• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apriyana N. 2011. Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Pertanian Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional (Studi Kasus: Pulau Jawa). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Arifin B. 2012. https://barifin.wordpress.com/2012/12/06/inovasi-dalam- perlindungan-lahan-pangan/

Barlowe R. 1978. Land Resource economics. New Jersey. Prentice. Hall Inc. [BPS] Biro Pusat Statistik. Kabupaten Dalam Angka Kabupaten Tangerang tahun

2004-2014.

David FR. 2007. Strategic Management. Pearson Prentice Hall, Elevent Edition. Djojodipuro M.1992. Teori Lokasi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Douglass M. 2006, The Environmental Sustainability of Development: Coordination, Incentives and Political Will in Land Use Planning for the Jakarta Metropolis, Third World Planning Review,11:2 (1989:May) p.211

Dulbahri 2003. Sistem Informasi Geografis. Pelatihan SIG Tingkat Operator Staf UPT Direktorat Jenderal RLPS. Kerjasama Direktorat Jenderal RLPS dengan PUSPIK Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta. [ESRI] Environmental at System Research Institute, 1990. Understanding GIS:

The Arc/Info Method Environmental at System Research Institute. Redlands, California (US): ESRI.

[FAO] Food and Agriculture Organizatio,.1989. Sustainable Development and Natural Resources Management. Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2 simp 2, Food and Agriculture Organization, Rome: FAO Ferrel OC, Harline D. 2005. Marketing Strategy. South Western: Thomson

Corporation.

Firman T 2009. The Continuity and Change in Mega-Urbanization in Indonesia: A Survey of Jakarta-Bandung Region (JBR) Development. Habitat International Volume 33 Issue 4, October 2009. Pages: 327-339.

Gunawan I. 1998. Typiycal Geografic Information System (GIS) Aplication for Coastal Resources Management Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. I (1): 1-12.

Handari MFWA, Bambang NA, Purnaweni H. 2012. Analisis Prioritas Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, Jurnal EKOSAINS. IV (3), November.

Iqbal M. 2007 Fenomena Dan Strategi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pengendalian Konversi Lahan Sawah di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat, Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 5 No. 4, Desember: 287- 303.

Isa, I. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp2 006/.

Jogiyanto. 2005. Sistem Informasi Strategik untuk keunggulan Kompetitif, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Kitamura T, Rustiadi E. 1997, Indonesia Model. Center for Global Environmental Research. ISSN 1341-4356. CGER-1027-’97

Kustiwan I. 1997. Permasalahan Konversi Lahan pertanian dan Implikasinya terhadap Penataan Ruang Wilayah Studi Kasus: Wilayah Pantai Utara Jawa. Jurnal PWK Vol.8. No 1/Januari

Martini, S. 2011. Analisis Dampak Perubahan Penggunaan Tanah Terhadap Lingkungan di Kabupaten Tangerang. Sekolah Pasca Sarjana, Thesis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nasoetion LI dan Winoto J. 1996. Masalah alih fungsi lahan pertanian dan dampaknya terhadap keberlanjutan swasembada pangan dalam prosiding Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Lahan dan Air. Kerjasama Puslit Sosial Ekonomi Pertanian dan Ford Foundation. Bogor.

Nasoetion LI. 2003, Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya, Makalah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Ndawa JJJ. 2014. Dampak Alih Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kota Batu (Studi Kasus Desa Oro-oro Ombo-Batu), Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang

Notohadiprawiro T. 1991. Kemampuan dan Kesesuaian Lahan: Pengertian dan Penetapannya. Makalah. Lokakarya Neraca Sumberdaya Alam Nasional. DRN Kelompik II. Bogor: Bakosurtanal.

Nugroho I, Dahuri R. 2004. Pembangunan Wilayah: Persepsi Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta, LP3ES.

Nurmani NME. 2007. Keterkaitan Pajak Lahan dengan Penggunaan Lahan. Sekolah Pascasarjana, Thesis, Pnstitut Pertanian Bogor, Bogor. Pakpahan A. 2005. Analisis Kebijakan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan

Nono Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Pakpahan A, Kartodihardjo H, Wibowo R, Nataatmadja H, Sadjad S, Haris E dan Wijaya H. 2005. Membangun pertanian Indonesia: Bekerja, bermartabat dan sejahtera. Himpunan alumni IPB Bogor. Cetakan II, Maret.

Panuju. TI. 2012. Mempertahankan Tanah Agraris. Buletin Penataan Ruang. Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Kementerian Pertanian. Edisi Maret-April.

Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, Peraturan Daerah Nomor 13 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang. Pemerintah Republik Indonesia, Pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945.

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Pelindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Pesandaran E. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beririgasi di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(4):123-129. Prayuda ES, Sihombing L, Kesuma SI. 2013. Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah

dan Strategi Mitigasinya terhadap Program Swasembada Beras di Kabupaten Asahan (Studi Kasus: Kecamatan Setia Janji, Kabupaten Asahan), Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Purwanto. 2012. Ketahanan Pangan, Kemiskinan, dan Pembangunan Wilayah Perdesaan, Jurnal Ekonomi dan Pembanungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Volume XX(1).

Priyono. 2011, Alih Fungsi Lahan Pertanian Merupakan Suatu Kebutuhan atau Tantangan, Prosiding Seminar Nasional Budaya Pertanian, Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9. Fakultas Pertanian UNISRI, Surakarta.

Rachmanto Y. 2014. Efektivitas Pelaksanaan Perlindungan Lahan Pertanian Dari Alih Fungsi Menjadi Lahan Non Pertanian Di Kabupaten Kediri” (Studi Efektivitas Pasal 6 Ayat 8 Huruf (b) Peraturan Daerah Kabupaten Kediri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010-2030), Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang.

Rachmat M, Muslim C. 2013. Peran dan Tantangan Implementasi UU 41/2009 dalam Melindungi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kemandirian Pangan Indonesia dalam Presfektif Kebijakan MP3I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian, Jakarta.

Raharjo S. 1996. Makalah Pelatihan Sistem Informasi Geografis. Depok: Pusat Penelitian Geografi Terapan. F-MIPA Jurusan Geografi. Universitas Indonesia.

Rahim DA. 2007, Konversi Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Pelaku Konversi (Studi Kasus di Desa Tegalwaru dan Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea) Sekolah Pasca Sarjana, Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahmawan Y. 2013. Strategi Pengelolaan Kepentingan Para Pihak Terhadap Upaya Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Sekolah Pasca Sarjana, Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rangkuti F. 2009. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rohmadiani LD. 2011. Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kondisi Ekonomi Petani, Jurnal Teknik Waktu Volume 09 (2), Juli 2011- ISSN: 1412-1867.

Rusastra IW dan Budhi GS.1997. Konversi Lahan Pertanian dan Strategi Antisipatif dalam Penanggulangannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume XVI, Nomor 4: 107 – 113. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2004. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Edisi: 12 Agustus 2004. Bogor: Faperta IPB.

Rustiadi E, Reti W. 2008. Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi dalam Perspektif Ketahanan Pangan, dalam Arsyad S dan Rustiadi E (Ed), Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan, Jakarta : Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Rutiadi E, Pribadi OD, Pravitasari AE, Agrisantika T. 2012. The Dynamics of Population, Economic Hegemony and Land Use/Cover Change of Jabodetabek Region (Jakarta Megacity). Center for Regional Systems Analysis Planning and Development (CRESTPENT/P4W), IPB Bogor.

Rustiadi E, Mizun K, and Kobayashi S. (1999), ‘Measuring spatial pattern of

suburbanization process, Journal of Rural Planning Association (in press).

Ruswadi A. 2005. Dampak Konversi Lahan Pertanian terhadap Perubahan Kesejahteraan Petani dan Perkembangan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana. Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sanudin. 2006. Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Sekolah Pasca Sarjana, Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Shriwinanti L. 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian serta Dampak Ekonomi di Kabupaten Tangerang

Sidabalok. 1995. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Komoditi Padi Serta Kecenderungan Konversi Lahan Sawah (Studi Kasus di Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sugandi D, Ishak A, Hamdan. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi Kebun Kelapa Sawit dan Strategi Pengendaliaannya di Bengkulu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu.

Sujarto D. 2003. Pembangunan Kota Baru. Jakarta, Gunung Agung.

Sumaryanto dan Sudaryanto T. 2005. Pemahaman Dampak Negatif Konversi Lahan Sawah Sebagai Landasan Perumusan Strategi Pengendaliannya. Makalah dalam Seminar Penanganan Konversi Lahan dan Pencapaian Lahan Pertanian Abadi, Kerjasama Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dengan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3 - LPPM IPB) di Jakarta, 13 Desember.

Suryana A. 2005. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Andalan Pembangunan Nasional. Makalah dibawakan pada Seminar Sistem Pertanian berkelanjutan untuk Mendukung Pembangunan Nasional tanggal 15 Pebruari 2005 di Universitas Sebelas Maret Solo. p 34-74.

Syafa’at N, Saliem HP dan Saktyanu KD. 1995. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Sawah di Tingkat Petani. Prosiding

Pengembangan Hasil Penelitian “Profil Kelembagaan Pemanfaatan

Sumberdaya Pertanian, dan Prospek Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Buku 1: 42 – 56. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Vellas F. 2008. Pemasaran Pariwisata Internasional. Yayasan Obor: Jakarta Wibowo SC. 1996, Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya Terhadap

Produksi Beras, Institut Pertanian Bogor, Bogor

[WCED] World Commission on Environment and Development. 1987. Our Common Future (Hari Depan Kita Bersama, diterjemahkan oleh Sumantri, B). PT.Gramedia. Jakarta. 514p.

Witari IBAA. 2009. Strategi Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung. Program Studi Magister Agribisnis, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Lampiran 1 Wawancara dengan para pihak terkait dalam perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang

Nama : Dadang

Pekerjaan : Penyuluh Pertanian Hari, Tanggal : Jum’at, 30 Oktober 2015 Pukul – Waktu : 14.50 – 52 menit 18 detik

Tempat : Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Sepatan Uraian Wawancara

1. Secara garis besar memang kenapa di sini alih fungsi itu cukup besar karena Sepatan itu dekat dengan Soekarno-Hatta, jadi transit orang lebih memilih ke sini.

2. Tangerang terkenal dengan pabriknya yang begitu besar dan banyak pabrik. Adanya pabrik membuat perantau dari mana-mana datang ke sini dan butuh tempat tinggal, tumbuhlah perumahan.

3. Luas pertanian tinggal 704 ha kurang lebihnya, karena datanya masih tidak jelas/pasti, ada yang dari statistic dan ada juga yang dari petani berdasarkan catatan yang ada di petani.

4. Memang nilai jual lahan di sini tinggi. Dulu, 3 tahun atau 5 tahun lalu harga masih limapuluh ribu per meter, sekarang ini yang pinggir jalan saja sudah di atas satu juta.

5. Secara umum banyak perantau, orang luar yang kerja di bandara atau kerja di pabrik di Panarub atau yang lain. Mereka memilih membeli rumah daripada kontrak rumah.

6. Para pembeli merayu dengan berbagai alasan antara lain nanti saluran air akan tidak bisa masuk.

7. Terus dibujuk/diiming-imingi dengan harga cukup tinggi jadi orang akan tergiur.

8. Daerah perbatasan sudah habis semua, padahal lahan teknis semua, tinggal lahan BPP saja 1.5 hektar, ke sananya sudah perbatasan dengan perumahan. 9. Yang menentukan dan mengatur seperti ini orang tata ruang kayaknya, ini mau dihijaukan, ini mau dikuningkan di petanya itu. Kalau sudah di kuningkan otomatis nanti dijual, kalau di petanya sudah kayak begitu. Tapi kalau masih hijau berarti ini lahan pertanian, apalagi kalau sudah biru berarti sudah pabrik.

10.Sebenarnya payung hukumnya sudah ada, namun belum ditetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).

11.Status petani yang ada di sini secara umum hanya pemilik penggarap dan petani penggarap paling banyak. Namun yang dominan petami penggarap. 12.Untuk melakukan nandur diambil dari desa lain. Nandur biasanya hanya

satu hari sekarang bisa sampai dua hari.

13.Anak muda itu sekarang sudah sangat sedikit, kebanyakan buruh, padahal tukang pacul dibayar lima puluh ribu memacul saja lima puluh ribu, sementara rokok saya kasih, sehingga dapatlah tujuh puluh ribuan.

14.Harga gabah kering tiga ribu enam ratus perkilo

15.Jadi kuncinya sebenarnya di tata ruang yang membuat peta itu mau dihijaukan atau dikuningkan, kalau sudah dikuningkan berarti ini diminati oleh developer yang akhirnya jadi beralih fungsi.

16.Kalau sudah kuning sudah sulit untuk dihijaukan lagi.

17.Awalnya di Sepatan sawah teknis semua, sudah terkenal lumbung padi, sekitar sepuluh tahun mulai alih fungsi.

Nama : Melani

Pekerjaan : Penyuluh

Hari, Tanggal : Jum’at, 30 Oktober 2015 Pukul – Waktu : 16.20 – 14 menit 27 detik

Tempat : Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Sepatan Uraian Wawancara

1. Secara umum petani penggarap paling banyak.

2. Dukungan aparat pemerintah khususnya pemerintah desa untuk mendukung sektor ini kurang.

3. Dari harga hasil pertanian cukup bagus

4. Perubahan perilaku memang ada, terutama sekarang, yang sulitnya itu adalah tenaga kerja, yang ada dan mau tinggal nenek-nenek, yang muda lebih baik mencari kerja di pabrik.

5. Bandara Soekarno-Hatta cukup dekat hanya tinggal menyebrang.

6. Kebanyakan penggarap kayaknya di sini, tanahnya itu sudah punya perusahaan tapi ada juga yang invest.

7. Yang beli developer, jadi kalau beli lima hektar paling sedikit tiga hektar melalui calo-calo, calonya orang kita/pribumi.

8. Untuk mendukung pertanian sekarang ada program baru berupa asuransi lahan pertanian dengan biaya seratus delapan puluh ribu rupiah per hektar per musim, tapi ada subsidi dari pemerintah sebanyak delapan puluh persen jadi petani hanya membayar tiga puluh enam ribu rupiah.

Nama : Najamuddin

Pekerjaan : Camat Sepatan

Hari, Tanggal : Rabu, 4 November 2015 Pukul – Waktu : 9.30 – 26 menit 27 detik

Tempat : Kantor Kecamatan Sepatan

Uraian Wawancara

1. Saya hanya bisa merekomendasi saja, semua proses penentuan ada di tata ruang. Ini lahan hijau ini lahan kuning. Jadi kalau ada investor mau masuk kita cuman rekomendasi, tidak memberi ijin, tidak merencanakan dari awal kalo di kecamatan. Jadi kita ikut Bappeda dan Tata Ruang, perijinan di BP2T langsung kita cuma rekomendasi saja dan tanda tangan, semua sudah lengkap sudah ada formatnya, jadi kita tidak bisa menolak.

2. Kemudian faktor lain mungkin masyarakat sendiri yang ingin menjual tanahnya, di sini banyak spekulan, beli dulu nanti baru jual ke pengembang. 3. RDTR belum ada, tapi kita siap-sia nanti Kecamatan Rajeg dan Kecamatan

Sepatan akan menjadi lahan kuning.

4. Sepertinya di Kecamatan Sepatan itu lima tahun ke depan akan jadi kuning semua.

5. Kebutuhan masyarakat akan rumah itu luar biasa.

6. Disini jarak gampang dijangkau, ke bandara dekat, strategis.

7. Masyarakat kita ini masyarakat konsumtif, begitu orang ramai menjual tanah, ada yang mau beli harga cocok langsung dijual, kemudian beli motor atau pergi umroh.

8. Semenjak runtuhnya orde baru petani itu tidak diminati, contohnya anak muda diajak tanam padi tidak mau, walaupun sehari itu dibayarnya sama dengan di pabrik. Nandur sehari dapet seratus ribu rupiah di pabrik juga sama serratus ribu rupiah, dia pasti milih di pabrik, alasannya tidak kotor. 9. Sekarang pengembang cukup bangun lima puluh atau enam puluh unit juga

sudah bisa. Jadi tidak harus jumlah hektar yang besar. Kalau dulu beberapa hektar hamparan luas baru bisa bangun.

10.Yang bikin itu biasanya orang luar beli tanah di sini dia bikin rumah. Tapi kalau orang pribumi tidak bayar pajak, lebih baik dipakai buat nambahin bangunan.

11.Jadi untuk yang pribumi dia tidak ijin-ijin lagi, kecuali orang yang mengerti bisnis, bikin ijin jadi sewaktu-waktu bisa diagunkan ke bank.

12.Dulu awal saya tugas disini tahun sembilan dua saya pertama keluar dua ribu dua, sepuluh tahun belum ada perumahan, pas kembali lagi setelah sebelas tahun di tinggal, ini sudah perumahan semua.

13.Kalau menurut saya pribadi sudah tidak bisa mempertahankan lagi, biarkan saja jadi perumahan, tapi kecamatan yang belum disentuh oleh perumahan, itu dipertahankan.

14.Kalau tidak ada ijin tetap dia tidak bisa bangun perumahan.

15.Sepatan sudah jelas lumbung padi, sekarang bisa dilihat Sepatan dan Pakuhaji akan berubah menjadi kota metropolitan, kita lihat saja pembangunan-pembangunan perumahan.

16.Itu sudah dibeli tinggal dibangun oleh mereka, kita tidak bisa menolak. 17.Revisi itu berdasarkan peraturan daerah, peraturan daerah antara Bupati

dengan DPRD, asalkan mereka mau mempertahankan, sepakat, selesai. 18.Kebutuhan rumah karena lokasi yang strategis, kemana mana dekat, orang

mau mengarah ke Sepatan dekat, ke bandara dekat, ke kota dekat, jadi laku pesat.

Nama : Oman Apriaman

Pekerjaan : Lurah Sepatan

Hari, Tanggal : Rabu, 4 November 2015 Pukul – Waktu : 10.57 – 39 menit 52 detik Tempat : Kantor Kelurahan Sepatan

Uraian Wawancara

1. Memang Sepatan ini tadinya termasuk lumbung padi, karena saluran airnya cukup bagus, tapi berapa tahun kemudian karena perkembangan jaman perkembangan masyarakatnya pola pikirnya yang tadinya hidupnya sederhana sekarangkan beralih, pola hidupnya pola hidup sudah tidak mau bertani lagi, maunya mudah saja.

2. Kalau pertanian di Kelurahan Sepatan itu tidak terlalu luas, karena ada pas di jantung Kecamatan Sepatan.

3. Pertanian makin berkurang, untuk lahan petanian hanya di RW 03. Tinggal disitu saja, kalau di RW 04 sudah dibebaskan oleh Puri Jaya, Perumahan Puri Jaya, sekarang sedang ada pembangunan.

4. Karena memang penyangga kota, penyangga bandara.

5. Penduduk di sini memang sudah tidak mau bertani, minat untuk ke pertanian sudah berkurang.

7. Kalau Pasar Sepatan itu hampir dua puluh empat jam, jadi untuk wilayah utara itu orang mau ke mana itu pasti belanjanya itu pasti di Pasar Sepatan, dari Paku Haji, dari Mauk, dari Sukadiri ke Pasar Sepatan. Makanya orang sini mayoritas berjualan di pasar.

8. Belanjanya itukan ada yang dari subuh, ada yang dari jam dua, hampir seperti kayak pasar induk tapi memang kayak kecil aja. Abis orang yang dari Paku Haji daripada ke Dadap, ke Kota Tangerang terlalu jauh.

9. Memang ada industri-industri yang mendekati lahan tadinya pertanian, mau tidak mau, masyarakat daripada bertani lelah dan hasilnya juga tidak menguntungkan.

10.Pupuk sekarang sulit karena tidak ada KUD-KUD.

11.Nilai jual dari hasil pertanian harus terjamin, bahwa nilainya itu stabil, kalau itu stabil, masyarakat kan menjadi jelas, dia punya penghasilan jelas. 12.Harga tanah di sini sudah tiga ratus ribu itu di dalam, kalau di pinggir jalan

itu sudah bisa empat juta.

13.Orang sini kalau belum berangkat haji belum afdol, mereka ingin berangkat haji, jual tanah. Apalagi harga tanah cukup tinggi.

14.Kalau hijau harga tanahnya itu lebih murah tapi kalau kuning harga jualnya lebih mahal karena bisa buat perumahan.

15.Kalo ijin teknis di BPMPTSP dan Tata Ruang. Kalau di kita hanya ijin lingkungan saja kalau masyarakat tidak berkeberatan untuk adanya pembangunan perumahan.

16.Kalau saya terus terang jangan ijin perumahan, tapi industri sekalian supaya dapat menyerap tenaga kerja. Kalau niatnya ingin menyerap tenaga kerja. 17.Dari karakter orangnya sudah tidak mau untuk bertani, sudah konsumtif,

ingin gampangnya, padahal masih ada penggilingan padi di sini.

18.Irigasinya sudah mati, dimatikan oleh masyarakat dan sawahnya sudah tidak berproduksi.

19.Pak Sopyan Intan dia punya empat hektar, belum dijual karena dia sayang dengan pertanian.

20.Sudah kuning tapi masih di pertahankan, dia seneng sebenarnya bertani, mau makan apa kalau kita tidak ada tani. Memang dia hidupnya sudah mapan sudah bagus, berkecukupan, mencintai bertani.

21.Saya sudah himbau ke masyarakat itu, kadang masyarakat disalah artikan, orang mau bangunnya aja di persulit sama lurah, akhirnya bawa LSM, wartawan, padahal kitakan buat ke depan sayang sekali, kalau tidak butuh sekali jangan dijual.

22.Bikin surat keterangan tanahnya itu di kelurahan.

23.Karena tanahnya mereka sendiri, kita untuk membuat IMB aja sulit, mereka langsung bangun.

Nama : Husin

Pekerjaan : Kaur Desa Kayu Bongkok Hari, Tanggal : Rabu, 4 November 2015 Pukul – Waktu : 12.07 – 33 menit 47 detik Tempat : Kantor Desa Kayu Bongkok

Uraian Wawancara

1. Awalnya belum pernah dijual, bapaknya sudah meninggal, sama anaknya dijual, dibagi-bagi harta warisan.

2. Kebanyakan anak sekarang tidak mau jadi petani, banyaknya buruh pabrik dan lain sebagainya.

3. Sawah lumayan masih banyak, kurang lebih delapan puluh persen dari total lahan desa.

4. Berubahnya jadi perumahan.

5. Tidak setuju kalau buat perumahan, sistem pertanian kita lama-lama hilang di Kayu Bongkok. Disini lahan yang paling bagus, irigasi ada.

6. Kalau lagi tidak ada hama petani untung. Selain itu mereka sekarang menjadi kuli karena keuntungannya menipis.

7. Lebih milih buruh pabrik, tiap bulan dapat gaji, kalau petani empat bulan baru ada hasil.

8. Kalau dari kepala desa mah jangan, kalau bisa jangan dijual ke PT, mendingan jadi petani aja, tapi itu mah hak dia mau dijual kemana, karena tanah milik pribadi.

9. PT juga tahu, kalau itu masih hijau tidak akan dibeli, kalau sudah kuning pasti dibeli.

Nama : Rofiq

Pekerjaan : Aparat Desa

Hari, Tanggal : Rabu, 4 November 2015 Pukul – Waktu : 14.50 – 26 menit 04 detik Tempat : Kantor Desa Kayu Agung Uraian Wawancara

1. Masyarakatnya sudah merubah perilaku hidup, yang tadinya anaknya disekolahin kemudian anaknya itu tidak mau jadi penerus jadi petani kebanyakan keluar kerja, tinggal bapaknya, bapaknya sudah tua, akhirnya diburuhkan kepada orang lain.

2. Ada juga kejadian dijual kepada bukan pribumi, orang luar dengan harapan investasi.

3. Ada juga yang dijadikan pemukiman sendiri, dijadikan tempat tinggal karena kebutuhan rumah tinggal.

4. Sebagian sudah dibeli orang luar, kalau seandainya orang luar mau jual ya silahkan.

5. Irigasinya kurang lancar.

Nama : Sukardi

Pekerjaan : Sekretaris Desa Sarakan Hari, Tanggal : Rabu, 4 November 2015 Pukul – Waktu : 15.50 – 50 menit 10 detik Tempat : Kantor Desa Sarakan

Uraian Wawancara

1. Kalau memindahkan sawah ke pemukiman tergantung zonanya, ada zona kuning, zona coklat, zona hijau.

2. Kalau sudah zona kuning sudah pasti bisa dijadikan perumahan

Dokumen terkait