintetik memiliki

banyak kelemahan, misalnya meningkatkan risiko kanker payudara, karsinoma endometrium, perdarahan pervagina, tromboflebitis, dan tromboemboli (Nguyent et al. 1995, Genant et al. 1998). Pemberian kombinasi estrogen dan progestin diketahui dapat menurunkan risiko patah tulang pinggul hingga 34%, namun dapat meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar 29%, stroke sebesar 41%, dan kanker payudara sebesar 26% (Cosman 2009). Untuk mengatasi adanya kemungkinan terjadinya risiko yang tidak menguntungkan pada terapi preparat hormonal sintetis dalam jangka panjang, saat ini penelitian lebih diarahkan pada penggunaan bahan alami.

Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang digemari masyarakat, dan mempunyai kandungan fitoestrogen (estrogen nabati) yang tinggi. Hal ini menjadi dasar pemikiran penggunaan ekstrak tempe sebagai bahan alami yang dapat memperbaiki kualitas uterus, kulit dan tulang untuk mengatasi penyakit penuaan pada kondisi pascamenopause.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk (1) mengetahui peran ekstrak tempe dalam perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi pascamenopause; (2), membandingkan produk alami dari ekstrak tempe dengan produk hormon yang sudah dipasarkan (genistein, etinilestradiol, dan somatotropin).

Mencermati hal tersebut, ekstrak tempe mengandung fitoestrogen yang mempunyai harapan untuk dijadikan sebagai salah satu obat oral dalam terapi sulih hormon sebagai pengganti hormon estrogen yang relatif aman yang bermanfaat sebagai antiaging, terutama dalam peningkatan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada saat memasuki pascamenopause.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari Mei 2011-April 2012. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat, yaitu pembuatan tempe kedelai (Lampiran 11) di pabrik tempe Desa Ciherang Bogor, pembuatan ekstrak tempe (Lampiran 12) di BALITTRO, analisis kandungan isoflavon dan komposisi zat gizi ekstrak tempe

di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Pertanian Bogor (Lampiran 13), pemeliharaan dan ovariektomi tikus di kandang hewan percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis hormon, kadar kolagen, kadar RNA, dan kadar air di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis kadar abu, kalsium, dan fosfor pada tulang dan serum di laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan pengujian kekuatan tulang di Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih betina (Rattus norvegicus) yang berasal dari galur Sprague-Dawley berumur dua belas bulan. Tempe yang digunakan dibuat di pabrik tempe dengan menggunakan kedelai varietas americana, ragi tempe mengandung inokulum Rhizopus oryzae yang diproduksi oleh PT Aneka Fermentasi Indonesia Bandung (BPOM RI MD 262628001051), pelet dari PT. Japis Comfeed Indonesia (kandungan pellet berupa protein kasar 18.0-20%, lemak kasar min 40%, serat kasar max 7.0%, kalsium max 2.0%, phosfor max 2.0%, abu max 13%, air max 10%), ekstrak tempe, genistein, lynoral, somatotropin, sesame oil, kit Progesteron, BNF, serta bahan pengujian kolagen, RNA, kalsium dan fosfor. Alat yang digunakan adalah timbangan, sentrifuge, Automatic Gamma Counter, spektofotometer, eksikator, tanur listrik, AAS dan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron.

Metode Penelitian

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini ialah 21 ekor tikus betina strain Sprague Dawley. Tikus-tikus percobaan tersebut ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup yang terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam. Pakan yang diberikan adalah bentuk pelet dan air minum disediakan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembap, ventilasi yang cukup serta penyinaran yang cukup dengan lama terang 14 jam dan lama gelap 10 jam. Masing-masing tikus ditempatkan dalam kandang individu. Tindakan ovariektomi dilakukan oleh dokter hewan. Tikus betina umur 12 bulan setelah diovariektomi,

kemudian diadaptasikan dan dipelihara di lingkungan kandang percobaan selama 3 bulan pascaovariektomi.

Tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi tersebut dibagi ke dalam 7 (tujuh) kelompok perlakuan, yang masing-masing terdiri atas tiga ekor, yaitu 1) K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, 2) P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, 3) TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200g BB, 4) GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, 5) EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol (estrogen sintetik) sebanyak 9x10-3 mg/hari/200g BB, 6) SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil/somatotropin 0 mg/hari/kg BB, 7) BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB. Semua kelompok tikus diberikan perlakuan selama 2 bulan. Ekstrak tempe, genistein, dan etinilestradiol diberikan secara oral (pencekokan) sebanyak sehari sekali, sedangkan somatotropin disuntik sebanyak sehari sekali secara intramuskuler pada bagian paha belakang.

Di akhir percobaan, dilakukan penimbangan bobot badan dan pada status fase diestrus (Lampiran 10), semua tikus dikorbankan. Sebelum dilakukan pembedahan, tikus terlebih dahulu dibius dengan eter, masing-masing tikus diambil darahnya secara intrakardial sebanyak kurang lebih 1 mL. Darah dikoleksi pada tabung penampung, selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit sehingga didapatkan serum. Serum digunakan untuk analisis kadar progesteron, kadar kalsium dan fosfor. Setelah tikus dikorbankan, uterus dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, kemudian ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan BNF (buffer formalin) 10% untuk analisis kadar kolagen, dan RNA. Kulit bagian dorsal dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting, selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan alat pencukur dan dimasukkan ke dalam larutan BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, dan RNA. Tulang tibia- fibula sebelah kiri dan sebelah kanan dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, selanjutnya tulang tibia sebelah kiri dimasukkan ke dalam BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, RNA, densitas tulang dan kekuatan

tulang, sedangkan tulang tibia sebelah kanan disimpan di freezer pada suhu-20°C untuk analisis kadar kalsium, kadar fosfor, dan kadar abu (Gambar 11).

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati ialah bobot badan, kadar hormon progesteron menggunakan metode RIA, kadar kolagen, dan kadar RNA organ uterus, kulit, dan tulang sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Manalu dan Sumaryadi (1998), kadar kalsium serum dan tulang (Reitz et al. 1960), kadar fosfor serum dan tulang (Taussky & Shorr 1953), kadar abu tulang (AOAC 1990), panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang (metode Arjmandi et al. 1996), serta uji kekuatan tulang tibia merupakan adopsi dari metode uji kekuatan tekan glulam yang dilakukan oleh Bahtiar (2008) dan uji kekuatan tekan kayu (Mardikanto et al. 2011). Adapun prosedur kerja masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 1-9.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), dilanjutkan dengan Uji Duncan dan uji korelasi dengan selang

kepercayaan 95% (α=0.05). Analisis keseluruhan dengan menggunakan perangkat

Bagan alur penelitian sebagai berikut:

Gambar 11 Bagan alur penelitian Tahap III Tikus umur 12 bulan

Tikus ovariektomi umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi (Tikus model pascamenopause) Perlakuan dilakukan selama 2 bulan, terdiri atas 7 kelompok perlakuan, masing-masing 3 ekor tikus

K: Kontrol

P: Pencekokan dengan aquades/Plasebo

TEM: Pencekokan ekstrak tempe 300mg/hari /200g BB GEN: Pencekokan genistein 0,25 mg/hari/kg BB

EST: Pencekokan etinilestradiol (estrogen murni) 9x10-3 mg/hari /200g BB SO: Penyuntikan sesame oil/somatotropin 0 mg/hari/kg BB

BST: Penyuntikan somatotropin 9 mg/hari/kg BB

Tulang: kadar kolagen tulang , kadar air tulang, kadar RNA tulang, kadar kalsium dan fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kalsium dan fosfor serum, panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang dan kekuatan tulang

Kulit: kadar kolagen kulit , kadar air kulit, dan kadar RNA kulit

Uterus: kadar kolagen uterus, kadar air uterus, dan kadar RNA uterus.

Luaran: Ekstrak tempe dapat diberikan secara oral sebagai produk antiaging dalam memperbaiki kondisi pascamenopause

Dilakukan ovariektomi, dipelihara selama 3 bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kadar Progesteron dan Bobot Badan Tikus Pascamenopause

Rataan kadar progesteron serum tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 19. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin tidak mempengaruhi kadar progesteron serum pada tikus pascamenopause (P<0.05). Rataan kadar progesteron tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin sama dengan kontrol.

Tabel 19 Rataan kadar progesteron serum dan bobot badan pada tikus pascamenopause

Kelompok Kadar progesteron (ng/mL) Bobot badan (g) K 19.09±1.23 281±7.21a P 19.72±7.83 282±10.40a TEM 24.15±5.61 260±8.02b GEN 22.61±4.73 266±2.64b EST 23.21±4.89 265±4.58b SO 19.65±5.19 257±3.05b BST 24.12±6.12 266±1.52b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.

Ekstrak tempe yang mengandung fitoestrogen dan yang bersifat estrogenik diduga lebih berefek dalam meningkatkan hormon estrogen, dan tidak mempunyai efek pada kadar progesteron. Pemberian tepung tempe dapat meningkatkan estrogen serum tikus ovariektomi (Safrida 2008). Menurut Cosman (2009), untuk mengatasi gejala menopause biasanya menggunakan terapi kombinasi hormon estrogen dan progesteron sintesis. Namun, penggunaan pil estrogen dan progestin tidak direkomendasikan karena meningkatnya risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker payudara.

Rataan bobot badan pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 19. Hasil penelitian menunjukkan bobot badan tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin lebih rendah (P<0.05) bila dibandingkan dengan kontrol.

Pemberian ekstrak tempe pada tikus pascamenopause terlihat bahwa bobot badan menurun. Hal ini diduga karena fitoestrogen yang terkandung di dalam ekstrak tempe dapat meningkatkan katabolisme lemak sehingga lemak di jaringan adiposa dan organ visceral menjadi berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Arjmandi et al. (1996) yang menunjukkan bahwa bobot badan pada tikus ovariektomi yang diberi protein kedelai yang kaya isoflavon menurun. Hal ini disebabkan karena senyawa isoflavon mempengaruhi proses metabolisme lemak. Jones et al. (2000) menyatakan mencit yang defisiensi estrogen endogen dapat menyebabkan peningkatan cadangan lemak, yakni peningkatan jaringan lemak putih (White Adipose Tissue), sehingga bobot badan meningkat.

Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kualitas Uterus Tikus Pascamenopause

Rataan bobot uterus, kadar kolagen, kadar air, dan RNA uterus pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 20. Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan bobot uterus, kadar kolagen uterus, dan kadar RNA uterus (P<0.05) pada tikus pascamenopause. Sementara itu, kadar air uterus pada tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, dan somatotropin lebih rendah (P<0.05) bila dibandingkan dengan tikus kontrol.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe pada tikus pascamenopause dapat meningkatkan bobot uterus bila dibandingkan dengan tikus kontrol, namun bobot uterus yang diberi etinilestradiol lebih meningkat bila dibandingkan dengan tikus yang diberi ekstrak tempe. Estrogen dapat menstimulir penebalan endometrium sehingga uterus membesar dan bobotnya meningkat. Seperti yang dilaporkan oleh Binkley (1995) untuk menstimulasi perkembangan uterus dibutuhkan estrogen. Estradiol berikatan dengan reseptor estrogen yang berperan dalam pertumbuhan dan differensiasi sel epitelium uterus (Wada-Hiraike

et al. 2006). Isoflavon dapat berikatan dengan reseptor estrogen alfa dan beta, namun mempunyai afinitas yang lebih tinggi dengan reseptor estrogen beta (Whitten dan Pattisaul 2001) sehingga isoflavon lebih responsif pada jaringan yang mengandung lebih banyak reseptor estrogen beta.

Tabel 20 Rataan bobot, kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA uterus pada tikus pascamenopause

Kelompok Bobot uterus (g) Kadar kolagen uterus (mg/g sampel) Kadar air uterus (%) Kadar RNA uterus (mg/g sampel) K 0.126±0.04cd 15.88±2.01b 77.04±3.34ab 16.52±2.33b P 0.111±0.01d 15.82±1.65b 75.86±1.70abc 16.87±3.84b TEM 0.161±0.008bc 25.03±1.56a 72.66±0.09bc 21.99±1.42a GEN 0.152±0.03bcd 25.66±4.03a 72.95±3.61bc 18.21±3.40ab EST 0.251±0.01a 25.87±6.53a 80.37±0.70a 18.35±2.03ab SO 0.144±0.01bcd 15.04±2.84b 76.30±1.38ab 16.86±0.82b BST 0.182±0.004b 26.00±2.56a 71.23±4.09c 22.34±2.03a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.

Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan kadar kolagen uterus dan aktivitas sintesis sel uterus yang digambarkan oleh peningkatan kadar RNA uterus pada tikus ovariektomi sebagai hewan model pascamenopause. Lin et al. (2012) menyatakan bahwa kolagen yang terdapat pada organ uterus tikus akan berikatan dengan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) yang dapat menyebabkan regenerasi endometrium, sel otot, dan vaskularisasi. Menurut Iwahashi dan Muragaki (2011) bahwa penurunan kadar kolagen dapat meningkatkan kerentanan wanita mengalami prolapse uterus.

Terdapat tiga mekanisme aksi estrogen dalam pembentukan kolagen uterus. Pertama, estrogen bekerja secara nongenomik mengakibatkan efek seluler yang cepat pada berbagai jaringan (Levin 2002). Efek-efek tersebut meliputi efek pada pencetusan impuls di otak dan efek umpan balik pada sekresi gonadotropin (Ganong 2003). Kedua, estrogen bekerja secara genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen yang terdapat pada uterus. Uterus memiliki reseptor estrogen

beta dan reseptor estrogen alfa yang terdapat pada sel-sel epitelium, stroma, dan sel otot (Pelletier dan El-Alfy 2000). Ketiga, menstimulasi sel uterus untuk menghasilkan IGF-1 (insulin-like growth factor-I). Selanjutnya IGF-1 akan menstimulasi proliferasi dan produksi kolagen (Klotz et al. 2002).

Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kualitas Kulit Tikus Pascamenopause

Rataan kadar kolagen, kadar air, dan RNA kulit pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 21. Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit tikus pascamenopause (P<0.05), bila dibandingkan dengan tikus kontrol, sedangkan kadar air kulit pada tikus pascamenopause tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin.

Tabel 21 Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA kulit pada tikus pascamenopause

Kelompok Kadar kolagen kulit (mg/g sampel) Kadar air kulit (%) Kadar RNA kulit (mg/g sampel) K 21.48±6.57b 61.71±0.59 11.55±2.35b P 20.65±5.95b 62.05±2.08 12.86±3.50b TEM 48.16±0.48a 64.41±0.64 26.51±0.95a GEN 46.01±1.92a 62.28±3.90 24.31±5.82a EST 44.65±2.61a 63.70±1.32 24.13±1.54a SO 21.51±4.88b 62.72±3.61 10.80±4.65b BST 44.97±2.56a 65.18±1.88 26.40±1.15a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.

Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak tempe mempunyai efek

Dokumen terkait