• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Keadaan Penduduk

1) Dampak Negatif Virus Corona Terhadap Aspek Agama

Setelah melakukan observasi, wawancara, serta dokumentasi, di lapangan maka akan disajikan data-data yang diperoleh dari penelitian.

Adapun dampak negatif virus corona terhadap aspek agama menurut Muhari DL salah satu imam masjid di daerah tamalate menyatakan bahwa dampak negatif virus corona terhadap aspek agama.

“sedikit kelirunya saya ini saya bukan pemerintah tapi ee di awal-awal corona itu masjid digembok diperintahkan digembok tapi tidak bisa juga disalahkan petugas karena aturan dari atas. Eeee pasar dibuka, pelelangan ikan dimana-mana, took baku sentuh-sentuh orang disana sementara di masjid digembok kasian. Kalau saya kalau kita dilarang masuk masjid karena corona ee kalau saya apa lagi kira-kira masjid adalah rumah Allah kita ini tamu Allah mulai kita kalau bicara masalah kotoran kebersihan apa lagi kita berangkat di rumah kita mandi wajib dulu setelah itu berwudhu setelah itu sampai lagi di masjid ada alkohol cuci tangan, jadi menurut saya kalau kita di dalam masjid malu coronanya Allah mau masuk karena ini tamunya Allah dan rumahnya Allah. Kalau saya terus terang kalau jaga jarak di masjid ya karena aturannya pemerintah tanggung jawab ta tapi kita hilangkan lagi hadisnya Allah hadisnya Rasulullah SAW bersabda setiap balek memimpin jamaah kembali menghadap belakang “sawwu sufufakum fainna taswiyatassaffa min tama’issolati” itu diperintakan luruskan dan rapatkan syaf (Wawancara/M/21/10).

Pemaparan dari bapak Muhari di atas menggambarkan bahwa virus corona ini membawa dampak yang sangat signifikan pada proses pelaksanaan kegiatan keagamaan yang diadakan di tempat ibadah (masjid).

Dengan adanya kebijakan untuk pencegahan penularan virus corona dengan menutup tempat-tempat yang yang biasanya menjadi tempat keramaian.

Namun beberapa pasar dan toko-toko masih tetap beroperasi seperti biasanya dengan asumsi bahwa tempat tersebut merupakan kebutuhan pokok bagi pemenuhan pangan masyarakat. Selain itu menurut bapak Muhari masjid merupakan tempat yang bersih dan suci sehingga kemungkinan adanya virus di dalamnya sangat kecil. Menurutnya kebijakan untuk menjaga jarak di dalam masjid adalah salah satu yang menyalahi hadis Rasulullah SAW yang mana ketika akan memimpin solat beliau berbalik dan memerintakan untuk meluruskan dan merapatkan barisan solat.

Hal senadapun diungkapkan oleh bapak ketua pengurus masjid di kelurahan mangasa.

“Jadi besar sekali, yang dikatakan itu sunnah rasulullah rapatkan shaf justru kita jaga jarak kemudian ee pake masker itu dianjurkan salah satu juga ada jangan tutup mulut .tapi ini darurat, dalam ajaran agama islam itu ajaran darurat, dalam keadaan darurat semuanya tidak ada persoalan. Masa Rasulullah juga ada dikatakan shalat dalam keadaan perang sambil mengendarai kuda. Besar dampaknya ya karena terpaksa selama dikeluarkan fatwa itu. Dulu awalnya kan itu di masjid ee tidak jumat, tidak tarawih bersama di masjid, bulan ramadhan begitu. Kemudian ee tidak tarawih pada awal-awal ramadhan, nanti akhir-akhir baru kita bisa tarawih.

Sudah itu masjid lain tidak ada idul fitri waktu itu, kalo kami disini idul fitri jadi yang berani idul fitri yaa laksanakan idul fitri. Di Al-markaz tidak ada idul fitri di masjid raya juga tidak ada, di Karebosi juga tidak ada. Jadi ada yang berani masjid-mesjid kecil seperti disini kita idul fitri sampai ke jalan tapi kita tegaskan bahwa harus protokol kesehatan. (Wawancara/P/21/10).

Berdasarkan pemaparan dari bapak ketua pengurus masjid di mana tata cara shalat terutama shaf dalam islam memang dianjurkan untuk merapatkan shaf dan luruskan tapi karena ini keadaan darurat dan himbauan

pemerintah mau tidak mau kita harus ikuti dan shalat idul fitri pun masyarakat ada yang melaksanakan di masjid bagi yang kurang peduli dengan himbauan pemerintah dan bagi yang peduli melaksanakan shalat idul fitri di rumah saja.

Hal serupa juga di ungkapkan oleh bapak Ruslan salah satu jamaah di masjid Al-Abrar yang sempat menyaksikan perselisihan antar jamaah yang mempersoakan mengenai jarak di dalam masjid.

“dampaknya ini terjadi ada korban perselisihan, perselisihan saya maksud itu ada orang kan jaga jarak ada juga nda jaga jarak, terkadang kalo ada orang itu saya dapati di masjid al-abrar ada dia punya jamaah tidak kompak ada yang mau rapat, ada yang mau renggang akhirnya mereka sedikit berselisih, mendingan saya cari masjid lain. Dampaknya itu terjadi sedikit klise antar jamaah, ada yang mau menerapkan standar jaga jarak ee ada yg tidak mau, karena menurutnya tidak ada orang tertular covid di masjid, itu yang saya lihat. Tapi kalau saya orangnya fleksibel ji dimana saya datangi masjid mereka jaga jarak saya ikuti, seperti disini. Tapi jujur saya lebih senang kalau rapat saf, karena memang agama mengajarkan itu luruskan dan rapatkan. (wawancara/R/18/10).

Berdasarkan pemaparan informan di atas dampak virus corona ini membawa perselisihan karena aturan jaga jarak ketika shalat dan masyarakat ada yang jaga jarak ada juga yang tetap merapatkan shaf.

Karena masyarakat ada yang mengikuti himbauan jaga jarak ada pula yang tidak mengikuti himbauan.

Berdasarkan tiga informasi di atas, dapat dipahami bahwa keberadaan virus corona di tengah-tengah masyarakat pada saat ini menimbulkan berbagai dampak negatif dalam aspek agama yaitu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan memiliki perbedaan dengan kebiasaan-kebiasaan

masyarakat dalam menjalani kegiatan keagamaan mereka. Seperti menjaga jarak saat melaksanakan sholat, hal ini jelas berbeda dengan sunnah yang sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat muslim saat melaksanakan sholat, yang di mana saat melaksanakan sholat mereka diharuskan untuk merapatkan dan meluruskan shaf. Tetapi dengan adanya kebijakan untuk menjaga jarak, sunnah yang telah menjadi kebiasaan itu harus mereka rubah. Namun hal ini juga dapat menjadi permasalah antara masyarakat itu sendiri, ketika masyarakat memiliki perbedaan pendapat dalam ketentuan melaksanakan sholat dalam masa pandemi saat ini seperti yang telah diungkapkan oleh bapak Ruslan di atas.

Dokumen terkait