BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Dampak endometriosis pada kwalitas hidup perempuan
Endometriosis sangat berpengaruh pada kwalitas hidup perempuan disebabkan oleh karena gejala yang timbul dapat mengganggu aktifitas, masa depan pasangan suami istri dan bilamana endometriosis ovarii berkembang menjadi tumor ganas ovarium akan menurunkan harapan hidup perempuan tersebut 12. Keluhan penderita endometriosis
dapat berupa: 2.3.1. Nyeri.
Endometriosis menimbulkan gangguan fungsi biologis yang cukup serius dan berpusat pada organ reproduksi dan daerah pelvik(panggul). Penyakit ini dimulai tanpa keluhan, tersembunyi tetapi membahayakan sehingga tidak diperhatikan pada awal mulanya. Berangsur-angsur timbul keluhan nyeri berkaitan dengan haid. Selama haid, sejumlah darah haid ada yang berbalik masuk melalui Tuba Fallopi atau saluran telur mengalir ke dalam rongga panggul dan selaput rongga perut (peritoneum). Di dalam darah haid tersebut terbawa serta debris dan sel endometrium masuk ke dalam rongga
commit to user
dan defek imunologi dengan peningkatan aktivitas makrofag di dalam zalir peritoneum. Terjadi penyimpangan ekspresi dari berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag antara lain
interleukin-1(IL-1), interleukin-6( IL-6), interleukin-8(IL-8).Tumor Necrosis Factors-α
(TNF-α) dalam zalir peritoneal kesemuanya itu merubah lingkungan zalir peritoneal yang memungkinkan sel endometrium berimplantasi dan bertumbuh menjadi endometriosis15,18,19. Endometriosis pelvis atau panggul merupakan kelainan
endometriosis yang sering terjadi jika dibandingkan dengan endometriosis di tempat lain. Proses darah haid yang berbalik itu akan terjadi terus-menerus setiap bulan dan sepanjang tahun akhirnya akan menimbulkan nyeri semakin lama dirasakan semakin meningkat dan bilamana pasien sudah tidak tahan lagi baru mereka meminta pertolongan kepada dokter.
Keluhan nyeri pada endometriosis dapat berupa dismenorea (nyeri sebelum, selama dan sesudah haid), keluhan dimenorea ini merupakan keluhan yang tersering (80%). Keluhan nyeri kadang terasa pada perut bagian bawah yang dikenal dengan nyeri pelvis atau panggul. Keluhan nyeri baik dismenorea maupun nyeri pelvis dapat menetap atau hilang timbul atau semakin lama semakin hebat. Keluhan tersebut akan terasa lebih sakit pada saat perempuan beraktivitas seperti berjalan dan berdiri terlalu lama. Nyeri panggul dapat berupa iritable Bowel Syndrome (IBS) biasanya terasa sesudah makan14
Dismenorea yang dialami pada perempuan yang masih sekolah sering mengakibatkan tidak masuk sekolah pada saat haid dan kalau hal ini terjadi terus-menerus setiap bulan pada akhirnya akan menurunkan prestasi di sekolah. Bila dismenorea dialami pada perempuan yang sudah bekerja akan menurunkan prestasi kerja. Perempuan dengan endometriosis makin lama akan merasa tergangu kehidupan pribadi maupun kehidupan
bermasyarakat sehingga menimbulkan perasaan bahwa memiliki masa depan yang suram dan harapan sangat tipis untuk bebas dari keluhan tersebut. Bila sudah menikah perempuan itu akan dihantui kekawatiran untuk tidak bisa mempunyai keturunan. Pengobatan nyeri membutuhkan waktu yang lama sehingga pada masyarakat yang pendapatannya pas-pasan pengobatan endometriosis akan sangat memberatkan ekonominya. Endometriosis yang berlangsung bertahun-tahun dapat mengganggu sistem imunologi sehingga mudah terkena berbagai macam penyakit. Berbagai macam infeksi, alergi, dan bisa juga terkena Chronic Fatigue Syndrome 14. Dengan keluhan nyeri yang
dialami oleh pasien dengan endometriosis maka pada akhirnya dia akan merasa kondisi tubuhnya tidak pernah nyaman, bahkan kadang sangat emosional dan timbul kecemasan yang berlebihan sehingga dapat menambah keluhan nyeri semakin hebat. Pada akhirnya seluruh rangkaian keluhan tersebut berdampak pada seluruh kehidupan perempuan.
Nyeri pada endometriosis dapat pula terasa berhubungan dengan lokasi endometriosis di dalam tubuh penderita. Endometriosis yang terletak pada ligamentum sakrouterina atau serabut saraf presakral akan menimbulkan keluhan nyeri punggung ,nyeri tungkai bawah, tungkai atas, menjalar sampai ke pangkal paha dan nyeri saat bersanggama. Endometriosis yang berada pada kavum Douglas akan menimbulkan dispareunia (nyeri saat bersanggama), gangguan pada gastrointestinal (saluran pencernaan) dan dapat pula perasaan nyeri terjadi sesudah bersanggama. Keluhan pada saluran pencernaan umumnya disebabkan karena endometrioma terletak pada kavum Douglasi dekat dinding usus. Endometriosis ini juga menimbulkan gangguan pencernaan berupa kembung, sulit buang air besar, mual dan diare. Endometriosis yang berada pada
commit to user
perasaan panas pada waktu buang air kecil 14,20. Dispareunia keluhan nyeri yang terjadi
saat bersanggama akan menimbulkan berbagai masalah di dalam hubungan suami isteri. Pada pengamatan pasangan suami isteri dimana pihak isteri menderita dismenorea akan menimbulkan dampak gangguan sebagai berikut:(1) sesudah bersanggama justru akan merasa tegang yang seharusnya rilek, (2) sering kali waktu bersanggama hanya sebentar, (3) pasangan suami isteri tersebut kurang bergairah dalam bersanggama ,(4) pada waktu bersanggama tak pernah mencapai orgasme terutama pihak isteri, (5) tidak ada komunikasi yang indah mengenai masalah seks, (6) pada saat bersanggama terjadi peningkatan rasa nyeri, (7) karena nyeri maka jarang melakukan sanggama, (8) sering pada saat bersanggama mendadak dihentikan karena keluhan nyeri hebat, (9) nyeri mempengaruhi intensitas orgasme, (10) sangat sukar menimbulkan perasaan rilek saat bersanggama 21 .
2.3.2. Infertilitas.
Endometriosis sangat erat kaitannya dengan infertilitas, dan diperkirakan 20% sampai 40% perempuan infertil menderita endometriosis. Pada endometriosis berat terjadi distorsi dari anatomi panggul, perubahan bentuk anatomi dari tuba fallopi dan dapat pula terjadi obstruksi dari tuba fallopi. Pada endometriosis berat terbentuk endometrioma yang besar kadang berganda yang merusak jaringan ovarium, secara mekanis mengganggu ovulasi dan infertilisasi. Dengan kondisi seperti ini dengan mudah dapat dijelaskan bahwa gangguan mekanis sangat berperan terhadap fungsi reproduksi. Endometriosis ringan yang pada pengamatan dengan laparaskop tidak terjadi distrorsi seperti pada
endometrioma berat tetapi dapat menimbulkan infertilitas. Mekanisme infertilitas pada endometrioma ringan masih banyak silang pendapat di antara para ahli.
Infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis dapat dijelaskan melalui mekanisme 21. (1) Distorsi anatomi dari adneksa,menghalangi atau mencengah
penangkapan ovum sesudah ovulasi, (2) Gangguan pertumbuhan oosit atau embryogenesis, (3) Penurunan reseptivitas atau kemampuan menerima endometrium.
Pada endometriosis yang ringan kemungkinan besar mekanisme infertilitas disebabkan oleh (1) gangguan pada implantasi, (2) defek imunologi dan, (3) penurunan kualitas oosit karena terganggunya proses folikulogenesis. Pengamatan pada fertilitas
invitro (FIV) dengan mempergunakan donor oosit memberikan dua hasil yang berbeda. Pertama bila donor oosit dari perempuan sehat kemudian hasil fertilitas ditanamkan pada endometrium perempuan endometriosis akan memberikan angka kehamilan yang tidak berbeda bila dibandingkan ditanamkan pada endometrium perempuan yang tidak endometriosis. Kedua, bila donor oosit berasal dari perempuan endometriosis akan memberikan angka kehamilan yang lebih rendah dibandingkan bila donor berasal dari oosit perempuan yang tidak menderita endometriosis. Kedua hasil tersebut memperkuat dugaan bahwa endometriosis sangat berdampak pada ovarium sehingga terjadi penurunan kualitas oosit dibandingkan dengan gangguan pada reseptivitas endometrium 21.
Penelitian banyak ditujukan pada mekanisme gangguan folikulogenesis yang meyebabkan penurunan kualitas oosit pada penderita endometriosis yang infertil. Pengamatan pada FIV apoptosis sel granulosa ovarii yang patologis tercermin dengan peningkatan badan-badan apoptotik (Apoptotic Bodies). Angka kejadian badan-badan
commit to user
baik dan oosit yang tidak siap untuk dibuahi atau di fertilisasi 22. Pengamatan pada 30
penderita yang menjalani program FIV dikelompokkan sebagai berikut:7 (faktor tuba), 7 (faktor suami), 7 (sebab tidak jelas), dan 9 (sebab endometrioma). Sel granulosa diperoleh pada saat aspirasi folikel lalu dilakukan analisa. Dari hasil analisa kelompok endometriosis menunjukkan badan-badan apoptotik tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain dan angka kehamilan terendah dibandingkan dengan kelompok lain 22.
Zalir peritoneal membasahi organ genitalia interna dan seluruh isi rongga panggul. Zalir peritoneal penderita endometriosis menunjukkan sekresi yang berlebihan dari berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag yang berlebihan. Terjadi kontak langsung antara sitokin terutama dalam hal ini tumor necrosis factor -α (TNF-α) dengan sel granulosa ovarium. Sel granulosa ovarium pada endometriosis akan mengekpresikan FAST (TNF-α reseptor) pada permukaannya 24. di lain pihak kadar TNF-α (FAST ligand)dalam zalir peritoneal tinggi 18. Terjadi ikatan antara FAST dengan FAST ligand
yang dipicu oleh kenaikan interleukin-6 dalam zalir peritoneal penderita endometriosis yang infertil dan berakibat apoptosis sel granulasa ovarii yang patologis, dicerminkan dengan aktivitas caspase 2, pada sediaan terlihat warna coklat tua keemasan pada seluruh lapangan pandang (streptavidin biotin 500x) 25. Dalam intrafolikuler penderita
endometriosis terjadi penurunan GDF9 seiring dengan makin berat endometriosis menyebabkan terjadi gangguan folikulogenesis sehingga maturitas oosit terganggu. Peningkatan kadar Hyaluronan merupakan mekanisme adaptasi oosit yang berhubungan dengan peningkatan kadar TNF-α dalam zalir perioneal dan penurunan kadar GDF 9
dalam cairan folikel, namun kondisi ini menyebabkan oosit menjadi sulit di fertilisasi sperma 26 .
Perkawinan yang sudah berlangsung lama dan tidak dikaruniai anak akan menimbulkan kegelisahan pada pasangan suami isteri. Masyarakat Indonesia akan memandang aneh bila suatu keluarga tidak dikaruniai keturunan. Bila pasangan yang infertil tersebut berjumpa dengan teman yang sudah dikaruniai keturunan mereka senantiasa rendah diri timbul perasaan malu bila ditanya jumlah anak. Pasangan infertil tersebut berusaha keras untuk memperoleh keturunan dengan pertolongan dokter. Pada pemeriksaan dokter kemudian ditetapkan bahwa penyebab infertilitas adalah endometriosis. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan penanganan maka diputuskan untuk menjalani FIV. Program FIV tersebut membutuhkan biaya yang mahal dan tidak seluruh masyarakat Indonesia mampu mendapat pelayanan tersebut. Pada masyarakat yang kurang mampu, ada yang dapat menerima dengan lapang dada, ada yang mengambil jalan perceraian, ada yang menikah lagi ada pula yang melakukan perselingkuhan. Hal ini akan menambah penderitaan terutama pada perempuan karena dialah sebagai penyebab tidak punya keturunan tersebut. Bagi pasangan yang mampu mereka akan mencoba mengikuti program FIV meskipun dengan biaya yang mahal. Angka keberhasilan FIV masih rendah jika dibandingkan dengan infertilitas oleh karena sebab yang lain 27.Bilamana hasil program FIV pertama gagal pada umumnya pasangan
suami isteri tersebut akan mengalami kekecewaan yang sangat, akhirnya mereka putus asa atau ada yang berusaha untuk mencoba kembali, ada pula yang akhirnya bercerai, kawin lagi atau berselingkuh. Dampak infertilitas karena endometrioma akan sangat
commit to user
merasa bahwa dirinya sebagai penyebab utama, hingga akhirnya sangat berpengaruh pada kualitas hidupnya.
2.3.3. Tumor.
Penderita endometriosis ada yang berlangsung tanpa keluhan (asimptomatik). Endometriosis berat seringkali tidak menimbulkan nyeri yang hebat kadang hanya keluhan ringan. Pada endometriosis berat terjadi perlengketan yang luas dan timbul kista ovarii (endometrioma) yang relatif ringan pada umumnya baru berobat setelah merasa ada benjolan pada perut bagian bawah atau didapat secara kebetulan pada saat memeriksakan diri mengenai infertilitas. Endometriosis pada umumnya dilakukan pembedahan dan dilanjutkan dengan pemberian medikamentosa. Angka kejadian endometriosis pada perimenopause berkisar antar 5-15% dan pada pascamenopause 3-5%. Endometriosis dapat berubah menjadi tumor ganas ovarii, dengan angka kejadian keganasan berkisar 0,3-1,6% dan jenis keganasan adalah karsinoma endometrioid atau kanker sel bening 28
Perempuan yang mengidap karsinoma ovarii akan menimbulkan berbagai macam dampak sosial, ekonomi dan akan menurunkan harapan hidup perempuan tersebut.
2.3.4. Gangguan haid.
Gangguan haid pada umumnya berupa perdarahan uterus disfungsional.gangguan haid ini bisa diatasi dan tidak menimbulkan dampak pada kehidupan perempuan tersebut.
2.4. Diagnosis endometriosis. 2.4.1. Keluhan.
Keluhan klinis penderita endometriosis sangat tergantung pada lokasi anatomis, keluhan bisa berupa nyeri pelvik, dismenorea, dispareunia, disuria, masa di pelvis, infertilitas dan gangguan haid.
2.4.2. Pemeriksaan Ginekologik.
Pemeriksaan ini akan menimbulkan temuan yang beranekaragam. Pemeriksaan genital eksternal dan permukaan vagina umumnya tidak didapat kelainan. Pemeriksaan dengan spekulum lesi endometriosis tampak warna berupa nodul kebiruan, dapat berada di fornik posterior meliputi 14,4% penderita. Pemeriksaan palpasi bimanual:posisi servik kadang terdorong kelateral akibat parut pada ligamentum sakrouterina ipsilateral. Uterus sukar digerakkan dan lunak, posisi dapat retrofeksi ataupun retroversi dan terfiksasi pada kondisi penyakit yang berat. Kavum Douglasi, teraba massa lunak, fibrosis, nodul-nodul yang nyeri raba atau nyeri tekan terutama di kavum Douglasi. Pada ligamentum sakrouterina pada umumnya lebih sering sebelah kiri juga teraba nodul-nodul yang nyeri raba atau nyeri tekan meliputi 30% penderita endometriosis. Palpasi adneksa teraba massa adneksa bisa lunak ataupun sedikit keras, nyeri sentuh, seringkali terfiksasi ke uterus atau dinding samping pelvis. Pemeriksaan rektovaginal teraba nodul-nodul pada ligamentum sakrouterina, kavum Dougalsi atau pada septum rektovaginal khususnya pada rektovaginal teraba nyeri dan bengkak.
commit to user
Tabel 2.2 Patokan diagnosis secara klinis
Kelompok Gabungan Gejala Kemungkinan endometriosis (%) 1 • Nyeri Haid • Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-nodul *) • Infertilitas 89.09 2 • Nyeri Haid • Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-nodul 65.45 3 • Nyeri Haid • Infertilitas 60.00 4 • Tumor ≥ 2x2 cm atau nodul-nodul • Infertilitas 52.73
( Dikutip dari : Jacob T.Z, 2009)
*) ∅ 2x2 cm karena dengan cara bimanual masih dapat diraba
Diagnosa klinis dengan menggunakan empat kriteria : nyeri haid, infertilitas, nodul 2x2cm dan nyeri tekan, sensitivitas 15% dan spesifisitas 100%. Dengan 3 kriteria:nyeri haid, infertilitas dan nodul 2x2 cm, sensitivitas 35% dan spesifisitas 100%. Dengan menggunakan dua kriteria , nyeri haid dan infertilitas sensitivitas 68% dan spesifisitas 100% 29 .
2.4.3. Laparaskopi diagnostik.
Pada pemeriksaan laparaskopi, lesi endometriosis terdapat pada permukaan peritoneum dengan berbagai warna dan ukuran( tabel 2.1). Defek pada peritoneum berupa parut yang menutupi susukan endometriosis. Endometriosis (disebut pula kista coklat karena menampakkan warna coklat tua )dalam berbagai ukuran bisa meliputi satu atau kedua ovarium. Pada laparaskopi juga dilakukan tes patensi tuba untuk mengetahui apakah tuba paten atau tidak.
2.4.4. Diagnosis pencitraan.
Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis.Ultrasonografi (USG) pelvik secara transabdominal (USG-TA)transvaginal (USG-TV) atau secara transrektal (USG-TR) dan pencitraan resonansi magnetik (magnetik resonace imaging, MRI)telah digunakan sebagai cara nir-invasif untuk mengenali sebukan endometriosis yang besar dan endometrioma sebagai lesi mandiri, tetapi cara-cara ini tidak cukup menolong dalam penilaian luasnya endometrioma. Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan. Teknik- teknik yang lain seperti pindai tomografi terkomputerisasi (computerized
tomographic[CT] ) terkadang membantu dalam menentukan letak lesi, tetapi seringkali
menghasilkan temuan yang tidak khas. 2.4.4.1. Ultrasonografi ginekologik pelvis.
Temuan ultrasonografi pada endometriosis :
Gambaran ultrasonografi endometriosis cukup beragam
- Kista endometriosis dapat bersekat, dinding menebal, dan noduler
- Aliran darah perikistik (pada endometrioma) khususnya di daerah hilus dan terlihat di pembuluh yang memiliki ruang teratur
- Vaskularisasi endometrioma lebih tinggi dan ideks pulsatilitas lebih rendah - Hiperekhoik (perlu cari tanda-tanda perlekatan ke susunan di dekatnya dan ukur
diameter longitudinal dan anteroposterior lesi-lesi tersebut)
commit to user
2.4.4.2. Tomografi terkomputerisasi(CT scan).
Tehnik ini jarang dipergunakan sebagai diagnostik karena biaya yang tinggi dan penampakan lesi yang sangat berbeda-beda.
2.4.4.3. Pencitraan resonansi magnetik.
Pencitraan resonansi magnetik tersebut tidak dipakai secara rutin untuk diagnostik endometriosis.
2.4.5. Diagnostik laboratorik.
Sampai saat ini belum tersedia pemeriksaan laboratorik tunggal yang terpercaya untuk penggunaan klinis, tetapi tampaknya gabungan pemeriksaan marka (penanda) biokimiawi dan penilaian klinis dapat mengurangi kebutuhan untuk pemastian secara pembedahan.
2.4.5.1. CA-125(carcinoantigen-125).
Kekhasan dan kepekaan CA-125 terlalu rendah untuk digunakan sebagai uji penapisan diagnosis endometriosis. Namun demikian, pengukurannya dalam serum masih dapat digunakan sebagai marka untuk memantau respon penanganan yang sedang atau telah dilakukan (medisinal atau pembedahan) terhadap endomatriosis, atau kekambuhannya, juga untuk membedakan kista jinak adneksa yang bukan endometriosis dengan endometrioma. 2.4.5.2. Aromatase.
Pemeriksaan aromatase dari sediaan biopsi endometrium secara imunohistokimia juga telah terbukti bermanfaat pada kasus dengan kecurigaan endometriosis, karena memiliki kepekaan dan kekhasan yang sangat tinggi (hampir 100%).
2.4.5.3. Sitokin.
Peran sitokin dalam patogenesis endometrioma juga sudah sangat dikenal. Sitokin-sitokin zalir peritoneal seperti interleukin(IL) yakni IL-6, IL-8 dan faktor nekrosis
tumor (tumor necrosis factor,TNF)-α telah dikembangkan sebagai marka yang lebih jitu
untuk menduga endometriosis.
2.5. Penanganan endometrioma.
Dapat dilakukan dengan pendekatan medisinalis maupun dengan melakukan membedahan baik konservatif maupun pembedahan radikal ataupun gabungan antara pembedahan dan medisinalis. Oleh karena patogenesis endometriosis masih belum jelas betul maka pendekatan penanganan baik secara medisinalis maupun pembedahan dan gabungan keduanya masih belum memberi hasil yang memuaskan.
2.6. Karsinogenesis.
Kanker merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, melakukan invasif dan menyebar dari tempat asal sel tersebut ke tempat lain dalam tubuh. Terdapat tiga proses yang mempengaruhi jumlah sel secara keseluruhan pada makhluk hidup. Proliferasi sel adalah faktor yang utama. Faktor kedua adalah eliminasi sel melalui kematian sel yang terprogram. Hal terakhir adalah fase inaktif selama proses deferensiasi untuk memberi kesempatan bagi sel melakukan perbaikan bagi penyimpangan yang mungkin terjadi. Mutasi pada DNA dapat mempengaruhi proses pertumbuhan. apoptosis maupun differensiasi dan mempengaruhi jumlah sel secara keseluruhan. Sel kanker pada umumnya memiliki gangguan pada gen pengatur siklus sel yang mempengaruhi proliferasi sel yang tidak terkontrol tersebut 30.
commit to user
Karsinogenesis merupakan proses pembentukan sel karsinoma yang patogenesisnya secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada tingkat fenotip maupun genotip. Perubahan sel normal menjadi sel karsinoma melalui 3 tahap inisiasi,promosi dan progresi 30,31.
Gambar 2.1 Skema Karsinogenesis (Dikutip dari Mac Donald, 1997)
Pada tahapan inisiasi, gen tertentu mengalami kerusakan yang bersifat menetap(irreversible). Sebelum mengalami perubahan menjadi sel kanker, sel yang mengalami inisiasi tidak berbeda dengan sel normal, kecuali menjadi lebih sensitif terhadap perubahan dan mudah terangsang oleh faktor pertumbuhan maupun faktor penghambat.
Sesudah tahapan inisiasi, terjadi tahapan berikutnya, yaitu tahap promosi. Pada tahapan ini sel yang terinisiasi akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang dapat berupa karsinogen atau oleh bahan / substansi promotif (promoting agent). Substansi ini diperkirakan mempengaruhi diferensiasi sel sehingga tidak terjadi differensiasi sesuai dengan fungsinya, yang biasanya terjadi pada sel normal setelah sel membelah. Perubahan genetik lebih lanjut diperlukan agar sel tumor dapat bermetastasis 30,31.
Kerusakan materi genetik pada karsinogenesis dapat terjadi pada tingkat kromosom, yaitu kelainan struktur dan jumlah kromosom atau pada tingkat gen yaitu kelainan struktur atau fungsi(misalnya metilasi,aktivitas telomerase). Kerusakan materi kromosom dapat berupa delesi(deletion)yaitu hilangnya satu segmen kromosom atau gen dari coding dan non-coding region atau berupa translokasi , yaitu sebagian dari suatu kromosom lepas dan menempel pada kromosom lainnya. Kelainan /kerusakan ini umumnya didapat (acquired)dan terjadi pada sel somatik, tetapi ada juga yang diturunkan dan menjadi predisposisi terjadinya kanker. Gangguan dapat juga terjadi secara primer yaitu di awal perkembangan tumor atau sekunder, yaitu terjadi belakangan dan mempengaruhi perangai tumor 32.
Pada tingkat molekuler, transformasi sel normal menjadi sel karsinoma tersebut disebabkan perubahan salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur yang dijumpai pada semua sel, yaitu proto-onkogen yang menghasilkan protein pertumbuhan, gen supresor yang menghasilkan protein yang menghambat pertumbuhan sel dan gen apoptosis yang menghasilkan bahan yang memprogram kematian sel 32.
commit to user
profesi atau daya tahan sel dengan mempengaruhi kemampuan organisme tersebut untuk memperbaiki kerusakan non-lethal yang terjadi pada gen lain, termasuk proto-onkogen, gen supresor dan gen apoptosis. Kerusakan pada gen ini dapat menyebabkan timbulnya mutasi pada genom dan kemudian menimbulkan transformasi neoplasma. Gen DNA repair ini harus mengalami inaktivasi pada kedua alelnya untuk menyebabkan ketidakstabilan genom, sehingga gen DNA repair ini seringkali dikelompokkan sebagai gen supresor 33.
Proto-onkogen adalah gen yang terdapat pada sel normal, berfungsi untuk mengatur proliferasi normal.Yang termasuk proto-onkogen adalah gen yang memproduksi (1) faktor pertumbuhan; (2) Reseptor faktor pertumbuhan; (3) Kinase nonreseptor; (4) Transduser sinyal; (5) Faktor transkripsi dan (6) Protein nukleus 32. Proto-onkogen dapat berubah sifat
menjadi onkogenik akibat transduksi virus (viral oncogenes;v-oncs ) atau akibat pengaruh yang mengubah perilaku in situ, sehingga menjadi cellular oncogenes(c-oncs). Perubahan yang dialami protoonkogen menjadi onkogen selalu bersifat mengaktivasi, artinya mereka menstimuli suatu fungsi sel yang mengakibatkan pertumbuhan dan differensiasi sel. Onkogen menghasilkan protein yang disebut onkoprotein, yang menyerupai produk normal dari proto-onkogen.Yang membedakannya dari protein normal adalah ketiadaan unsur yang penting untuk pengendalian, serta produksinya oleh sel yang mengalami transformasi tidak dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan atau sinyal eksternal lainnya. Pada kondisi yang normal ,proliferasi sel melalui tahapan-tahapan 34 . (1) Terikatnya faktor pertumbuhan pada
reseptor spesifik membran sel, (2) Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat sementara dan terbatas,yang kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi sinyal pada bagian dalam mambran plasma, (3) Transmisi sinyal transduksi melintasi sitosol menuju inti melalui second messenger, (4) Induksi dan aktivasi faktor pengendali
pada inti yang menginisiasi transkripsi DNA, (5) Sel kemudian memasuki siklus sel,menghasilkan pembelahan sel.
Onkogen dan onkoprotein merupakan bentuk penyimpangan dari tahapan dan produk yang terlibat dalam proses proliferasi sel tersebut, mengakibatkan pertumbuhan dan differensiasi sel yang mengarah kepada neoplasma. Aktivasi onkogen merangsang produksi reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, yang memberi isyarat pertumbuhan terus-menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar. Proses proliferasi yang tidak terkendali tanpa diiringi maturasi sel dapat mengakibatkan gangguan differensiasi sel. Pada tahap selanjutnya, gangguan differensiasi sel akan mencerminkan progresivitas sel menjadi ganas 32,34.
Gen supresor faktor yang menghambat pertumbuhan sel dalam siklus sel. Sehingga