Sebelum dan Sesudah Pemekaran Tahun 1990, 2000 dan 2010
TESIS
OLEH
MUHAMMAD YANIS
107020003/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Sebelum dan Sesudah Pemekaran Tahun 1990, 2000 dan 2010
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik
Dalam Program Studi Teknik Arsitektur
Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Oleh
MUHAMMAD YANIS
107020003/AR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KAJIAN KETERKAITAN KONVERSI LAHAN
PERTANIAN DENGAN PERLUASAN KOTA
Studi Kasus: Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen
Sebelum dan Sesudah Pemekaran Tahun 1990, 2000 dan 2010
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2014
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD YANIS
Nomor Pokok : 107020003
Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR
Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Ec, PhD Ketua
) (Salmina W. Ginting, ST, MT Anggota
)
Ketua Program Studi,
(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc)
Dekan,
(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
Panitia Penguji Tesis
Ketua Komisi Penguji : Prof. Abdul Ghani Salleh, B.Ec, M.Ec, PhD
Anggota Komisi Penguji : 1. Salmina W. Ginting, ST, MT
2. Beny O.Y Marpaung, ST, MT, PhD
3. Ir. Samsul Bahri, MT
ABSTRAK
Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen memiliki potensi pertanian yang cukup diandalkan, karena memiliki lahan pertanian yang subur, sehingga Kecamatan Peusangan pernah ditetapkan sebagai salah satu wilayah lumbung beras di Propinsi Aceh. Sebagai wilayah yang berdekatan dengan kota Bireuen dan Lhokseumawe serta didukung oleh prasarana transportasi yang memadai (seperti jalan raya sehingga memudahkan pergerakan masyarakat), maka Kecamatan Peusangan telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama disektor komersial. Dengan perkembangan ini, kebutuhan akan ruang (lahan) semakin meningkat. Hal demikian akan berdampak kepada pemanfaatan lahan pertanian (walaupun produktif), sehingga akan terjadi konversi lahan pertanian ke kegiatan non pertanian di Kecamatan Peusagan. Konversi lahan pertanian sudah terjadi sejak tahun 2000 hingga saat ini seiring dengan pemekaran kota Bireuen tahun 2000 hingga tahun 2010.
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji konversi lahan sawah dan kaitannya dengan pemekaran kota. Variabel - variabel yang diteliti adalah pola dan laju konversi lahan pertanian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian dan dampak pemekaran terhadap pertumbuhan ekonomi kota. Faktor -faktor yang menyebabkan konversi lahan pertanian adalah petumbuhan penduduk, laju penambahan jalan aspal, perubahan struktur mata pencaharian dan aksesibilitas. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konversi lahan pertanian menjadi aktivitas non pertanian di kawasan studi, digunakan analisa regresi dan model pemetaan GIS. Pendekatan kuantitatif menggunakan statistik uji t untuk menguji hipotesis dan analisis kualitatif untuk mendeskripsikan pola, laju dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola proses konversi lahan di kawasan Peusangan mengikuti pola linear, sementara laju terjadinya konversi lahan adalah mengikuti fungsi jalan dan skala pelayanan. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian di kawasan ini adalah visi dan misi pemerintah daerah, laju penambahan jalan aspal dan aksesibilitas, Faktor lainnya seperti faktor laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengaruh yang rendah. Pemekaran kota berdampak terhadap pertumbuhan sektor pertanian yang semakin menurun dan kontribusi pertanian bagi PDRB atau PAD yang terus mengecil.
ABSTRACT
Peusangan Subdistrict, Bireuen District has a fairly reliable agricultural potential due to its fertile farm land, that this Subdistrict was determined as one of rice granary areas in Aceh Province. As an area adjacent to the cities of Bireuen and Lhokseumawe, Peusangan Subdistrict supported by adequate transportation infrastructure has progressed quite rapidly, especially in the commercial sector. By this progresss, the need for the land becomes more increasing. Its impact will be in the form of agricultural land utilization that the agricultural land will be converted into non-farm activities in Peusangan Subdistrict. The agricultural land conversion has existed since 2000 in line with the expansion of the city of Bireuen from 2000 to 2010.
The purpose of the study was to examine conversion of wet rice fields and its relationship with city expansion. The variables studied were the pattern and the rate of agricultural land conversion, the factors resulted in agricultural land conversion and the impact of expansion on the city economic growth. The factors led to the conversion of agricultural land were population growth, rate of the adding of asphalt road, changes in livelihood structure and accessibility. The identification of the factors led to the agricultural land conversion to the non-farm activities in study area were analyzed through regression analysis and GIS mapping model. Quantitative approach with statistical t-test was used to test the hypothesis and qualitative analysis was used to describe the pattern, rates, and the factors influencing agricultural land conversion.
The result of the study showed that the pattern of agricultural land conversion process in Peusangan area followed the linear system, while the rate of agricultural land conversion followed by the function of road and scale services, while the most influencing factors on agricultural land conversion in this area were the rate of adding of asphalt road and accessibility. The other factors such as the rate of population growth and changes in livelihood structure had low influence. The impacts brought in the city expansion were the increasing decline of the growth of agricultural sector and the continuously shrinking agricultural contribution to GRDP and Local Revenue.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang Maha Rahman dan
Maha Rahim atas segenap rahmat dan karunia-Nya yang membolehkan Penulis
menyiasati karunia ruang dan waktu-Nya sehingga memungkinkan selesainya Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik (MT) pada
Pogram Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera
Utara.
Penulisan Tesis ini berisi pembahasan studi dalam bentuk tulisan dan diberi
judul Kajian Keterkaitan Konversi Lahan Pertanian dengan Perluasan Kota dengan
Studi Kasus di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Sebelum dan Sesudah
Pemekaran Tahun 1990, 2000, 2010, dimana yang akan dikaji adalah laju konversi
lahan pertanian, pola konversi lahan pertanian, faktor-faktor yang menyebabkan
konversi lahan pertanian serta dampak perluasan kota dalam kaitannya dengan
konversi lahan terhadap ekonomi kota.
Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai
berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan baik moril maupun
materil kepada Penulis sejak mengikuti pendidikan sampai terselesaikannya penulisan
tesis ini, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
Pembimbing I, dimana diantara kesibukannya masih rela meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada Penulis dalam penyelesian tesis ini;
Ibu Salmina W. Ginting, ST., MT, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada Penulis
dalam penyelesian tesis ini; Ibu Beny O.Y Marpaung, ST, MT, PhD; Ir. Samsul
Bahri, MT
arahan dan bimbingan demi sempurnanya tesis ini; seluruh Dosen Pengajar di
Program Studi Magister Teknik Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sumatera
Utara, yang telah banyak memberikan pendidikan yang sangat berarti kepada penulis;
seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan bantuan baik moril maupun
materil kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini; seluruh rekan-rekan
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Menyadari keterbatasan, penulis menyadari bahwa tesis jauh dari sempurna.
Terakhir Penulis mengucapkan terima kasih kepadasemua pihak atas bimbingan dan
arahannya selama penulisan.
Medan, April 2014
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bireuen pada tanggal 28 Nopember 1980 sebagai putra
kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Syahrian Umar dan Ibu Nursiah.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 4 Bireuen tahun 1990. Setelah itu, Penulis
melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bireuen tahun 1995 dan bersekolah di
SMA Negeri 1 Bireuent tahun 1997. Tahun 1999, Penulis diterima di Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh di Jurusan Teknik Arsitektur dan selesai tahun 2006.
Selain bekerja di konsultan dengan terlibat di dalam beberapa proyek,
Penulis juga aktif mengajar di Lembaga Pendidikan Komputer dengan mengajarkan
program desain AutoCAD. Pada tahun 2008 Penulis diterima sebagai Dosen Tetap
Universitas Almuslim, Peusangan Matangglumpangdua, Kabupaten Bireuen, Provinsi
Aceh hingga sekarang. Selain itu, Penulis juga aktif di berbagai kegiatan baik sebagai
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan Penelitian ... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan penelitian ... 4
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian... 5
1.5 Sistematika Pembahasan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pengertian Konversi Lahan ... 8
2.1.1 Konversi lahan pertanian ... 9
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian…………...12
2.2 Urban Sprawl dan Perluasan Kota ... 18
2.2.1 Pengertian urban sprawl ... 18
2.2.2 Faktor penyebab urban sprawl ... 19
2.2.3 Perkembangan kota ... 22
2.2.4 Penelitian terdahulu ... 24
2.3 Rangkuman Tinjauan Pustaka... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 30
3.1 Lokasi Penelitian ... 30
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 32
3.3 Metode dan Teknik Analisa Data ... 32
3.4 Tahapan Penelitian ... 34
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 38
4.1 Gambaran Umum Perkotaan Bireuen ... 38
4.1.1 Kondisi geografis dan batas administratif ... 38
4.1.2 Penggunaan lahan di kawasan perkotaan Bireuen ... 44
4.1.3 Jumlah, sebaran dan pertumbuhan penduduk ... 45
4.1.4 Struktur ekonomi Kota Bireuen ... 47
4.1.5 Penggunaan lahan ... 49
4.2 Kebijakan Tata Ruang Kawasan Perkotaan Bireuen ... 52
4.3 Tinjauan Wilayah Kecamatan Peusangan ... 58
4.3.2 Kondisi geografi dan batas administrasi ... 62
4.3.3 Pola penggunaan lahan pertanian di wilayah penelitian ... 64
4.3.4 Karakteristik penggunaan lahan disekitar lokasi lahan pertanian Kecamatan Peusangan ... 65
4.3.5 Jumlah dan pertumbuhan penduduk di wilayah penelitian di Kecamatan Peusangan ... 69
4.3.6 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Peusangan ... 72
4.3.7 Perekonomian ... 73
4.3.8 Infrastruktur ... 77
4.3.9 Kebijakan pemerintah ... 79
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 82
5.1 Analisa Laju Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Peusangan Sebelum Pemekaran Tahun 1999-2000 dan Sesudah Pemekaran Tahun 2000-2010 ... 82
5.2 Pola Spasial Konversi Lahan Pertanian ... 92
5.3 Pola Konversi Lahan Pertanian Berdasarkan Penggunaannya ... 98
5.4 Analisa Faktor-faktor Penyebab Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Peusangan ... 100
5.4.1 Analisis faktor-faktor fisik penyebab konversi lahan pertanian di Kecamatan Peusangan ... 101
5.5 Analisis Keterkaitan Perluasan Kota Terhadap Konversi
LahanPertanian ... 111
5.5.1 Pola perluasan kota ... 111
5.6 Dampak (Kerugian) Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Peusangan ... 120
5.6.1 PDRB sektor pertanian cenderung menurun ... 120
5.6.2 Produktivitas pertanian cenderung menurun ... 121
5.6.3 Temuan penelitian ... 127
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 130
5.1 Kesimpulan ... 130
5.2 Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 132
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal.
2.1 Proses Konversi Lahan Pertanian ... 9
2.2 Perembetan Konsentris ... 20
2.3 Perembetan Memanjang ... 20
2.4 Perembetan Meloncat ... 21
2.5 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Pelabuhan Impor Ekspor dan Sekitar hinterland ... 22
2.6 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Pusat-Pusat Industri Dagang ... 23
2.7 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Berbagai Pusat Aktivtas dan Kegiatan ... 23
3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 31
3.2 Tahapan Penelitian ... 37
4.1 Peta Wilayah Kabupaten Bireuen ... 42
4.2 Peta Administrasi Perkotaan Bireuen ... 43
4.3 Peta Rencana Struktur Ruang Perkotaan Bireuen ……... 56
4.4 Peta Rencana Struktur Ruang Kecamatan Peusangan ... 57
4.5 Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Permukiman ...66
4.6 Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Perkantoran dan Perguruan Tinggi ... 67
4.7 Lahan Pertanian yang Berdekatan dengan Jalan Raya …...67
4.10 Grafik Rata-rata Pertambahan Jumlah Penduduk pada Desa-desa
di wilayah Penelitian ... 71
5.1 Peta Penggunaan Lahan Tahun 1990 ... 84
5.2 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2000 ... 85
5.3 Peta Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1990 - 2000 ... 86
5.4 Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010 ... 88
5.5 Peta Perubahan Penggunaan Lahan tahun2000 - 2010 ... 89
5.6 Grafik Luas Area Pertanian dan Perkotaan Tahun 1990-2000 dan Tahun 2000-2010 ... 91
5.7 Peta Pola Konversi Lahan Pertanian Tahun 2000 ... 95
5.8 Pola Kecenderungan Konversi Lahan Pertanian Tahun 2010 ... 96
5.9 Pola Perkembangan Kota Sesuai dengan RDTR Kota Bireuen ... 114
5.10 Grafik Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Tahun 1993-2000... 121
5.11 Grafik Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Tahun 1993-2000 ... 122
5.12 Grafik Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Tahun 2000-2010... 123
5.13 Grafik persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bireuen Tahun 2000-2010 ... 124
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal.
2.1 Tabel Rangkuman Tinjauan Pustaka ... 26
3.1 Variabel Data, Sumber Data dan Output Penelitian ... 33
4.1 Pemekaran Kecamatan di Kabupaten Bireuen ... 39
4.2 Luas Kota Bireuen di Rinci Menurut Kecamatan Tahun 2010 ... 40
4.3 Luas dan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bireuen ... 44
4.4 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, Kepadatan dan Rata-rata Penduduk per Rumah Tangga Menurut Kecamatan dalam Kota Bireuen ... 45
4.5 Jumlah Penduduk Kota Bireuen Selama Kurun Waktu 1990-1999 ... 46
4.6 Jumlah Penduduk Kota Bireuen Selama Kurun Waktu 2000-2010 ... 47
4.7 Produk Domestik Regional Bruto Kota Bireuen dan Pertumbuhan (dalam jutaan) ... 48
4.8 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Bireuen Tahun 2002 -2006 ... 49
4.9 Karakteristik Penggunaan Lahan Kota Bireuen ... 50
4.10 Luas Baku Lahan Sawah yang Diairi dengan Irigasi dan Tadah Hujan ... 51
4.11 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi dalam Kota Bireuen Menurut Kecamatan ... 51
4.12 Luas Wilayah per-Desa yang Termasuk dalam Lokasi Penelitian ... 63
4.13 Jarak Desa dari Ibukota Kecamatan ... 64
4.16 Jumlah Kepadatan Penduduk per Desa di Wilayah Penelitian
Tahun 1990-1999 ... 69
4.17 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Desa di Wilayah Penelitian ... 70
4.18 Jumlah Penduduk Kecamatan Peusangan dan Lapangan Usaha per Desa Tahun 2010 ... 72
4.19 Luas Tanam dan Produktivitas Padi di Kecamatan Peusangan ... 73
4.20 Jumlah Pasar dan Kios di Wilayah Penelitian Tahun 2010 ... 74
4.21 Jumlah Industri di Kecamatan Peusangan Tahun 2010 ... 75
4.22 Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Penelitian ... 76
4.23 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Wilayah Penelitian Tahun 2010 ... 76
4.24 Jumlah Fasilitas Ibadah di Wilayah Penelitian Tahun 2010 ... 77
4.25 Jenis Jalan di Wilayah Penelitian ... 78
4.26 Perkembangan Struktur Ruang di Wilayah Penelitian ... 81
5.1 Penggunaan Lahan di Kecamatan Peusangan Tahun 1990-2000 ... 83
5.2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Peusangan Tahun 2000-2010 ... 87
5.3 Luas dan Laju Konversi Lahan di Kecamatan Peusangan ... 90
5.4 Penggunaan Lahan Setelah Konversi Lahan Pertanian di Wilayah Penelitian ... 99
5.5 Hasil Perhitungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Peusangan ... 101
5.6 Persentase Perubahan Mata Pencaharian dari Sektor Pertanian ke Non Pertanian Akibat Perkembangan Kota ... 106
5.8 Hasil Analisis Regresi Luas Konversi Lahan Berdasarkan Perubahan
Mata Pencaharian ... 108
5.9 Input Data Analisis Luas Konversi Lahan Berdasarkan Fungsi
Aksesibilitas ... 109
5.10 Hasil Analisis Regresi Luas Konversi Lahan Berdasarkan Aksesibilitas ... 109
5.11 Potensi Penyimpangan RDTR di Desa dalam Wilayah Penelitian ... 116
5.12 Hasil Analisis Analisis Korelasi Pola Konversi Lahan Pertanian
Periode 2000 – 2010 Berdasarkan Penggunaan ke Fungsi Non Pertanian
Dengan RDTR ... 118
5.13 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Bireuen
Sebelum Pemekaran Tahun 1990 - 1999 ... 121
5.14 Peranan Sektor Ekonomi dalam Pembentukan PDRB Kota Bireuen
Setelah Pemekaran Tahun 2000 - 2010 ... 123
5.15 Hasil Produksi Tanaman Padi di Kecamatan Peusangan Sebelum
Pemekaran ... 125
ABSTRAK
Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen memiliki potensi pertanian yang cukup diandalkan, karena memiliki lahan pertanian yang subur, sehingga Kecamatan Peusangan pernah ditetapkan sebagai salah satu wilayah lumbung beras di Propinsi Aceh. Sebagai wilayah yang berdekatan dengan kota Bireuen dan Lhokseumawe serta didukung oleh prasarana transportasi yang memadai (seperti jalan raya sehingga memudahkan pergerakan masyarakat), maka Kecamatan Peusangan telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, terutama disektor komersial. Dengan perkembangan ini, kebutuhan akan ruang (lahan) semakin meningkat. Hal demikian akan berdampak kepada pemanfaatan lahan pertanian (walaupun produktif), sehingga akan terjadi konversi lahan pertanian ke kegiatan non pertanian di Kecamatan Peusagan. Konversi lahan pertanian sudah terjadi sejak tahun 2000 hingga saat ini seiring dengan pemekaran kota Bireuen tahun 2000 hingga tahun 2010.
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji konversi lahan sawah dan kaitannya dengan pemekaran kota. Variabel - variabel yang diteliti adalah pola dan laju konversi lahan pertanian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian dan dampak pemekaran terhadap pertumbuhan ekonomi kota. Faktor -faktor yang menyebabkan konversi lahan pertanian adalah petumbuhan penduduk, laju penambahan jalan aspal, perubahan struktur mata pencaharian dan aksesibilitas. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan konversi lahan pertanian menjadi aktivitas non pertanian di kawasan studi, digunakan analisa regresi dan model pemetaan GIS. Pendekatan kuantitatif menggunakan statistik uji t untuk menguji hipotesis dan analisis kualitatif untuk mendeskripsikan pola, laju dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola proses konversi lahan di kawasan Peusangan mengikuti pola linear, sementara laju terjadinya konversi lahan adalah mengikuti fungsi jalan dan skala pelayanan. Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian di kawasan ini adalah visi dan misi pemerintah daerah, laju penambahan jalan aspal dan aksesibilitas, Faktor lainnya seperti faktor laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat pengaruh yang rendah. Pemekaran kota berdampak terhadap pertumbuhan sektor pertanian yang semakin menurun dan kontribusi pertanian bagi PDRB atau PAD yang terus mengecil.
ABSTRACT
Peusangan Subdistrict, Bireuen District has a fairly reliable agricultural potential due to its fertile farm land, that this Subdistrict was determined as one of rice granary areas in Aceh Province. As an area adjacent to the cities of Bireuen and Lhokseumawe, Peusangan Subdistrict supported by adequate transportation infrastructure has progressed quite rapidly, especially in the commercial sector. By this progresss, the need for the land becomes more increasing. Its impact will be in the form of agricultural land utilization that the agricultural land will be converted into non-farm activities in Peusangan Subdistrict. The agricultural land conversion has existed since 2000 in line with the expansion of the city of Bireuen from 2000 to 2010.
The purpose of the study was to examine conversion of wet rice fields and its relationship with city expansion. The variables studied were the pattern and the rate of agricultural land conversion, the factors resulted in agricultural land conversion and the impact of expansion on the city economic growth. The factors led to the conversion of agricultural land were population growth, rate of the adding of asphalt road, changes in livelihood structure and accessibility. The identification of the factors led to the agricultural land conversion to the non-farm activities in study area were analyzed through regression analysis and GIS mapping model. Quantitative approach with statistical t-test was used to test the hypothesis and qualitative analysis was used to describe the pattern, rates, and the factors influencing agricultural land conversion.
The result of the study showed that the pattern of agricultural land conversion process in Peusangan area followed the linear system, while the rate of agricultural land conversion followed by the function of road and scale services, while the most influencing factors on agricultural land conversion in this area were the rate of adding of asphalt road and accessibility. The other factors such as the rate of population growth and changes in livelihood structure had low influence. The impacts brought in the city expansion were the increasing decline of the growth of agricultural sector and the continuously shrinking agricultural contribution to GRDP and Local Revenue.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan kota merupakan suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari
suatu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang berbeda. Suatu proses perubahan
selalu terjadi, baik dengan sendirinya ataupun karena adanya intervensi yang merujuk
kepada arah perubahan yang diinginkan. Pada umumnya terjadinya perubahan
tersebut karena dilakukannya intervensi. Dalam pembangunan suatu masyarakat
bangsa dengan merujuk kepada keinginan-keinginan yang disepakati masyarakat,
bangsa tersebut, dilakukan intervensi ke berbagai bidang dengan tujuan agar
perubahan yang sesuai dengan keinginan yang disepakati terwujud (Sasmojo, 2004
dalam Priyono, 2007).
Dalam perkembangannya, Indonesia memberlakukan otonomi daerah sesuai
dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Dampak dari diberlakukannya undang-undang tersebut adalah terjadinya
pemekaran daerah. Pemekaran daerah secara intensif berkembang di Indonesia
sebagai salah satu jalan untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah. Kabupaten Bireuen yang lahir pada 12 Oktober
Kabupaten Aceh Utara. Sebagai daerah otonom, Bireuen memiliki ibukota yaitu Kota
Bireuen yang juga dikenal dengan sebutan Kota Juang maupun kota singgah. Disebut
Kota Juang, karena dulunya Bireuen pernah dijadikan basis pertahanan pemerintah
Hindia Belanda yang kemudian diperjuangkan kemerdekaannya oleh rakyat.
Sedangkan sebutan kota singgah karena letak kota yang sangat strategis dimana
berada di titik persimpangan arus pergerakan manusia dan barang dari arah Timur
(Medan, Langsa, Lhokseumawe), maupun arah barat (Gayo dan Takengon), dan
menjadi kota persinggahan sebelum menuju Banda Aceh.
Dengan peningkatan status kota ini, Kota Bireuen semakin menjadi daya tarik
bagi masyarakat maupun investor untuk mengembangkan kegiatan sosial dan
ekonominya, sehingga pertumbuhan dan perkembangan kota ini akan semakin pesat
dan membutuhkan perhatian yang serius dalam penataan kotanya.
Berdasarkan RUTR Kawasan Perkotaan Bireuen tahun 2006-2016, perluasan
kota Bireuen saat ini meliputi luas 134,62 Km2 dan 136 desa/gampong yang meliputi
wilayah administrasi sebagian desa-desa di Kecamatan Jeumpa, Kecamatan Kota
Juang, Kecamatan Kuala, Kecamatan Juli dan Kecamatan Peusangan. Dari seluruh
luas lahan di kota Bireuen, sebagian besar masih diprioritaskan untuk pertanian
dikarenakan lapangan usaha pertanian menjadi mata pencaharian utama penduduk
Bireuen. Dari seluruh penduduk, sebagian besar bekerja di sektor agraris. Sisanya
tersebar di berbagai lapangan usaha seperti jasa, perdagangan, industri.
Lima kecamatan dalam wilayah Kota Bireuen tersebut memiliki sistem
hubungannya adalah antara pusat Kota Bireuen (yang sebagian besar terletak di
kecamatan Kota Juang) dengan Kota Matangglumpangdua (terletak di Kecamatan
Peusangan) karena berada di koridor jalan Banda Aceh-Medan yang merupakan jalur
utama yang menghubungkan Provinsi Aceh dengan Provinsi Sumatera Utara.
Pesatnya perkembangan kedua kota tersebut mengakibatkan kebutuhan akan
lahan semakin meningkat. Salah satu fenomena dalam pemanfaatan lahan adalah
adanya alih fungsi (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring bertambahnya
tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun
dari sektor non-pertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan.
Dalam dua tahun terakhir seluas 500 hektar lebih lahan persawahan rakyat Kabupaten
Bireuen di lintasan jalan negara Banda Aceh-Medan berubah fungsi terkena imbas
perluasan kota menjadi areal lahan pembangunan pertokoan, perkantoran dan bidang
usaha lain. Perubahan fungsi lahan persawahan rakyat yang paling menonjol terjadi di
Kecamatan Peusangan. Perubahan fungsi areal lahan persawahan di kecamatan
tersebut berlangsung sangat cepat. Diperkirakan dalam lima tahun mendatang kota
Bireuen dan Kota Matang Glumpang Dua, Kecamatan Peusangan akan terpadu
menjadi kota yang paling maju di Kabupaten Bireuen.
Kecamatan Peusangan merupakan sentra produksi padi bagi Kabupaten
Bireuen bahkan Provinsi Aceh. Oleh karena itu, semakin sempitnya lahan pertanian
akibat konversi lahan akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial dan lingkungan
tersebut. Jika fenomena perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian
bagi petani dan lingkungan di kawasan perkotaan Bireuen saja, tetapi hal ini bisa
menjadi masalah nasional.
Hal ini sesuai dengan ungkapkan Bintarto (1980) bahwa “masalah-masalah yang
ditimbulkan akibat pemekaran kota adalah masalah perumahan, masalah sampah,
masalah bidang lalu lintas, masalah kekurangan gedung sekolah, masalah terdesaknya
daerah persawahan diperbatasan luar kota dan masalah administratif pemerintahan”.
Berdasarkan fenomena diatas maka diperlukan kajian sejauh mana keterkaitan antara
perluasan kota terhadap konversi lahan pertanian di Kecamatan Peusangan Kabupaten
Bireuen.
1.2 Permasalahan Penelitian
Permasalahan penelitian yang dihadapi dalam menyelesaikan tesis ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian di
Kecamatan Peusangan?
2. Apakah pola konversi lahan sejalan dengan perluasan kota?
3. Apa pengaruh konversi lahan pertanian terhadap perkembangan ekonomi
kota di Kecamatan Peusangan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
1. Untuk mengidentifikasi penyebab utama terjadinya konversi lahan
pertanian di Kecamatan Peusangan.
2. Untuk menganalisis kesesuaian antara konversi lahan dengan perluasan
kota.
3. Untuk menganalisis pengaruh konversi lahan pertanian terhadap
perkembangan ekonomi kota di Kecamatan Peusangan.
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan kepada pemerintah tentang konversi lahan
pertanian di Kecamatan Peusangan sehingga perlu dipertimbangkan
permasalahan ketahanan pangan ke depan.
2. Sebagai bahan dasar bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang
tepat dalam penataan kota dengan tetap memperhatikan kawasan budi
daya pertanian.
3. Sebagai informasi bagi sivitas akademika untuk digunakan pada
penelitian lebih lanjut.
1.4 Ruang lingkup Penelitian
Pemilihan Kabupaten Bireuen dikarenakan karena Bireuen adalah kabupaten
baru yang dimekarkan dari Kabupaten Aceh Utara dan dari kurun waktu semenjak
pemekaran banyak terjadi pergeseran tata guna lahan sebagai akibat kebutuhan lahan
Adapun yang menjadi ruang lingkup wilayah penelitian adalah kecamatan
Peusangan yang merupakan salah satu kecamatan yang terkena dampak perluasan
kota Bireuen dimana dalam RDTR Kota Bireuen, kecamatan ini diarahkan sebagai
kawasan sentra pertanian. Untuk memudahkan penelitian diambil 5 (lima) desa yang
mengalami konversi lahan yang cukup signifikan, terdiri dari Matang Sagoe, Keude
Matangglumpangdua, Pante Gajah, Meunasah Timu, dan Meunasah Dayah.
Ruang lingkup kegiatan dalam penelitian ini dibatasi pada aspek keruangan
yaitu penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang dimaksud yaitu penggunaan lahan
pertanian. Perubahan fungsi lahan ini berkaitan dengan perluasan kota yang terjadi di
wilayah penelitian di Kecamatan Peusangan.
1.5 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini memuat penjelasan tentang latar belakang penelitian, masalah
yang dikaji/rumusan persoalan, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan manfaat
penelitian, lingkup permasalahan, cara pendekatan dan metode penelitian yang
digunakan, serta sistematika pembahasan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dibagi ke dalam sub bab yang menjadi dasar teori dalam konversi lahan
pertanian baik yang bersumber dari akademisi, pakar serta berdasarkan
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini menjelaskan tentang pendekatan metode penelitian yang dijadikan
acuan dalam penelitian, menyangkut data-data yang dibutuhkan, teknik pengumpulan
dan pengolahan data, serta teknik analisa yang digunkan untuk menjawab hasil
penelitian.
BAB IV: GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Bab ini memberikan tinjauan tentang gambaran umum Perkotaan Bireuen, Kebijakan
dalam penataan ruang, populasi penduduk, aktivitas penduduk, penggunaan lahan,
dan rencana tata ruang Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, serta tinjauan
khusus wilayah penelitian.
BAB V: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan kajian konversi lahan pertanian yang terjadi di tingkat
wilayah di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen. Dalam mengetahui
faktor-faktor penyebab terjadinya konversi lahan di Kecamatan Peusangan digunakan
metode analisis regresi linear dengan memasukkan variabel independent dan
dependen. Selanjutnya mengetahui pengaruh konversi lahan tersebut terhadap
perkembangan sosial ekonomi kota dalam konteks ini yaitu perluasan kota.
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari kesimpulan, keterbatasan studi dan rekomendasi serta saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Konversi Lahan
Pengertian konversi lahan menurut beberapa ahli dan peneliti sebelumnya
diantaranya Sanggono (1993) berpendapat bahwa Konversi lahan adalah perubahan
penggunaan lahan tertentu menjadi penggunaan lahan lainnya. Karena luas lahan
yang tidak berubah, maka penambahan guna lahan tertentu akan berakibat pada
berkurangnya guna lahan yang lainnya. Pendapat lain menyebutkan alih guna, alih
fungsi, atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam
pengalokasian sumber daya alam dari satu penggunaan ke penggunaan lain
(Kustiawan,1997).
Sanggono (1993) menambahkan konversi penggunaan lahan dapat mengacu
pada 2 (dua) hal, antara lain penggunaan lahan sebelumnya dan rencana tata ruang.
Penggunaan lahan yang mengacu pada penggunaan lahan sebelumnya adalah suatu
penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan penggunaan lahan sebelumnya,
sedangkan konversi yang mengacu pada tata ruang adalah penggunaan baru atas
2.1.1 Konversi lahan pertanian
Pengertian konversi atau alih fungsi lahan secara umum menyangkut
transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke
penggunaan lainnya. Ini tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Di
negara-negara yang sedang berkembang konversi lahan tersebut umumnya
dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi yang semula bertumpu pada sektor
pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat industrial. Proses transformasi
ekonomi tersebut selanjutnya merangsang terjadinya migrasi penduduk ke
daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati
pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan. Proses
konversi lahan tersebut dalam kaitannya dengan transformasi struktur ekonomi dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Proses konversi lahan pertanian Sumber: Kustiawan, 1997
Secara umum pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri
dari suatu daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut
maka konversi lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan
yang pasti terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula
Transformasi ekonomi dari pertanian ke
industri
Migrasi penduduk ke pusat ekonomi
atau bisnis (pusat Kota)
Jumlah penduduk di
Kota meningkat
selama jumlah penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk
terhadap lahan terus meningkat maka konversi lahan pertanian sangat sulit dihindari
(Kustiawan, 1997).
Menurut Irawan (2005) konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat
adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan pertanian dengan non pertanian.
Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga
fenomena ekonomi dan sosial yaitu: (1) keterbatasan sumberdaya lahan; (2)
pertumbuhan penduduk; dan (3) pertumbuhan ekonomi. Sama halnya yang
diungkapkan Nasoetion (2003) bahwa secara empiris lahan pertanian merupakan
lahan yang paling rentan terhadap alih fungsi, terutama sawah. Hal tersebut
disebabkan oleh; pertama pembangunan kegiatan non pertanian lebih mudah
dilakukan pada lahan sawah yang relatif datar dibanding lahan kering; kedua
infrastruktur ekonomi lebih memadai; dan ketiga lahan persawahan lebih dekat ke
daerah konsumen atau daerah kota yang lebih padat penduduknya.
Konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia, bukan
suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya
tinggi, namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah
system produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan
merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta
wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena
terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif (Anwar, 1993).
Irawan (2005) mengemukakan bahwa konversi tanah lebih besar terjadi pada
tanah sawah dibandingkan dengan tanah kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu: (1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan,
pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah
sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering; (2) akibat pembangunan
masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur
ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering; (3) daerah
persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan
yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar
terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan.
Ditinjau menurut prosesnya, konversi lahan sawah dapat pula terjadi: (1) secara
gradual; (2) seketika (instan). Alih fungsi secara gradual lazimnya disebabkan fungsi
sawah tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi
atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang
menguntungkan. Alih fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah
sekitar urban, yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri
(Sumaryanto dkk, 1995).
Pola konversi lahan sawah dapat dipilah menjadi dua, yaitu sistematis dan
kawasan pemukiman (real estate), jalan raya, kompleks perkantoran, dan sebagainya
mengakibatkan terbentuknya pola konversi yang sistematis. Lahan sawah yang
dikonversi pada umumnya mencakup suatu hamparan yang cukup luas dan
terkonsolidasi. Konversi lahan sawah yang dilakukan sendiri oleh pemilik lahan
sawah umumnya bersifat sporadis. Luas lahan sawah yang terkonversi kecil-kecil dan
terpencar. Proses konversi lahan sawah bersifat progresif, artinya, lahan sawah di
sekitar lokasi yang telah terkonversi, dalam waktu yang relatif pendek cenderung
berkonversi pula dengan luas yang cenderung meningkat. Secara empiris progresifitas
konversi lahan dengan pola sistematis cenderung lebih tinggi daripada pola yang
sporadis (Direktorat Pangan dan Pertanian 2006).
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian
Menurut Irawan (2005) Konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat
adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan pertanian dengan non pertanian.
Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga
fenomena ekonomi dan sosial yaitu: (1) keterbatasan sumberdaya lahan; (2)
pertumbuhan penduduk; dan (3) pertumbuhan ekonomi.
Kuantitas atau ketersediaan lahan disetiap daerah relatif tetap atau terbatas
walaupun secara kualitas sumberdaya lahan dapat ditingkatkan. Pada kondisi
keterbatasan tersebut maka peningkatan kebutuhan lahan untuk memproduksi
komoditas tertentu akan mengurangi ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk
mendorong permintaan lahan di luar sektor pertanian dengan laju lebih besar
dibanding permintaan lahan disektor pertanian, maka pertumbuhan ekonomi
cenderung mengurangi kuantitas lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan
pertanian. Pengurangan kuantitas lahan yang dialokasikan untuk kegiatan pertanian
tersebut berlangsung melalui konversi lahan pertanian, yaitu perubahan pemanfaatan
lahan yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian ke pemanfaatan lahan di luar
pertanian seperti kompleks perumahan, kawasan perdagangan, kawasan industri, dan
seterusnya (Irawan 2004).
Konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah menurut Pakpahan, et all.
(1993) mencakup: (1) konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah yang meliputi
konversi ke penggunaan tambak, perkebunan, lahan kering tanaman pangan; (2)
konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian, yang meliputi konversi ke
penggunaan prasarana, pemukiman, industri dan pariwisata.
Selanjutnya Pakpahan (1993) membagi faktor yang mempengaruhi konversi dalam
kaitannya dengan petani yakni faktor tidak langsung dan faktor langsung. Faktor
tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, arus
urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. Sedangkan faktor
langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi,
pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan
sebaran lahan sawah. Faktor langsung dipengaruhi oleh faktor tidak langsung, seperti
pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan pemukiman, perubahan
pembangunan sarana transportasi dan lahan untuk industri, serta peningkatan arus
urbanisasi akan meningkatkan tekanan penduduk atas lahan di pinggiran kota. Alih
fungsi lahan menjadi isu penting karena sebagian besar terjadi pada lahan pertanian
produktif dan adanya indikasi pemusatan penguasaan lahan di satu pihak dan proses
fragmentasi lahan dipihak lain.
Konversi lahan tersebut umumnya dirangsang oleh transformasi struktur ekonomi
yang semula bertumpu pada sektor pertanian ke sektor ekonomi yang lebih bersifat
industrial khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Proses transformasi
ekonomi tersebut selanjutnya merangsang terjadinya migrasi penduduk ke
daerah-daerah pusat kegiatan bisnis sehingga lahan pertanian yang lokasinya mendekati
pusat kegiatan bisnis dikonversi untuk pembangunan kompleks perumahan. Secara
umum pergeseran atau transformasi struktur ekonomi merupakan ciri dari suatu
daerah atau negara yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut maka konversi
lahan pertanian dapat dikatakan sebagai suatu fenomena pembangunan yang pasti
terjadi selama proses pembangunan masih berlangsung. Begitu pula selama jumlah
penduduk terus mengalami peningkatan dan tekanan penduduk terhadap lahan terus
meningkat maka konversi lahan pertanian sangat sulit dihindari (Kustiawan, 1997).
Dalam penelitiannya Kustiawan (1997) menjelaskan bahwa faktor yang
mempengaruhi perubahan lahan pertanian adalah perkembangan kawasan terbangun,
laju pertumbuhan penduduk perkotaan dan laju perubahan PDRB. Hal ini sejalan
dengan Arsyad (1999) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi diartikan
memandang apakah kenaikan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dikatakan sebagai ukuran
produktifitas wilayah yang paling umum diterima secara luas sebagai standar ukuran
pembangunan dalam skala wilayah. Oleh karenanya walaupun memiliki berbagai
kelemahan PDRB dinilai sebagai tolak ukur pembangunan yang paling operasional
dalam skala negara di dunia. Lebih lanjut Suhartanto (2008) dan Witjaksono (2006),
menyatakan alasan ekonomi senantiasa melatar-belakangi dan menjadi faktor
pendorong terjadinya konversi lahan pertanian antara lainn: (1) nilai land rent yang
diperoleh dari usaha pertanian senantiasa lebih rendah dibanding nilai land rent untuk
sektor non pertanian (perumahan, jasa, industri, infrastrukur jalan); (2) kesejahteraan
petani yang masih tertinggal; (3) kepentingan pemerintah daerah diera otonomi
daerah khususnya terkait penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), ada anggapan
sektor pertanian tidak memberikan keuntungan yang signifikan; dan (4) lemahnya
fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.
Menurut Lutfi (1997) dalam konteks pengembangan sumber daya alam, alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah suatu proses yang bersifat irrefersible
atau tidak dapat balik. Proses alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian merupakan
suatu proses yang melibatkan preferensi individu dan preferensi masyarakat dalam
alokasi pemanfaatan tanah. Studi pada beberapa penelitian telah menghasilkan
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor-faktor
pertanian yang terjadi dan permasalahan terjadinya perubahan lahan pertanian
tersebut.
Saefulhakim (1996) menerangkan tentang peranan karakteristik wilayah dalam
menentukan laju konversi lahan pertanian, dapat diuraikan sebagai berikut: (1)
produktivitas lahan yang tinggi sangat menentukan perkembangan perumahan,
sementara lahan-lahan yang kurang produktif kurang diminati dalam pengembangan
perumahan; (2) areal perumahan berkembang pada daerah-daerah pertanian yang
mempunyai jarak yang dekat dengan ibukota provinsi. Perkembangan perumahan ini
berbanding lurus dengan panjang dan kualitas jalan yang ada di wilayah
pertanianyang bersangkutan; (3) jumlah penduduk (bukan kepadatan penduduk)
berkorelasi nyata positif dengan luas areal sawah yang berarti bahwa pertanian pada
dasarnya merupakan culture-basic farming system dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pangan lokal; (4) laju konversi lahan berkaitan erat dengan fragmentasi
kepemilikan lahan pertanian, semakin tinggi laju alih guna lahan pertanian ke non
pertanian; dan (5) laju konversi lahan pertanian sangat ditentukan oleh tingkat
pengkotaan (spatial urbanization) yang mencirikan bahwa konversi lahan pertanian
sangat erat kaitannya dengan proses urbanisasi dan/atau transformasi struktur
perekonomian wilayah ke arah industrialisasi.
Saefulhakim dan Nasution (1995) memaparkan beberapa faktor yang berperan
1. Perkembangan standar tuntutan hidup. Hal ini berhubungan dengan nilai
land rent yang mampu memberikan perkembangan standar tuntutan hidup
sang petani.
2. Fluktuasi harga pertanian. Menyangkut aspek fluktuasi harga-harga
komoditas yang dapat dihasilkan dari pembudidayaan sawah (misalnya
padi dan palawija).
3. Struktur biaya produksi pertanian. Biaya produksi dan aktivitas budidaya
lahan sawah yang semakin mahal akan cenderung memperkuat proses
konversi lahan. Salah satu faktor pendorong meningkatnya biaya produksi
ini adalah berkaitan dengan skala usaha.
4. Teknologi. Terhambatnya perkembangan teknologi intensifikasi pada
penggunaan lahan yang memiliki tingkat permintaan yang terus
meningkat akan mengakibatkan proses ekstensifikasi yang lebih dominan.
Proses ekstensifikasi dari penggunaan lahan akan terus mendorong proses
konversi lahan.
5. Aksesibilitas. Perubahan sarana dan prasarana transportasi yang
berimplikasi terhadap meningkatnya aksesibilitas lokal, akan lebih
mendorong perkembangan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian.
6. Resiko dan ketidakpastian. Aktivitas pertanian dengan tingkat resiko
ketidakpastian yang tinggi akan menurunkan nilai harapan dari tingkat
produksi, harga dan keuntungan. Hal ini menimbulkan nilai land rent
mempunyai resiko dan ketidakpastian yang lebih tinggi akan cenderung
dikonversikan ke penggunaan lain yang tingkat resiko dan ketidakpastian
lebih rendah.
7. Lahan sebagai aset. Pandangan ini (walaupun tanpa pemanfaatan) lebih
memperumit permasalahan sebagai akibat potensi produksi, kelangkaan
dan aksesibilitasnya sama sekali tidak melibatkan usaha manusia secara
pribadi (milik pribadi penguasa lahan). Sistem kepemilikan atas dasar
keperansertaan untuk saat ini “tidak ada”, maka fenomena spekulan lahan
yang mengkonversikan lahan pertanian ke penggunaan lain yang tidak
jelas peruntukannya.
2.2 Urban Sprawl dan Perluasan Kota
2.2.1 Pengertian urban sprawl
Pengaruh struktur ruang terhadap keberlanjutan perkotaan telah menjadi
perhatian serius di kota-kota di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Studi-studi
terhadap kota - kota di Amerika Utara yang banyak dikategorikan sebagai “tidak
berlanjut” (unsustainable) telah mempersalahkan pola ruang semrawut (sprawling)
yang dicirikan antara lain oleh pola penggunaan lahan melompat (leapfrog), tata guna
lahan terpencar dan tingkat kepadatan rendah (Gilham,2002 dalam Hakim, 2010).
Proses perluasan/perembetan kawasan terbangun kota ke arah luar sebagai
sebagai urban sprawl (Pontoh dan Kustiawan 2009), dimana akan membentuk pola
ruang menyebar berserakan karena penggunaan lahan yang tak terencana. Urban
sprawl berpengaruh terhadap struktur tata ruang dapat dilihat dari 3 (tiga) struktur
yaitu struktur fisik, kependudukan dan ekonomi.
Pengaruh urban sprawl dari struktur fisik adalah terjadinya pola penyebaran
permukiman yang semakin meluas/melebar ke samping kiri kanan jalur transportasi,
denga kata lain terjadi pemusatan fasilitas umum perkotaan di nodes; bagian wilayah
tertentu. Dari struktur kependudukan adalah terjadinya pola penyebaran penduduk
diperlihaylan dengan penyebaran lahan terbangun (permukiman) yang semakin
melebar ke samping kiri kanan jalan arteri. Sedangkan dari struktur ekonomi,
pengaruh urban sprawl adalah terjadinya perubahan pola kegiatan ekonomi penduduk
yang bekerja di sektor pertanian dan meningkatnya penduduk yang bekerja di sektor
non pertanian (pedagang, buruh industri dan jasa).
2.2.2 Faktor penyebab urban sprawl
Urban Sprawl berkaitan dengan proses perluasan kota. Secara garis besar, ada
3 (tiga) macam proses perluasan kekotaan yaitu (Yunus, 2002):
1. Perembetan Konsentris (Concentric Development/Low Density
Continous Development), yaitu perembetan areal kekotaan berjala
Gambar 2.2 Perembetan Konsentris Sumber: Yunus, 2002
2. Perembetan Memanjang (ribbon development/linear development/axial
development), yaitu perembetan areal kekotaan yang tidak merata di
semua bagian sisi-sisi luar daripada daerah kota utama, perembetan paling
cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang
bersifat menjari dari pusat kota (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Perembetan Memanjang Sumber: Yunus, 2002
3. Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkerboard
development), yaitu perembetan lahan kekotaannya terjadi berpencar
Gambar 2.4 Perembetan yang Meloncat Sumber: Yunus, 2002
Selain proses perluasan di atas, Pontoh dan Kustiawan (2009) menambahkan
faktor penyebab proses urban sprawl lainnya yaitu:
1. Kebijakan perencanaan dari pemerintah, terutama kebijakan
pembangunan transportasi dan perumahan.
a. Pembangunan jalan besar antar kota sehingga mendorong munculnya
lokasi pemukiman baru.
b. Pemberian subsidi bagi perumahan yang tidak memandang lokasi
sehingga banyak real estate dibangun secara lompat katak.
2. Spekulasi tanah karena pengaruh pembangunan lompat katak tadi dimana
mereka menunggu harga tanah naik terlebih dahulu baru mulai
melakukan pembangunan.
3. Peraturan guna lahan yang ketat di kota sehingga mengundang para
investor mencari tanah di luar kota.
2.2.3 Perkembangan kota
Menurut Bintarto (1977) dalam Muhyi (2004), ada tiga jenis perkembangan
arah kota, sebagai berikut:
1. Tampak bahwa daya tarik dari luar kota adalah pada daerah dimana
kegiatan ekonomi banyak menonjol yaitu sekitar pelabuhan impor ekspor
dan sekitar hinterland yang subur. Harga tanah di sekitar jalur ini akan
lebih tinggi dari pada harga tanah di sekitar pegunungan seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Pelabuhan Impor Ekspor dan Sekitar Hinterland
Sumber: Bintarto, 1977
2. Kota yang mempunyai pusat-pusat industri dan kota dagang, mempunyai
daya tarik di sektor-sektor tersebut di samping itu daerah-daerah di sekitar
pusat rekreasi tidak kalah menarik. Daerah sekitar pegunungan dan laut
merupakan daerah lemah. Namun tidak berarti bahwa daerah ini tidak
mampu menarik penduduk untuk bermukim. Murahnya harga tanah,
Gambar 2.6 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Pusat-pusat Industri Dagang Sumber: Bintarto, 1977
3. Perkembangan kota ke segala arah, akan semakin mempercepat
perkembangan kota, dengan didukung oleh potensi masing - masing
wilayah. Hal ini akan menjadikannya sebagai kota besar atau kota
metropoitan. Selanjutnya, kecenderungan yang ada akan semakin
berkembangnya kota - kota satelit yang akan mendukung kota besar.
(Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Bentuk Arah Perkembangan Kota dengan Berbagai Pusat Aktivitas dan Kegiatan
Perkembangan kawasan perkotaan dapat didlihat melalui perkembangan
kepadatan dan populasi penduduknya, serta semkin meluasnya kawasan perkotaan
hingga melewati batas administrasi suatu kota. Selain perluasan secara fisik, yang
paling mencolok adalah perbuhan bentuk pemanfaatan lahan/penggunaan lahan.
2.2.4 Penelitian terdahulu
Sutarti (1999) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Serang dengan menggunakan
analisis regresi diduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan
sawah yaitu pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan,
produktivitas lahan sawah, jarak lokasi ke pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan
industri. Melalui uji-t diperoleh bahwa pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non
tanaman pangan, jarak lokasi dari pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri
berpengaruh nyata terhadapa model, sedangkan produktivitas lahan sawah tidak
berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99%.
Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karawang pada tahun 2001-2010
dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penurunan
lahan sawah di Kabupaten Karawang adalah laju pertambahan jumlah penduduk,
jumlah industri, produktivitas padi sawah, proporsi luas lahan sawah terhadap luas
wilayah, dan kebijakan tata ruang wilayah. Variabel-variabel independen yang
berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah, yaitu jumlah
pada taraf α= 10 persen. Sedangkan variabel kebijakan pemerintah, laju pertumbuhan
penduduk, dan produktivitas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas
lahan sawah (Puspasari, 2012).
Sumaryanto, dkk (2006) dalam penelitiannya mengenai dampak negatif
konversi lahan pertanian di Jawa menunjukkan bahwa sebagian besar lahan sawah
yang terkonversi berubah fungsi menjadi lahan pemukiman, kawasan industri dan
prasarana (jalan raya).
Pada umumnya, laju konversi lahan sawah yang tertinggi terjadi pada
hamparan sawah di sekitar perkotaan. Oleh karena berbagai aturan dan
perundang-undangan yang ditujukan untuk mengendalikan konversi lahan sawah tidak efektif,
maka konversi lahan sawah terkesan tidak pandang bulu; menimpa lahan-lahan sawah
produktif dengan fasilitas irigasi yang baik. Mengingat bahwa dimasa mendatang
peluang untuk memperluas areal panen semakin terbatas, maka konversi lahan sawah
untuk jangka panjang sangat berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung hal itu bersumber dari
degradasi luas panen, secara tidak langsung disebabkan menurunnya produktivitas
hamparan lahan sawah disekitarnya.
Konversi lahan sawah menyebabkan hilangnya mata pencaharian sebagian
anggota masyarakat setempat, khususnya petani dan buruh tani. Oleh karena sebagian
dari mereka tidak dapat menjangkau kesempatan kerja dan usaha yang baru maka
konversi lahan sawah diduga juga mengakibatkan terjadinya peningkatan kemiskinan
2.3 Rangkuman Tinjauan Pustaka
Dari teori diatas dapat diambil beberapa kesimpulan untuk mengkaji
rumusan-rumusan permasalahan yang menjadi inti dari penelitian ini faktor-faktor yang
[image:47.612.111.529.265.697.2]mempengaruhi konversi lahan pertanian, dijelaskan dengan Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rangkuman Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
No Penulis, tahun, judul buku/jurnal
Faktor2 yang mempengaruhi konversi lahan pertanian Variabel yang diambil
1 Pakpahan dkk, 1993, Analisis Kebijaksanaan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi
rencana tata ruang.
Sedangkan faktor langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah. 1. Laju pertumbuhan Penduduk. 2. Perubahan fungsi kegiatan.
2 Suhartanto (2008) dan Witjaksono (2006). Ketersediaan Lahan Pertanian Pangan Secara Berkelanjutan Untuk Menjaga Ketahanan Pangan.
Nilai landrent, kesejahteraan petani yang masih tertinggal, kepentingan pemerintah daerah di era otonomi, Produktivitas pertanian, lemahnya fungsi kontrol.
Visi dan misi pemerintah.
3 Kustiawan, 1997, Permasalahan Konversi Lahan Pertanian dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang Wilayah Studi Kasus: Wilayah Pantai Utara Jawa.
Perkembangan kawasan
terbangun, laju pertumbuhan penduduk
perkotaan, laju PDRB
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No Penulis, tahun, judul buku/jurnal
Faktor - faktor yang mempengaruhi konversi lahan
pertanian
Variabel yang diambil
4 Saefulhakim, 1996, Efektivitas Kelembagaan Pengendalian Alih Guna Tanah. Laboratorium PPSL.
Produktivitas lahan, Aksesibilitas, jumlah penduduk, kepemilikan lahan pertanian, urbanisasi dan transformasi struktur ekonomi. 1. Laju pertumbuhan penduduk. 2. Visi dan misi
Pemerintah. 3. Aksesibilitas. 4. Penambahan
panjang jalan.
Sumber: Hasil Kajian dari Berbagai Sumber, Penulis, 2010
Berdasarkan beberapa definisi dan uraian diatas dapat di tentukan faktor-faktor
yang diidentifikasi mempengaruhi konversi lahan pertanian menjadi pemanfaatan
lahan ke fungsi non pertanian antara lain:
1. Faktor fisik, yaitu:
a. Laju pertumbuhan Penduduk.
Jumlah penduduk mempengaruhi permintaan lahan. Semakin
meningkat jumlah penduduk maka permintaan lahan terutama untuk
pembangunan perumahan akan semakin tinggi sehingga mendorong
penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah yang
semakin tinggi.
b. Penambahan panjang jalan aspal.
Jalan merupakan penghubung antara sentra-sentra produksi dengan
Seiring dengan pemekaran wilayah dibutuhkan pelebaran atau
pembukaan jalan baru terutama dilakukan di wilayah dengan akses
perkotaan. Dengan adanya pembangunan jalan maka akan
mempengaruhi konversi lahan dari yang tadinya kosong menjadi lahan
terbangun. Konversi lahan tersebut terjadi dalam jangka waktu tertentu
dan perubahannya relatif bertahap sesuai dengan peningkatan dalam
hal aksesibilitas yang tidak hanya bergantung pada transportasi
(jumlah kendaraan) tetapi juga karena perbaikan jalan atau pelebaran
jalan yang secara langsung akan berpengaruh pada konversi lahan
secara keseluruhan.
2. Faktor non fisik, yaitu:
a. Aksesibilitas.
Kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan
wilayah pusat pertumbuhan juga merupakan penyebab terjadinya
konversi lahan sawah irigasi teknis. Lahan sawah yang berada di lokasi
dengan aksesibilitas tinggi dan infrastruktur yang lengkap, memicu
tingginya harga lahan, harga lahan yang tinggi akhirnya akan
mempengaruhi petani untuk mengkonversi lahan sawahnya.
b. Perubahan struktur mata pencaharian.
Akibat konversi lahan, peranan sektor pertanian akan menurun bagi
kesempatan kerja dan dan pendapatan petani penggarap termasuk
sektor-sektor manufaktur dan jasa-jasa yang secara sengaja
BAB III
METODOLOGI PENELITAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian keterkaitan konversi lahan pertanian dan pemekaran kota ini
dilakukan di Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen. Pemilihan lokasi tersebut
didasarkan atas adanya kebijakan Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk memperluas
perkotaan Bireuen dimulai dengan pengembangan kota Bireuen di kecamatan Kota
Juang hingga ke Kota Matangglumpangdua di Kecamatan Peusangan. Hal tersebut
mengindikasikan akan adanya pembangunan ke arah perkotaan seperti pembangunan
pertokoan, perkantoran dan bidang usaha lain terutama disepanjang jalan regional
yang menghubungkan kedua kota tersebut. Padahal disepanjang jalan regional
tersebut terutama yang melalui kecamatan Peusangan terdapat ratusan hektar lahan
pertanian terutama lahan sawah yang bisa dipastikan akan terjadi alih fungsi lahan ke
penggunaan non pertanian.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel beberapa desa di Kecamatan
Peusangan sesuai titik lokasi pada grid pemetaan yang jaraknya berdekatan dengan
pusat Kota Matangglumpangdua. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) karena beberapa desa tersebut mengalami alih fungsi lahan tertinggi di
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
skunder. Data primer digunakan untuk mengetahui faktor - faktor yang
mempengaruhi konversi lahan. Data skunder digunakan untuk mengetahui laju
konversi lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan ditingkat di
wilayah dengan menggunakan data time series tahun 1990, 2000 dan tahun 2010.
Data skunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bireuen.
3.3 Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif. Metode metode
analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui laju alih fungsi lahan, mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan, mengetahui dampak alih fungsi
lahan terhadap pendapatan petani dan lingkungan. Metode analisis kuantitatif
menggunakan persamaan laju alih fungsi lahan, analisis regresi berganda, analisis
regresi logistik. dan analisis uji beda rata - rata. Data yang diperoleh selanjutnya
dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan
secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel
2007 dan Statistical Program and Service Solution (SPSS) 17.0.
No Sasaran Penelitian indikator variabel data Sumber data Teknik analisis Ouput yang diharapkan 1 Menghitung
besarnya konversi lahan pertanian sebelum dan sesudah pemekaran. Luas konversi lahan pertanian. Luas lahan pertanian dari tahun 1990, 2000 dan 2010.
Data sekunder.
•BPPS
•Dinas pertanian •Bappeda
Persamaan laju konversi lahan.
Laju konversi lahan pertanian
2 Menyusun pola /bentuk pergerakan konversi lahan .
Peta Penggunaan lahan tahun 1990, 2000, 2010. Data sekunder (time series ).
Overlay peta. Pola pergerakan konversi.
3 Menganalisis faktor - faktor penyebab terjadinya konversi lahan. Faktor penyebab terjadinya konversi lahan. Laju pertumbuhan penduduk, penambahan panjang jalan aspal, Perubahan struktur mata pencaharian, aksesibilitas,. Data sekunder (time series). •BPPS
•Dinas pertanian •Bappeda •Dinas terkait
•Metode analisis kuantitatif. •Analisis regresi berganda. •Analisis regresi logistik. •Analisis uji
beda rata - rata.
Faktor – faktor penentu konversi lahan pertanian.
4 Keterkaitan konversi lahan dan perluasan kota. •RDTR Perkotaan Bireuen. Analisa korelasi multivariate. Korelasi antara pola konversi lahan pertanian dengan rencana perluasan kota / RDTR
[image:54.792.129.713.106.486.2]3.4 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap 1, mengumpulkan teori yang sesuai dengan permasalahan
penelitian, dan memilih variable penelitian. Pada saat yang sama, lokasi
penelitian telah dipilih secara sengaja yaitu di Kecamatan Peusangan
Kabupaten Bireuen dikarenakan Kecamatan Peusangan termasuk ke
dalam wilayah perluasan Perkotaan Bireuen, hal ini akan menimbulkan
dampak kekotaan pada kecamatan tersebut salah satunya ditandai dengan
semakin menyempitnya lahan pertanian.
2. Tahap 2, menghitung besarnya konversi lahan pertanian sebelum
pemekaran dan sesudah pemekaran. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan peta GIS dan bantuan software Auto CAD 2007 serta
dengan teknik overlay/superimpose peta penggunaan lahan sebelum dan
sesudah pemekaran dan menggunakan Persamaan laju konversi lahan
sehingga diketahui luas perubahan pada tiap periode analisis.
3. Tahap 3, dari hasil analisis dari tahap 2 dapat disusun pola/bentuk
pergerakan konversi lahan pertanian Kawasan mana saja yang paling
banyak mengalami konversi. Data skunder diperlukan untuk mengetahui
laju alih fungsi lahan dengan menggunakan data time series 1990, 2000,
dan 2010.
4. Tahap 4, menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
penduduk, penambahan panjang jalan aspal, Perubahan struktur mata
pencaharian dan aksesibilitas, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data time series
tahun 1990, 2000 dan 2010 yang diperoleh dari BPS, BAPPEDA,
Dinas-dinas terkait berupa data kebijakan yang berlaku dan data
kependudukan.
b. Pendekatan analisis ini menggunakan metode analisis kuantitatif.
Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui laju alih fungsi lahan,
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan
berdasarkan perkembangan kota akibat pemekaran. Data yang
diperoleh selama penelitian dihubungkan dengan kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penelitian dengan menggunakan persamaan laju
alih fungsi lahan, analisi regresi berganda, analisis regresi logistik dan
analisis uji beda rata-rata.
c. Dari sini akan ditemukan faktor-faktor yang secara signifikan
menimbulkan konversi lahan (laju pertumbuhan penduduk,
penambahan panjang jalan aspal, Perubahan struktur mata pencaharian
dan aksesibilitas,).
5. Tahap 5, menganalisis keterkaitan konversi lahan pertanian dengan
perluasan kota apakah terdapat korelasi antara konversi lahan dengan
perluasan kota yang tercantum dalam RDTRK. Hal ini dilakukan untuk
misi kota. Dari analisis dapat diketahui daerah mana saja yang diarahkan
untuk berkembang dan daerah mana yang tetap dipertahankan. Untuk
selanjutnya akan diketahui apakah pola pemekaran akan sama dengan
pola konversi lahan. Metode analisis data yang digunakan untuk analisis
keterkaitan pola konversi lahan dengan rencana perluasan kota (RDTR)
digunakan rumus:
r�� = n∑Xiyi−(∑Xi) (∑yi) (n∑ ��2−(∑Xi)2) (n∑yi− (∑��2))
Dimana x adalah presentase lahan pertanian yang dikonversikan ke
penggunaan jenis ke- I di Kecamatan ke- J selama tahun 2000 hingga
2010, dan y adalah persentase lahan pertanian ke- i yang tercamtum
dalam RDTR Kota Bireuen di Kecamatan ke –J selama tahun 2000
hingga 2010.
Untuk menguji nilai korelasi antara dua peubah x dan y dapat dilakukan
dengan persamaan:
t = rxy
�Var (�xy)
Tahap analisis ditunjukkan pada Gambar 3.2
...(3.1)
PERMASALAHAN TINJAUAN PUSTAKA
[image:58.792.102.673.135.534.2]BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Perkotaan Bireuen
4.1.1 Kondisi geografis dan batas administratif
Kabupaten Bireuen adalah salah satu Daerah Ting