• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBAGAI BAHAN PENYELEKSI SIFAT TOLERANSI

KACANG TANAH TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

DALAM MEDIA IN VITRO *)

Abstrak

Penelitian bertujuan menguji efektivitas PEG sebagai bahan penyeleksi dalam media in vitro dengan mengevaluasi respon kecambah dan tunas kacang tanah terhadap kondisi cekaman oleh PEG, menentukan konsentrasi PEG yang efektif menghambat pertumbuhan dan perkembangan jaringan, serta perubahan kandungan prolina total jaringan akibat cekaman PEG. Tiga macam organ dari sembilan kultivar kacang tanah, yaitu kecambah, TDK (tunas dari pertumbuhan sumbu embrio dengan kotiledon) dan TTK (tunas dari pertumbuhan sumbu embrio tanpa kotiledon) digunakan sebagai eksplan. Eksplan ditanam dalam media MS-0 cair dengan penambahan PEG (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) dan diamati pertumbuhan serta perkembangannya selama 6 – 8 minggu. Pada saat panen dilakukan pengamatan terhadap panjang epikotil, panjang akar primer, jumlah akar cabang, jumlah daun sempurna, bobot basah dan kering kecambah; pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, tingkat kerusakan dan kandungan prolina jaringan tunas. Hasil percobaan menunjukkan penambahan larutan PEG ke dalam media MS-0 menghambat pertumbuhan kecambah dan perkembangan tunas. Meningkatnya konsentrasi PEG menurunkan semua peubah pertumbuhan, tetapi meningkatkan skor kerusakan tunas dan kandungan prolina. Sembilan kultivar kacang tanah yang diuji memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan konsentrasi PEG. Kacang tanah cv. Singa, Komodo dan Jerapah menunjukkan respon toleran; kacang tanah cv. Kelinci dan Gajah menunjukkan respon medium; sedangkan kacang tanah cv. Trenggiling, Macan, Simpai dan Badak menunjukkan respon peka terhadap cekaman kekeringan. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa penambahan larutan PEG dalam media

in vitro memberikan kondisi cekaman yang ditandai dengan terhambatnya perkembangan eksplan dan peningkatan kandungan prolina dalam jaringan seperti respon terhadap cekaman kekeringan. Konsentrasi PEG 15% efektif menghambat pertumbuhan dan perkembangan jaringan eksplan. Respon kecambah dan tunas terhadap medium yang mengandung PEG 15% dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk menapis toleransi kacang tanah terhadap kekeringan. Kecambah, TDK maupun TTK dapat digunakan sebagai eksplan, dan pertambahan tinggi (TTK), pertambahan jumlah daun (TDK dan TTK), jumlah daun layu (TDK dan TTK), jumlah akar (TDK), dan skor kerusakan tunas TDK dapat digunakan sebagai kriteria toleransi terhadap kekeringan.

Kata kunci : respon cekaman kekeringan, seleksi in vitro, cekaman PEG, prolina total

*) Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi BERKALA PENELITIAN HAYATI 11 (1): 39-48. Desember 2005

21

Abstract

The objectives of this experiments were to evaluate the effectiveness of polyethylene glycol (PEG)-6000 as in vitro selective agent, determine response of seedling and epycotyl of nine peanut cultivars against PEG-6000 induced stress under in vitro conditions, effective concentration of PEG to inhibit growth and development of seedling and epycotyl, evaluate tolerance of the cultivars against PEG stress, and evaluate changes in total proline content due to PEG stress. Seedling, growing epycotyls from nine peanut cultivars seeds (TDK) or from embryo axis (TTK) were planted on liquid MS-0 medium containing PEG 6000 (0%, 5%, 10%, 15%, and 20%). Growth, development, and the tissue damage score of the epycotyl were observed after six weeks. Total content of proline were analyzed for stressed and non stressed epycotyl to determine effect of PEG stress on proline accumulation. Results of the experiment indicated that addition of PEG 6000 in to MS-0 medium inhibited growth and development of peanut seedling and epycotyl, and increased the tissue damage score and total proline content of epicotyl. Addition of PEG 6000 might be used to simulate drought stress under in vitro condition. PEG at 15% concentration was effective for inhibiting growth and development of epycotyl explant. The response of peanut epycotyls against medium containing 15% PEG 6000 might be used as alternative methods for screening peanut tolerance against drought stress. The TDK and TTK might be used as explant, while increased in shoot length (TTK), in leaf number (TDK and TTK), in milted leaf number (TDK and TTK), in root number (TDK) and score of tissue damage (TDK) might be used as criteria for drought tolerance.

Keywords: drought stress response, in vitro selection, PEG induced stress, total proline content

22

Pendahuluan

Ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama dalam budi daya tanaman. Pada genotipe tanaman yang toleran cekaman kekeringan, penurunan daya hasil akibat cekaman tidak sebesar yang terjadi pada genotipe peka sehingga penggunaan genotipe yang toleran mempunyai arti penting dalam budidaya tanaman di lahan kering.

Untuk menghadapi cekaman kekeringan, pada umumnya tanaman

melakukan mekanisme avoidance (ketahanan) dengan cara meningkatkan

pertumbuhan biomasa akar untuk menjangkau kedalaman tanah yang kadar airnya lebih tinggi (Monneaux dan Belhassen, 1996), tetapi mekanisme ini kurang efektif karena pertumbuhan biomasa akar yang berlebihan dapat menurunkan daya hasil tanaman. Mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan yang tidak berpengaruh negatif terhadap daya hasil lebih diinginkan dibandingkan dengan mekanisme ketahanan.

Genotipe kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan relatif terbatas jumlahnya (Hidajat et al. 1999), sehingga pengembangan plasma nutfah dengan sifat toleran masih perlu dilakukan. Seleksi in vitro dapat menjadi alternatif cara untuk mengembangkan plasma nutfah kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan.

Penggunaan seleksi in vitro untuk mendapatkan plasma nutfah kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan memerlukan tersedianya teknik kultur jaringan yang efektif untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dan untuk menginduksi variasi somaklonal. Selain itu, selective agent yang dapat menapis sel/jaringan varian dengan sifat toleran diantara sel/jaringan yang peka cekaman kekeringan perlu tersedia. Manitol, sorbitol, garam, dan polietilena glikol (PEG) telah digunakan sebagai bahan penyeleksi dalam seleksi in vitro

untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan (Gulati dan Jaiwal 1993, Rajashekar et al. 1995, Dami dan Hughes 1997).

Senyawa PEG merupakan senyawa yang dapat menurunkan potensial osmotik larutan melalui aktivitas matriks sub-unit etilena oksida yang mampu mengikat molekul air dengan ikatan hidrogen. Penyiraman larutan PEG ke dalam media tanam diharapkan dapat menciptakan kondisi cekaman karena ketersediaan air bagi tanaman menjadi berkurang. Ukuran molekul dan konsentrasi PEG dalam larutan menentukan besarnya potensial osmotik larutan yang terjadi. Menurut Michel dan Kaufmann (1973), larutan PEG 6000 dengan

23

konsentrasi 5% mempunyai potensial osmotik -0,13 MPa (1,26 bar) sedangkan konsentrasi 20% mempunyai potensial osmotik -0,71 MPa (7,06 bar). Tanah dalam kondisi kapasitas lapang mempunyai potensial osmotik 0,33 bar dan dalam kondisi titik kelembaban kritis (koefisien layu) mempunyai potensial osmotik 15 bar. Penggunaan larutan PEG 6000 dengan konsentrasi 5%-20% diharapkan dapat menciptakan potensial osmotik yang setara dengan kondisi tanah kapasitas lapang dan titik kelembaban kritis.

Sebagai bahan penyeleksi, PEG 6000 dilaporkan lebih unggul dibandingkan manitol, sorbitol, atau garam karena tidak bersifat toksik terhadap tanaman (Verslues et al. 1998), tidak dapat diserap oleh sel akar (Chazen dan Neumann 1994), dan secara homogen menurunkan potensial osmotik larutan. Penambahan larutan PEG dalam media in vitro diharapkan dapat mensimulasi kondisi cekaman kekeringan. Eksplan yang ditanam dalam media selektif dengan penambahan PEG diharapkan memberikan respon yang sama dengan yang mengalami cekaman kekeringan. Evaluasi untuk menentukan respon eksplan kacang tanah terhadap cekaman PEG dalam media in vitro perlu dilakukan sebagai langkah awal penggunaan PEG dalam seleksi in vitro.

Salah satu respon tanaman terhadap cekaman kekeringan adalah meningkatkan kandungan osmolit dalam sel, antara lain dengan mengakumulasikan senyawa prolina (Mundree et al. 2002). Enam kultivar kacang tanah Indonesia yang diuji juga menunjukkan peningkatan akumulasi senyawa prolina sebagai respon terhadap cekaman kekeringan (Sudarsono et al.

2004). Terjadinya peningkatan kandungan prolina jaringan eksplan kacang tanah yang ditanam dalam media dengan penambahan PEG dapat digunakan sebagai indikator kemampuan senyawa PEG untuk mensimulasikan cekaman kekeringan dalam media in vitro.

Penelitian bertujuan menguji efektivitas PEG sebagai bahan penyeleksi dalam media in vitro dengan mengevaluasi respon kecambah dan tunas sembilan kultivar kacang tanah Indonesia terhadap kondisi cekaman oleh PEG, menentukan konsentrasi PEG yang efektif menghambat pertumbuhan dan perkembangan eksplan, mengevaluasi toleransi sembilan kultivar kacang tanah yang diuji terhadap cekaman PEG dan perubahan kandungan prolina total jaringan akibat cekaman PEG.

24

Bahan dan Metode

Bahan Tanaman dan Perlakuan PEG

Bahan tanaman terdiri atas benih sembilan kultivar, yaitu kacang tanah cv. Singa, Komodo, dan Jerapah yang dilaporkan toleran terhadap cekaman kekeringan (Hidajat et al. 1999, Nursusilawati 2003), Kelinci, Trenggiling dan Gajah yang bersifat medium toleran, Simpai dan Macan yang dilaporkan peka terhadap cekaman kekeringan (Nursusilawati 2003) serta Badak yang belum diketahui responnya terhadap cekaman kekeringan. Benih diperoleh dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika (Balitbiogen) Bogor.

Konsentrasi PEG yang ditambahkan dalam media in vitro terdiri atas 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%; yang masing-masing setara dengan potensial osmotik 0; -0,13; -0,19; -0,41 dan -0,67 MPa (Michel dan Kaufmann 1973).

Perkecambahandan Pertumbuhan Tunas

Pada sebagian percobaan, poros embrio yang diisolasi dari benih kacang tanah steril, dikecambahkan pada media MS-0 (Murashige and Skoog 1962, tanpa zat pengatur tumbuh tanaman) padat, diinkubasikan dalam ruang kultur bersuhu 25oC dan penyinaran 1000 lux selama 24 jam (untuk selanjutnya inkubasi dalam ruang kultur selalu dilakukan dengan kondisi tersebut, kecuali dinyatakan lain). Kecambah dengan panjang epikotil 1 cm digunakan sebagai eksplan tipe I (eksplan kecambah). Pada sebagian percobaan yang lain, benih (poros embrio beserta kotiledon) dikecambahkan, epikotil yang tumbuh dipotong 2 cm dari ujung dan digunakan sebagai eksplan tunas kacang tanah tipe II (eksplan TDK, tunas dari benih dengan kotiledon). Pada percobaan berikutnya, poros embrio dikecambahkan, epikotil dipotong 2 cm dari ujung dan digunakan sebagai eksplan tunas kacang tanah tipe III (eksplan TTK, tunas dari poros embrio tanpa kotiledon).

Respon Eksplan terhadap Cekaman PEG

Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap dua faktor, yaitu sembilan kultivar dan lima konsentrasi PEG. Unit percobaan terdiri atas satu botol kultur yang ditanami empat eksplan kecambah, atau dua TDK, atau dua TTK. Untuk setiap kombinasi perlakuan diulang lima kali.

Media yang digunakan terdiri atas media MS-0 cair ditambah PEG 6000 dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Media sebanyak 35 ml dituangkan dalam botol kultur (volume 150 ml) dan di atasnya diletakkan berturut-turut satu lembar busa sintetis, kertas saring dan satu lembar busa yang

25

kedua, kemudian disterilkan. Eksplan tipe I, tipe II atau tipe III ditanam dalam lubang berdiameter 2 mm pada lapisan busa yang kedua (Gambar 2). Kultur dipelihara selama enam minggu.

Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah pertumbuhan kecambah, yaitu panjang epikotil, panjang akar primer , jumlah akar cabang, jumlah daun yang membuka sempurna, bobot basah, bobot kering, persentase kecambah yang epikotilnya tumbuh (PET), persentase kecambah yang akar- cabangnya tumbuh (PAT), dan persentase kecambah yang daunnya tumbuh sempurna (PDT). Panjang epikotil diukur dari pangkal kotiledon hingga ujung epikotil.

Bobot kering ditimbang setelah kecambah disimpan dalam oven dengan suhu 70oc selama tiga hari. PET dan PAT berturut-turut dihitung dengan menentukan rasio antara jumlah kecambah yang epikotil atau akar cabangnya tumbuh dengan jumlah kecambah yang ditanam. Epikotil dianggap tumbuh bila panjangnya lebih dari satu sentimeter, sedang akar cabang dianggap tumbuh bila terdapat minimal satu akar cabang dengan panjang ≥ 0.5 cm. PDT ditentukan dengan menghitung rasio antara kecambah yang minimal satu daunnya tumbuh membuka sempurna dengan seluruh kecambah yang ditanam.

Gambar 2. Media selektif berupa media cair MS (Murashige-Skoog 1962) tanpa zat pengatur tumbuh (MS-0) dengan penambahan berbagai konsentrasi PEG 6000. (a) Eksplan tunas kacang tanah kultivar Macan yang ditanam pada media selektif dengan penambahan PEG 15%. (b) Eksplan tunas kacang tanah cv. Singa yang ditanam pada media selektif dengan penambahan PEG 15%, setelah dibuka penutupnya. 1. lembaran busa pertama, 2. kertas saring, 3. lembaran busa kedua, dengan lubang untuk menanam eksplan tunas, 4. eksplan tunas yang mati setelah enam minggu ditanam dalam media selektif dengan PEG 15%, 5. eksplan tunas yang tumbuh normal setelah enam minggu dalam media selektif dengan PEG 15%.

4 3 2 1 5 3 2 1 ( (a) (b)

26

Gambar 3. Kriteria penentuan skor kerusakan eksplan tunas kacang tanah setelah ditanam dalam media selektif selama enam minggu. (a) skor 0: tunas sehat, terjadi kerusakan < 5% dan eksplan tunas mampu berakar, (b) skor 1: terjadi kerusakan 5% - 25% pada daun atau sebagian batang, (c) skor 2: terjadi kerusakan 25% - 50% pada daun dan sebagian batang, (d) skor 3: terjadi kerusakan 50% - 75% pada daun dan sebagian atau seluruh batang, dan (e) skor 4: terjadi kerusakan > 75% pada daun dan seluruh batang, tunas telah mati

Pertumbuhan dan perkembangan eksplan TDK dan TTK diamati dengan mencatat pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun, jumlah daun yang layu, jumlah akar cabang yang terbentuk, dan tingkat kerusakan tunas. Tingkat kerusakan tunas diukur dengan sistem skoring (Gambar 3), yaitu: skor 0 (eksplan mengalami kerusakan <5%), skor 1 (kerusakan antara 5%-25%), skor 2 (kerusakan antara 25%-50%), skor 3 (kerusakan antara 50%-75%), dan skor 4 (kerusakan >75%).

Pengukuran Kandungan Prolina Jaringan Eksplan

Pada akhir pengamatan, tunas TTK yang tumbuh dalam media selektif dipanen dan dikeringkan selama 1 minggu dalam kantong plastik yang berisi

silica gel. Contoh tanaman dari satu perlakuan yang sama yang telah kering dijadikan sebagai contoh komposit, disimpan dalam kantong plastik bersegel, diberi label sesuai perlakuan, dan disimpan dalam freezer (-20oC) hingga saat dilakukan analisis kandungan prolina.

Analisis kandungan prolina dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Bates et al. (1973). Sekitar 0,5 g jaringan contoh digerus dalam mortar porselin, dihomogenisasi dengan 10 ml asam sulfosalisilat 3%, dan disaring dengan kertas saring Whatman no. 42. Sebanyak 2 ml filtrat yang

(a) (b)

27

didapat direaksikan dengan campuran asam ninhidrin 2 ml dan asam asetat glasial 2 ml dalam tabung reaksi. Campuran dipanaskan hingga 100oC dalam air mendidih selama 1 jam dan didinginkan dalam air es selama 5 menit. Setelah dingin, larutan diekstraksi menggunakan toluena 4 ml dan dihomogenisasi selama 15-20 detik menggunakan vorteks sampai terbentuk kromofor berwarna merah jambu hingga merah. Kromofor yang terbentuk diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.

Untuk menentukan konsentrasi kandungan prolina digunakan kurva standar menggunakan larutan prolina dengan konsentrasi antara 0 -1,0 µg. Prolina dalam larutan standar diekstraksi dengan cara yang sama sebagaimana yang dilakukan untuk jaringan tunas kacang tanah. Kandungan prolina jaringan dinyatakan dalam µg/g bobot jaringan kering.

Hasil

Respon Eksplan Kecambahterhadap Cekaman PEG

PET kacang tanah cv. Singa, Komodo dan Jerapah yang dilaporkan toleran cekaman kekeringan, nyata menurun pada konsentrasi PEG 15%, 10% dan 5%. Untuk kacang tanah cv. Kelinci dan Trenggiling (medium toleran) masing-masing mengikuti pola seperti Singa dan Komodo, sedangkan PET Gajah (medium), Simpai (peka) dan Badak mengikuti pola seperti Jerapah. Pada kacang tanah cv. Singa dan Komodo (yang dilaporkan toleran) serta Trenggiling (medium toleran) PDT menurun nyata pada konsentrasi PEG 10% (Tabel 1).

Penurunan PDT kacang tanah cv. Kelinci (medium) terjadi pada konsentrasi PEG 15%; sedangkan untuk Simpai (peka), Jerapah, Gajah, Macan dan Badak penurunan terjadi pada konsentrasi PEG 5%. PAT untuk kacang tanah cv. Singa dan Komodo (toleran), serta Kelinci dan Trenggiling (medium) nyata menurun pada konsentrasi PEG 15%, untuk Simpai (peka) nyata menurun pada konsentrasi PEG 5% (Tabel 1).

Panjang epikotil kacang tanah cv. Singa, Komodo dan Jerapah yang pada penelitian sebelumnya diidentifikasi toleran serta Kelinci dan Trenggiling (medium toleran) menurun bertahap sejalan dengan meningkatnya konsentrasi PEG, namun pada Gajah (medium), Simpai (peka), Macan dan Badak peningkatan konsentrasi PEG 10%, 15% dan 20% tidak lagi menyebabkan penurunan panjang epikotil yang signifikan (Tabel 2).

28

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi PEG dalam medium in vitro terhadap PET, PDT dan PAT dari sembilan kultivar kacang tanah

Konsentra- si PEG

(%)

Peubah pertumbuhan dan perkembangan eksplan kecambah kacang tanah

Sng Kmd Jrph Klc Gjh Trg Smp Mcn Bdk

PET (Persentase kecambah dengan panjang epikotil > 1 cm)

0 100 100 100 100 100 100 98 100 100

5 100 71 5 100 45 100 0 34 9

10 100 8 0 94 0 40 0 22 0

15 8 0 0 41 0 35 0 4 0

20 0 0 0 17 0 0 0 0 0

PDT (Persentase kecambah dengan daun membuka > 1)

0 100 100 100 100 100 100 40 100 90

5 85 75 0 100 0 95 0 10 50

10 65 40 0 80 0 50 0 0 25

15 0 0 0 10 0 10 0 0 20

20 0 0 0 5 0 0 0 0 0

PAT (Persentase kecambah dengan akar cabang > 1)

0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 100 100 95 100 65 100 20 95 95 10 100 100 55 100 35 100 0 0 95 15 45 20 0 100 20 50 0 0 65 20 20 10 0 95 0 0 0 0 20 Keterangan :

PET : Persentase kecambah dengan panjang epikotil > 1 cm, PDT : Persentase kecambah dengan daun membuka > 1, PAT : Persentase kecambah dengan akar cabang > 1

Pada peubah pertumbuhan akar cabang dan daun sempurna, kacang tanah cv. Singa dan Komodo yang dilaporkan toleran serta Kelinci dan Trenggiling (medium toleran) menunjukkan pola penurunan yang sama dengan pola penurunan pertumbuhan epikotil. Untuk kacang tanah cv. Simpai dan Macan masing-masing mulai konsentrasi PEG 5% dan 10% tidak mampu membentuk akar cabang dan daun sempurna (Tabel 2, Gambar 5).

Untuk kacang tanah cv. Singa dan Komodo yang dilaporkan toleran cekaman kekeringan, penurunan nyata panjang akar primer terjadi pada perlakuan PEG 15% dan Jerapah (toleran) pada konsentrasi PEG 5%. Untuk kacang tanah cv. Kelinci (medium toleran) penurunan nyata panjang akar primer terjadi pada perlakuan PEG 15%, Gajah dan Trenggiling (medium toleran) serta Badak pada konsentrasi PEG 10%, sedangkan Simpai (peka) pada perlakuan 5% (Tabel 2). Bobot basah dan kering kecambah juga dipengaruhi oleh konsentrasi PEG (data tidak ditampilkan). Pada hampir semua kultivar kedua peubah tersebut menurun sejalan dengan meningkatnya konsentrasi PEG, dengan pola penurunan yang sama antar kultivar.

29

Tabel 2. Pengaruh konsentrasi PEG dalam medium in vitro terhadap panjang epikotil, panjang akar primer, jumlah akar cabang dan jumlah daun kecambah sembilan kultivar kacang tanah serta nilai relatifnya terhadap perlakuan PEG 0%

Kultivar Peubah pertumbuhan dan perkembangan eksplan kecambah kacang tanah

dan nilai relatif (%) terhadap perlakuan PEG 0%

0 5 10 15 20 Panjang epikotil (cm) Singa 3,4 a (100) 1,4b (41) 1,4 b (41) 0,2 c ( 6 ) 0,1 c ( 3 ) Komodo 1,7 a (100) 0,9 b (53) 0,3 c (18) 0,2 c (12) 0,1 c ( 6 ) Jerapah 2,8 a (100) 0,5 b (18) 0,1 b ( 4 ) 0,1 b ( 4 ) 0,0 b ( 0 ) Kelinci 3,9 a (100) 2,4 b (62) 1,4 c (36) 0,6 d (15) 0,4 d ( 0 ) Gajah 1,4 a (100) 0,5 b (36) 0,1 b ( 7 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Trenggiling 1,9 a (100) 1,2 b (63) 0,5 c (26) 0,5 c (26) 0,0 d ( 0 ) Simpai 2,7 a (100) 0,2 b ( 7 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Macan 3,6 a (100) 0,5 b (14) 0,3 b ( 8 ) 0,3 b ( 8 ) 0,0 b ( 0 Badak 1,3 a (100) 0,4 b (31) 0,2 b (15) 0,4 b (31) 0,0 b ( 0 )

Panjang akar primer (cm)

Singa 4,1 a (100) 4,2 a 3,9 a (95) 2,7 b ( 66) 0,7 c (17) Komodo 1,9 a (100) 2,0 a (105) 1,6 b (84) 1,1 b ( 58) 1,1 b (58) Jerapah 6,6 a (100) 5,0 b (132) 2,3cd (46) 3,2 c ( 64) 2,0 d (40) Kelinci 5,2 a (100) 5,1 a ( 98 ) 4,8 a (92) 4,3 b ( 83) 1,7 c (33) Gajah 8,4 a (100) 9,3 a (111) 2,9 b (35) 3,5 b ( 42) 0,0 c ( 0 ) Trenggiling 10,1a (100) 9,7 a ( 96 ) 7,6 b (75) 6,4 b ( 63) 2,0 c (20) Simpai 6,4 a (100) 1,7 b ( 76 ) 1,3 b (82) 1,4 b ( 6 ) 0,1 c ( 0 ) Macan 4,3 a (100) 2,5 b ( 58 ) 0,5 c (12) 0,5 c ( 12) 0,4 c ( 9 ) Badak 3,3 a (100) 2,9 a ( 88 ) 2,0 b (61) 1,6 c ( 48) 1,3 b (39)

Jumlah akar cabang

Singa 15,5a (100) 8,3 b ( 54 ) 3,2cd ( 21) 1,0 d ( 6 ) 0,5 d ( 3 ) Komodo 9,2 a (100) 6,3 b ( 68 ) 4,4 b ( 48) 0,3 c ( 3 ) 0.1 c ( 1 ) Jerapah 8,6 a (100) 5,5 b ( 64 ) 2,8 c ( 33) 0 d ( 0 ) 0,0 d ( 0 ) Kelinci 18,1a (100) 8,9 b ( 49 ) 7,6 b ( 42) 6,9 b (38) 3,1 c ( 17) Gajah 8,3 a (100) 4,0 b ( 48 ) 3,8 b ( 46) 2,9 c (35) 0.8 c ( 10) Trenggiling 10,6a (100) 6,5 b ( 61 ) 5,5 b ( 52) 2,3 c (22 ) 0,0 c ( 0 ) Simpai 6,4 a (100) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Macan 13,4a (100) 4,8 b ( 36 ) 0,0 c ( 0 ) 0 c ( 0 ) 0,0 c ( 0 ) Badak 6,1 a (100) 4,0 b ( 66 ) 3,8 b ( 62) 2,9bc (48) 0,8 c ( 13)

Jumlah daun yang membuka sempurna

Singa 3,5 a (100) 1,8 b (51) 1,3 b (37) 0,0 c ( 0 ) 0,0 c ( 0 ) Komodo 2,4 a (100) 1,5 b (63) 0,8 b (33) 0,0 c ( 0 ) 0,0 c ( 0 ) Jerapah 3,3 a (100) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Kelinci 3,2 a (100) 2,6 b (81) 1,4 b (44) 0,2 c ( 6 ) 0,1 c ( 3 ) Gajah 3,8 a (100) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Trenggiling 3,4 a (100) 1,9 b (56) 1,0 c (29) 0,0 d ( 0 ) 0,0 d ( 0 ) Simpai 1,2 a (100) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Macan 4,2 a (100) 0,2 b ( 5 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) 0,0 b ( 0 ) Badak 1,8 a (100) 1,0 b (56) 0,5bc (28) 0,4bc ( 0 ) 0,0 c ( 0 ) Keterangan :

Data dalam satu baris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf signifikansi 5%

30

Respon Eksplan TDK terhadap Cekaman PEG

Penambahan PEG dalam media in vitro nyata berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan eksplan tunas kacang tanah tipe I (TDK) yang ditanam secara in vitro. Perlakuan PEG 5% nyata menurunkan pertambahan tinggi tunas dan jumlah akar primer semua kultivar kacang tanah yang diteliti, serta menurunkan pertambahan jumlah daun pada kacang tanah cv. Gajah, Trenggiling, Macan, Simpai dan Badak. Konsentrasi PEG 15% nyata menurunkan pertambahan jumlah daun pada kacang tanah cv. Singa, Komodo, Jerapah dan Kelinci (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertambahan tinggi, jumlah daun dan jumlah akar primer pada eksplan tunas yang berasal dari benih dengan kotiledon (TDK) dan nilai relatifnya terhadap konsentrasi PEG 0%

Peubah dan kultivar

TT Respon terhadap media dengan PEG Nilai relatif terhadap PEG 0%

0 5 10 15 20 0 5 10 15 20

Pertambahan tinggi tunas (cm) per eksplan

Singa T 8,5a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Komodo T 7,9a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Jerapah T 8,2a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Kelinci M 7,0a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Gajah M 6,3a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Trenggiling M 6,7a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Simpai P 6,3a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Macan P 6,9a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Badak - 6,3a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0

Pertambahan jumlah daun per botol

Singa T 10,4a 10,4a 9,6a 2,4b 0,0b 100 100 92 23 0

Komodo T 10,0a 9,6a 8,0a 0,0b 0,0b 100 96 80 0 0

Jerapah T 10,4a 9,6a 8,8a 1,6b 0,0b 100 92 85 15 0

Kelinci M 8,8a 7,6a 7,6a 0,0b 0,0b 100 86 86 0 0

Gajah M 8,0a 4,8b 2,8c 0,0d 0,0d 100 60 35 0 0

Trenggiling M 8,0a 5,6b 3,2c 0,0d 0,0d 100 70 40 0 0

Simpai P 8,0a 0,8b 0,0b 0,0b 0,0b 100 10 0 0 0

Macan P 7,2a 2,0b 0,0c 0,0c 0,0c 100 28 0 0 0

Badak - 7,6a 2,0b 0,8c 0,0c 0,0c 100 26 10 0 0

Jumlah akar primer per eksplan

Singa T 9,2 a 3,3 b 0 c 0 c 0 c 100 36 0 0 0 Komodo T 9,0 a 3,0 b 0 c 0 c 0 c 100 33 0 0 0 Jerapah T 8,8 a 3,5 b 0 c 0 c 0 c 100 40 0 0 0 Kelinci M 7,3 a 0,2 b 0 b 0 b 0 b 100 3 0 0 0 Gajah M 7,2 a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Trenggiling M 6,8 a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Simpai P 5,9 a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Macan P 6,4 a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Badak - 6,3 a 0 b 0 b 0 b 0 b 100 0 0 0 0 Keterangan:

TT : tingkat toleransi, T: toleran, M: medium toleran, P: peka terhadap cekaman kekeringan (Hidayat dkk. 1999, Nursusilawati 2003). Data dalam satu baris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasar uji DMRT taraf signifikansi 5%

31

Kultivar kacang tanah yang diuji menunjukkan respon yang berbeda terhadap suatu konsentrasi PEG untuk peubah pertambahan jumlah daun, jumlah daun layu dan tingkat kerusakan tunas. Kacang tanah cv. Singa, Jerapah, Komodo yang toleran dan Kelinci yang medium toleran terhadap cekaman kekeringan mulai mengalami penurunan jumlah daun pada konsentrasi PEG 10 - 15%, sedangkan lima kultivar yang lain pada konsentrasi PEG 5% (Tabel 3).

Semua kultivar kacang tanah yang diuji mempunyai pertambahan tinggi tunas dan jumlah akar primer yang tidak berbeda. Pertambahan tinggi tunas dan jumlah akar primer nyata menurun pada perlakuan penambahan PEG 5% dibandingkan dengan PEG 0%. Pada perlakuan PEG 5%, tunas kacang tanah cv. Singa, Komodo, dan Jerapah yang toleran serta Kelinci yang medium toleran masih mempunyai akar primer, sedangkan kacang tanah yang lain tidak mempunyai akar primer (Tabel 3).

Dampak yang nyata terhadap peningkatan jumlah daun layu dan skor kerusakan tunas terjadi akibat penambahan PEG 10%, 15%, atau 20% (Tabel 4). Jumlah daun layu nyata meningkat pada konsentrasi PEG 15% untuk kacang tanah cv. Singa, Komodo, Jerapah yang toleran, serta Kelinci, Gajah dan Trenggiling yang medium toleran. Untuk kacang tanah cv. Simpai dan Macan yang peka serta Badak, jumlah daun layu telah nyata meningkat pada konsentrasi PEG 10% (Tabel 4).

Skor kerusakan tunas pada kacang tanah cv. Singa, Komodo dan Jerapah yang toleran, Kelinci dan Trenggiling yang medium toleran telah nyata meningkat pada konsentrasi PEG 20%, kacang tanah cv. Gajah yang medium toleran dan Badak, meningkat pada PEG 15%; sedangkan kacang tanah cv. Simpai dan Macan yang peka, meningkat pada PEG 10% (Tabel 4).

Respon Eksplan TTK terhadap Cekaman PEG

Kultivar kacang tanah yang diuji menunjukkan respon yang berbeda terhadap konsentrasi PEG untuk peubah pertambahan jumlah daun dan jumlah daun layu. Jumlah daun layu nyata meningkat pada konsentrasi PEG 10%–15% untuk kacang tanah cv. Singa, Komodo, Jerapah yang toleran dan Trenggiling yang medium toleran, sedangkan lima kultivar lain telah meningkat pada konsentrasi PEG 5% (Tabel 5).

32

Tabel 4. Pengaruh konsentrasi PEG terhadap jumlah daun layu dan skor kerusakan tunas pada eksplan tunas yang berasal dari benih dengan kotiledon (TDK) Peubah dan

kultivar

Tole- ransi

Respon terhadap media dengan PEG

0% 5% 10% 15% 20% Jumlah daun layu per botol

Singa T 0,0 a 0,0 a 0,0 a 1,0 b 2,0 c Komodo T 0,0 a 0,0 a 0,0 a 1,5 b 3,0 c Jerapah T 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,0 a 2,5 b Kelinci M 0,0 a 0,0 a 0,0 a 2,0 b 3,5 c Gajah M 0,0 a 0,0 a 1,0 a 3,5 b 4,5 b Trenggiling M 0,0 a 0,0 a 0,0 a 3,0 b 4,0 c Simpai P 0,0 a 0,0 a 1,5 b 5,0 c 7,0 d Macan P 0,0 a 0,0 a 3,0 b 5,5 c 6,5 d Badak - 0,0 a 0,0 a 2,5 b 5,5 c 6,0 d

Skor kerusakan tunas per eksplan

Singa T 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,8 b Komodo T 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,0 a 1,0 b Jerapah T 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,0 a 1,0 b Kelinci M 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,3 a 1,2 b Gajah M 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,5 b 1,6 c Trenggiling M 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,2 a 1,5 b Simpai P 0,0 a 0,0 a 1,0 b 2,2 c 3,0 c Macan P 0,0 a 0,0 a 1,2 b 2,5 c 3,4 c Badak - 0,0 a 0,0 a 0,0 a 0,7 b 2,3 c Keterangan:

T: toleran, M: medium toleran, P: peka terhadap cekaman kekeringan (Hidayat dkk. 1999, Nursusilawati 2003). Data dalam satu baris yang diikuti oleh huruf

Dokumen terkait