GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
2. Variabel aksesibilitas (X2)
5.6 Dampak (Kerugian) Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Peusangan Peusangan
5.6.1 PDRB sektor pertanian cenderung menurun
Produk Domestik Regional dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas
wilayah yang paling umum diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan
dalam skala wilayah. Oleh karenanya walaupun memiliki berbagai kelemahan, PDRB
dinilai sebagai tolak ukur pembangunan yang paling operasional dalam skala negara
di dunia (Rustiadi, 2004). Dalam tahun 2000, PDRB kabupaten Bireuen atas dasar
harga berlaku telah mencapai Rp 1,45 Trilyun. Selama periode sebelum pemekaran
tahun 1993-2000 perekonomian Kabupaten Bireuen mengalami peningkatan,
terutama tahun 1998 menunjukkan peningkatan yang drastis pada saat adanya krisis
moneter disebabkan oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar yang tinggi yang sangat
menguntungkan bagi komoditas perdagangan hasil bumi. PDRB kabupaten Bireuen
menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku periode sebelum pemekaran dapat
dilihat pada Gambar 5.10 dan Tabel 5.13. Sedangkan Pada gambar 5.11 dapat dilihat
persentase lapangan usaha pertanian merupakan kontribusi terbesar dalam PDRB di
Kabupaten Bireuen.
Ditinjau dari kontribusi masing-masing sektor pembangunan terhadap total
PDRB, dapat digambarkan bahwa sektor pembangunan Kota Bireuen didominasi oleh
sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restaurant. PDRB dari sektor
pertanian terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 1999 sektor pertanian
Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restaurant memberikan kontribusi
sebesar 12,46% seperti terlihat pada Tabel 5.16, dan Gambar 5.12, dan 5.13.
Gambar 5.10 Grafik Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Menurut Harga yang Berlaku Tahun 1993-2000
Sumber: Kabupaten Bireuen dalam Angka Tahun 2000
Tabel 5.13 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Bireuen Sebelum Pemekaran Tahun 1993-1999 (persen)
No Lapangan Usaha 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 1 Pertanian 49,09 48,54 48,51 48,53 52,35 62,42 66,22 2 Pertambangan dan Penggalian 0,96 1,26 1,30 1,18 1,31 1,00 1,25 3 Industri Pengelolaan 3,14 3,19 3,45 3,37 3,11 2,17 1,88 4 Listrik dan Air Minum 0,27 0,25 0,25 0,24 0,33 0,33 0,27 5 Bangunan 8,90 8,79 8,44 7,90 6,98 4,35 3,08 6 Perdagangan, Hotel dan
Restaurant 12,79 12,45 12,15 12,21 12,71 11,44 12,46 7 Pengangkutan dan Komunikasi 7,24 9,84 10,74 12,29 11,59 9,57 8,16 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3,00 2,77 2,59 2,81 1,42 0,95 0,38 9 Jasa-Jasa 14,60 12,91 12,57 11,48 10,20 7,77 6,31 PDRB 100 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Gambar 5.11 Grafik Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Menurut Harga yang Berlaku Tahun 1993-2000
Sumber: Kabupaten Bireuen dalam Angka Tahun 2000
Perkembangan PDRB Kota Bireuen Atas Dasar Harga Berlaku sesudah pemekaran
dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 secara keseluruhan juga menunjukan
peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2000 PDRB Kota Bireuen Atas Dasar Harga
Berlaku adalah senilai 1,59 triliun Rupiah. Tahun berikutnya naik menjadi 1,79 triliun
rupiah atau meningkat sebesar 12,47%. Kemudian pada tahun 2002 kembali terjadi
peningkatan sebesar 11,09%. sedangkan pada tahun 2003 naik sebesar 2,1 triliun
rupiah atau meningkat sebesar 8,88% serta pada tahun 2006 naik sebesar 2,8 triliun
rupiah atau meningkat sebesar 9,58%. Jadi PDRB berdasarkan atas dasar harga
berlaku di Kota Bireuen periode 2000-2006 mengalami peningkatan rata-rata sebesar
10,16. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.12.
Gambar 5.12 Grafik Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Menurut Harga yang Berlaku Tahun 2000-2006
Sumber: Kabupaten Bireuen dalam Angka Tahun 2000
Ditinjau dari kontribusi masing-masing sektor pembangunan terhadap total PDRB,
dapat digambarkan bahwa lebih dari 70% sektor pembangunan Kota Bireuen
didominasi oleh sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada
tahun 2006 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 42,8% terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restaurant
memberikan kontribusi sebesar 31, % (Tabel 5.14, dan Gambar 5.13).
Tabel 5.14 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Bireuen Setelah Pemekaran Tahun 2002-2006 (persen)
No Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 1 Pertanian 65,25 45.3 45.5 45.2 45.1 43.7 42.8 2 Pertambangan dan Penggalian 1,37 1.2 1.2 1.2 1.2 1.3 1.3 3 Industri Pengelolaan 1,81 1.6 1.6 1.5 1.5 1.6 1.6 4 Listrik dan Air Minum 0,26 0.2 0.2 0.3 0.2 0.3 0.3
5 Bangunan 2,84 6.7 6.6 6.5 6.6 6.7 6.8
6 Perdagangan, Hotel dan Restaurant
12,80 30.3 30.0 30.1 30.0 30.6 31.1
7 Pengangkutan dan Komunikasi
Tabel 5.14 (Lanjutan)
No Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1,36 1.3 1.4 1.6 1.7 2.0 2.1
9 Jasa-Jasa 6,21 5.8 5.9 5.9 5.9 6.0 6.0
PDRB 100 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan, 2010
Gambar 5.13 Grafik Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Menurut Harga yang Berlaku Tahun 2000-2006
Sumber: Kabupaten Bireuen dalam Angka Tahun 2000
Membandingkan kontribusi masing-masing sektor pembangunan terhadap
total PDRB sebelum dan sesudah pemekaran dapat dilihat bahwa pada sebelum
pemekaran sektor pertanian merupakan penyumbang PDRB terbesar bagi wilayah
dan terus mengalami peningkatan. Sedangkan sesudah pemekaran, meskipun sektor
pertanian masih mendominasi penghasil PDRB terhadap ekonomi perkotaan namun
cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya, disatu sisi PDRB dari sektor
perdagangan terus mengalami peningkatan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan
5.6.2 Produktivitas pertanian cenderung menurun
Berkaitan data perkembangan PDRB diatas maka dapat ditinjau dampak konversi lahan di tingkat Kecamatan
Peusangan karena saling terkait yaitu menurunnya produktivitas lahan sawah seperti dijelaskan Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Hasil Produksi Tanaman Padi di wilayah Penelitian di Kecamatan Peusangan
No Desa 1990 2000 2010 Luas Tanam produktivitas (Ton/ha) Luas Tanam produktivitas (Ton/ha) Produksi (Ton) Produksi (Ton) Luas Tanam produktivitas (Ton/ha) Produksi (Ton) 1 Matang Sagoe 110 6,250 120 7,12 30,8 687,50 110 5,24 576,40 2 Keude Matangglumpan gdua 0,738 4,170 0,5 4,35 - 3,08 0 - - 3 Pante Gajah 40 5,690 60 6,54 4,95 227,60 45 4,79 235,80 4 Matang Glp II Mns Timu 10 4,390 20 5,9716 0,3 43,90 10 3,33 52,40 5 Matang Glp II Mns Dayah 60 5,470 150 7,96 4 328,20 40 5,24 209,60 Rata-rata 5,47 7,96 5,24 Sumber:
1. Aceh Utara dalam Angka 1993.
Berdasarkan rata-rata produktivitas tanaman padi selama 10 tahun sebelum
pemekaran dapat diidentifikasi bahwa produktivitas pertanian mengalami
peningkatan setiap tahunnya dimana berbanding lurus dengan besarnya kontribusi
yang disumbangkan oleh sektor pertanian terhadap PDRB wilayah. Hal ini
berbanding terbalik dengan 10 tahun berikutnya sesudah pemekaran dimana
produktivitas tanaman pertanian terus menurun dan berbanding lurus juga dengan
yang disumbangkan oleh sektor pertanian terhadap PDRB wilayah yang terus
menurun, namun secara umum PDRB meningkat pesat dikarenakan penerimaan dari
sektor perdagangan dan jasa yang juga terus meningkat terutama dari pajak NJOP..
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.14.
Gambar 5.14 Grafik Persentase Produktivitas Pertanian di Kabupaten Bireuen Tahun 1990-2010
Sumber: Kabupaten Bireuen dalam Angka Tahun 2000
T
on/ Ha
Demikian dapat dijelaskan bahwa menurunnya produktivitas pertanian sedikit
banyaknya disebabkan oleh semakin menyempitnya lahan pertanian yang ada di
wilayah penelitian di Kecamatan Peusangan. Hal tersebut dikarenakan banyaknya
lahan pertanian terutama lahan sawah yang lokasinya berada di sepanjang jalan arteri
primer telah beralih fungsi menjadi lahan terbangun berupa pertokoan, perkantoran
dan bidang usaha lainnya yang tidak mungkin dapat dihindari. Dengan melihat
keuntungan yang dihasilkan dari pembangunan pertokoan ini terhadap PAD
kecamatan Peusangan berupa pajak dan juga akan berpengaruh ke peneriman PDRB
Kabupaten, maka pemerintah hanya tinggal memilih dimana jika Kecamatan
Peusangan akan tetap dijadikan Kecamatan swasembada beras, sesuai cita-cita para
leluhur dulunya, tentunya alih konversi lahan ini menjadi isu yang sangat serius.
Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengimbangi alih fungsi lahan
pertanian yang terjadi dengan mencetak lahan-lahan sawah baru yang sampai saat ini
hal tersebut juga menjadi pekerjaan rumah yang belum terealisasikan oleh Pemerintah
Kabupaten Bireuen baik dikarenakan kendala-kendala teknis seperti harus didukung
juga oleh pembangunan irigasi-irigasi teknis dan juga teknologi tepat guna untuk
intensifikasi hasil pertanian yang lebih produktif.