• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL 2 PADA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL 2 PADA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TESIS

ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL-2 PADA

ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

SITA DANISWATI UTARI

NIM : S5805005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD Dr.MOEWARDI SURAKARTA

(2)

ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL-2 PADA

ENDOMETRIOMA DENGAN KARSINOMA OVARII

TESIS

Karya Akhir

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dibacakan di Hadapan Panitia Ujian Tesis

Pada Hari : Rabu

Tanggal : 14 Juli 2010

Jam : 10.00 WIB

OLEH

SITA DANISWATI UTARI

(3)

commit to user

LEMBAR PENGESAHAN

Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui

Tanggal : 07 April 2011

Oleh :

Pembimbing Utama

Prof. Dr. KRMT. Tedjo Danoedjo Oepomo,dr. SpOG (K)

NIP : 19460120 197303 1 001

Pembimbing I

Dyah Ratna Budiani, Dra. M.Si

NIP : 19670215 199403 2001

Pembimbing II

Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr, Sp PA (K)

(4)

Telah diuji pada ujian proposal

Tanggal : 14 April 2010

PANITIA UJIAN PROPOSAL

Ketua : Prof. Dr. KRMT Tedjo Danoedjo, dr. SpOG ( K )

Anggota :

1.Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG ( K )

2.Dyah Ratna Budiani, Dra. M. Si

3.Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr. SpPA ( K )

4.Dr. Soetrisno, dr. SpOG ( K )

5.M. Arief T.q, dr. MS

Telah diuji pada ujian tesis

Tanggal : 14 Juli 2010

PANITIA UJIAN TESIS

Ketua : Dr. Hj. Sri Sulistyowati, dr. SpOG ( K )

Anggota :

1.Prof. Dr. KRMT Tedjo Danoedjo, dr. SpOG ( K )

2.Dyah Ratna Budiani, Dra. M. Si

3.Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr. SpPA ( K )

4.Dr. Soetrisno, dr. SpOG ( K )

(5)

commit to user

UCAPAN TERIMA KASIH

Salam Sejahtera

Puji Tuhan, hanya oleh berkat dan kasih Tuhan Yesus Kristus yang telah setia

memberi kekuatan dan kesabaran sehingga saya dapat menjalani dan menyelesaikan

program pendidikan dokter spesialis bidang Obstetri dan Ginekologi serta

menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat yang

setinggi-tingginya dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang

terhormat:

Prof. Dr.KRMT. Tedjo Danudjo Oepomo,dr.SpOGK.( Fer. ) sebagai

pembimbing utama, yang telah dengan sabar berkenan memberikan bimbingan,

arahan, memecahkan masalah yang timbul dan ikut membantu penyelesaian

penelitian ini.

Dra. Dyah Ratna Budiani, M.Si sebagai pembimbing I, memberi bimbingan

dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.

Prof.Dr.Ambar Mudigdo,dr SpPA(K) sebagai pembimbing II, memberi

bimbingan dan arahan demi kesempurnaan penelitian ini.

Dr Hj.Sri Sulistyowati, dr. SpOG(K) atas kesediaan beliau menjadi

koordinator, di tengah kesibukan beliau yang begitu padat masih berkenan

meluangkan waktu untuk memberi petunjuk, dan dorongan dalam menyelesaikan

(6)

Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. Syamsulhadi, dr.

SpKJ yang telah memberi izin dan kesempatan pada saya untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof. Dr. H.

A.A Subijanto, dr. MS yang telah memberi izin dan kesempatan mengikuti

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta Basoeki Soetardjo,drg beserta

semua wakil direktur, Mardiyatmo, dr. SpRad mantan direktur RSUD Dr

Moewardi atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas

rumah sakit dalam menempuh pendidikan dokter spesialis.

Kepala SMF/Lab. Patologi Anatomi Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr.

Sp.PA(K) beserta semua staf dan tenaga teknis laboratorium atas izin dan

kesempatan yang diberikan untuk menggunakan fasilitas laboratorium dalam

penelitian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada H. Rustam Sunaryo, dr.

SpOG selaku Kepala SMF/Lab. Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas

Kedokteran UNS Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta, H. Glondong

Suprapto, dr. SpOG selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis

(7)

commit to user

Prof. Dr. YB. Suparyatmo, dr. SpPK Ketua Panitia Kelayakan Etik Fakultas

Kedokteran UNS/ RSUD Dr. Moewardi dan Kepala SMF/Lab. Patologi Klinik

RSUD Dr. Moewardi/ Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.

M. Arief TQ, dr. MS, atas kesediaan dan kesabaran dalam memberikan

pengarahan dan bimbingan sebagai konsultan metodologi penelitian.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada

staf pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang belum saya sebutkan di atas : H. Tri

Budi Wiryanto, dr. SpOG, H.A Hafidh Zaini, dr. SpOG (Alm), H.

Rochaditomo Moektiono, dr. SpOG (Alm), H. Maskunaryo, dr. SpOG (Alm),

H. Loekmono Hadi, dr. SpOG(K), Prof. Dr. JB. Dalono, dr. SpOG, Wuryatno,

dr. SpOG, M. Mochtarom, dr. SpOG (Alm), H. Docang Tjiptosisworo, dr.

MMR. SpOG(K), H. Abkar Raden,dr. SpOG (K), DR. Soetrisno, dr.

SpOG(K), Supriyadi Hari Respati, dr. SpOG, Hermawan Udiyanto, dr. SpOG,

Teguh Prakosa, dr. SpOG, H. Darto, dr. SpOG, Eriana Melinawati, dr.

SpOG(K), Abdurahman Laqif,dr. SpOG (K), Heru Priyanto, dr SpOG (K),

Wisnu Prabowo, dr. SpOG, Adhi Pramono,dr. SpOG, Suhari Affandi,dr

SpOG, Hari Suprapto,dr. SpOG, Suroso,dr. SpOG, Suwaryo Madsukadi,dr.

SpOG, Faisal,dr. SpOG, Rusbandi,dr. SpOG, Ismail Joko Sutresno,dr. SpOG,

(8)

saya ucapkan terima kasih atas segala bimbingan, nasehat, pangarahan,

pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan kepada saya selama menempuh

program pendidikan dokter spesialis.

Kepada para bidan, paramedik serta teman sejawat residen, dokter

muda/co-asisten saya ucapkan terima kasih atas kerjasamanya yang baik selama masa

pendidikan ini.

Penghargaan dan terima kasih saya sampaikan kepada semua pasien-pasien

yang memiliki kontribusi dalam penelitian ini. Mereka merupakan guru dan sumber

pengalaman yang sangat berharga bagi saya dalam menerapkan antara teori dan

praktek selama menjalani masa pendidikan.

Terima kasih saya ucapkan kepada ayahanda Prof.Dr.KRMT.Tedjo

Danudjo Oepomo,dr.SpOG(K) dan ibunda Sri Sofiati Dra, yang telah

membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang dan selalu

memberikan dorongan dan doa-doa kepada saya untuk selalu berbuat yang terbaik

dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Niscaya banyak pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena

keterbatasan ruang, namun jasa baik bapak/ ibu/ saudara tetap terpatri di lubuk hati

saya. Semoga kebaikan dan dukungan bapak/ ibu/ saudara semua mendapat kasih

karunia dari Tuhan Yesus Kristus. Amin,

(9)

commit to user

RINGKASAN

ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL – 2 PADA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

Sita Daniswati Utari

Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang ditandai dengan : nyeri,

infertilitas, tumor ovarium. Akhir-akhir ini banyak penelitian yang menunjukkan bahwa

endometrioma berubah menjadi karsinoma ovarii. Bilamana sudah menjadi karsinoma

ovarii akan memberi prognose yag jelek.

Dilakukan penelitian untuk menilai keterkaitan antara endometrioma dengan

karsinoma ovarii dengan mempergunakan jalur genetik. Berdasarkan data epidemiologi

telah terbukti ada hubungan endometrioma dengan karsinoma ovarii. Selain bukti

epidemiologi gambaran histopatologi karsinoma serosum, kasinoma endometrioid,

karsinoma musinosum secara morfologi ada kemiripannya dengan mukosa traktus

reproduksi perempuan yang merupakan deferensiasi dari Mülleri. Dilihat dari

etiopatogenesis terdapat persamaan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii

mempergunakan teori ovarium surface epithelium (OSE), teori cortical inclution cysts

(CIC) dan teori two pathway model. Oleh karena karsinoma endometrioid dan karsinoma

sel bening populasinya sangat sedikit maka pada penelitian ini digunakan karsinoma

ovarii serosum deferensiasi baik, low grade dan karsinoma ovarii musinosum deferensiasi

baik, low grade. Pemilihan kedua karsinoma tersebut berdasarkan atas data epidemiologi,

(10)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi onkogen Bcl-2 dengan menggunakan

skor histologi antara endometrioma dan karsinoma ovarii tidak berbeda. Pada tingkat

molekuler transformasi sel normal menjadi sel karsinoma disebabkan oleh perubahan

salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur yang dijumpai pada semua sel yaitu

proto-onkogen, gen supresor dan gen apoptosis. Pada penelitian ini dipilih jalur genetik

untuk melihat keterkaitan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii. Pada

endometrioma maupun pada karsinoma ovarii fungsi apoptosis tidak berjalan. Pada

endometrioma dan karsinoma ovarii sudah terjadi kerusakan lesi pada DNA dikenali

sistem DNA Poof reading dan menginduksi regulasi positif ekspresi P53. P53 dikenal

sebagai faktor transkripsi sejumlah besar gen yang terlihat dalam apoptosis, termasuk

BAX. Ekspresi BAX akan memacu lepasnya sitokrom-C dari inner membran

mitokondria dan selanjutnya akan berinteraksi dengan Apaf – 1 untuk membentuk

apoptosom yang merekrut pro caspase-9 menjadi caspase-9 (initiator apoptotic enzymes).

Caspase-9 bertugas mengaktifkan pro caspase-3 menjadi caspase-3 (executor apoptotic

enzymes). Enzym ini bertugas sebagai eksekutor dan akhirnya akan terbentuk apoptotic

bodies. Apoptotic bodies selanjutnya akan difagosit.oleh sel sekitarnya. Mekanisme ini

merupakan jalur apoptosis intrinsik yang terjadi baik pada endometrioma maupun

karsinoma ovarii. Pada penelitian ini terlihat ekspresi onkogen Bcl-2 yang melimpah,

Bcl-2 yang bertugas menghambat fungsi tumor supressor BAX di jalur instrinsik

(11)

commit to user

Analisis statistik uji beda menyatakan tidak adanya perbedaan tingkat ekspresi

onkogen Bcl-2 antara endometrioma dan karsinoma ovarii.

Hasil ini mengindikasikan bahwa proses apoptosis pada endometrioma sudah

mengalami penghambatan sebagaimana yang terjadi pada karsinoma ovarii. Adanya

mekanisme penghambatan terhadap proses apoptosis merupakan salah satu ciri adanya

(12)

ABSTRAK

ANALISIS EKSPRESI ONKOGEN BCL – 2 PADA ENDOMETRIOMA DAN KARSINOMA OVARII

Sita Daniswati Utari

PPDS OBGYN RSUD Dr. Moewardi / Fakultas Kedokteran, Universitas

Sebelas Maret, Surakarta.

Latar belakang : Endometriosis secara umum menyebabkan gangguan berupa nyeri, infertilitas dan pembesaran atau tumor ovarium. Pada akhir – akhir ini banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan risiko endometrioma menjadi karsinoma ovarium, dan bilamana sudah berubah menjadi karsnioma ovarii maka akan berdampak buruk terhadap kualitas hidup perempuan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari makna perbedaan nilai ekspresi onkogen Bcl-2 pada endometrioma dan karsinoma ovarii .

Metode : Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross

secsional pada ekspresi onkogen Bcl– 2 endometrioma. Subjek penelitian penderita endometrioma sebanyak 20 kasus dan penderita karsinoma ovarii dengan pembagian 10 kasus dengan karsinoma ovarii serosum deferensiasi baik , low grade dan 10 kasus dengan karsinoma ovarii musinosum deferensiasi baik, low grade. Kemudian dilakukan pengecatan immunohistokimia dengan menentukan ekspresi onkogen Bcl-2 dengan menggunakan skor histologi pada endometrioma maupun karsinoma ovarii, kemudian dilakukan analisa statistik.

Hasil : Ekspresi onkogen Bcl-2 dengan menggunakan skor histologi

didapatkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara endometrioma dan karsinoma ovarii.( p= 0,782 )

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan yang bermakna tingkat ekspresi BCL-2 antara endometrioma dan kasinoma ovarii kondisi ini mengindikasikan endometrioma memiliki sifat sebagaimana sel kanker, sehingga dimungkinkan mengalami transformasi kearah keganasan.

(13)

commit to user

ABSTRACT

ANALYSIS BCL-2 ONCOGENIC EXPRESSION ON OVARIAN ENDOMETRIOSIS AND OVARIAN CARCINOMA

Sita Daniswati Utari

Background : In general endometriosis causes disturbances such as pain, infertility and enlargement or ovarian timour. Recently many researches show the escalation of the risk of endometrioma becomes oavrian carcinoma. After becoming ovarian carcinoma, so a bad influence will happen to the quality of the women concerned. A scientific study is needed to know and learn the meaning of the score difference of Bcl-2 oncogenic expression on endometrioma and ovarian carcinoma.

Method : This analytical observation study with cross – sectional approach on oncogenic expression Bcl-2 endometrioma. The subjects of research are 20 patients with endometrioma and another 20 patients with ovarian carcinoma, in which 10 cases are of carcinoma with good serosa differentiation, low grade and the other 10 cases are of ovarian carcinoma with good musinosum defferentiation, low grade. Afterward an immuno-histological dyeing is done in order to decide the oncogenic expression Bcl-2 by using histological score on endometrioma as well as ovarian carcinoma. Finally a statistical analysis can be made.

Result : Oncogenic expression Bcl-2 by using histological score, a meaningless difference is found between endometrioma and ovarian carcinoma ( p= 0,782 )

Conclusion : Bcl-2 oncogenic expression on endometrioma is not different from Bcl-2 oncogenic expression on ovarian carcinoma. Endometrioma has the characteristic like that of the cancerous cells which are likely to have the potency to become malignant.

(14)

DAFTAR ISI

2.1. Pemahaman endometriosis ………...8

2.2. Tampilan endometriosis ...8

2.3. Dampak endometriosis pada kwalitas hidup perempuan ………10

2.3.1. Nyeri ………...10

2.3.2. Infertilitas ………...13

2.3.3. Tumor ………...17

2.4.4. Gangguan haid ………...17

2.4. Diagnosis endometriosis ………...18

2.4.1. Keluhan ………...18

2.4.2. Pemeriksaan ginekologi ………...18

2.4.3. Laparaskopi diagnostik ………...19

2.4.4. Diagnosis pencitraan ………...20

(15)

commit to user

2.4.4.2. Tomografi terkomputerisasi ………...21

2.4.4.3. Pencitraan resonansi magnetik ...21

2.4.5. Diagnostik laboratorik ...21

2.4.5.1. CA- 125( carcinoantigen – 125 ) ...21

2.4.5.2. Aromatase ...21

2.4.5.3. Sitokin ...22

2.5. Penanganan endometrioma ...22

2.6. Karsinogenesis ...22

2.7. Apoptosis ...28

2.8. Bcl-2 ...31

2.9. Endometrioma dan karsinoma ovarii ...35

2.9.1 Kesamaan tinjauan patologi klinik antara endometriosis dengan kanker...35

2.9.2. Histopatologi ……….35

2.9.3. Persamaan molekuler endometriosis dan karsinoma ovarii ……….36

2.9.3.1. Memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan……. 36

2.9.3.2. Tidak peka terhadap sinyal anti proliferasi ………..37

2.9.3.3. Kebal terhadap apoptosis ……….38

2.9.3.4. Tidak terbatas potensi replikasi ………38

2.9.3.5. Sokongan dari angiogenesis ……….38

2.9.3.6. Invasi dan metastase ke jaringan ……….39

2.9.3.7. Memiliki instabilitas genetik ………39

2.9.4. Hubungan endometriosis dan karsinoma ovarii berdasarkan pengamatan klinik dan asal dari sel ………40

2.9.5. Hubungan endometriosis dengan karsinoma ovarii berdasar data epidemiologi ………41

2.9.6. Peran inflamasi pada kejadian karsinoma ovarii ……….41

2.9.7. Perubahan respon imun pada endometriosis ……….43

2.9.8 Hubungan endometriosis dan karsinoma ovarium melalui jalur inflamasi..44

2.9.9. Hormon steroid dan karsinoma ovarium ………45

2.9.10. Endometriosis dan hormone steroid ………48

2 .10. Kerangka teori ………...54

(16)

4.3. Besar sampel ...59

4.4. Tehnik sampel ...………...59

4.5. Kriteria Sampel ...60

4.5.1. Kriteria Inklusi ...60

4.5.2. Kriteria Eklusi ...60

4.6. Variabel penelitian ...60

4.7. Definisi Operasional Variabel ...61

4.8. Lokasi dan Waktu penelitian ...62

4.9. Sarana, pengambilan sampel,tehnik pengambilan jaringan ...62

4.9.1.Sarana...62

4.9.2. Bahan ...62

4.9.3. Pengambilan sampel ...63

4.9.4. Tehnik pengambilan jaringan ...63

4.9.4.1. Laparaskopi ...63

4.9.4.2. Laparotomi ...64

4.9.4.3. Prosesing pembuatan preparat ...64

4.9.4.4. Pengecatan immunohistokimia ...65

4.10. Analisa data ...68

BAB 5 HASIL DAN ANALISIS DATA...67

5.1. Hasil Penelitian ...67

5.2. Hasil Uji Normalitas ...67

5.3. Uji Perbedaan hasil penelitian ...67

5.3.1. Analisis Bivariad ...67

5.4. Hasil foto penelitian ...74

BAB 6 PEMBAHASAN ...78

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ...87

DAFTAR PUSTAKA ………..88

(17)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

2.1. Skema Karsinoganesis ……….23

2.2. Dua jalur apoptosis,jalur ekstrinsik dan instrinsik ………..30

2.3. Translokasi locus gen BCL-2 ……….31

2.4. Karakteristik domain homolog familli BCL-2 ………..32

2.5. Mekanisme apoptosis jalur mitokondria ……….34

2.6. Patogenesis Endometriosis ...51

2.7. Kerangka teori ………54

3.1. Kerangka konseptual ………..56

5.6. Gambar mikroskopis karsinoma ovarii dengan pewarnaan HE dengan Pembesaran 400x ...74

5.7. Gambar mikroskopis ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarii dengan pewarnaan Immunohistokimia dengan pembesaran 400x ...75

5.8. Gambar mikroskopis endometrioma dengan pewarnaan HE dengan Pembesaran 400x ...76

(18)

DAFTAR GRAFIK

5.1. Grafik rata – rata skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma

Ovarii dan endometrioma ... ...68

. Grafik rata – rata skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma

Ovarii serosum low grade , karsinoma ovarii musinosum low grade,

Endometrioma ... ...69

. Grafik skor histologi ekspresi onkogen Bcl – 2 antara karsinoma

(19)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hubungan penampakan warna lesi endometriosis peritoneal

Secara laparaskopi dan makna klinisnya ………..9

Tabel 2.2. Patokan diagnosa secara klinis ………..19

Tabel 2.3. Estrogen-related risk factors for ovarian cancer and endometriosis…. 48

Tabel 5.1. Rata – rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi dan

Standar deviasi data penelitian karsinoma ovarii dan

Endometrioma ...………67

Tabel 5.2. Distribusi ekspresi onkogen Bcl -2 dengan skor histilogi pada

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Ethical Clearance / Kelaikan Etik ... 99

Lampiran 2: Izin penelitian Bagian Patologi Anatomi FK UNS ...100

Lampiran 3: Rata – rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi dan standard

Deviasi data penelitian karsinoma ovarii dan endometrioma ...101

Lampiran 4: Rata – rata ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi karsinoma ovarii

Musinosum low grade ( ovarii MLG), Serosum low grade ( ovarii SLG )

Dan endometrioma... ...102

Lampiran 5: Distribusi ekspresi onkogen Bcl-2 dengan skor histologi pada karsinoma

Ovarii dan endometrioma ...103

Lampiran 6: Hasil uji normalitas skor histologi untuk karsinoma ovarii serosum low

Grade, karsinoma oavrii musinosum low grade dan endometrioma...104

Lampiran 7: Hasil uji perbedaan antara karsinoma ovarii dan endometrioma ... 105

(21)

commit to user

IBS Irritable Bowel Syndrome

FIV Fertilitas invitro

USG Ultrasonografi

USG-TA Ultrasonografi Transabdominal

USG-TV Ultrasonografi Transvaginal

USG-TR Ultrasonografi Transrektal

MRI Magnetik Resonance Imaging

CT Computeriezed Tomographic

ER-α Reseptor Estrogen - α

PR Reseptor Progesteron

IGF-1 Insulin -Like Growth Factor – 1

OSE Ovarium Surface Ephithelium

MMPs Matrix Metalloproteinases

PTEN Phospatage and Tensin Homolog deleted on chromosome ten

TSG Tumor Supresor Gen

VEGF Vasculer Endothelial Growth Factor

TGF β Transforming Growth Factor –β

LOH Loss of Heterozygosity

NSAIDs Non Steroid Anti Inflammatory Drugs

(22)

NK Natural Killer

COX Cyclo Oxygenase

Th T-helper

EAOC Endometriosis-associated ovarian cancer

MSI Microsatelite instability

SF - 1 Steroidogenic Factor-1

MOMP Mitochondrial Outer Membran Permeabilization

MAC Mitochondrial Apoptosis Induction Channel

PTP Permeability Transition Pore

DR Death Reseptor

TNFR Tumour necrosing Factor Reseptor

17 β HSD 17 Hydroxysteroid Dehydrogenase

CIC Cortical Inclution Cysts

ROS Reactive Oxigen Species

MPT Potensial Membran

SLG Serous low Grade

MLG Musinous Low Grade

Apaf -1 Apoptosis inducing factor – 1

BRAF V-Raf Murine Sarcoma Viral Oncogen Homolog B 1

KRAS Kirsten Rat Sarcoma

AKT 2 V-Akt Murine Thymoma

HER 2 Human Epidermal Growth Factor Receptor

SH Skor Histologi

DNA Deoxyribo Nucleic Acid

Bcl – 2 B cell lymphoma – 2

Bax Bcl – 2 assosiated x protein

(23)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah.

Endometriosis merupakan sebukan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) yang

abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum

uteri, dan memicu reaksi peradangan menahun. Jejas atau sebukan endometriotik pada

umumnya dikenal lewat pemeriksaan laparaskopi, kemudian di konfirmasi dengan

histopatologi, paling banyak berlokalisasi di ovarium dan kavum douglasi. Pada umumnya

endometriosis menyebabkan gangguan berupa nyeri, infertilitas dan pembesaran atau

tumor, salah satu atau ketiga gejala itu yang menjadi alasan penderita datang berobat.

Akhir-akhir ini banyak laporan mengenai peningkatan risiko terjadinya keganasan ovarium

yang berasal dari endometriosis atau lebih tepatnya dari endometriosis ovarii

(endometrioma)1. Bila mana sudah terjadi perubahan menjadi karsinoma ovarii memberi

prognosa yang jelek pada penderita. Pada penelitian ini akan dicari makna perbedaan antara

endometrioma dengan karsinoma ovarii melalui jalur genetik, sehubungan dengan

mekanisme transformasi ke arah keganasan.

Pada penelitian dilaporkan endometriosis bertransformasi menjadi karsinoma

endometrioid (26%), karsinoma sel bening (21%) kemudian berturut-turut berubah menjadi

karsinoma serosa, musinosa dan karsinoma jenis lain berkisar antara 4%, 6% dan 6% 2

Penelitian lain dengan memeriksa sediaan histologi dari 42 preparat dengan karsinoma

endometrioid ovarium 57% penderita sudah dalam pasca menopause, 26% dengan

(24)

meliputi 50% dari preparad. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bila terjadi

endometrioma pada pasca menopause sebaiknya ovarium diangkat 2. Dari 15 publikasi jenis

endometriosis yang berhubungan dengan karsinoma meliputi sel bening (39,2%),

endometrioid (21,2%), serosa (3,3%) dan musinous ( 3,0%). Angka kejadian karsinoma sel

bening di Jepang paling tinggi dan karsinoma endometrioid lebih rendah hal ini berbeda

dengan angka kejadian di dunia barat. Angka kejadian keganasan meningkat pada epitelial

atipik. dikemukakan 3 kriteria yang menunjukkan neoplasma ganas berasal dari sel

endometriotik; (1) jaringan jinak yang berdampingan dengan jaringan ganas pada satu

organ; (2) karsinoma tersebut merupakan tumor primer; (3) terdapat gambaran kelenjar dan

stroma 4.

Endometrioma merupakan suatu campuran antara kelainan jinak dan ganas,

sekalipun endometrioma tidak bisa disebut sebagai kondisi premalignan akan tetapi data

epidemiologi, histopatologi dan molekuler memberi kesan endometrioma mempunyai

potensi untuk menjadi ganas. Karsinoma ovarii lesi awal yang berasal dari endometrioma

atau berasal dari metaplasi ductus mullerian dari epitel permukaan ovarium atau ovarian

surfaceepithelium(OSE). Dari beberapa penelitian terdapat hubungan antara endometrioma

dengan karsinoma ovarii berkenaan dengan faktor risiko, perubahan genetik, penyimpangan

aktifitas onkogen dan jalur anti apoptosis.Teori histogenesis dari endometrioma meliputi 5

kategori: celomic metaplasia ,darah haid berbalik, embryonic cell rests, induksi,

penyebaran limfatik dan hematogen. Karsinoma ovarium secara teoritis juga disebabkan

oleh karena perubahan genetik karena kerusakan epitel ovarium selama ovulasi,

(25)

commit to user

kronis. Telah banyak dikumpulkan usulan kriteria untuk mendiagnosa keganasan ovarium

yang berasal dari endometrioma 5.Publikasi mengenai kanker hallmarks yang menentukan

7 ciri khusus untuk kriteria fenotip kanker 6 .Dari kriteria tersebut ini nampak bahwa

endometriosis merupakan proses neoplasma dengan melihat persamaan (1)patologi klinik

dan (2)molekuler dan ciri genetik dari endometriosis berhubungan dengan kerangka yang

diusulkan oleh Hanahan. Dengan dasar ini dapat menjelaskan patogenesis endometriosis

dengan mempergunakan ‘molecularsignatures’.

Dengan bukti–bukti epidemiologi yang menunjukkan hubungan antara

endometrioma dan karsinoma ovarii maka dilakukan penelitian dengan pendekatan

molekuler dan ciri genetik dari endometrioma yang berhubungan dengan karakteristik suatu

karsinoma yang diusulkan oleh Hanahan & Weinberg. Terdapat 7 kriteria antar lain

memiliki kemampuan yang cukup dalam sinyal pertumbuhan, tidak peka terhadap sinyal

anti proliferasi, kebal terhadap apoptosis, tidak terbatas potensi replikasi, sokongan dari

angiogenesis, invasi dan metastase ke jaringan,memiliki instabilitas genetik. Dari ketujuh

kriteria tersebut akan diambil satu kriteria yaitu kebal terhadap apoptosis sebagai dasar

mencari kesamaan antara endometrioma dengan karsinoma ovarii 6. Kebal terhadap

apoptosis merupakan ciri dari suatu keganasan yang dibuktikan dengan ekspresi yang

berlebihan dari anti apoptosis (BCL-2), ekspresi yang kurang dari factor proapoptosis

(BAX), dan gen p53 (p53 merupakan tumour suppressor gene (TSG) yang protein

(TP53)merupakan pro-apoptotic)yang tidak aktif melalui proses mutasi. Jejas endometriotik

mempunyai kesamaan di dalam perkembangannya melalui strategi menghindari dari

apoptosis dengan (1) meningkatkan ekspresi BCL-2 (2) penurunan BAX 7 regulasi

(26)

interleukin (IL)-8 di dalam zalir peritoneal yang memicu apoptosis dari limfosit T yang

memungkinkan sel endometriotik menghindar dari kematian sel 9, (4)sel germinal 10 dan sel

somatik yang di dapat 11 tidak aktifnya mutasi gen p53. Pada penelitian ini ditujukan untuk

mengetahui ekspresi Bcl-2 dari endometrioma dan karsinoma ovarii. Bila terdapat ekspresi

Bcl-2 pada endometrioma yang merupakan salah satu indikator suatu keganasan (sekalipun

belum setinggi ekspresi Bcl-2 pada karsinoma ovarium) maka kemungkinan besar ada

kesamaan molekuler antara endometrioma dengan karsinoma ovarium.

1.2. Rumusan Masalah.

Apakah ada perbedaan ekspresi onkogen Bcl-2 antara endometrioma dan karsinoma

Ovarii.

1.3. Tujuan Penelitian.

1.3.1. Tujuan Umum.

Mengetahui adanya perbedaan ekspresi onkogen Bcl-2 antara endometrioma

dengan karsinoma ovarii.

1.3.2. Tujuan Khusus.

Untuk mempelajari makna perbedaan ekspresi Bcl-2 terkait dengan patogenesis

(27)

commit to user

1.4. Manfaat Penelitian.

1.4.1. Manfaat Teoritik.

Diharapkan dapat memberi informasi ilmiah mengenai ekspresi Bcl-2 pada

endometrioma dan karsinoma ovarii sehubungan dengan kemungkinan transformasi

ke arah keganasan.

1.4.2 Manfaat Praktis.

Sebagai dasar ilmiah untuk mengkaji ekspresi Bcl-2 pada endometrioma dan

karsinoma ovarii untuk mendapat gambaran hubungan antara endometrioma dan

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemahaman endometriosis.

Endometriosis merupakan penyakit yang terjadi pada masa belasan tahun sampai

mencapai usia pasca menopause, yang berarti dapat diderita sepanjang kehidupan

perempuan12. Definisi yang sekarang dianut ialah endometriosis merupakan sebukan

jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) tidak normal mirip - endometrium (endometrium –

like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum uterus, dan memicu reaksi peradangan

menahun.

Pemahaman mengenai endometriosis sudah berubah. Kelainan ini bersifat

menahun dan progresif. Terdapat perbedaan molekuler yang bermakna secara fisiologis

antara jaringan endometrium eutopik dan endometriosis ( ’ endometriosis ektopik ’). Hal

ini didasarkan berbagai hal berikut : (1) bukti aktivitas seluler di dalam lesi tersebut (2)

progresifitas (memberatnya) seperti pembentukan perlekatan (3) kemampuannya

mengganggu proses fisiologis normal dan (4) kemampuannya membentuk massa invasif

yang besar. Secara histologis ditemukan kelenjar, stroma mirip – endometrium atau

keduanya, dengan atau tanpa makrofag termuat hemosiderin, dan dapat berubah

mengikuti siklus haid.

Secara histologis sebukan endometriosis bereaksi terhadap hormon steroid yang sama

dengan jaringan endometrium normal. Artinya estrogen merangsang pertumbuhan

(29)

commit to user

tidak selalu diartikan adanya suatu penyakit. Jaringan mirip – endometrium ini

memberikan fenomena khas karena dapat memunculkan aneka tampilan visual, meski

dapat pula ditemukan pada peritoneum yang kelihatannya normal 13.

Endometriosis merupakan kelainan ginekologik yang membingungkan para ahli

endokrinologi ginekologi hingga saat ini. Hal tersebut karena mekanisme perkembangan

endometriosis belum terungkap secara menyeluruh. Banyak sekali penderita

endometriosis yang tidak menunjukkan gejala yang khas, sehingga tidak waspada akan

keadaannya. Meski endometriosis sering terkait dengan infertilitas, tetapi banyak pula

penderita endometriosis mencapai kehamilan tanpa penanganan, sehingga penyakit itu

tidak sempat terdiagnosis. Dahulu dianggap bahwa endometriosis tidak timbul sebelum

menars, tetapi kini penyakit ini telah ditemukan pula pada usia belasan – dini, meski

sangat jarang sebelum pubertas. Umumnya endometriosis menyerang remaja dan

perempuan usia reproduksi ,walau tak tertutup kemungkinan terdapat kasus pada usia

perimenopause, menopause dan pascamenopause. Diperkirakan lebih dari 70 juta

perempuan dan gadis di seluruh dunia menderita endometriosis14. Data penderita

endometriosis di Indonesia belum diketahui secara pasti, angka kejadian dari rumah sakit

di Indonesia, di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi angka kejadian endometriosis

berkisar 13,6% pada temuan bedah tumor ginekologis 15, di Rumah Sakit Umum Daerah

Dr Sutomo angka kejadian endometriosis 37,2% pada kelompok infertilitas 16 dan di

Rumah Sakit Dr Cipto Mangun Kusumo angka kejadian endometriosis 69,5% pada

kelompok infertilitas 17.Endometriosis tidak terbatas pada perempuan nullipara, karena

juga sering ditemukan pada perempuan dengan infertilitas sekunder. Ketika diagnosis

(30)

adalah selama usia 30 – 40 tahun. Diagnosis umumnya agak terlambat ditegakkan pada

mereka yang datang dengan infertilitas ketimbang nyeri. Endometriosis kurang populer

jika dibandingkan dengan karsinoma payudara, karsinoma leher rahim, penyakit AIDS

dan penyakit flu burung, tetapi perkembangan ilmu dan teknologi di segala bidang pada

30 tahun terakhir ini kasus endometriosis semakin hari semakin banyak ditemukan,hal ini

dikarenakan12. (1) Teknik diagnostik dalam dunia kedokteran sudah semakin maju dan

canggih, (2) Semakin derasnya pengaruh global dalam segala bidang maka banyak

artikel-artikel di majalah internasional dan website, program televisi luar negeri yang

membahas masalah endometriosis, (3) Banyak perempuan yang mulai memberi perhatian

khusus ada nyeri saat haid dan perasaan nyeri di panggul, (4) Kemajuan dalam bidang

industri mengakibatkan polusi udara semakin meningkat, hal ini akan menambah jumlah

penderita endometriosis. Salah satu penyebab endometriosis diduga karena polusi udara

akibat industri.

2.2. Tampilan endometriosis.

Tampilan endometriosis sangat beragam, bergantung pada lokasi dan kedalaman

letaknya. Lesi-permukaan memberikan tampilan yang berbeda dengan lesi- dalam

(Tabel 2.1).

Dahulu endometriosis dikenal berdasarkan temuan lesi-lesi berbentuk murbai

kecil yang berwarna gelap, biru-hitam.Kini , berdasarkan banyaknya temuan yang samar

pada laparaskopi, makin jelas bahwa endometriosis dapat muncul dalam bentuk yang

(31)

commit to user

merah.Tampilannya bergantung pada pasokan darah, jumlah perdarahan dan fibrosis pada

lesi-lesi itu.

Tabel 2.1. Hubungan penampakan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopik dan makna klinisnya.

Warna Lesi Aktivitas biologis Makna Klinis

Merah * Sangat tervakularisasi dan

proliferatif; aktivitas produksi

prostaglandin F2αsama dengan lesi

hitam

* Stadium dini endometriosis

Putih * Sedikit sekali tervaskularisasi,

metabolik tak-aktif, jaringan fibrosa

* Lesi yang sembuh atau laten;

kurang nyeri dibandingkan lesi

hitam atau merah

Hitam * Aktivitas produksi prostaglandin

F2α sama dengan lesi merah

* Stadium lanjut endometriosis

( 76-93% terpastikan secara

histologis )

( Dikutip dari : Jacob T.Z, 2009)

Lesi-lesi baru dapat berupa kista berisi darah yang berukuran kurang dari 1cm,

kemudian bertumbuh seiring waktu menjadi berwarna coklat dan disebut kista coklat.

Pada remaja, lesi endometriosis tidak selalu tampil dengan kegelapan yang khas karena

kurun perdarahan dan fibrosis yang berulang-ulang berlangsung lebih singkat.

Kista endometriosis seringkali melekat erat ke peritoneum fossa ovarika dan

fibrosis yang mengelilinginya sehingga dapat melibatkan tuba fallopi dan usus. Pada

endometriosis yang menyebuk dalam (deeply infiltrating endometriosis)nodul-nodulnya

meluas lebih dari 5 mm di bawah peritoneum. Kedalaman penyerbukan itu berhubungan

(32)

Lesi endometriosis -dalam lebih mencerminkan daya-invasi dan progresivitas

penyakit. Artinya endometriosis superfisial yang semula terbentuk dari taburan haid ke

rongga peritoneum, kemudian berkembang lebih jauh menjadi endometriosis –dalam.

Jaringan endometriosis juga ditemukan sepanjang saluran Muller termasuk sepertiga

bagian dalam miometrium (adenomiosis) forniks posterior, dan ligamen sakrouterina.

Semua lesi tersebut berbentuk nodul-nodul adenomiotik. Pola peluruhan ’haid’juga

terjadi pada jaringan endometriosis yang melapisi dinding kista coklat ovarium.

2.3. Dampak endometriosis pada kwalitas hidup perempuan.

Endometriosis sangat berpengaruh pada kwalitas hidup perempuan disebabkan

oleh karena gejala yang timbul dapat mengganggu aktifitas, masa depan pasangan suami

istri dan bilamana endometriosis ovarii berkembang menjadi tumor ganas ovarium akan

menurunkan harapan hidup perempuan tersebut 12. Keluhan penderita endometriosis

dapat berupa:

2.3.1. Nyeri.

Endometriosis menimbulkan gangguan fungsi biologis yang cukup serius dan

berpusat pada organ reproduksi dan daerah pelvik(panggul). Penyakit ini dimulai tanpa

keluhan, tersembunyi tetapi membahayakan sehingga tidak diperhatikan pada awal

mulanya. Berangsur-angsur timbul keluhan nyeri berkaitan dengan haid. Selama haid,

sejumlah darah haid ada yang berbalik masuk melalui Tuba Fallopi atau saluran telur

mengalir ke dalam rongga panggul dan selaput rongga perut (peritoneum). Di dalam

(33)

commit to user

dan defek imunologi dengan peningkatan aktivitas makrofag di dalam zalir peritoneum.

Terjadi penyimpangan ekspresi dari berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag antara lain

interleukin-1(IL-1), interleukin-6( IL-6), interleukin-8(IL-8).Tumor Necrosis Factors-α

(TNF-α) dalam zalir peritoneal kesemuanya itu merubah lingkungan zalir peritoneal yang

memungkinkan sel endometrium berimplantasi dan bertumbuh menjadi

endometriosis15,18,19. Endometriosis pelvis atau panggul merupakan kelainan

endometriosis yang sering terjadi jika dibandingkan dengan endometriosis di tempat lain.

Proses darah haid yang berbalik itu akan terjadi terus-menerus setiap bulan dan sepanjang

tahun akhirnya akan menimbulkan nyeri semakin lama dirasakan semakin meningkat dan

bilamana pasien sudah tidak tahan lagi baru mereka meminta pertolongan kepada dokter.

Keluhan nyeri pada endometriosis dapat berupa dismenorea (nyeri sebelum,

selama dan sesudah haid), keluhan dimenorea ini merupakan keluhan yang tersering

(80%). Keluhan nyeri kadang terasa pada perut bagian bawah yang dikenal dengan nyeri

pelvis atau panggul. Keluhan nyeri baik dismenorea maupun nyeri pelvis dapat menetap

atau hilang timbul atau semakin lama semakin hebat. Keluhan tersebut akan terasa lebih

sakit pada saat perempuan beraktivitas seperti berjalan dan berdiri terlalu lama. Nyeri

panggul dapat berupa iritable Bowel Syndrome (IBS) biasanya terasa sesudah makan14

Dismenorea yang dialami pada perempuan yang masih sekolah sering mengakibatkan

tidak masuk sekolah pada saat haid dan kalau hal ini terjadi terus-menerus setiap bulan

pada akhirnya akan menurunkan prestasi di sekolah. Bila dismenorea dialami pada

perempuan yang sudah bekerja akan menurunkan prestasi kerja. Perempuan dengan

(34)

bermasyarakat sehingga menimbulkan perasaan bahwa memiliki masa depan yang suram

dan harapan sangat tipis untuk bebas dari keluhan tersebut. Bila sudah menikah

perempuan itu akan dihantui kekawatiran untuk tidak bisa mempunyai keturunan.

Pengobatan nyeri membutuhkan waktu yang lama sehingga pada masyarakat yang

pendapatannya pas-pasan pengobatan endometriosis akan sangat memberatkan

ekonominya. Endometriosis yang berlangsung bertahun-tahun dapat mengganggu sistem

imunologi sehingga mudah terkena berbagai macam penyakit. Berbagai macam infeksi,

alergi, dan bisa juga terkena Chronic Fatigue Syndrome 14. Dengan keluhan nyeri yang

dialami oleh pasien dengan endometriosis maka pada akhirnya dia akan merasa kondisi

tubuhnya tidak pernah nyaman, bahkan kadang sangat emosional dan timbul kecemasan

yang berlebihan sehingga dapat menambah keluhan nyeri semakin hebat. Pada akhirnya

seluruh rangkaian keluhan tersebut berdampak pada seluruh kehidupan perempuan.

Nyeri pada endometriosis dapat pula terasa berhubungan dengan lokasi

endometriosis di dalam tubuh penderita. Endometriosis yang terletak pada ligamentum

sakrouterina atau serabut saraf presakral akan menimbulkan keluhan nyeri punggung

,nyeri tungkai bawah, tungkai atas, menjalar sampai ke pangkal paha dan nyeri saat

bersanggama. Endometriosis yang berada pada kavum Douglas akan menimbulkan

dispareunia (nyeri saat bersanggama), gangguan pada gastrointestinal (saluran

pencernaan) dan dapat pula perasaan nyeri terjadi sesudah bersanggama. Keluhan pada

saluran pencernaan umumnya disebabkan karena endometrioma terletak pada kavum

Douglasi dekat dinding usus. Endometriosis ini juga menimbulkan gangguan pencernaan

(35)

commit to user

perasaan panas pada waktu buang air kecil 14,20. Dispareunia keluhan nyeri yang terjadi

saat bersanggama akan menimbulkan berbagai masalah di dalam hubungan suami isteri.

Pada pengamatan pasangan suami isteri dimana pihak isteri menderita dismenorea akan

menimbulkan dampak gangguan sebagai berikut:(1) sesudah bersanggama justru akan

merasa tegang yang seharusnya rilek, (2) sering kali waktu bersanggama hanya sebentar,

(3) pasangan suami isteri tersebut kurang bergairah dalam bersanggama ,(4) pada waktu

bersanggama tak pernah mencapai orgasme terutama pihak isteri, (5) tidak ada

komunikasi yang indah mengenai masalah seks, (6) pada saat bersanggama terjadi

peningkatan rasa nyeri, (7) karena nyeri maka jarang melakukan sanggama, (8) sering

pada saat bersanggama mendadak dihentikan karena keluhan nyeri hebat, (9) nyeri

mempengaruhi intensitas orgasme, (10) sangat sukar menimbulkan perasaan rilek saat

bersanggama 21 .

2.3.2. Infertilitas.

Endometriosis sangat erat kaitannya dengan infertilitas, dan diperkirakan 20%

sampai 40% perempuan infertil menderita endometriosis. Pada endometriosis berat terjadi

distorsi dari anatomi panggul, perubahan bentuk anatomi dari tuba fallopi dan dapat pula

terjadi obstruksi dari tuba fallopi. Pada endometriosis berat terbentuk endometrioma yang

besar kadang berganda yang merusak jaringan ovarium, secara mekanis mengganggu

ovulasi dan infertilisasi. Dengan kondisi seperti ini dengan mudah dapat dijelaskan bahwa

gangguan mekanis sangat berperan terhadap fungsi reproduksi. Endometriosis ringan

(36)

endometrioma berat tetapi dapat menimbulkan infertilitas. Mekanisme infertilitas pada

endometrioma ringan masih banyak silang pendapat di antara para ahli.

Infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis dapat dijelaskan melalui

mekanisme 21. (1) Distorsi anatomi dari adneksa,menghalangi atau mencengah

penangkapan ovum sesudah ovulasi, (2) Gangguan pertumbuhan oosit atau

embryogenesis, (3) Penurunan reseptivitas atau kemampuan menerima endometrium.

Pada endometriosis yang ringan kemungkinan besar mekanisme infertilitas

disebabkan oleh (1) gangguan pada implantasi, (2) defek imunologi dan, (3) penurunan

kualitas oosit karena terganggunya proses folikulogenesis. Pengamatan pada fertilitas

invitro (FIV) dengan mempergunakan donor oosit memberikan dua hasil yang berbeda.

Pertama bila donor oosit dari perempuan sehat kemudian hasil fertilitas ditanamkan pada

endometrium perempuan endometriosis akan memberikan angka kehamilan yang tidak

berbeda bila dibandingkan ditanamkan pada endometrium perempuan yang tidak

endometriosis. Kedua, bila donor oosit berasal dari perempuan endometriosis akan

memberikan angka kehamilan yang lebih rendah dibandingkan bila donor berasal dari

oosit perempuan yang tidak menderita endometriosis. Kedua hasil tersebut memperkuat

dugaan bahwa endometriosis sangat berdampak pada ovarium sehingga terjadi penurunan

kualitas oosit dibandingkan dengan gangguan pada reseptivitas endometrium 21.

Penelitian banyak ditujukan pada mekanisme gangguan folikulogenesis yang

meyebabkan penurunan kualitas oosit pada penderita endometriosis yang infertil.

Pengamatan pada FIV apoptosis sel granulosa ovarii yang patologis tercermin dengan

(37)

commit to user

baik dan oosit yang tidak siap untuk dibuahi atau di fertilisasi 22. Pengamatan pada 30

penderita yang menjalani program FIV dikelompokkan sebagai berikut:7 (faktor tuba), 7

(faktor suami), 7 (sebab tidak jelas), dan 9 (sebab endometrioma). Sel granulosa

diperoleh pada saat aspirasi folikel lalu dilakukan analisa. Dari hasil analisa kelompok

endometriosis menunjukkan badan-badan apoptotik tertinggi dibandingkan dengan

kelompok lain dan angka kehamilan terendah dibandingkan dengan kelompok lain 22.

Zalir peritoneal membasahi organ genitalia interna dan seluruh isi rongga

panggul. Zalir peritoneal penderita endometriosis menunjukkan sekresi yang berlebihan

dari berbagai sitokin oleh aktivitas makrofag yang berlebihan. Terjadi kontak langsung

antara sitokin terutama dalam hal ini tumor necrosis factor -α (TNF-α) dengan sel

granulosa ovarium. Sel granulosa ovarium pada endometriosis akan mengekpresikan

FAST (TNF-α reseptor) pada permukaannya 24. di lain pihak kadar TNF-α (FAST

ligand)dalam zalir peritoneal tinggi 18. Terjadi ikatan antara FAST dengan FAST ligand

yang dipicu oleh kenaikan interleukin-6 dalam zalir peritoneal penderita endometriosis

yang infertil dan berakibat apoptosis sel granulasa ovarii yang patologis, dicerminkan

dengan aktivitas caspase 2, pada sediaan terlihat warna coklat tua keemasan pada seluruh

lapangan pandang (streptavidin biotin 500x) 25. Dalam intrafolikuler penderita

endometriosis terjadi penurunan GDF9 seiring dengan makin berat endometriosis

menyebabkan terjadi gangguan folikulogenesis sehingga maturitas oosit terganggu.

Peningkatan kadar Hyaluronan merupakan mekanisme adaptasi oosit yang berhubungan

(38)

dalam cairan folikel, namun kondisi ini menyebabkan oosit menjadi sulit di fertilisasi

sperma 26 .

Perkawinan yang sudah berlangsung lama dan tidak dikaruniai anak akan

menimbulkan kegelisahan pada pasangan suami isteri. Masyarakat Indonesia akan

memandang aneh bila suatu keluarga tidak dikaruniai keturunan. Bila pasangan yang

infertil tersebut berjumpa dengan teman yang sudah dikaruniai keturunan mereka

senantiasa rendah diri timbul perasaan malu bila ditanya jumlah anak. Pasangan infertil

tersebut berusaha keras untuk memperoleh keturunan dengan pertolongan dokter. Pada

pemeriksaan dokter kemudian ditetapkan bahwa penyebab infertilitas adalah

endometriosis. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan penanganan maka

diputuskan untuk menjalani FIV. Program FIV tersebut membutuhkan biaya yang mahal

dan tidak seluruh masyarakat Indonesia mampu mendapat pelayanan tersebut. Pada

masyarakat yang kurang mampu, ada yang dapat menerima dengan lapang dada, ada yang

mengambil jalan perceraian, ada yang menikah lagi ada pula yang melakukan

perselingkuhan. Hal ini akan menambah penderitaan terutama pada perempuan karena

dialah sebagai penyebab tidak punya keturunan tersebut. Bagi pasangan yang mampu

mereka akan mencoba mengikuti program FIV meskipun dengan biaya yang mahal.

Angka keberhasilan FIV masih rendah jika dibandingkan dengan infertilitas oleh karena

sebab yang lain 27.Bilamana hasil program FIV pertama gagal pada umumnya pasangan

suami isteri tersebut akan mengalami kekecewaan yang sangat, akhirnya mereka putus

asa atau ada yang berusaha untuk mencoba kembali, ada pula yang akhirnya bercerai,

(39)

commit to user

merasa bahwa dirinya sebagai penyebab utama, hingga akhirnya sangat berpengaruh pada

kualitas hidupnya.

2.3.3. Tumor.

Penderita endometriosis ada yang berlangsung tanpa keluhan (asimptomatik).

Endometriosis berat seringkali tidak menimbulkan nyeri yang hebat kadang hanya

keluhan ringan. Pada endometriosis berat terjadi perlengketan yang luas dan timbul kista

ovarii (endometrioma) yang relatif ringan pada umumnya baru berobat setelah merasa ada

benjolan pada perut bagian bawah atau didapat secara kebetulan pada saat memeriksakan

diri mengenai infertilitas. Endometriosis pada umumnya dilakukan pembedahan dan

dilanjutkan dengan pemberian medikamentosa. Angka kejadian endometriosis pada

perimenopause berkisar antar 5-15% dan pada pascamenopause 3-5%. Endometriosis

dapat berubah menjadi tumor ganas ovarii, dengan angka kejadian keganasan berkisar

0,3-1,6% dan jenis keganasan adalah karsinoma endometrioid atau kanker sel bening 28

Perempuan yang mengidap karsinoma ovarii akan menimbulkan berbagai macam dampak

sosial, ekonomi dan akan menurunkan harapan hidup perempuan tersebut.

2.3.4. Gangguan haid.

Gangguan haid pada umumnya berupa perdarahan uterus disfungsional.gangguan

(40)

2.4. Diagnosis endometriosis.

2.4.1. Keluhan.

Keluhan klinis penderita endometriosis sangat tergantung pada lokasi anatomis,

keluhan bisa berupa nyeri pelvik, dismenorea, dispareunia, disuria, masa di pelvis,

infertilitas dan gangguan haid.

2.4.2. Pemeriksaan Ginekologik.

Pemeriksaan ini akan menimbulkan temuan yang beranekaragam. Pemeriksaan

genital eksternal dan permukaan vagina umumnya tidak didapat kelainan. Pemeriksaan

dengan spekulum lesi endometriosis tampak warna berupa nodul kebiruan, dapat berada

di fornik posterior meliputi 14,4% penderita. Pemeriksaan palpasi bimanual:posisi servik

kadang terdorong kelateral akibat parut pada ligamentum sakrouterina ipsilateral. Uterus

sukar digerakkan dan lunak, posisi dapat retrofeksi ataupun retroversi dan terfiksasi pada

kondisi penyakit yang berat. Kavum Douglasi, teraba massa lunak, fibrosis, nodul-nodul

yang nyeri raba atau nyeri tekan terutama di kavum Douglasi. Pada ligamentum

sakrouterina pada umumnya lebih sering sebelah kiri juga teraba nodul-nodul yang nyeri

raba atau nyeri tekan meliputi 30% penderita endometriosis. Palpasi adneksa teraba

massa adneksa bisa lunak ataupun sedikit keras, nyeri sentuh, seringkali terfiksasi ke

uterus atau dinding samping pelvis. Pemeriksaan rektovaginal teraba nodul-nodul pada

ligamentum sakrouterina, kavum Dougalsi atau pada septum rektovaginal khususnya

(41)

commit to user

Tabel 2.2 Patokan diagnosis secara klinis

Kelompok Gabungan Gejala Kemungkinan endometriosis (%)

*) ∅ 2x2 cm karena dengan cara bimanual masih dapat diraba

Diagnosa klinis dengan menggunakan empat kriteria : nyeri haid, infertilitas, nodul 2x2cm

dan nyeri tekan, sensitivitas 15% dan spesifisitas 100%. Dengan 3 kriteria:nyeri haid,

infertilitas dan nodul 2x2 cm, sensitivitas 35% dan spesifisitas 100%. Dengan

menggunakan dua kriteria , nyeri haid dan infertilitas sensitivitas 68% dan spesifisitas

100% 29 .

2.4.3. Laparaskopi diagnostik.

Pada pemeriksaan laparaskopi, lesi endometriosis terdapat pada permukaan

peritoneum dengan berbagai warna dan ukuran( tabel 2.1). Defek pada peritoneum berupa

parut yang menutupi susukan endometriosis. Endometriosis (disebut pula kista coklat

karena menampakkan warna coklat tua )dalam berbagai ukuran bisa meliputi satu atau

kedua ovarium. Pada laparaskopi juga dilakukan tes patensi tuba untuk mengetahui

(42)

2.4.4. Diagnosis pencitraan.

Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis.Ultrasonografi

(USG) pelvik secara transabdominal (USG-TA)transvaginal (USG-TV) atau secara

transrektal (USG-TR) dan pencitraan resonansi magnetik (magnetik resonace imaging,

MRI)telah digunakan sebagai cara nir-invasif untuk mengenali sebukan endometriosis

yang besar dan endometrioma sebagai lesi mandiri, tetapi cara-cara ini tidak cukup

menolong dalam penilaian luasnya endometrioma. Bagaimanapun, cara-cara tersebut

masih penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya yang mungkin

bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.

Teknik-teknik yang lain seperti pindai tomografi terkomputerisasi (computerized

tomographic[CT] ) terkadang membantu dalam menentukan letak lesi, tetapi seringkali

menghasilkan temuan yang tidak khas.

2.4.4.1. Ultrasonografi ginekologik pelvis.

Temuan ultrasonografi pada endometriosis :

Gambaran ultrasonografi endometriosis cukup beragam

- Kista endometriosis dapat bersekat, dinding menebal, dan noduler

- Aliran darah perikistik (pada endometrioma) khususnya di daerah hilus dan

terlihat di pembuluh yang memiliki ruang teratur

- Vaskularisasi endometrioma lebih tinggi dan ideks pulsatilitas lebih rendah

- Hiperekhoik (perlu cari tanda-tanda perlekatan ke susunan di dekatnya dan ukur

diameter longitudinal dan anteroposterior lesi-lesi tersebut)

(43)

commit to user

2.4.4.2. Tomografi terkomputerisasi(CT scan).

Tehnik ini jarang dipergunakan sebagai diagnostik karena biaya yang tinggi dan

penampakan lesi yang sangat berbeda-beda.

2.4.4.3. Pencitraan resonansi magnetik.

Pencitraan resonansi magnetik tersebut tidak dipakai secara rutin untuk diagnostik

endometriosis.

2.4.5. Diagnostik laboratorik.

Sampai saat ini belum tersedia pemeriksaan laboratorik tunggal yang terpercaya

untuk penggunaan klinis, tetapi tampaknya gabungan pemeriksaan marka (penanda)

biokimiawi dan penilaian klinis dapat mengurangi kebutuhan untuk pemastian secara

pembedahan.

2.4.5.1. CA-125(carcinoantigen-125).

Kekhasan dan kepekaan CA-125 terlalu rendah untuk digunakan sebagai uji

penapisan diagnosis endometriosis. Namun demikian, pengukurannya dalam serum masih

dapat digunakan sebagai marka untuk memantau respon penanganan yang sedang atau telah

dilakukan (medisinal atau pembedahan) terhadap endomatriosis, atau kekambuhannya, juga

untuk membedakan kista jinak adneksa yang bukan endometriosis dengan endometrioma.

2.4.5.2. Aromatase.

Pemeriksaan aromatase dari sediaan biopsi endometrium secara imunohistokimia

juga telah terbukti bermanfaat pada kasus dengan kecurigaan endometriosis, karena

(44)

2.4.5.3. Sitokin.

Peran sitokin dalam patogenesis endometrioma juga sudah sangat dikenal.

Sitokin-sitokin zalir peritoneal seperti interleukin(IL) yakni IL-6, IL-8 dan faktor nekrosis

tumor (tumor necrosis factor,TNF)-α telah dikembangkan sebagai marka yang lebih jitu

untuk menduga endometriosis.

2.5. Penanganan endometrioma.

Dapat dilakukan dengan pendekatan medisinalis maupun dengan melakukan

membedahan baik konservatif maupun pembedahan radikal ataupun gabungan antara

pembedahan dan medisinalis. Oleh karena patogenesis endometriosis masih belum jelas

betul maka pendekatan penanganan baik secara medisinalis maupun pembedahan dan

gabungan keduanya masih belum memberi hasil yang memuaskan.

2.6. Karsinogenesis.

Kanker merupakan suatu kelompok penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel

yang tidak terkontrol, melakukan invasif dan menyebar dari tempat asal sel tersebut ke

tempat lain dalam tubuh. Terdapat tiga proses yang mempengaruhi jumlah sel secara

keseluruhan pada makhluk hidup. Proliferasi sel adalah faktor yang utama. Faktor kedua

adalah eliminasi sel melalui kematian sel yang terprogram. Hal terakhir adalah fase inaktif

selama proses deferensiasi untuk memberi kesempatan bagi sel melakukan perbaikan bagi

penyimpangan yang mungkin terjadi. Mutasi pada DNA dapat mempengaruhi proses

pertumbuhan. apoptosis maupun differensiasi dan mempengaruhi jumlah sel secara

keseluruhan. Sel kanker pada umumnya memiliki gangguan pada gen pengatur siklus sel

(45)

commit to user

Karsinogenesis merupakan proses pembentukan sel karsinoma yang patogenesisnya

secara molekuler merupakan penyakit genetik. Proses ini terjadi akibat pengaruh berbagai

faktor (multifaktorial) yang menyerang tubuh secara bertahap (multistage) baik pada

tingkat fenotip maupun genotip. Perubahan sel normal menjadi sel karsinoma melalui 3

tahap inisiasi,promosi dan progresi 30,31.

Gambar 2.1 Skema Karsinogenesis (Dikutip dari Mac Donald, 1997)

Pada tahapan inisiasi, gen tertentu mengalami kerusakan yang bersifat

menetap(irreversible). Sebelum mengalami perubahan menjadi sel kanker, sel yang

mengalami inisiasi tidak berbeda dengan sel normal, kecuali menjadi lebih sensitif terhadap

(46)

Sesudah tahapan inisiasi, terjadi tahapan berikutnya, yaitu tahap promosi. Pada tahapan ini

sel yang terinisiasi akan dipacu untuk membelah oleh substansi yang dapat berupa

karsinogen atau oleh bahan / substansi promotif (promoting agent). Substansi ini

diperkirakan mempengaruhi diferensiasi sel sehingga tidak terjadi differensiasi sesuai

dengan fungsinya, yang biasanya terjadi pada sel normal setelah sel membelah. Perubahan

genetik lebih lanjut diperlukan agar sel tumor dapat bermetastasis 30,31.

Kerusakan materi genetik pada karsinogenesis dapat terjadi pada tingkat kromosom,

yaitu kelainan struktur dan jumlah kromosom atau pada tingkat gen yaitu kelainan struktur

atau fungsi(misalnya metilasi,aktivitas telomerase). Kerusakan materi kromosom dapat

berupa delesi(deletion)yaitu hilangnya satu segmen kromosom atau gen dari coding dan

non-coding region atau berupa translokasi , yaitu sebagian dari suatu kromosom lepas dan

menempel pada kromosom lainnya. Kelainan /kerusakan ini umumnya didapat

(acquired)dan terjadi pada sel somatik, tetapi ada juga yang diturunkan dan menjadi

predisposisi terjadinya kanker. Gangguan dapat juga terjadi secara primer yaitu di awal

perkembangan tumor atau sekunder, yaitu terjadi belakangan dan mempengaruhi perangai

tumor 32.

Pada tingkat molekuler, transformasi sel normal menjadi sel karsinoma tersebut

disebabkan perubahan salah satu atau keseluruhan dari tiga gen pengatur yang dijumpai

pada semua sel, yaitu proto-onkogen yang menghasilkan protein pertumbuhan, gen

supresor yang menghasilkan protein yang menghambat pertumbuhan sel dan gen apoptosis

yang menghasilkan bahan yang memprogram kematian sel 32.

(47)

commit to user

profesi atau daya tahan sel dengan mempengaruhi kemampuan organisme tersebut untuk

memperbaiki kerusakan non-lethal yang terjadi pada gen lain, termasuk proto-onkogen, gen

supresor dan gen apoptosis. Kerusakan pada gen ini dapat menyebabkan timbulnya mutasi

pada genom dan kemudian menimbulkan transformasi neoplasma. Gen DNA repair ini

harus mengalami inaktivasi pada kedua alelnya untuk menyebabkan ketidakstabilan genom,

sehingga gen DNA repair ini seringkali dikelompokkan sebagai gen supresor 33.

Proto-onkogen adalah gen yang terdapat pada sel normal, berfungsi untuk mengatur

proliferasi normal.Yang termasuk proto-onkogen adalah gen yang memproduksi (1) faktor

pertumbuhan; (2) Reseptor faktor pertumbuhan; (3) Kinase nonreseptor; (4) Transduser

sinyal; (5) Faktor transkripsi dan (6) Protein nukleus 32. Proto-onkogen dapat berubah sifat

menjadi onkogenik akibat transduksi virus (viral oncogenes;v-oncs ) atau akibat pengaruh

yang mengubah perilaku in situ, sehingga menjadi cellular oncogenes(c-oncs). Perubahan

yang dialami protoonkogen menjadi onkogen selalu bersifat mengaktivasi, artinya mereka

menstimuli suatu fungsi sel yang mengakibatkan pertumbuhan dan differensiasi sel.

Onkogen menghasilkan protein yang disebut onkoprotein, yang menyerupai produk normal

dari proto-onkogen.Yang membedakannya dari protein normal adalah ketiadaan unsur yang

penting untuk pengendalian, serta produksinya oleh sel yang mengalami transformasi tidak

dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan atau sinyal eksternal lainnya. Pada kondisi yang

normal ,proliferasi sel melalui tahapan-tahapan 34 . (1) Terikatnya faktor pertumbuhan pada

reseptor spesifik membran sel, (2) Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat

sementara dan terbatas,yang kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi

sinyal pada bagian dalam mambran plasma, (3) Transmisi sinyal transduksi melintasi

(48)

pada inti yang menginisiasi transkripsi DNA, (5) Sel kemudian memasuki siklus

sel,menghasilkan pembelahan sel.

Onkogen dan onkoprotein merupakan bentuk penyimpangan dari tahapan dan

produk yang terlibat dalam proses proliferasi sel tersebut, mengakibatkan pertumbuhan dan

differensiasi sel yang mengarah kepada neoplasma. Aktivasi onkogen merangsang produksi

reseptor faktor pertumbuhan yang tidak sempurna, yang memberi isyarat pertumbuhan

terus-menerus meskipun tidak ada rangsang dari luar. Proses proliferasi yang tidak

terkendali tanpa diiringi maturasi sel dapat mengakibatkan gangguan differensiasi sel. Pada

tahap selanjutnya, gangguan differensiasi sel akan mencerminkan progresivitas sel menjadi

ganas 32,34.

Gen supresor faktor yang menghambat pertumbuhan sel dalam siklus sel. Sehingga

bila teraktivasi akan menghentikan pertumbuhan sel dan terjadi keseimbangan yang

harmonis. Setiap gen supresor menjadi protein transduksi sinyal yang membawa pesan

menghambat pertumbuhan (growth inhibition)dari bagian sel yang satu ke bagian sel yang

lain melalui suatu signaling cascade dan disanpaikan kepada responder protein. Bila salah

satu protein supresor hilang atau tidak berfungsi, maka salah satu mata rantai sinyal hilang

sehingga pesan yang dibawanya tidak sampai ke tujuan. Produksi gen supresor dapat

mendeteksi adanya sinyal pertumbuhan abnormal atau keadaan abnormal dalam siklus sel,

misalnya adanya kerusakan DNA atau produk replikasi DNA yang salah. Pada keadaan ini

gen supresor bekerja sebagai regulator negatif bagi berlangsungnya proliferasi dan siklus

sel.Telah banyak gen supresor yang teridentifikasi, namun di antara semuanya, p53, PTEN,

(49)

commit to user

protein pRb mengendalikan sel sebelum memasuki fase S(sintesis DNA). Ia tidak secara

langsung menghambat transkripsi, tetapi berinteraksi dengan faktor transkripsi E2F dan ko-

represor lainnya sehingga transkripsi dapat dihambat. Selain itu pRb juga menginduksi

apoptosis dengan melibatkan E2F dan gen supresor lainnya, yaitu p53.Gen supresor p53

berperan dalam menghambat siklus sel, differensiasi, apoptosis, senescence dan

angiogenesis. Fungsi gen supresor phospatase and Tensin homolog deleted onchromosome

ten(PTEN) yang normal adalah mencegah jalur proliferasi AKT/P13K menjadi

berlebih.Pada banyak keganasan ditemukan PTEN mengalami kerusakan 32,33.

Sebagai regulator negatif dari proses proliferasi sel, kehilangan satu alel akibat

mutasi diharapkan tidak berpengaruh pada fungsi alel kedua (alel normal/wild

type)sehingga mutasi ini merupakan loss of function mutation dan bersifat resesif. Produk

gen supresor baru menjadi inaktif, apabila kedua alel mengalami mutasi. Tetapi pada

umumnya yang sering terjadi adalah mutasi pada satu alel diikuti dengan hilangnya alel

wild-type hingga menjadi homozigot loss of heterozygosity (LOH). Mutasi resesif pada gen

supresor pada beberapa kasus tidak menimbulkan fenotip pertumbuhan abnormal pada

keadaan heterozigot, tetapi mutasi ini dapat diwariskan melalui sel-sel germinal(germline

cells). Germline mutation gen supresor baru menunjukkan manifestasi bila alel wild type

yang kedua oleh salah satu sebab hilang. Hilangnya alel wild-type biasanya terjadi lama

setelah lahir. Individu-individu dengan mutasi germinal(germline mutations)gen Rb dan

p53 biasanya berkembang normal, walaupun individu-individu ini berisiko tinggi untuk

menderita kanker 33.

Apoptosis ialah kematian sel terprogram yang terjadi baik pada beberapa proses

(50)

teridentifikasi, terdiri dari berbagai subtipe protein homodimer dan heterodimer,yang

sebagian lagi memfasilitasi apoptosisi ,seperti bax, bad dan bcl-xS. Anggota kelompok dari

bcl-2 bertindak sebagai rheostat dalam pengaturan program kematian sel. Rasio antara gen

antiapoptosis (bcl-2,bcl-xl)dan gen proapoptosis (bax, bcl-xS, bad, bid)menentukan respon

suatu sel terhadap stimulus apoptosis 33,34.

2.7. Apoptosis.

Pada organisme multiseluler, homeostasis jaringan dipengaruhi oleh proliferasi,

diferensiasi dan kematian sel. Sebagaimana proliferasi dan diferensiasi, apoptosis penting

dalam mengontrol pertumbuhan. Adanya gangguan dalam program tersebut akan

mengakibatkan pertumbuhan sel abnormal 35,36.

Apoptosis adalah tipe kematian sel yang terprogram melalui serangkaian

perubahan struktural sebagai hasil dari rangsang fisiologis atau patologis. Ciri

morfologi apoptosis adalah pengkerutan sel, penonjolan membran (membrane

blebbing), kondensasi kromatin, dan fragmentasi inti sel. Gambaran tersebut adalah

hasil dari aktivasi caspase, yaitu keluarga protease yang substratnya meliputi prekursor

enzim yang dapat menyebabkan destruksi proteolitik sitoskeleton dan metabolit protein

yaitu poly (adenosine-5’diphosphate-ribose) polymerase (PARP), DNA-dependent protein

kinase, lamin, protein kinase, dan aktin 35,36.

Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama yaitu, jalur ekstrinsik atau death receptor

(DR) dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria.

(51)

commit to user

TNFRII. Fas menginduksi apoptosis melalui dua jalur. Jalur pertama dengan mengikat

ligan. Ikatan ligan mengaktifkan reseptor TNFRI dan Fas untuk menarik dan mengikat

Protein death effector Fadd/Mort-1. Ikatan Fadd/Mort-1 menarik procaspase 8. Procaspase

8 diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu caspase 8 dan dilepaskan kembali ke dalam

sitosol. caspase 8 akan memecah dan mengaktifkan caspase 3. Jalur kedua lewat jalur

alternatif sinyal transduksi. Reseptor Fas berikatan dengan protein adapter yang akan

mengaktifkan mitogen activating protein kinase (MAP3) dan memicu kaskade fosforilasi

yang meningkat pada aktivasi c-Jun N terminal kinase (JNK). JNK yang teraktivasi

memfosforilasi substrat seperti c-Jun dan p53 dan menginduksi apoptosis lewat berbagai

mekanisme, meliputi modifikasi dan pengaturan protein pada famili Bcl-2 30.

Pada jalur mitokondria, salah satu kejadian yang menyebabkan apoptosis adalah

pelepasan sitokrom- c dari mitokondria melalui porus yang dibentuk oleh mitochondrial

permeability transition pore (PTP) dan protein pro- apoptosis Bax. Jika PTP berasosiasi

dengan Bax maka keduanya dapat membentuk suatu kanal spesifik untuk sitokrom- c

dan faktor-faktor yang menginduksi apoptosis. Asosiasi antara Bax dengan PTP dan

aktivitas pembentukan porus dicegah oleh protein anti apoptosis Bcl-2. Sitokrom- c

yang dilepaskan oleh mitokondria ke sitosol akan berinteraksi dengan Apaf-1 untuk

membentuk apoptosom yang akan merekrut dan mengaktivasi procaspase-9. Caspase-9

yang aktif akan melakukan pemekarsinomahan terhadap karsinomaspase efektor yaitu

caspase-3, -6, dan -7. Caspase efektor ini kemudian melakukan pemecahan terhadap

banyak substrat di dalam sel yang penting, dan menimbulkan perubahan morfologis yang

(52)

Gambar 2.2. Apoptosis terjadi melalui dua jalur utama yaitu jalur ekstrinsik dan intrinsik. Jalur ekstrinsik distimulasi oleh FAS Death Receptor, jalur intrinsik distimulasi oleh pelepasan sitokrom- c oleh mitokondria (jalur aktivasi karsinomaspase) (dikutip dari Irene, 2005).

Apoptosis dan gen yang mengontrolnya mempunyai efek yang besar pada fenotip

keganasan. Gangguan pada program apoptosis akan menyebabkan mortalitas sel. Mutasi

onkogenik yang mengganggu apoptosis mempengaruhi inisiasi tumor, progresifitas

tumor dan metastase 37.

Gambar

Tabel 2.3. Estrogen-related risk factors for ovarian cancer and endometriosis….   48
Tabel 2.1. Hubungan penampakan warna lesi endometriosis peritoneal secara     laparoskopik dan makna klinisnya
Tabel 2.2 Patokan diagnosis secara klinis
Gambaran ultrasonografi endometriosis cukup beragam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

Proses ini terangkai sejak awal 2011, ketika obrolan seputar kesejahteraan dan peran negara diinisiasi oleh Aksara di Kabupaten Semarang dengan beberapa

“I need to borrow your sister a minute,” Trevor told Aidan, then took Darcy’s hand before she could move past him.. Smoky drifts of fog crept in from the sea to crawl along

Sistematika penulisan jurnal ini sudah baik dimulai dari judul, abstrak, pendahuluan, temuan penelitian terbaru, model penilaian dan Teknik yang digunakan

As Ovid himself tells us, his own life story reads much like one of the tales of transformation narrated in his book of Metamorphoses.. Born on March 20th 43 BC, a year after the

Pupuk NPK BASF adalah salah satu jenis pupuk majemuk yang mengandung sedikitnya 5 unsur hara makro dan mikro yang sangat dibutuhkan tanaman.. Pupuk ini berbentuk butiran

In order to investigate the capability of satellite images for Pistachio forests density mapping, IRS-P6-LISS IV data were analyzed in an area of 500 ha in Iran.. After

Negara Republik Indonesia pernah mengalami pergantian bentuk negara, dari kesatuan menjadi federal/serikat pada masa berlakunya Konstitusi RIS tanggal 27 Desember 1949