• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak pemikiran V.I Lenin tentang konsep negara dan revolusi terhadap Perkembangan Sejarah di Rusia

Setelah Kongres Wina keadaan Eropa banyak yang mengalami perubahan drastis khususnya di bagian Eropa Barat karena isi dari Kongres Wina itu adalah memecah-mecah atau menyatukan negara-negara di kawasan Eropa, hal itu juga menimpa Rusia yang mendapatkan Finlandia dan bagian timur Polandia. Karena sistem pemerintahan Rusia saat itu yang masih bersifat feodalisme maka tak heran kalau sistem yang dianut untuk mensejahterakan rakyat terkesan kolot dan konvensional sehingga sistem-sistem liberalisme yang terbuka sulit untuk masuk kedalam pemerintahan dan kehidupan rakyat Rusia.

Keadaan Rusia menurut Skocpol (1991: 22) adalah sebagai berikut : “Rusia tetap mempertahankan masyarakat agrarisnya yang didasarkan pada perbudakan. Menjelang pertengahan abad ke-19, hanya sekitar 8

sampai dengan 10 % dari 60 juta penduduk kekaisaran Rusia yang tinggal di kota. Didaerah pinggiran kota yang sangat luas, berjuta-juta petani-budak merasa terikat dengan kampung dan tanah milik bangsawan atau negara, mereka bekerja hanya semata-mata meningkatkan hasil padi-padian”.

Pipes mengungkapkan mengenai keadaan masyarakat Rusia Pra-Revolusi (2003: 33) :

“...Tiga seperempat dari seluruh penduduk kekaisaran ini terdiri dari para petani penggarap kecil yang sebagai matoritas di Rusia hidup dalam dunia mereka sendiri serta tak tersentuh oleh peradaban barat....sebagian besar petani penggarap Rusia bukanlah petani yang mengerjakan tanah mereka sendiri, mereka adalah bagian dari komunitas-komunitas dusun yang memiliki tanah secara kolektif yang secara periodik dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga didalamnya sesuai dengan besar kecilnya keluarga tersebut....petani-petani penggarap tersebut konservatif, setia kepada monarki dan Gereja Ortodoks. Dalam satu hal, dan hanya satu hal ini, mereka memenuhi persyaratan potensial bagi terjadinya revolusi yakni mereka mengalami kekurangan tanah....mereka sangat percaya bahwa Tsar yang mereka anggap pemilik semua tanah yang sah, suatu hari nanti akan mengambil alih tanah-tanah tersebut dari para pemiliknya—tuan tanah dan petani-petani penggarap yang serupa dengannya—serta memberikannya kepada komunitas. Namun, bila Tsar tidak melakukan hal tersebut mereka siap untuk mengambil alihnya secara paksa”

Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Pipes diatas, sebagaimana revolusi-revolusi yang terjadi di negara-negara lain misalnya Perancis dan Cina, Skocpol mengungkapkan persamaan kondisi keadaan negara Perancis, Rusia dan Cina sebelum Revolusi Sosial itu terjadi yaitu bahwa (1991:66) :

“Kita mulai dari kenyataan bahwa Perancis, Rusia dan Cina sebelum revolusi adalah negara yang sama-sama dikendalikan oleh monarki otokratis yang tugasnya terpusat pada pemeliharaan tatanan dalam negeri dan penindakan terhadap musuh dari luar. Ketiga rezim lam tersebut sepenuhnya berdasarkan negara kekaisaran (imperial state) yang mempunyai hierarki militer dan administrasi yang dikoordinasikan secara terpusat dibawah pengawasan monarki absolut. Negara-negara tersebut merupakan proto-birokrasi: beberapa jabatan khususnya jabatan puncak dikhususkan secara fungsional: beberapa pejabat atau aspek-aspek kewajiban resmi tertentu tunduk pada aturan dan supervisi hierarki: pemisahan jabatan dan tugas kenegaraan dari milik dan kepentingan

pribadi sebagian dilembagakan dalam setiap rezim. Tetapi tidak satupun dari negara kekaisaran itu yang sepenuhnya birokratis".

Hal diatas dapat memberikan gambaran bahwa sebenarnya kondisi masyarakat Rusia saat itu sudah dimasuki pemikiran-pemikiran anarkis untuk melakukan revolusi hanya saja karena kesetiaan dan kepercayaan kepada Tsar dan Gereja Ortodoks-lah yang membuat mereka masih bertahan dengan keadaan yang memprihatinkan itu. Hampir sepanjang sejarah, Rusia diperintah oleh suatu bentuk otokrasi yang ekstrim, dimana Tsar tidak hanya menikmati kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif yang tanpa batas tetapi juga secara harfiah adalah pemilik negara sehingga apabila ia berkehendak ia dapat mengeksploitasi manusia dan sumber-sumber material yang ada didalamnya. Selain itu, administrasi kekaisaran dipercayakan kepada suatu birokrasi yang bersama dengan tentara dan polisi menjalankan kekuasaan tanpa dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

Pipes juga mendeskripsikan bahwa Rusia hingga tahun 1905 adalah negara yang tidak mempunyai undang-undang hak kepemilikan tanah karena semua tanah itu dikuasai oleh kerajaan, selain itu intitusi-intitusi yang lainnya yang berperan aktif dalam pemerintahan Tsar juga baru bermunculan pada akhir abad ke-19 padahal apabila dibandingkan dengan Eropa Barat hal itu sudah ada dan terjadi dari abad pertengahan.

Namun, ditengah keterbelakangan administrasi dan birokrasi itu, Tsar Rusia ternyata juga begitu berambisi untuk menjadi penguasa dunia yang besar sehingga ia tidak sadar bahwa kebijakan yang diambilnya adalah senjata yang

akan menghancurkan otokrasinya kelak, sebagaimana Pipes mengungkapkan (2003:36-37) bahwa:

“Tsar melakukan kebijakan yaitu memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan dengan mendirikan universitas-universitas sehingga dapat menghasilkan warga negara yang akan merasakan bahwa pengekangan yang selama ini terjadi tidak dapat dibiarkan....Langkah lain para Tsar yang justru merongrong otoritas mereka sendiri adalah didorongnya kapitalisme. Dalam Perang Crimean tahun 1854-1855, Rusia menderita kekalahan di daerahnya sendiri dari tangan negara-negara demokrasi industrial barat. Kekalahan memalukan ini menunjukkan bahwa dalam dunia modern tidak ada negara dapat mengklaim diri sebagai kekuasaan yang agung tanpa mempunyai industri dan trasportasi yang baik”.

Dari beberapa pernyataan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemajuan pendidikan dan industrialisasi yang diperlukan untuk memenuhi ambisi global Rusia tersebut telah memperlemah kekuasaan Tsarisme di dalam negeri. Faktor-faktor seperti itulah yang membantah pernyataan dari Marx yang mengatakan bahwa Revolusi Komunis akan meletus di Barat yang industrialisasinya telah maju., telah ada penghargaan hukum terhadap hak kepemilikan dan rasa kesetiaan kepada negara yang melindungi kebebasan serta menyediakan pelayanan-pelayanan sosial.

Seiring dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Rusia memunculkan beberapa mahasiswa-mahasiswa yang mulai menyadari bahwa apa yang selama ini Tsar lakukan adalah hal yang tidak bisa dibiarkan sehingga mulai bermunculanlah aktivis-aktivis sosialis dari kalangan mahasiswa, gerakan-gerakan revolusioner bahkan partai-partai yang menentang kebijakan-kebijakan Tsar, salah satunya adalah Vladimir Ilyich Lenin dengan Partai Sosial Demokrat khususnya Golongan Bolshevik.

Lenin, dengan banyak pemikirannya tentang konsep negara dan revolusi dengan kejeniusannya dalam analisis politik dan strategi organisasi sudah mengetahui sejak dini bahwa komunisme pertama-tama akan ditegakkan di negara-negara terbelakang sebelum inti dari perlawanan antikomunis yaitu Eropa Barat dan Amerika Utara dijatuhkan.

Pipes, mendeskripsikan Lenin, siapa dan apa yang melatarbelakanginya melakukan gerakan-gerakan revolusioner (2003: 42) yaitu :

“Lenin dikenali sebagai adik seorang teroris yang mendapat hukuman mati, ia dikeluarkan dari universitas karena terlibat dalam sebuah kerusuhan kecil. Lenin dipaksa menghabiskan tiga tahun setelahnya tanpa melakukan apapun, hal itulah yang membuatnya semakin merasa benci pada rezim yang telah menghancurkan hidupnya. Kebenciannya tidak hanya berpusat pada Tsarisme, tetapi juga kepada “Borjuis” yang mengucilkan keluarganya karena kejahatan yang dilakukan oleh kakaknya....Semangat revolusionernya yang berkobar-kobar pun bukan diinspirasi oleh suatu visi tentang masa depan yang lebih adil. Semangat tersebut dilandasi oleh kemarahan dan didorong oleh hasrat untuk balas dendam. Struve, yang berkolaborasi dengannya pada tahun 1890-an, beberapa tahun setelahnya menulis bahwa ciri utama kepribadian Lenin adalah Kebencian.”

Dalam revolusi 1905, dimana pemerintahan Tsar diguncang oleh adanya berbagai tuntutan dari rakyat akan adanya feodalisme yang banyak menyengsarakan rakyat Rusia tersebut, Partai Sosial Demokrat justru mengalami konflik internal antara Lenin dan Plekhanov (dua ujung tombak partai tersebut). Adapun hal yang menjadi persekutuan dalam partai tersebut, Arif dan Prasetyo menguraikan sebagai berikut bahwa ada dua pokok pertentangan, yaitu persekutuan kelas dalam revolusi dan sifat rezim pasca revolusi.

Dalam revolusi 1905 tersebut kaum Bolshevik dan Menshevik bekerja sama pada level lokal dengan mengabaikan perbedaan diantara para pemimpin

mereka dan bersatu demi meruntuhkan rezim feodalisme yang sudah banyak merongrong rakyat tersebut dan akhirnya kepemimpinan Tsar pun dapat dibatasi dengan adanya Duma (Dewan Perwakilan Rakyat Rusia). Setelah itu pertentangan antara Menshevik dan Bolshevik pun bukannya mereda, malah semakin mempertajam konflik yang ada sampai akhirnya Bolshevik menyatakan keluar dari Partai Sosial Demokrat.

Pipes (2003:45) mengutarakan alasan pemisahan kaum Bolshevik dari PBSDR (Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia) sebagai berikut:

“Alasan resmi pemisahan diri tersebut adalah keyakinan kuat Lenin bahwa untuk menjadi anggota partai seseorang tidak hanya perlu mendukung program-program partai tetapi juga harus memberikan diri sepenuh-penuhnya sebagai aktivis revolusioner. Partai tersebut, yang diorganisasi layaknya militer dengan garis komando yang tegas adalah untuk mengarahkan buruh dan bukan sebaliknya diarahkan oleh buruh. Merasa mendapat dukungan dalam kongres PBSDR, Lenin memberi nama kelompoknya Bolshevik yang berarti mayoritas, sementara lawannya yang dipimpin oleh Martov harus puas dengan label Menshevik yang artinya Minoritas bahkan lebih parah daripada itu dengan sebutan ‘pengkhianat’ ataupun ‘pemecah belah’”.

Pada tahun 1912, Lenin mengadakan kongres Partai Bolshevik di Praha. Dalam kongres ini, Lenin semakin menyadari bahwa konfliknya dan partainya dengan Partai Menshevik menjadi selamanya, dan tidak akan dipersatukan kembali dalam satu partai. Dalam kongres itu pun, Lenin memproklamasikan bahwa Partai Bolshevik-lah yang merupakan PBSDR (Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia) dan Menshevik hanyalan sempalan saja, dan mulai saat itu juga pihak faksi mempertahankan sentral komite, aparat partai dan majalah partai yang terpisah dengan Menshevik.

Lenin sepenuhnya banyak menghabiskan kurun waktu tahun 1900-1917 di luar negeri, misalnya di Jerman, Austria, Italia dan Swiss, ia berusaha memecah belah Internationale II sebagaimana ia dulu pernah memecah belah Partai buruh Sosial Demokrat Rusia, tetapi ia tidak begitu berhasil dalam usaha ini. Ia terus menjalin hubungan dengan pengikutnya di Rusia serta menghabiskan banyak waktunya untuk menulis karya-karyanya. Selama kurun waktu tersebut, Lenin hanya sekali berkunjung ke Rusia yaitu ketika Revolusi Rusia 1905.

Lalu, terjadilah Perang Dunia I pada tahun 1914, segenap Partai Sosialis di Eropa masing-masing mendukung pemerintahannya. Hal tersebut sungguh mengecewakan Lenin karena hal itu menunjukkan partai-partai sosialis telah mengkhianati kesepakatan Kongres Internasional Kedua sebelum perang yang menyatakan bahwa mereka wajib untuk melawan atau bahkan menjatuhkan pemerintahannya masing-masing jika pemerintahan melibatkan mereka kedalam perang yang menurut Lenin disebut sebagai Perangnya Imperialis. Oleh karena itu, Lenin mengusulkan pembentukan Internasional ketiga yang terdiri atas partai-partai sosialis yang sejati. Menurutnya, kaum sosialis revolusioner harus berusaha untuk mentransformasi perang imperialis menjadi perang sipil.

Menuru Lenin, telah dikutip oleh Arif dan Prasetyo (2004:13) bahwa: “Musuh yang sesungguhnya dihadapi oleh kaum buruh menurut Lenin, bukanlah buruh di negara lain, tetapi kaum kapitalis di negerinya sendiri. Karenanya kaum buruh dan tentara harus mengubah arah senjatanya ke penguasa-penguasa mereka dan menghancurkan sistem yang membuat mereka terjun ke dalam peperangan imperialis. Tapi pandangan Lenin ini, hanya mendapatkan sedikit dukungan. Bahkan tak sedikit kaum Bolshevik yang mendukung jalannya perang. Sesuatu hal yang tentu saja memukul perasaan Lenin”.

Ketika terjadi Perang Dunia I, Rusia mengalami serentetan kekalahan di medan perang dan dengan keadaan ekonomi semakin hancur, Tsar Nicolaus II dipaksa turun tahta pada tanggal 15 Maret 1917. Lenin yang ketika itu masih tinggal di Swiss, terkejut sekaligus gembira oleh berita di surat kabar Swiss bahwa otokrasi Tsar Rusia di bawah Tsar Nicolaus II telah jatuh dan telah dibentuk sebuah pemerintahan sementara (provinsional government) yang merupakan

sebuah koalisi semua kekuatan nasional. Namun, nampaknya bagi Lenin pemerintahan sementara tidak

memberikan kepuasan terhadap apa yang Lenin harapkan untuk negaranya. Setelah kekalahan perang, Rusia mengalami krisis yang harus segera diatasi. Menurut Pipes, (2003:52) :

“Pemerintah Sementara telah berjanji untuk sesegera mungkin untuk mengadakan Majelis Konstituante guna membentuk suatu pemerintahan yang baru, namun mereka terus saja menundanya sehingga para petani yang sudah tidak sabar akan terjadinya Revolusi Agraria kemudian menyerang tanah-tanah pribadi. Sementara itu, pemerintahan sementara bersikeras tetap meneruskan peperangan yang sudah semakin kehilangan pendukung didalam negeri sedangkan krisis sudah semakin menjalar ke berbagai bidang”.

Akibat perang antara Rusia dan pihak sekutu tersebut, Rusia mengalami kekalahan yang merugikan rakyat pada umumya, banyak lahan pertanian yang rusak karena SDM yang kurang karena ikut perang, kerugian yang ditanggung oleh Rusia setelah Perang seperti tertuang dalam buku Dasar Sedjarah Rusia Modern oleh Hans Kohn (1966:103). Dia mengatakan bahwa :

“Inflasi meningkat sehingga harga-harga kebutuhan pokok juga meningkat tajam dan tidak sebanding dengan kenaikan upah. Inflasi ini terjadi sebagai akibat dari biaya perang yang membengkak. Peperangan telah memakan biaya sebesar 1,820 juta Rubbel pada tahun 1915 dan 14,573 juta Rubbel pada tahun 1916, hampir delapan kali lipat. Pada permulaan perang, uang

kertas yang beredar berjumlah 1,630 juta Rubbel. Indeks harga naik dari 100 pada permulaan perang menjadi 115 pada tanggal 1 Januari 1915, 238 pada tanggal 1 Januari 1916 dan melonjak naik 702 pada tanggal 1 Januari 1917”.

Hal itu, memberikan peluang kepada Lenin untuk melakukan Revolusi Sosialis sebagaimana yang telah ia pikirkan dalam pengasingannya. Dalam pandangan Lenin, tampak sebuah bahaya baru yang mengancam, yaitu kemungkinan bahwa semua elemen di Rusia akan berlomba-lomba membentuk rezim baru. Lenin merasa harus segera berada di Rusia dan mencegah kaum Bolshevik untuk bertindak bodoh dalam situasi yang kacau tersebut. Suseno (2005:5) mengungkapkan bahwa:

“Dengan bantuan staf angkatan perang Jerman, yang mengharapkan bahwa Lenin akan memperlemah tekad Rusia untuk melanjutkan perang. Lenin pulang ke Rusia pada tanggal 3 April. Ia langsung menarik Partai Bolshevik dari koalisi nasional dan mengumumkan sebuah program radikal untuk mematangkan kondisi-kondisi untuk melakukan revolusi. Maka dengan semboyan ‘Roti dan Perdamaian’ ia mencari dukungan dari massa yang menderita. Ia menuntut agar perang melawan Jerman dan Austria-Hongaria. Langsung dihentikan, tanah para bangsawan diserahkan kepada kaum tani, bank-bank dinasionalisasikan, produksi industri dan pembagian hasilnya diawasi oleh para buruh sendiri, tentara, polisi dan birokrasi dihapus. Dengan tuntutan ‘seluruh kekuasaan kepada soviet-sovyet’ (dewan buruh dan prajurit yang desersi) Lenin mencoba menggerogoti legitimasi parlemen resmi. Sebuah percobaan pemberontakan sayap kiri Bolshevik pada bulan Juli gagal karena tergesa-gesa sehingga memaksa Lenin untuk melarikan diri ‘lagi’ ke Finlandia”. Dari paparan diatas, dapat kita lihat bahwa dampak pemikiran Vladimir Ilyich Lenin itu sendiri adalah dapat berjalannya sebuah Revolusi Sosialis yang selama ini dipikirkan oleh Lenin. Ia bisa dengan konsisten menyeimbangkan antara konsep teori yang abstrak kedalam aksi yang nyata di lapangan.

Ketika terjadi peluang untuk melakukan revolusi, Lenin memanfaatkan situasi tersebut untuk segera pulang ke Rusia dan mempersiapkan partainya atas

segala yang akan terjadi nanti. Dengan bantuan pemimpin tentara Jerman yang ingin melihat Lenin menjatuhkan pemerintahan Rusia agar Rusia segera berdamai dengan dengan Jerman. Ketika tiba di Rusia, yang dilakukan Lenin berikutnya adalah segera menarik orang-orang Partai Bolshevik-nya dari koalisi sementara (pemerintahan sementara yang merupakan gabungan dari seluruh partai yang ada di Rusia) dan mulai menarik simpati dari rakyat Rusia dengan semboyan Roti, Pembagian Tanah dan Perdamaian yang ditunjukkan sebagai luapan sebagian rakyat Rusia yang mengalami kelaparan dan kekalahan akibat dari Perang Dunia I. rakyat Rusia yang merasa diberikan harapan oleh Lenin.

Arif dan Prasetyo (2004:15) menguraikan dalam bukunya bahwa:

“Lenin menganggap pemerintahan sementara tersebut sunguh-sungguh imperialis dan tidak layak mendapatkan dukungan dari kaum sosialis. Pemerintahan tersebut tak akan dapat memuaskan harapan-harapan para buruh, tentara, dan petani kecil akan perdamaian yang segera dan pembagian tanah diantara para petani kecil. Awalnya kawan-kawan Bolshevik Lenin berpikir bahwa dia mengalami disorientasi akibatan kerumitan situasi. Bahkan ada yang telah menganggapnya gila. Sampai akhirnya dia berhasil meyakinkan Sentral Komite Partai Bolshevik untuk menerima pandangannya. Pada bulan Juli 1917, situasi sosial dan politik Rusia semakin memburuk dan penuh ketidakpastian. Kekalahan tentara Rusia di medan perang untuk membantu tentara sekutudi Barat pada bulan Juli 1917, nampaknya berhasil menghancurkan moral tentara Rusia. Ditambah dengan propaganda revolusioner kaum Bolshevik, menjadikan tentara Rusia semakin mengalami demoralisasi. Pada tanggal 16 dan 17 Juli 1917, tentara-tentara Rusia yang telah jemu berperang melakukan demostrasi di Petrograd menentang pemerintahan sementara. Demonstrasi berubah menjadi kekacauan dan kerusuhan. Kaum Bolshevik ragu-ragu dan menganggap pengambilalihan kekuasaan saat itu akan prematur. Pada mulanya mereka berusaha mencegahnya, tapi kemudian akhirnya hanya memberikan kepemimpinan yang setengah hati”.

Pada akhirnya Kerensky menggantikan Pangeran George Lvov pada tanggal 20 Juli 1917 sebagai pemerintahan sementara. Namun, nampaknya bagi

Lenin pemerintahan sementara tidak memberikan kepuasan terhadap apa yang Lenin harapkan untuk negaranya. Setelah kekalahan perang, Rusia mengalami krisis yang harus segera diatasi. Menurut Pipes, (2003:52) :

“Pemerintah Sementara telah berjanji untuk sesegera mungkin untuk mengadakan Majelis Konstituante guna membentuk suatu pemerintahan yang baru, namun mereka terus saja menundanya sehingga para petani yang sudah tidak sabar akan terjadinya Revolusi Agraria kemudian menyerang tanah-tanah pribadi. Sementara itu, pemerintahan sementara bersikeras tetap meneruskan peperangan yang sudah semakin kehilangan pendukung didalam negeri sedangkan krisis sudah semakin menjalar ke berbagai bidang”.

Lenin memang selalu memegang “mosi tidak percaya” terhadap siapapun orang yang memimpin Rusia baik itu dari kalangan feodal yang otokratis maupun dari kalangan Partai Sosial Demokrat seperti Pangeran George Lvov dan Kerensky. Sampai akhirnya, pada musim gugur tahun itu, Pemerintahan sementara dibawah pimpinan Kerensky kehilangan dukungan populernya. Sehingga memunculnya keresahan dan keputusasaan sosial yang terjadi dimana-mana. Tentara nampaknya sudah jemu berperang, dan para petani kecil membutuhkan lahan garapan dan kaum buruh kekurangan pangan. Dan akhirnya pada bulan September 1917 diadakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Soviet Petrograd dan Dewan Sovyet di kota-kota besar dan kecil di seluruh negeri. Dengan menggunakan semboyan perdamaian, pembagian tanah dan bahan pangan, Bolshevik meraih kemenangan mayoritas.

Kemudian, semenjak akhir September, Lenin dari persembunyiannya di Finlandia terus menerus mengirimkan artikel-artikel dan surat-surat ke Petrograd yang menyarankan pada Sentral Komite Partai untuk mengorganisasikan pengambilalihan kekuasaan dengan bersenjata tanpa menunda-nunda lagi. Namun,

tidak mengalami kesuksesan, sehingga akhirnya Lenin memutuskan untuk melakukan tindakan yang akan membawa pada perubahan dalam kehidupannya yaitu REVOLUSI.

Arif dan Prasetyo (2004:17) mengungkapkan detik-detik peristiwa penting Revolusi Oktober 1917:

“Sekitar 20 Oktober 1917, Lenin dengan sembunyi-sembunyi dan penuh risiko, pergi ke Petrograd dan mengadakan pertemuan rahasia dengan Sentral Komite Partai Bolshevik pada 23 Oktober. Setelah perdebatan panjang selama 10 jam, akhirnya Lenin berhasil memenangkan suara mayoritas anggota Sentral Komite untuk menyetujui dan mempersiapkan pengambilan kekuasaan dengan senjata. Trotsky, dengan posisinya yang strategis sebagai Ketua Dewan Soviet Petrograd, memimpin persiapan itu. Dan tibalah saat bersejarah itu, malam hari, 6 Nopember 1917, kekuatan bersenjata kaum Bolshevik mengambil alih fasilitas komunikasi dan gedung-gedung publik di Petrograd. Gedung pusat pemerintah dengan mudah dikuasai karena hanya dijaga oleh sedikit orang. Sebagian besar anggota kabinet pemerintahan sementara ditangkap, namun Kerensky berhasil lolos. Tanggal 7 Nopember 1917, Kongres Dewan Sovyet Seluruh Rusia yang kedua diadakan. Bolshevik menjadi mayoritas dalam kongres tersebut dengan memiliki 390 kursi dari total 650 kursi. Dalam kongres tersebut, anggota Menshevik dan partai-partai sosialis revolusioner menarik diri dari Kongres sebagai protes menentang pengambilalihan kekuasaan yang dilakukan oleh Bolshevik. Sehari setelah itu, kongres menghasilkan keputusan mengesahkan aksi Bolshevik. Juga ditetapkan berdirinya pemerintahan Sovyet, dengan Lenin sebagai Ketua Dewan Komisar Rakyat. Yaitu badan pemerintahan Soviet yang baru, dan menyetujui kebijakan perdamaian dan pembagian tanah. Di usianya yang ke-47 mimpi Lenin menjadi kenyataan. Usahanya yang tak kenal menyerah dan gigih sejak muda untuk membangun sebuah partai yang akan bisa merealisasikan revolusi sosialis, kini telah berubah. Revolusi Sosialis itu kini telah terwujud”.

Dengan bantuan dari berbagai pihak yang sudah tidak mempercayai kinerja dari Pemerintahan Sementara, hal itu dikarenakan setelah berjalan beberapa bulan dari semenjak pengangkatan, tidak ada satu kondisi di Rusia pun yang berubah menuju yang lebih baik. Ditambah ketika, keadaan Rusia bertambah parah dengan kekalahan akibat perang, Lenin berusaha untuk memperoleh

dukungan dari rakyat Rusia dengan semboyannya “Roti, Pembagian Tanah dan Perdamaian”. Rakyat Rusia yang terdiri dari para tentara, kaum petani dan kaum buruh yang merasa jenuh dengan keadaan. Masa dengan waktu yang begitu singkat, Revolusi Sosialis di Rusia pun akhirnya dapat diwujudkan.

Semua yang terjadi di Rusia sebelum dan sesudah Revolusi Bolshevik adalah berkat pemikiran. usaha-usaha, tekad, kegigihan, semangat revolusioner yang tinggi dan kepiawaian Lenin dalam mengorganisir keadaan dan timing yang tepat sehingga Revolusi sosialis yang selama ini belum pernah terjadi di dunia

Dokumen terkait