• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

B. Dakwah

2. Dalam ilmu komunikasi, Onong Uchjana Effendi mengatakan “Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, starategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya memberikan arah saja melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya.”5

Setelah memperhatikan dari berbagai pendapat tentang strategi, secara pengertian terminologi strategi adalah taktik atau cara yang disusun dengan seksama untuk mencapai suatu keberhasilan.6

Dalam strategi mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program dan kegiatan yang nyata dalam mengantisipasi perkembangannya. Kurangnya penerapan dalam strategi yang telah direncanakan gagal, akan tetapi penetapan strategi dengan baik dapat mengkokohkan strategi menjadi lebih efektif.

B. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Dakwah secara lughawi berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk dari kata masdar da’a, yad’u, da’watan yang berarti seruan,

4

Triton PB, Manajemen Strategi, h.15 5

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2007), cet. ke-21, h. 300. 6

Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan Dalam Islam

pangilan, undangan. Secara stilah, kata dakwah berarti menyeru atau mengajak manusia untuk melakukan kebaiakan atau dan menuruti petunjuk, menyeru perbuatan kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasulnya agar manusia mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat.7

Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a, yang mempunyai arti memangil, menyeru atau mengajak. Setiap gerakan yang bersifat menyeru, atau mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai garis kaidah, syariat, dan akhlak Islamiyah.8

Dalam menguraikan pengertian dakwah akan dikemukakan secara etimologi dan secara terminologi dari berbagai pendapat. Ditinjau dari segi etimologi (bahasa), dakwah berasal dari bahasa Arab.Yang berarti, panggilan, ajakan atau seruan. Dalam Ilmu Tata Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai isim mashdar. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja)

da’a yad’u, artinya memanggil, mengajak atau menyeru.9

Dalam literatur-literatur yang lain mengenai pengertian dakwah secara etimologi dapat disimpulkan semuanya sama. “ditinjau dari segi bahasa Da’wah berarti: panggilan, seruan, atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasaArab disebut mashdar. Sedang bentuk kata kerja atau fi’ilnya adalah da’a- yad’u yang berarti memanggil menyeru atau mengajak.10“Menurut pengertian bahasa, dakwah berarti seruan atau

7

Armawati Arbi, Dakwah Dan Komunikasi, cet 1(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), h. 33. 8

Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999), h. 280. 9

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas,1983), cet. ke-1, h. 17

10

Abd. Rasyid Shaleh; Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet. ke-3, h. 7

ajakan kepada sesuatu.”11“ Dakwah berarti mengajak atau mendorong kesuatu tujuan.”12“Dakwah itu menyeru atau mengajak kepada sesuatu perkara, yakni mengajak manusia kepada jalan Allah agar menerima dan menjadikan Dienul Islamsebagai dasar dan pedoman hidupnya.”13

Jamaluddin Hasyib dalam suatu diskusi Wawacara dan Latihan

Da’i Pembangunan Menyongsong Matahari-2000 dalam makalahnya Strategi Dakwah dalam Pembangunan Masyarakat menulis tentang pengertian dakwah etimologi sebagai berikut:

Dakwah = menyeru Dakwah = mengajak Dakwah = memanggil Dakwah = berdoa14 2. Unsur-Unsur Dakwah

Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen dalam dakwah, diantaranya: 1. subyek dakwah, 2. Objek dakwah, 3. Materi dakwah, 4. Media dakwah, 5. Metode dakwah yang dimaksud dari lima komponen tersebut ialah komponen yang selalu ada dalam pelaksanaan kegiatan dakwah.15

11

H. Akib Suminto, Problematika Dakwah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), cet. ke-2 h. 53

12

Barmawi Umary, Azas-azas Ilmu Dakwah, (Solo: Ramadhani,1984), cet.ke-1, h. 52 13Farid Ma‟ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,1981), h. 28

14

Jamaluddin Hasyib, Strategi Da’wah dalam Pembangunan Masyarakat”, Makalah

Diskusi Wawasan dan Latihan Da’i Pembangunan Menyongsong Matahari, (Jakarta: 1990), h. 11. t.d.

15

Zaini Muhtarom, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press dan IFKA, 1966), h. 14.

a. Subjek Dakwah (Da’i)

Subyek adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah, yaitu

da’i. sebagai subyek dakwah (da’i) ia harus terlebih dahulu intropeksi prilaku dirinya agar apa-apa yang akan dilakukanya bisa diikuti dan diteladani oleh orang lain.16 Sebagai da’iyang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka akan mendapatkan celaan dari orang lain da dimurkai oleh Allah SWT, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat ash-shaff: 2-3:



































Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.

Oleh karenanya dalam mengembangkan tugas amanah Allah SWT, para pelaku dakwah (da’i) yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam, maka seorang da’i harus mempunyai bekal yang cukup, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan lainnya.

Dalam hal ini Hamzah Ya‟qub mengungkapkan, seorang da’i

harus mempunyai antara lain:

1) Mengetahui al-Qur‟an dan hadist sebagai pokok ajaran Islam. 2) Memiliki pengetahuan yang berinduk kepada al-Quran dan

as-sunnah seperti: tafsir, hadist, tauhid dan fiqih.

16

3) Memiliki pengetahuan yang menjadi alat kelengkapan dakwah seperti: teknik dakwah, ilmu jiwa (psikologi), antropologi dan perbandingan agama.

4) Memahami bahasa umat dan menguasai ilmu retorika. 5) Penyantun dan lapang dada.

6) Berani kepada siapapun dalam menyatakan, membela, dan mempertahankan kebenaran.

7) Berakhlak baik sebagai seorang muslim.

8) Memiliki mental yang kuat, keras kemauan dan optomis walaupun menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan.

9) Kholish, berdakwah karena Allah, mengikhlaskan amal dakwah semata-mata karena memohon keridhoan Allah.

10)Mencintai tugas dan kewajiban sebagai Da’i atau mubaligh dan tidak gampang meninggalkan tugas tersebut karena pengaruh-pengaruh keduniaan.17

b. Obyek dakwah (Mad’u)

Obyek atau mad‟u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah. Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah penting peranannya, oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya.

Mad‟u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia, oleh karenanya menggolongkan mad‟u sama dengan

17Hamzah Ya‟qub, Publistik Islam Teknik Dakwah Leadership, (Bandung:Diponogoro, 1972), cet. Ke-2, h. 36.

menggolongkan manusia itu sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya.18

Mad‟u dapat dilihat dari aspek kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:

1) Sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota.

2) Sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

3) Sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada masyarakat Jawa.

4) Sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.

5) Sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan kaya, menengah, dan miskin.

6) Sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain.19

c. Materi Dakwah

Materi dakwah pada dasarnya berasal dari dua sumber, yaitu Al-Quran dan Al-Hadist. Materi dakwah tidak terlepas dari dua sumber tersebut. Bahkan bila tidak bersandar dari keduanya maka seluruh aktifitas

18

M.arifin, Psikologii Dakwah, Suatu Pengantar, (Jakarta:Bumi Aksara,1993), h.47 19

Faizah dan H. Lalu Muchsin Efendi, Psikologi DaKWAH, (Jakarta: Kencana, 2006), h.70

dakwah akan sia-sia dan dilarang oleh syariatIslam.20

Materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad‟u, dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.21 Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang perlu diperhatikan pada materi dakwah, yaitu:

1) Aqidah Islamiyah, yaitu aqidah wahdaniyah (mengesakan Allah) 2) Percaya bahwa Al-Quran itu diturunkan oleh Allah dan dapat

dilumpuhkan bangsa Arab untuk membuat yang serupa.

3) Memiliki hadist-hadist yang membangkitkan semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.

4) Mengesahkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.

5) Menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara, persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan distkriminasi dan saling kenal antara sesama manusia.22

d. Media Dakwah

Bila dilihat dari asal katanya, media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang artinya alat perantara, sedangkan menurut istilah media mempunyai arti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat

20

Asmuni Syukur, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983), h. 63-64

21

Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h.62 22

Acep, Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai: Pengantar Dakwah Antar

perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu.23

Dalam proses melakukan dakwah ada beberapa komponen yang tak bisa dilupakan, salah satunya adalah penggunaan media sebagai alat untuk melakukan aktifitas dakwahnya. Untuk itu keberadaan media sangat penting untuk diupayakan dan diperhatikan apalagi di zaman sekarang ini yang permasalahanya semakin kompleks.

Media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah, pada zaman modern umpamanya: televisi, radio, kaset rekaman, majalah dan suarat kabar.24

e. Metode Dakwah

Secara bahasa metode-motode berasal dari dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (cara). Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad‟unya.25 Dalam bahasa Inggris, metode berasal dari kata method, yang mempunya arti pelajaran atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.26 Metode dakwah berarti jalan atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad’u) yang menjalani objek dakwahnya.27

Dakwah memerlukan metode-metode yang akurat, seperti yang

23

Asmuni Syukur, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, h. 163. 24

Wardi Bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 35.

25

M . Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 35. 26

Masdar Helmi, Problem Dakwah Islamiyah Dan Pedoman Mubaligh (Semarang: CV. Toha Putra, 1969), h. 34.

27

Said bin Ali Qathim, Dakwah Islam Dakwah Bijak ( Jakarta: gema insani press, 1994), cet. ke-1, h. 101.

dijelaskan dalam al-Qur‟an Surat al-Nahl ayat 125















































Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ada beberapa kerangka mengenai metode yag terdapat pada ayat di atas, antara lain sebagai berikut:

1) Bil Hikmah

Secara etimologi al-Hikmah mempunyai arti: al „adl

(keadilan), al- hilm (kesabaran), dan al„ilm (pengetahuan) yang dapat mencegah seseorang dari kebodohan, mencegah seseorang dari kerusakan dan kehancuran, setiap perkataan yang cocok dengan al-hak (kebenaran).28

Secara terminologi hikmah adalah memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah, materi yang disampaikan tidak memberatkan mad‟u, tidak membebani sesuatu yang memberatkan sebelum jiwa menerimanya.29

Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamanya, ketepatan

28

H. Munzier Suparta, Metode Dakwah, h. 8. 29

dalam perkataan dan pengalamannya.30

Menurut Imam Abdullah Bin Ahmad Mamud an-Nasafi hikmah adalah perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan tentang kebenaran dan menghilangkan keraguan.31 2) Mauidzah al-Hasanah (Dengan cara yang baik)

Memberikan nasehat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan kenyamanan pada orang lain.

Ali Musthafa Yakub menyatakan bahwa mauidzah hasanah ialah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana hal tersebut dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarkannya.32

Secara bahasa mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu

Mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata

wa’adza ya’idzu-wa’dzan-idzatan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan sedangkan hasanah artinya kebaikan.33 Menurut Abdul Hamid al-Bilali mau’idzah hasanah adalah merupaka salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak jalan Allah dengan memberikan nasihat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.34

30

H. Munzier Suparta, Metode Dakwah, h.9. 31

H. Munzier Suparta, Metode Dakwah, h. 10. 32

Ali Musthafa Yakqub, Sejarah Metode Dakwah Nabi, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1997), h.16. 33

H. Munzier Supatra, Metode Dakwah, h. 15. 34

Abdul Hamid Bilali, Fiqh Al-Dakwah Fi Ingkar Al-Mungkar,(Kuwait: Dar al-Dakwah, 1989), h. 260.

3) Al-Mujadalah

Secara etimologi lafadzh mujadalah berasal dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jimyang mengikuti Wazan faa‟ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujadalah” perdebatan. Kata “jadala” dapat bermakna menaik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan argumentasi yang disampaikan. Secara istilah Al-Mujadalah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.35

Dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan atau proses yang memiliki tujuan-tujuan yang mulia. Tujuan dimaksudkan dalam rangka untuk menentukan arah dari serangkaian kegiatan dakwah tersebut. Tanpa adanya tujuan dakwah akan kehilangan pedoman sehingga akan menjadikan aktivitasnya sia-sia.

3. Bentuk-bentuk Dakwah

Dalam kegiatan dakwah ada tiga bentuk dakwah yang relevan disampaikan di tengah masyarakat antara lain: dakwah bi al-lisan, dakwah bi al-kitabah dan dakwah bi al-hal.

Sejalan dengan karakteristik dan sifat-sifat khusus yang berada pada ilmu dakwah, maka perlu diperhatikan bentuk-bentuk dakwah:

35

a. Personal selling, yaitu dakwah secara langsung yang dikenal sebagai dakwah bi al-lisan, contohnya dengan bicara dalam pergaulannya sehari-hari yang disertai dengan misi agama seperti penyebarluasan salam.

b. Advertising, yaitu dakwah yang berbentuk nonpersonal, yang dikenal dengan istilah dakwah bi-alkitabah,contohnya dengan menggunakan keterampilan tulis menulis berupa artikel atau membuat sebuah buku, dan,

c. Publicty and sales protion, yaitu sosialisasi dan penyebaran ide dan bentuk persuasi stimulan yang dikenal dengan istilah dakwah bi al-hal, cotohnya: dengan melakukan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat atau bisa dikatakan menjadi bagian dari masyarakat.

Dari jaringan ini maka pengembangan ilmu dakwah secara proporsional dan professional lebih memungkinkan.36

4. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah sebagai bagian dari seluruh aktifitas dakwah mempunyai peran penting sama seperti unsur-unsur dakwah. Seperti subjek dan objek dakwah, metode dan lain sebagainya. Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman Islam kepada masyarakat saran dakwah agar supaya terhindar dari sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan aqidah Islam. Tujuan jangka panjang adalah untuk mengadakan perubahan sikap masyarakat dakwah.37

36

Drs. Z. Sukawi, M.A, Orientasi Perkembangan Ilmu Dakwah Dalam Perspektif

Filsafat Ilmu,(Yogyakarta: Thesis Program Pasca Sarjana (S.2), Iain Sunan Kalijaga, 1993) h. 6. 37

Tujuan dakwah bila dilihat dari pengertian yang dirumuskan oleh beberapa ahli seperti yang tertulis di atas sudah sangat jelas bahwa dakwah Islamiyah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari‟at Islam yang telah terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.38

Adapum tujuan dakwah dalam Al-Qur‟an Surat Al-Anfal ayat 21 adalah:                                  

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila rasul menyuruh kamu kepada suatu pemberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesunggunya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.

Maksudnya ayat di atas menyebutkan bahwa yang menjadi maksud tujuan dakwah adalah menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja, manusia dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.

Dengan kata lain tujuan bahwa bukan untuk memperbanyak pengikut tetapi memperbanyak orang yang sadar akan kebenaran Islam dan mengamalkan amar makruf nahi munkar. Tujuan dakwah mempunyai kepedulian terhadap lingkungan dengan membantu pola pikir masyarakat /mad’u. Untuk mewujudkan kebahagiaan dan keselamatan untuk hidup di dunia dan akhirat kelak nanti dengan mendapat ridha Allah SWT. Nabi Muhammad SAW mencontohkan cara berdakwah pada umatnya dengan

38

A.Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: PT. Bulan Bintang 1994), Cet

berbagai cara melalui lisan (perkataan) dan hal (perbuatan), mulai dari lingkungan keluarga yang merupakan unit terkecil di dalam masyarakat, merupakan pondasi kuatnya masyarakat dan negara, mutu suatu masyarakat sangat ditentukan dari kelompok yang kecil ini.

Keluarga yang merupakan unit-unit kecil akan menjadi tempat tumbuhnya pemuda-pemudi yang sehat bertanggung jawab dan menjadi harapan sebagai generasi penerus. Apabila suatu keluarga sudah ditata baik dan disiplin maka ilmu keagamaan dapat ditularkan kepada teman-teman terdekat hingga kepada masyarakat luas yaitu untuk menghidupkan kesempurnaan manusia sehingga benar-benar hidup.39

Menegakkan keadilan dengan jaminan-jaminan hukum dalam setiap gerak-gerik harus merupakan ibadah dan selalu merasa bahwa Allah selalu mengawasi setiap gerak langkah sehingga menumbuhkan disiplin yang datang dari hati nurani tiap-tiap umat.

Sesunggunya tidak dapat dipisahkan antara halal-haram yang dianggap menjadi urusan agama dan moral menjadi individu masing-masing. Pada paham masyarakat tertentu agama hanya ada dalam masjid-masjid, di tempat orang ketika sedang melakukan akad nikah dan dalam penguburan. Sedangkan diluar itu agama tidak ada di dalam mall, bioskop atau tempat hiburan lain. Hal ini menjadi peluang lebar untuk terjadinya kebobrokan moral dan menipisnya ilmu keagamaan, agama hanya dikenal secara seremonial dan hanya dalam rangka mencari pahala.

Tujuan dilaksanakannya dakwah adalah mengajak manusia kejalan Allah SWT, jalan yang benar yaitu Islam. Disamping itu, dakwah juga

39

bertujuan untuk mempengaruhi cara berfikir manusia, cara bersikap dan bertindak, agar manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.40

Selain itu dakwah Islam memiliki tujuan agar supaya timbul dalam diri umat manusia suatu pengertian tentang nilai-nilai ajaran Islam, kesadaran sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama dengan ikhlas. Abdul Rosyid Shaleh berpendapat “…tujuan utama dakwah adalah nilai atau hasil yang ingin dicapai oleh keseluruhan tindakan yakni terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup didunia dan di akhirat yang di ridhoi oleh Allah SWT…”41

Allah SWT berfirman:                       

Artinya: “Dan Allah mengajak kesurga dan ampunan dengan izi-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka menggambil pelajaran”. (Q.S al-Baqarah:221)42

Dakwah yang kita inginkan dan wajib bagi kaum muslimin untuk melaksanakanya adalah dakwah yang bertujuan dan berorientasi pada: a. Membangun masyarakat Islam, sebagai mana pada Rasul yang

memulai dakwahnya dikalangan masyarakat jahiliyah.

b. Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang menyimpang dari norma-norma ajaran Islam.

c. Memelihara keberlangsungan dakwah dikalangan masyarakat yag telah berpegang kepada kebenaran, yaitu dengan cara pengajaran terus

40Rafi‟udin dan Maman Abdul Djalil, Prinsip da Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet ke-II, h. 32.

41

Abdul Rosyid Shaleh, Manajemen Dakwah, (Jakata: Bulan Bintang, 1993), cet-3 h.190. 42

menerus, tadzkir (mengingatkan), tazkiah (penyucian jiwa), dan ta’lim

(pendidikan).43 5. Sasaran Dakwah

Agar dakwah bisa dilakukan secara efisien, efektif dan dan sesuai dengan kebutuhan, maka dibuat stratifikasi sasaran. Berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan, tingkat sosial dan ekonimi dan tingkat pekerjaan.

Yang dimaksud dengan sasaran dakwah adalah orang-orang yang dituju oleh suatu kegiatan dakwah. Orang-orang yang menjadi sasaran dakwah sangat bervariasi, sehingga juru dakwah harus memperhatikan siapa yang menjadi sasaranya. Seorang juru dakwah harus memperhatikan umur, tingkat pengetahuan sikap terhadap agama dan jenis kelamin.

Mengetahui umur pada sasaran dakwah harus diperlukan, karena secara psikologis terdapat perbedaan kesenangan antara anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua. Hal yang paling penting diketahui oleh para da’i adalah jangan megabaikan tingkat pengetahuan sasaran dakwah. Dengan demikian, seorang juru dakwah harus bisa menyesuaikan diri ketika menghadapi mad’u, agar dakwah yang dilakukan atau dilaksanakannya dapat diterima dan berhasil.44

43 Jum‟ah Amin dan Abdul Aziz, Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, (Solo: Era Intermedia, 200), Cet ke-3, h. 30-32

44

Dokumen terkait