• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONSEPSI NEGARA DAN REVOLUSI MENURUT V.I LENIN. Bab IV adalah pembahasan yang diuraikan oleh penulis sesuai dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KONSEPSI NEGARA DAN REVOLUSI MENURUT V.I LENIN. Bab IV adalah pembahasan yang diuraikan oleh penulis sesuai dengan"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KONSEPSI NEGARA DAN REVOLUSI MENURUT V.I LENIN

Bab IV adalah pembahasan yang diuraikan oleh penulis sesuai dengan perumusan masalah sebagaimana terungkap dalam Bab I dan dalam Bab IV ini penulis menggunakan Metode Historis untuk menguraikannya sebagaimana yang telah diungkapkan dalam Bab III sebelumnya.

Untuk lebih mengarahkan jalannya penulisan, maka diajukanlah beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Mengapa V.I Lenin berpikir kritis mengenai konsep negara dan revolusi? 2. Bagaimana pemikiran V.I Lenin tentang negara dan revolusi?

3. Bagaimana kontribusi pemikiran tokoh-tokoh intelektual yang mempengaruhi pemikiran V.I Lenin tentang konsep negara dan revolusi? 4. Bagaimana dampak pemikiran V.I Lenin tentang konsep negara dan

revolusi terhadap perkembangan sejarah di Rusia?

Rusia yang akan dibicarakan dalam bab ini adalah Rusia pada tahun 1917 dimana terjadi sebuah Revolusi yang dinamakan Revolusi Bolshevik dibawah pimpinan Vladimir Ilyich Lenin untuk menurunkan pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Alexander Kerensky.

Adapun penjabaran dari negara Rusia, adalah negara terbesar diantara 15 Republik Uni Sovyet (Republik Uni Sovyet ini adalah kumpulan dari negara-negara yang berada di Eropa Timur). 15 negara-negara tersebut adalah Rusia, Ukraina, Belarusia, Uzbekistan, Kazakstan, Georgia, Azerbeijan, Lithuania, Moldavia,

(2)

Latvia, Kirghistan, Tajikhistan, Armenia, Turkmenistan dan Estonia. Rusia terbentang antara sebelah utara dekat kutub utara dan sampai pada samudera Arktika yang es-nya selalu membeku walaupun pada musim panas. Sebelah selatan Rusia ini selalu basah oleh air yang berasal dari Laut Hitam sehingga tumbuh pohon Salem dan jeruk. Sebelah barat Rusia berbatasan dengan Lautan Baltik dan di sebelah Timur terbentang sampai ke Laut Bering yang memisahkan antara Asia dan Amerika.

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penulis membagi bab ini menjadi beberapa sub-bab, hal ini dilakukan agar memudahkan penulis dalam proses pembahasan dan penulisan menjadi sistematis dan lebih terarah. Adapun sub-bab tersebut antara lain riwayat singkat Vladimir Ilyich Lenin, latar belakang V.I Lenin berpikir kritis, pemikiran V.I Lenin tentang negara dan revolusi, kontribusi pemikiran tokoh-tokoh intelektual yang mempengaruhi pemikiran V.I Lenin tentang konsep negara dan revolusi, serta dampak pemikiran V.I Lenin tentang konsep negara dan revolusi terhadap perkembangan sejarah di Rusia.

A. Riwayat singkat Vladimir Ilyich Lenin

Bila dilihat dari latar belakangnya, tidak akan ada seorang yang pun yang menyangka bahwa Vladimir Ilyich Ulyanov akan menjadi tokoh besar yang menentukan nasib dari negara Uni Sovyet selanjutnya. Sebelum melanjutkan pembahasan terhadap apa yang dipikirkan V.I Lenin tentang negara dan revolusi,

(3)

terlebih dahulu penulis akan mendeskripsikan latar belakang keluarga Lenin dan bagaimana perjalanan hidupnya hingga mencapai Revolusi Bolshevik tahun 1917.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arif dan Prasetyo (2004:2), bahwa Lenin adalah:

”...sosok yang cerdas yang dilahirkan dengan nama Vladimir Ilyich Ulyanov pada tanggal 10 April 1870 menurut kalender Rusia atau 22 April 1870 menurut kalender modern di Simbrisk atau yang kemudian berubah namanya menjadi Ulyanovski di wilayah Olga. Dia adalah anak ketiga dari seorang ahli bedah dan administrator sekolah yang telah mencapai derajat terhormat dalam kehidupan sosial masyarakat Rusia pada saat itu. Lenin muda tumbuh menjadi seorang pelajar yang cerdas dan teliti. Hempasan dalam hidupnya dimulai dengan meninggalnya sang ayah dan hal itu menjadikan Lenin menjadi seorang Atheis”.

Dengan kutipan tersebut dapat kita ketahui bahwa setelah dua orang terdekatnya itu meninggal, hal itu mengakibatkan pukulan yang berat bagi Lenin sampai akhirnya ia dikeluarkan dari Universitas Kasan. Akan tetapi, ia dapat melanjutkan studi hukumnya di Universitas Petersburg. Pada tahun 1892 ia mulai bekerja sebagai pengacara. Ia mulai masuk ke dalam pelbagai kelompok Marxis dan menulis artikel-artikel tentang masalah-masalah sosialisme. Ia menentang anggapan kaum Narodniki (kawan-kawan rakyat) bahwa di Rusia proletariat industri dapat diganti oleh kaum tani dalam revolusi sosialis. Karena agitasi politiknya tersebut, maka pada tahun 1986 Lenin dihukum pembuangan ke Siberia.

Meskipun tengah mengalami hukum pembuangan akan tetapi Lenin diperbolehkan untuk membawa kekasihnya dengan alasan dinikahi terlebih dahulu hingga akhirnya Lenin menikah dengan wanita yang juga berjiwa revolusioner yaitu Nadyeshda Konstantinova Krupskaya.

(4)

Kemudian pada tahun 1989, didirikanlah Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia (PBSDR) namun tak berselang lama Lenin dihukum pembuangan lagi akan tetapi ia dapat melarikan diri ke Eropa Barat dan menetap di Swiss. Bersama dengan dengan Plekhanov, Martov dan Vera Sassulic, Lenin menerbitkan majalah Marxis-revolusioner Iskra (Bunga Api) yang kemudian diselundupkan di Rusia. Berselang dari itu, pada tahun 1902, terbitlah tulisan Lenin yang pertama kalinya yaitu ”Berbuat Apa?” dimana ia mengeluarkan pahamnya yang baru tentang partai perintis.

Konsepsi partai itu mendapat tentangan yang luas antara lain dari Rosa Luxemburg. Perbedaan tentang partai mengakibatkan perpecahan Partai Sosial Demokrat Rusia dalam kongresnya 1903 di Brussel dan London kedalam dua kubu yaitu Kaum Bolshevik berarti mayoritas (bolshintvo) yang mendukung konsepsi Lenin dan kaum Menshevik berarti minoritas (menshintvo) yang dipimpin oleh Martov dan kawan-kawannya menolak apa yang dikemukakan oleh Lenin.

Perjalanan berikutnya merupakan tahun-tahun yang kurang menguntungkan bagi Lenin dan partainya. Revolusi 1905 di Rusia pecah secara mendadak dan kaum sosial demokrat tidak siap. Keadaan politik dan ekonomi di Rusia mulai membaik dan kaum Bolshevik tidak mempunyai ruang gerak dan tempat yang luas untuk berpijak. Sementara itu, di pengasingan antara lain Muenchen, Paris, Krakau, dan Geneva, Lenin terus berhubungan dengan partainya di Rusia. Ia juga turut serta dalam pelbagai polemik dalam Internasionale II

(5)

(Asosiasi Buruh Internasional II). Lagi, menurut Suseno (2005:4) menerangkan bahwa:

”Lenin dengan tulisan-tulisannya tersebut, ia menyerang dengan sangat populis segala pendapat di kalangan sosialis yang dianggapnya dapat memperlemah kesadaran revolusioner proletariat. Pada tahun 1908 terbitlah buku yang berjudul ’Materialisme dan Empiro-kritisisme’ yang kemudian bersama dengan buku Anti-Dühring karangan Engels akan menjadi dasar Materialisme Dialektis, filsafat alam resmi Marxisme-Leninisme”.

Kemudian, situasi itu berubah karena adanya Perang Dunia I, perang itu dengan nasionalisme menggelora di kedua belah pihak ternyata memecahbelah kaum sosial demokrat Eropa. Sayap kiri, diantaranya Lenin, menuntut agar kaum sosialis menentang ”perang kaum kapitalis dan imperialis” itu, tetapi mayoritas dalam partai-partai sosialis di Jerman dan Prancis berpihak pada pemerintah masing dan ikut menyetujui pinjaman-pinjaman pemerintah masing-masing untuk membiayai pelaksanaan perang. Sebagai akibat perpecahan itu Internasionale II amruk. Lenin ikut dalam konferensi anti-perang kaum sosialis kiri di Zimmerwald (1915) dan Kienthal (1916), namun resolusinya untuk mengubah perang dijadikan perang saudara tidak dapat diterima. Lenin dan kaum kiri radikal kelihatan sama sekali tersingkir dari kejadian-kejadian di panggung dunia. Pada waktu yang sama Lenin masih sempat mempelajari buku Logika Hegel.

Sementara itu, di Rusia telah terjadi perkembangan yang akan berakibat jauh. Sesudah sederetan kekalahan di medan perang dan dengan keadaan ekonomi semakin hancur, Tsar Nikolaus II dipaksa turun tahta pada tanggal 15 Maret 1915 atau peristiwa tersebut lebih dikenal dengan sebutan Revolusi Maret 1917.

(6)

Pemerintahan diambil alih oleh sebuah koalisi semua kekuatan nasional. Itulah kesempatan yang ditunggu-tunggu Lenin. Dengan bantuan staf angkatan perang Jerman, yang mengharapkan bahwa Lenin akan memperlemah tekad Rusia untuk melanjutkan perang, Lenin pulang ke Rusia pada tanggal 3 April. Kemudian ia langsung menarik partai Bolshevik dari koalisi nasional dan mengumumkan sebuah program radikal untuk mematangkan kondisi-kondisi untuk melakukan revolusi.

Sekali lagi Suseno menegaskan (2005:5), bahwa:

”Dengan semogan ’Roti dan Perdamaian’ ia mencari dukungan masa yang menderita. Ia menuntut agar perang melawan Jerman dan Australia-Hongaria langsung dihentikan, tanah para bangsawan diserahkan kepada kaum tani, bank-bank dinasionalisasikan, produksi industri dan pembagian hasilnya diawasi oleh para buruh sendiri, tentara, polisi dan demokrasi dihapus”.

Dengan tuntutan, ”seluruh kekuasaan kepada sovyet-sovyet” (”dewan” buruh dan prajurit yang desersi). Lenin mencoba menggerogoti legitimasi parlemen resmi. Sebuah percobaan pemberontakan sayap kiri partai Bolshevik pada bulan Juli 1917 gagal karena tergesa-gesa sehingga Lenin terpaksa harus melarikan diri kembali ke Finlandia. Pemerintah yang diambil alih oleh Kerensky dari Partai Sosial Revolusioner tidak berhasil menstabilkan keadaan.

Barulah kemudian, pada bulan Oktober 1917, Lenin kembali Petrograd dan bersama Trotsky mempersiapkan pemberontakan bersenjata, dan terbuktilah pada tanggal 7 Novembern 1917 (menurut penanggalan kuno Rusia masih di Bulan Oktober) massa buruh pendukung Lenin yang dibantu oleh kelas-kelas angkatan laut dari Kronstadt, mengambil alih kekuasaan di Petrograd. Kerensky

(7)

berhasil melarikan diri. Di bawah Lenin dibentuklah ”Dewan Komisaris Rakyat” sebagai pemerintahan baru.

Namun, Lenin mengalami banyak tantangan dalam proses kepemimpinannya, baik dari dalam partai maupun dari luar Partai Bolshevik. Adapun hal yang harus dihadapi oleh Lenin pasca revolusi, Arif dan Prasetyo (2005:18) menyimpulkan:

”Pertama, Lenin harus segera menghadapi keinginan kelompok sayap kanan dalam kepemimpinan Partai Bolshevik tentang perlu dimasukkannya Partai Menshevik dan Partai Sosial Revolusioner sayap kanan dalam pemerintahan koalisi. Kedua, Lenin harus dengan segera mengatasi persoalan perdamaian dengan Jerman, sebagaimana yang dijanjikannya menjelang Revolusi Oktober 1917. Hal itu terbukti dengan ditandatanganinya antara Pemerintahan Sovyet dengan Jerman dalam Perjanjian Brest-Litovsk. Ketiga, dan yang paling sulit adalah tantangan ekonomi. Selain persoalan ekonomi peninggalan dari Pemerintahan Sementara, kebijakan Komunisme Perang pada saat perang sipil juga menambah beban berat ekonomi rakyat. Melalui kebijakan itu, pemerintah mengambilalih alat-alat produksi dan sangat membatasi ruang bagi kepemilikan pribadi, dan untuk mendukung bahan pangan bagi para buruh dan tentara yang sedang perang, pemerintah menyita gandum dari para petani kecil”.

Tantangan yang akan dihadapi Lenin begitu berat dan mengandung banyak aspek, baik itu masalah internal pemerintahan Rusia sendiri, masalah perekonomian hingga permasalahan hubungan luar negeri dengan Jerman ketika Perang Dunia I.

Dalam menyikapi persoalan yang pertama, yaitu memasukkan Partai Mensyevik dan Partai Sosial Revolusioner sayap kanan kedalam pemerintahan koalisi yang dipimpin Lenin. Kemudian, dengan tegas lenin menjawabnya dengan menberikan syarat-syarat yang tidak akan mungkin diterima oleh Menshevik dan Partai Sosial Revolusioner yaitu agar partai-partai tersebut mau menerima bentuk

(8)

pemerintahan Sovyet dan bukan lagi parlementer. Namun, hanyalah Partai Sosialis Revolusioner sayap kiri saja yang menerima syarat tersebut dan dapat masuk kedalam pemerintahan koalisi. Seiring dengan masuknya partai lain dalam pemerintahan koalisi tersebut, Lenin pun tak segan untuk membubarkan dewan konstituante apabila tidak seperti yang ia harapkan. Dan untuk mencegah hal tersebut terjadi dibentuklah Polisi Rahasia Cheka yang bertujuan untuk mengatasi ”musuh-musuh revolusi”.

Dalam permasalahan yang kedua yaitu Perjanjian Brest-Litovsk dengan Jerman. Lenin menemui banyak reaksi yang diakibatkan perjanjian tersebut, namun nampaknya Lenin tidak mempunyai pilihan lain agar revolusi yang ia jalankan dapat berjalan dengan lancar. Akibat dari perjanjian ini juga, Rusia kehilangan Finlandia, Polandia, provinsi-provinsi Baltik dan Ukraina. Hal tersebut dianggap sangat mengecewakan, dan munculah beragai reaksi dari tiga pihak yaitu 1) Kelompok komunis kiri yang secara fanatik menolak perjanjian dan mengajak berperang, meski itu berarti membahayakan Pemerintahan Sovyet. Lenin menolaknya dengan tegas dan memberikan pilihan ”menerima atau dia mengundurkan diri dari pemerintahan”. Menurut Lenin, perdamaian adalah hasrat yang paling dalam dari rakyat yang sudah jemu dengan perang. Dan akhirnya, Sentral Komite Partai dapat menerima perjanjian itu. 2) Kelompok-kelompok pengikut Tsar di Rusia dan reaksi ini didukung oleh reaksi yang ketiga 3) yaitu dari sekutu. Pihak sekutu yang tidak menyukai perjanjian damai dan ini berarti akan kehilangan dukungan dari Rusia dalam pertempurannya menghadapi Jerman, dan sekutu berusaha untuk menjatuhkan pemerintahan Sovyet tersebut dengan

(9)

mendukung usaha-usaha pemberontakan kaum pengikut Tsar untuk kembali berkuasa. Inggris, AS, Jepang Perancis menyerbu Sovyet dar timur (Vladivostok), utara (Murmansk), barat (Estonia, Turki), selatan (Laut Kaspia). Para perwira tentara anti-Bolshevik di Rusia Selatan mengerahkan tentara sukarela dibawah pimpinan Jenderal Lavr Kornilov dan Anton Denikin dengan mendapat dukungan dari Inggrisd an Perancis. Kekuatan anti-Bolshevik inilah yang kemudian dikenal sebagi Rusia Putih. Namun semua serangan itu dapat dilumpuhkan oleh Tentara Merah yang dipimpin oleh Trotsky.

Tiga tahun berikutnya menjadi tahun yang penuh dengan tantangan. Hanya berkat dan tekad tangan besi Lenin kaum Bolshevik berhasil memantapkan kekuasaan mereka setelah membasmi segala macam perlawanan. Dalam pemilihan umum untuk Konstituante hanya 17 hari sesudah Revolusi Oktober partai Bolshevik mengalami kekalahan besar dari Partai Sosial Revolusioner yang memperoleh 58 persen dari semua suara. Tetapi Lenin tidak peduli nampaknya, hal itu terbukti ketika hari pertama sidang lenin membubarkannya dengan bantuan satu kompi penembak jitu dari Latvia.

Kemudian, pemerintahan baru segera memulai dan melaksanakan program kaum Bolshevik yaitu: tanah para tuan tanah diambil alih dan diserahkan kepada dewan-dewan tani; ditetapkan hak penentuan diri bagi semua bangsa di Rusia; hukum khusus yang mendiskriminasikan orang yahudi yang dibatalkan dan perang diakhiri dalam perdamaian Brest-Litowsk. Partai Bolshevik secara resmi menggantikan namanya menjadi ”Partai Komunis Rusia” dan pemerintahan pindah ke Moskwa. Semua rencana yang dicanangkan oleh kaum Bolshevik

(10)

langsung dilaksanakan dan diambil alih oleh negara. Untuk lebih efektif dalam melawan segala bentuk perlawanan hanya beberapa hari sesudah kaum Bolshevik merebut kekuasaan, Lenin menyuruh Felix Dsershinski seorang Polandia dan kawan akrab untuk membangun polisi rahasia ”Tsheka”.

Namun, nampaknya perlawanan terhadap rezim komunis masih kuat. Hal itu terukti selama tahun 1918-1921 pelbagai pasukan ”putih” dalam dan luar negeri berusaha menjatuhkan pemerintahan komunis, namun akhirnya dipatahkan oleh bantuan dari Tentara Merah yang dipimpin oleh Leon. D Trotsky. Situasi ”komunisme perang” ini memaksa pemerintah revolusioner untuk mengambil tindakan keras terhadap serangan semua lawan. Untuk memaksa para petani menyerahkan sebagian hasil panennya dikirim ekspedisi-ekspedisi hukuman ke desa-desa. Para petani menjawab dengan menyembelih hewan ternak dan berhenti menggarap tanah mereka. Maka, sebagai akibatnya tak ayal lagi adalah produksi pertanian di Rusia menurun drastis. Dalam kelaparan pada tahun 1918-1922 diperkirakan ada lima juta orang mati dan pada tahun 1919 Lenin membubarkan dewan-dewan buruh (sovyet) yang pada tahun 1917 menjadi tulang punggung perebutan kekuasaan. Dua tahun kemudian kelasi-kelasi di Kronstandt yang empat tahun sebelumnya memainkan peran kunci dalam Revolusi Oktober berontak terhadap rezim komunis, tetapi atas perintah Lenin juga ditumpaslah oleh Trotsky. Pada tahun 1921, Lenin membalikkan kebijakannya karena menyadari bahwa Rusia berada dalam bahaya kehancuran. Ditetapkan ”kebijakan ekonomis baru (new economic politics) dimana penyerahan hasil pertanian diganti pajak berbentuk hasil produksi dan perdagangan bebas diizinkan kembali di pasar-pasar

(11)

demikian juga usaha pertukangan, perusahaan kecil dan menengah swasta. Pada tahun 1922 diumumkan undang-undang dasar baru: dimana Rusia menjadi ”Uni Republik Sovyet Sosialis” atau biasa disebut dengan Uni Sovyet dan hal bangsa-bangsa republik-republik itu untuk memisahkan diri diakui secara eksplisit. Tiga tahun sebelumnya Lenin telah mendirikan Asosiasi Internasional Sosialis III (Komintern). Melalui komintern Moskwa dapat menggerakan dan sekaligus mengontrol partai-partai komunis lokal di seluruh dunia yang sebaliknya selalu mendapat dukungan dan perlindungan dari Moskwa. Mulailah ”gerakan komunis internasional” yang akan menjadi salah satu kekuatan politik utama dalam abad ke-20.

Kemudian, pada musim semi 1922, Lenin jatuh sakit parah. Setelah dalam bulan April, dokter berhasil mengeluarkan sebuah peluru dari lehernya yang didapati saat rencana pembunuhan pada bulan Agustus 1918 sehingga mengakibatkan Lenin mengalami pendarahan otak. Pada 10 Maret 1923, serangan stroke yang kedua membuatnya tak lagi bisa berbicara, setengah lumpuh dan berakhirlah aktivitas politiknya.

Hingga akhirnya pada 21 Januari 1924, tibalah saat-saat terakhir dari seorang tokoh besar. Pagi hari tanggal 21 Januari 1924 serangan stroke yang ketiga menyerang, dan pada siang harinya dia meninggal dunia di Gorky, dekat Moskow. Jenazahnya diawetkan dan dimakamkan di dekat Kremlin dalam suatu Mausoleum (makam yang indah) dimana setiap rakyat Rusia dapat melihat wajah dari ”Bapak Komunisme Rusia” itu di persemayaman yang terakhirnya.

(12)

B. Latar Belakang V.I Lenin berpikir kritis

Pemikiran kritis Vladimir Ilyich Lenin didasari atas banyak alasan dan konsekuensi yang ingin diwujudkan Lenin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Rusia. Khususnya dalam hal ini bagaimana mewujudkan Revolusi Sosialis sehingga Negara Sosialis pun dapat terbentuk sebagaimana yang dipikirkannya. Semangat revolusionernya bukan tumbuh begitu saja, tetapi merupakan puncak dari rangkaian demi rangkaian peristiwa yang terjadi pada Lenin. Pada awalnya semangat itu bukan diinspirasi oleh suatu visi tentang masa depan yang lebih adil, akan tetapi semangat tersebut dilandasi oleh kemarahan dan didorong oleh hasrat untuk balas dendam. Menurut Pipes (2003: 43) menyatakan bahwa salah satu ciri utama kepribadian Lenin adalah kebencian yang didasari atas pengalaman tragis yang terjadi selama hidupnya.

Berjalan seiring waktu akhirnya Lenin menemukan jati dirinya sebagai pejuang revolusioner Rusia yang ingin mengubah masa depan negaranya yang selama ini dilingkupi oleh sistem feodalis.

Semua berawal dari Revolusi rusia yang terjadi pada tahun 1905, peristiwa tersebut mengakibatkan runtuhnya pemerintahan feodalis Tsar dan digantikan dengan pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Pangeran George Lvov. Pertentangan antara kedua golongan dari Partai Buruh Sosial Demokratik Rusia yaitu Bolshevik dan Mensyevik semakin tajam setelah teradinya Revolusi 1905. menurut Arif dan Prasetyo (2004: 11) dalam bukunya menyatakan bahwa :

”Menurut Mensyevik yang dipimpin oleh Plekhanov, revolusi 1905 itu terdiri dari dua tahap yaitu pertama, revolusi borjuis yang dipraktikkan dengan aliansi dengan kaum liberal dan kedua revolusi proletar. Namun oleh Lenin, hal tersebut ditentang keras. Lenin menolak aliansi kaum

(13)

proletar dengan kaum borjuis dengan alasan kaum borjuis terlalu penakut untuk melakukan revolusinya sendiri. Justru menurut Lenin, kaum proletar harus beraliansi dengan kaum petani kecil untuk mendirikan sebuah kediktatoran demokratik revoluisoner kaum proletariat dan petani kecil”. Pertentangan tersebut menimbulkan gesekan yang semakin tajam antara Bolshevik dan Menshevik, sehingga semakin sulit untuk disatukan oleh adanya persamaan ideologi dan perjuangan revolusioner yang mereka usung ketika pertama membentuk Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia.

Selain hal tersebut, munculnya pemikiran kritis Lenin juga dilatarbelakangi oleh kondisi Rusia sebelum terjadinya Revolusi Bolshevik Oktober 1917 sebagaimana yang diungkapkan oleh Kohn (1966:103) yaitu sebagai berikut:

“Peperangan telah memakan biaya sebesar 1,820 juta Rubbel pada tahun 1915 dan 14,573 juta Rubbel pada tahun 1916, hampir delapan kali lipat. Pada permulaan perang, uang kertas yang beredar berjumlah 1,630 juta Rubbel. Indeks harga naik dari 100 pada permulaan perang menjadi 115 pada tanggal 1 Januari 1915, 238 pada tanggal 1 Januari 1916 dan melonjak naik 702 pada tanggal 1 Januari 1917.”

Keadaan yang diungkapkan diatas adalah hal-hal yang diakibatkan oleh adanya Perang Dunia yang melibatkan Rusia sebagai pihak sekutu bersama dengan Inggris, Perancis, dan Serbia. Pada bulan Juli 1917, Rusia mengalami situasi sosial dan politik yang semakin memburuk dan penuh dengan ketidakpastian. Rakyat sebagai pihak yang paling banyak dirugikan atas dampak perang tersebut menjadi semakin menderita. Rusia mengalami kerugian ekonomi yang begitu besar sedangkan apa yang dihasilkan dari sumber daya alamnya tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kekalahan Rusia di medan perang untuk membantu sekutu di Barat pada bulan Juli 1917 nampaknya berhasil

(14)

menghancurkan moral tentara Rusia dan membuat Pangeran George Lvov digantikan oleh Alexander Karensky pada tanggal 20 Juli 1917.

Pemerintahan sementara yang dipimpin Alexander Karensky tersebut merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh mayoritas golongan Menshevik. Ketika menggantikan Lvov, pemerintahan Karensky berjanji untuk sesegera mungkin mengadakan sidang Majelis Konstituante guna membentuk suatu pemerintah republik yang baru: tetapi karena terbebani oleh tugas-tugas lain yang lebih mendesak ia terus-menerus menunda pemilihannya. Selain itu juga pemerintah menunda Reformasi Agraria. Para petani penggarap yang sudah tidak sabar kemudian menyerang tanah-tanah pribadi sementara para tentara meninggalkan medan peperangan karena ingin segera pulang untuk menerima pembagian tanah yang telah dijanjikan pemerintah.

Menurut Pipes (2003:52) dalam bukunya Komunisme Sebuah Sejarah menyatakan bahwa kelemahan dari pemerintahan sementara adalah:

”Selama kurun waktu itu, pemerintahan sementara bersikeras tetap meneruskan peperangan yang sudah semakin kehilangan pendukung di dalam negeri. Negeri tersebut, yang selam berabad-abad dipersatukan lebih oleh otoritas negara daripada oleh kohesi sosial, dan jatuh pada anarki”.

Pendapat Pipes juga selaras dengan pendapat dari Arif dan Prasetyo (2004: 16) bahwa :

”Ketika terjadi kekalahan perang, pemerintahan Karensky telah kehilangan dukungan populernya. Keresahan dan keputusasaan sosial terjadi dimana-mana. Tentara sudah jemu untuk berperang, para petani kecil membutuhkan lahan garapan, dan kaum buruh kekurangan pangan. Mereka menginginkan perubahan yang menyeluruh. Akhirnya pada bulan September diadakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Sovyet Petrograd, dan Dewan Soviet di kota-kota besar dan kecil

(15)

di seluruh negeri. Dengan slogan Perdamaian, Pembagian tanah dan Bahan Pangan, Bolshevik meraih kemenangan mayoritas”.

Situasi politik saat itu memiliki nilai positif bagi pergerakan yang dilakukan oleh Lenin, dengan semboyan ”Roti, Pembagian Tanah dan Perdamaian” ia mencari dukungan massa yang menderita dari petani yang tanahnya diambil oleh para bangsawan dan dari tentara yang kawan dan keluarganya meninggal di medan perang. Lenin juga menarik simpati massa dengan janji akan mengembalikan situasi dan kondisi menjadi aman terkendali. Ia menuntut agar perang melawan Jerman dan Austria-Hongaria langsung dihentikan, tanah para bangsawan diserahkan kepada kaum tani, bank-bank dinasionalisasikan, produksi industri dan pembagian hasilnya diawasi oleh para buruh sendiri, tentara, polisi dan birokrasi harus dihapuskan.

Ketidakmampuan pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Karensky tersebut, memberikan kesempatan bagi Lenin untuk mengatur jalannya revolusi Juli 1917 namun dapat digagalkan oleh tentara Karensky karena terlalu terburu-buru sehingga membuat Lenin harus menyingkir terlebih dahulu ke Finlandia.

Selanjutnya, faktor lain yang melatarbelakangi Lenin berpikir kritis tentang apa yang terjadi di negaranya adalah adanya pemikiran mengenai perwujudan dari negara Sosialis dengan Revolusi Sosialis sebagai sarana untuk mencapainya. Hal yang terlebih dahulu harus diwujudkan adalah dalam bentuk yang paling kecil yaitu organisasi untuk menghimpun massa buruh dan petani kecil yang menjadi sasaran utama dari gerakan yang dilancarkan Lenin. Pemikiran Karl Marx yang diselaraskan dengan apa yang dipikirkan Lenin menjadi tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.

(16)

Suseno (2005:9) menyatakan dalam bukunya Dalam Bayang-bayang Lenin bahwa:

”Masalah besar yang dihadapi oleh Lenin ketika terjun di gelanggang perjuangan politik adalah apakah di Rusia sosialisme harus dicapai melalui jalan yang sama dengan di negara-negara industri maju, ataukah ada sebuah jalan khusus, langsung dari feodalisme ke sosialisme. Sebagai seorang Marxis, bagi Lenin jawabannya jelas: tak ada jalan khusus Rusia menuju sosialisme. Di Rusia pun sosialisme hanya dapat tercapai melalui sebuah revolusi anti-kapitalis. Tahap kapitalisme tidak dapat diloncati”. Hal itu berarti, sosialisme dapat diwujudkan apabila Rusia sudah melewati tahapan Kapitalis yang matang sebagaimana yang dikatakan oleh Marx dan Rusia harus menunggu hingga berpuluh-puluh tahun hingga hal itu dapat benar-benar terjadi. Lenin menolak tentang kesimpulan ini, dan ia memutuskan bahwa Sosialisme harus cepat direalisasikan tanpa harus menunggu berakhirnya Kapitalisme sedangkan Rusia saat itu masih berada dalam fase awal kapitalis. Suseno (2005:10) mengutip pernyataan dari Lenin yaitu teori yang mengatakan bahwa Imperialisme sebagai tahap akhir kapitalisme.

Lenin berpendapat (Suseno, 2005:10) bahwa:

”Imperialisme merupakan sarana negara-negara kapitalis maju untuk sementara dapat mengekspor ketegangan-ketegangan internal mereka ke negara-negara pra-kapitalis. Tetapi dengan demikian – itulah kesimpulan asli Lenin – revolusi sosialis justru lebih mungkin akan pecah di negara-negara pra-kapitalis. Negara-negara-negara itu adalah mata rantai yang paling lemah dalam sistem kapitalisme internasional. Jadi revolusi sosialis akan pecah bukan di pusat kapitalisme, melainkan di pinggirannya”.

Dengan demikian, jelaslah bahwa tujuan utama dari pergerakan yang dilakukan oleh Lenin adalah untuk menciptakan Revolusi Sosialis dengan mewujudkan kekuatan yang dimiliki oleh kaum proletar yaitu buruh dan petani

(17)

kecil. Dengan peranan dari kaum yang terpelajar (Inteligensia), kaum proletar bisa dijadikan kekuatan dan kelas revolusioner.

Hal pertama yang dilakukan adalah pembentukan partai buruh yang berbeda dari organisasi buruh yang sudah ada. Lenin menegaskan bahwa partai itu memerlukan struktur organisatoris sedemikian rupa, hingga betul-betul dapat memimpin perjuangan buruh.

Suseno mengutip perkataan Lenin (2005:15) bahwa:

”Partai tidak boleh terbuka luas, melainkan terdiri atas orang-orang yang ”pekerjaan pokoknya adalah kegiatan revolusioner” yang ”terlatih secara profesional dalam seni perjuangan melawan polisi politik”. Partai itu harus merupakan sebuah organisasi tertutup dan konspirasif yang terdiri atas orang-orang revolusioner purna waktu, dengan tidak membedakan antara kaum buruh dan kaum intelektual”.

Maka, dengan ada penjabaran yang begitu kompleks dari Lenin mengenai ideologi, partai, tujuan, sasaran, dan penggerak lengkap sudah apa yang harus dimilikinya dalam proses menuju terwujudnya Revolusi Sosialis. Sebagai puncak dari apa yang dipikirkan Lenin, adalah adanya bentuk kenegaraan yang dinamakan Diktator Proletariat yang terdiri dari gabungan dari kaum buruh dan kaum tani yang berjiwa revolusioner. Aspek-aspek tersebutlah yang akan mempengaruhi pemikiran kritis Lenin mengenai konsep negara dan revolusi yang dipikirkannya. Tak hanya sebatas teoritis, Lenin berusaha sekuat tenaga untuk membuktikan hal tersebut sehingga apa yang dipikirkannya dapat diwujudkan dalam tataran praktis.

C. Pemikiran V.I Lenin tentang Negara dan Revolusi

Pemikiran Karl Marx tidak akan ada artinya apabila tidak dibuktikan oleh adanya sumbangsih dari pemikiran Lenin sendiri. Pemikiran Marx hanya akan

(18)

diketahui oleh para tokoh filsafat dan ahli ekonomi saja, tak akan ada pula hal yang disebut Marxisme-Leninisme sebagai sebuah isme dan ideologi yang berpengaruh pada negara yang disebut Negara Komunis. Lenin telah menjadi pelopor orang yang mempraktiskan pemikiran-pemikiran Marx, tidak hanya sekedar berwacana saja tetapi dibuktikan dalam pergerakan revolusionernya di Rusia. Lenin jugalah bukti dari anak remaja Rusia yang mampu memberikan kekuatan luar biasa bagi terciptanya gerakan-gerakan perubahan, perubahan dari penindasan kaum borjuis dan kapital dalam industrialisasi menuju terwujudnya sebuah komunitas masyarakat yang sosialis, tanpa kelas dan tanpa penindasan.

Sejak akhir September, Lenin dari persembunyiannya di Finlandia (sebagai akibat dari gerakan pada Juli 1917) mengirimkan artikel-artikel dan surat-surat ke Petrograd yang menyarankan pada Sentral Komite Partai untuk mengorganisasikan pengambilalihan kekuasaan dengan bersenjata tanpa menunda-nunda lagi. Tapi jerih payahnya ini tidak banyak direspon, sehingga Lenin memutuskan untuk mengambil tindakan, sebuah tindakan yang akan membawa perubahan dalam kehidupannya selanjutnya yaitu Revolusi.

Pengikut Lenin tidak banyak, tetapi mereka sangat terorganisasi dan patuh pada perintah yang diberikan oleh Komite Pusat. Tidak ada partai lain yang seperti itu: kaum Sosialis-Revolusioner yang jauh lebih cepat popular di mata warga, terutama di kalangan petani penggarap, mempunyai struktur yang longgar yang tidak memungkinkan mereka memobilisasi pengikutnya.

(19)

Selain itu juga, tercatat tidak ada politisi selain Lenin, yang ingin mengambil alih kekuasaan dan memikul tanggung jawab untuk memerintah sebuah negara yang tampaknya tidak terkendali itu dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Hingga akhirnya terjadilah Revolusi Bolshevik pada tanggal 23-24 Oktober 1917.

Sebagaimana yang telah diungkapkan pada sub-bab sebelumnya bahwa Lenin memiliki kekuataan dari pada buruh dan petani kecil. Akan tetapi tidak begitu saja, buruh dan petani kecil itu bisa diubah menjadi tentara bersenjata yang revolusioner. Oleh karena itu tak heran apabila Lenin menolak mentah-mentah gagasan kaum Menshevik dengan Teori Dua Jembatannya yang menyatakan bahwa untuk sampai pada Revolusi Sosialis para proletariat itu (buruh dan petani kecil) harus bekerja sama dengan kaum borjuis untuk dapat mewujudkan revolusi. Sebagaimana yang dikutip oleh Suseno (2005:10) Lenin berpikir bahwa :

“Kaum proletariat harus bersekutu dengan kelas Borjuasi, tetapi sebagai yang memimpin gerakan revolusioner. Apabila kekuasaan Tsar sudah dihancurkan, proletariat lalu sudah berada dalam posisi untuk dalam waktu tidak terlalu lama meneruskan revolusi dan mengakhiri kekuasaan Borjuasi. Karena itu, Lenin selalu menegaskan bahwa proletariat harus dibentuk sebagai kekuatan politik mandiri yang tidak hanya melawan kekuasaan feudal Tsar saja, melainkan senantiasa sadar bahwa musuhnya yang sebenarnya adalah para pemilik modal”.

Pada kenyataannya, Buruh dan petani kecil Rusia belum bisa diandalkan begitu saja dalam pergerakan revolusioner, oleh karena itu perlu diadakan penyuntikkan kesadaran revolusioner dalam diri mereka agar dapat melaksanakan semua tujuan revolusionernya. Secara logika, para buruh dan petani kecil yang hanya mengenyam pendidikan rendah tidak akan mudah secara spontan dapat sampai ke sosialisme ilmiah yang begitu kompleks. Dalam semua cerita dari

(20)

negara-negara industri para buruh hanya bisa menumbuhkan kesadaran pola serikat buruh artinya keyakinan akan perlunya mempersatukan diri dalam serikat-serikat untuk berjuang melawan majikan, memaksakan pemerintah untuk membuat undang-undang demi kepentingan buruh saja akan tetapi perjuangan pergerakan buruh juga harus diarahkan pada tujuan yang lebih kompleks lagi yaitu terwujudnya Revolusi Sosialis dimana tercipta Diktator Proletariat yang memimpin kelas-kelas borjuasi sehingga negara sebagai lembaga organisasi paling tinggi lambat laun akan lenyap.

Berdasarkan Buku yang ditulis Arif dan Parsetyo (2004:50-59) menyatakan bahwa pokok-pokok pemikiran Vladimir Ilyich Lenin itu, terdiri atas 4 aspek yaitu sebagai berikut:

1. Kepercayaan atas Hukum Evolusi Sejarah Umat Manusia

Sebagai pengikut Marxis, Lenin juga meyakini akan adanya Hukum evolusi sejarah yang berjalan dalam tahapan-tahapan: tahap primitif, tahap perbudakan, tahap feodalis, tahap kapitalis dan tahap sosialis. Kelima tahapan tersebut niscaya akan berlangsung mengikuti perkembangan daya-daya produktif manusia.

Sebagai negara yang dipimpin oleh Tsar yang bersifat kekaisaran, banyak orang yang berpikir bahwa saat itu Rusia masih berada dalam fase feodalis. Akan tetapi berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh Georgia Plekhanov (salah satu tokoh Marxis Rusia) dan Lenin. Mereka berdua sama-sama beranggaan bahwa saat itu Rusia sudah memasuki tahapan awal kapitalisme. Hal itu dibuktikan dengan mulai ramainya industrialisasi

(21)

di Rusia, meskipun sistem pemerintahan dan agraria masih menuruti sistem feodalis. Akan tetapi untuk bidang kemajuan industri dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Rusia sudah memasuki tahapan kapitalisme awal. Hal itu dibuktikan dengan adanya pembentukan kelas buruh sebagai dampak dari munculnya industrialisasi dan mulai bermunculanlah kaum-kaum intelektual atau intelegensia dari berbagai kalangan dan latar belakang ekonomi.

Sepaham dengan Plekhanov dalam hal itu, tetapi Lenin bertentangan dengan Plekhanov dalam hal Revolusi menuju masyarakat Sosialis di Rusia. Dalam hal ini, Plekhanov menyatakan bahwa untuk mencapai masyarakat sosialis di Rusia, maka kaum proletar (yang saat itu jumlahnya amat kecil) harus membantu kaum Borjuis-kapitalis mengadakan revolusi menyatukan kekuasaan feodal dan menggantikannya dengan rezim kapitalisme. Dibawah rezim ini, kapitalisme akan berkembang dan dengan demikian berkembang pulalah jumlah dan kekuatan kaum proletar. Dengan kekuatan tersebut, diharapkan kaum proletar akan sanggup melakukan revolusi sosialis.

Lenin dengan tegas membantah dua fase tersebut, baginya kaum Borjuis-kapitalis tak bisa dipercaya untuk membuka jalan bagi terbentuknya revolusi sosialis dan masyarakat sosialis. Oleh karena itu, kaum proletar tak perlu mendukung apalagi menjadi sekutu kaum Borjuis-kapitalis untuk menjatuhkan feodalisme di Rusia. Kaum proletar tak boleh bergantung pada revolusi borjuis untuk mencapai masyarakat sosialis.

(22)

Kaum proletar harus menciptakan revolusi sosialisnya sendiri. Tapi yang menjadi pertanyaannya apakah kekuatan kaum Proletar saja cukup untuk melakukan revolusinya sendiri?.

Arif dan Prasetyo menjawab pertanyaan tersebut dengan mengutip tulisan Lenin dalam bukunya yang berjudul Development of Capitalism in Rusia yang diterbitkan tahun 1899. dalam buku ini Lenin berpandangan bahwa:

”...ternyata bukan kaum proletar saja yang menderita akibat kapitalisme, namun juga para petani kecil. Akibat perkembangan kapitalisme, komunitas-komunitas kaum petani hancur, dan para petani terbelah menjadi petani kaya, petani menengah, dan petani miskin atau petani kecil. Dan jumlah para petani kecil inilah yang jumlahnya telah memenuhi sebagian dari populasi para petani di Rusia yang menurut pandangan Lenin harus disatukan dan dijadikan sekutu bagi kaum proletar Rusia yang jumlahnya masih minim.

Mulai dari saat itulah, konsentrasi Lenin tertuju pada dua pihak kaum proletariat yaitu kaum buruh dan petani kecil sebagai penyokong jalannya Revolusi Sosialis yang ingin dicapai oleh Lenin.

2. Kaum Proletar-Petani Kecil sebagai Pilar Revolusi Sosialis

Sebagaimana yang ditulis Marx dalam Manifesto Komunis bahwa kelas menengah kecil termasuk didalamnya para petani dianggap tidak revolusioner tetapi konservatif dan reaksioner hanya bertindak kalau hak mereka sebagai petani dirampas. Dengan kata lain, Marx tidak menganggap kaum petani sebagai kekuatan Revolusioner. Pernyataan tersebut juga selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Plekhanov yang menyatakan bahwa ”Sosialisme Rusia hanya akan berjaya hanya sebagai

(23)

sebuah gerakan revolusioner dari kaum buruh atau tidak sama sekali”. Bagi Plekhanov, hanya kaum proletarlah satu-satunya kelas revolusioner dalam analisis kelas. Dalam pandangan Plekhanov, pertarungannya adalah antara kelas proletar dan kelas borjuis-kapitalis.

Maka tak heran ketika Lenin menerima kaum petani kecil sebagai kekuatan revolusioner, Plekhanov orang pertama yang menggugat hal tersebut. Plekhanov beranggapan bahwa kekuatan revolusioner kaum petani bertentangan dengan teori kelas. Arif dan Presetyo mengungkapkan (2004:52) bahwa:

”Dalam pandangan Plekhanov, partai sosialis yang akan menjalankan revolusi sosialis tidak boleh berkompromi dengan kekuatan-kekuatan sosial dan politik yang lain. Termasuk dengan petani yang lebih mewakili masa lalu dan berbeda dengan kaum proletar, masih memiliki alat-alat produksi dan karenanya tak bisa menjadi sebuah kekuatan sosialis”.

Hal diatas menunjukkan bahwa Plekhanov terlalu menganggap kaum petani tidak memiliki kekuatan revolusioner yang akan membantu dalam revolusi sosialis. Berbeda dengan Lenin, ia justru menjadikan kekuatan petani kecil sebagai kekuatan baru yang akan membantu jalannya revolusi. Lenin juga menyadari bahwa bagaimanapun juga kekuatan kaum proletar di Rusia terlalu kecil untuk sanggup mengadakan revolusi sosialis. Selain itu, dalam pandangan yang mengatakan bahwa kaum borjuis kapitalis yang memiliki kekuatan untuk melakukan revolusi menyingkirkan feodalisme, tak bisa dipercaya sepenuhnya.

Maka muncullah kediktatoran proletariat yang telah diperbaharui dengan memadukan dua kekuatan revolusioner yaitu buruh dan petani.

(24)

Sehingga pertarungan kini bukan lagi antara kelas proletar dan kelas borjuis, tetapi antara kelas buruh dan tani melawan kelas borjuis-kapitalis. Pendapat ini juga didukung oleh Theodor Shanin (1986) yang menuliskan pikiran lenin sebagai berikut:

”..bahwa untuk mencapai tujuan alamiahnya, revolusi harus berlandaskan pada kehendak mayoritas dan ’radikalisme petani’ pada saat mengecam keragu-raguan kaum borjuis (yang akan berkompromi dengan kekuasaan Tsar)”.

Jelas sekali sebagaimana yang diungkapkan diatas bahwa, semenjak Lenin menginjakkan kakinya lagi di Rusia setelah persembunyiannya di Finlandia. Ia sebenarnya telah menyadari bahwa untuk melakukan sebuah revolusi sosialis yang cukup besar kapasitasnya, diperlukan tenaga, kekuatan, strategi, visi, misi dan tujuan yang jelas sehingga mulailah ia berpikir untuk menemukan kekuatan baru menuju revolusi sosialis. Dan ia menemukan kekuatan tersebut dalam jiwa petani yang juga merupakan korban berkembangnya kapitalisme di Rusia. Petani itu mencakup sebagian dari populasi petani yang ada di Rusia dan apabila disekutukan dengan kekuatan buruh yang juga berjiwa revolusioner akan memunculkan kekuatan baru yaitu Kediktatoran Proletariat.

3. Tugas Partai dan Sifat Kepemimpinannya

Sebagai tindak lanjut dari apa yang disebut organisasi oleh Lenin, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah pendirian partai yang sesuai dengan tujuan revolusioner.

Karl Marx, dalam Manifesto Komunisnya menyebutkan bahwa partai komunis hanya sebagai koordinator gerakan-gerakan kaum buruh di

(25)

seluruh dunia. Dalam buku ini, Arif dan Prasetyo mengungkapkan bahwa Lenin menolak pemikiran Marx tersebut. Baginya Partai Komunis memiliki tugas dan fungsi yang vital daripada sekedar mengkoordinasikan gerakan-gerakan buruh di seluruh dunia. Tugas itu ialah menyuntikkan kesadaran sosialis pada diri kaum buruh dan sekaligus menjadi mentor, pemimpin dan pemandu bagi kaum proletar dalam melaksanakan revolusi sosialisnya.

Dalam hal ini Lenin mengoreksi apa yang dikatakan Marx, (2005:54), Lenin mengatakan bahwa:

”...kesadaran politik suatu kelas dapat ditanamkan kepada kaum buruh hanya dari luar yaitu hanya di luar dari pertarungan ekonomi, diluar dari atmosfer hubungan antara buruh dan majikan. Kesadaran tersebut harus disuntiikan dari luar oleh sebuah organisasi revolusioner dan oleh golongan intelegensia dari organisasi tersebut”.

Dengan demikian, kesadaran sosialis dari kaum buruh dan petani bisa disuntikkan oleh orang-orang terpelajar yang ada dalam organisasi revolusioner tersebut sehingga Lenin menganggap tidak memerlukan massa yang banyak tetapi tidak dapat terkoordinasi dengan baik dan disiplin. Karena alasan itulah, terjadi perpecahan dalam Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia yaitu antara Bolshevik dan Menshevik.

Arif dan Prasetyo juga menyimpulkan bahwa (2005:57):

“Secara komprehensif, pandangan Lenin didasarkann pada pemahamannya bahwa partai komunis sedang berada di tengah-tengah perang yaitu perang antarkelas. Karena itu, prinsip-prinsip partai komunis haruslah juga menerapkan sifat-sifat organisasi yang tengah terlibat perang yaitu rahasia, kepemimpinan oleh minoritas, kewenangan yang tersentralisasi dan penggunaan cara-cara ilegal. Mengenai kepimpinan minoritas oleh sejumlah kecil

(26)

revolusioner profesional hal tersebut sangatlah vital bagi pencapaian revolusi sosialis”.

Selain itu juga, Arif dan Prasetyo mengutip pernyataan dari Ebenstein (1969) yaitu:

“Menurut Lenin, dibawah kapitalisme, mayoritas kaum buruh tak mampu mengeluarkan dirinya dari mentalitas kapitalis dan hanya sejumlah kecil kaum revolusioner yang sadar kelas yaitu partai komunis sebagai garda depan dari proletariat yang dapat menganalisis situasi secara tepat dan memeta sebuah rancangan aksi yang tepat. Kediktatoran atas kaum proletar oleh partai komunis adalah perlu sampai mayoritas buruh telah mengeluarkan dirinya dari ideologis kapitalis”.

Selanjutnya Lenin kembali menambahkan pendapatnya bahwa” “Mayoritas kaum buruh akan mencapai ideologi proletarian yang tepat hanya setelah kondisi-kondisi obyektif kehidupan mereka telah diubah, yaitu setelah partai komunis sebagai garda depan kaum proletariat telah menjatuhkan kaum kapitalis penindas dan institusi-institusi kapitalisme. Hanya perubahan revolusioner yang semacam ini, Lenin berargumen yang akan mengeluarkan kaum buruh dari sifat-sifat egois, tak bersatu, jahat dan lemah yang ditimbulkan oleh kepemilikan pribadi”.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Karx bahwa kaum petani bukan termasuk golongan revolusioner akan tetapi konservatif bahkan cenderung reaksioner. Mereka (kaum petani) akan bereaksi apabila kepentingan-kepentingan mereka terganggu dan hal itu adalah hal-hal yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan dan kepemilikan tanah.

Oleh karena itu, tidak mudah untuk menjadikan kaum petani sebagai salah satu kekuatan revolusioner yang akan menjamin tercapainya revolusi sosialis. Diperlukan pembinaan dan penyuntikkan kesadaran revolusioner terlebih dahulu agar kaum petani dapat menyadari kekuatannya. Disinilah pentingnya peranan organisasi atau bahkan kalau

(27)

perlu partai revolusioner yang akan berpengaruh terhadap kesadaran tersebut.

Berkaitan dengan partai, Lenin memiliki banyak sifat dan karakteristik sebagaimana yang diungkapkan diatas. Dan dari situ Lenin mengambil kesimpulan bahwa perjuangan spontan proletariat akan menjadi perjuangan kelas sunguh-sungguh selama perjuangan itu dipimpin oleh sebuah organisasi kaum revolusioner yang kuat. Lenin juga menegaskan bahwa partai itu harus disusun secara sentralistik dan birokratis dalam arti bahwa unsur-unsur bawah mutlak harus taat terhadap unsur-unsur atas. Apalagi karena kaum intelektual, lain daripada kaum buruh, cenderung suka tidak disiplindan tidak mantap dalam sikap politik. 4. Revolusi Permanen

Satu hal lagi pemikiran dari Lenin yang disimpulkan oleh Arif dan Prasetyo yaitu adanya Revolusi Permanen. Ketika kita berbicara mengenai revolusi sosialis, Lenin juga memikirkan secara perspektif global. Berbeda dengan panutannya Marx, yang percaya bahwa revolusi sosialis akan terjadi lebih dahulu di negeri-negeri yang tingkat perkembangan kapitalismenya telah matang, Lenin justru menyatakan bahwa revolusi sosialis akan terjadi lebih dahulu di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa Timur yang tingkat perkembangannya kapitalismenya masih lemah. Hal itu dikarenakan tingkat resistansi antikomunis di negeri-negeri tersebut masih rendah. Tugas kaum komunis adalah menyerang dan menghancurkan sistem politik dan sosial yang terlemah yaitu di daerah

(28)

yang secara ekonomu masih terbelakang di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Eropa Timur.

Melihat kasus yang terjadi di rusia, keberhasilan revolusi sosialis bukanlah tujuan akhir. Tujuan akhir adalah sebagaimana yang diajarkan Marx: terciptanya tahapan sejarah masyarakat sosialis di dunia. Namun itu bukan berarti kemenangan kaum komunis di Rusia tidak bernilai. Justru sebaliknya kemenangan kaum komunis di Rusia memberikan basis dan pusat bagi kegiatan-kegiatan revolusi komunis di negara-negara lain di seluruh dunia. Selain itu juga, Lenin berpandangan bahwa seluruh partai komunis di segenap penjuru dunia harus mengikuti model partai Komunis Rusia yaitu partai yang memiliki watak-watak: rahasia, kepemimpinan oleh minoritas revolusioner profesional, kewenangan yang tersentralisasi dan penggunaan cara-cara ilegal.

Dengan demikian, sebagaimana yang dikemukakan oleh Arif dan Prasetyo di atas dapat kita ketahui bahwa isi pemikiran Lenin berpusat pada Hukum Evolusi Sejarah Manusia, peranan kaum proletar-petani kecil sebagai Pilar Revolusi Sosialis, tugas partai dan sifat kepemimpinannya dan adanya Revolusi Permanen. Untuk mewujudkan tujuan tercapainya Revolusi Sosialis Lenin telah menyiapkan beberapa aspek yang diperlukan agar revolusi itu dapat dilaksanakan. Kali ini Lenin menyiapkan bantuan dari kekuatan proletar kecil lain yaitu para petani karena dianggap petani juga merasakan dampak dari adanya kapitalisme yang semakin merajarela di Rusia. Oleh karena itu, Kaum Proletar kini disatukan antara kaum buruh dan petani kecil.

(29)

Selain itu juga Lenin mengatakan bahwa untuk mencapai revolusi itu, diperlukan adanya sebuah lembaga dan organisasi yang mengatur kaum proletar agar revolusi tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan visi, misi dan tujuan revolusi sosialis. Barulah kemudian setelah revolusi itu tercapai dan kaum proletar dapat menduduki kekuatan kapitalisme di negara Rusia, Lenin memikirkan agar hal yang dilakukan di Rusia tersebut dapat emenjadi inspirasi bagi lahirnya revolusi-revolusi sosialis di negara lain khususnya di negara dunia ketiga. Adapun revolusi yang dimaksud disini oleh Lenin adalah Revolusi dengan kekerasan karena tanpa kekerasan bangsa Borjuis tidak akan dengan mudah menyerahkan kekuasaannya kepada kaum proletar. Revolsui yang diinginkan adalah revolusi sosialis dengan cukup hanya satu langkah saja, tidak seperti yang diungkapkan oleh Marx dan yang dipercayai oleh golongan Menshevik.

Sesuai dengan apa yang dikemukakan diatas, bahwa fokus pemikiran Lenin yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini adalah pemikiran mengenai Negara dan Revolusi. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Arif dan Prasetyo, dikutif dari buku State and Revolution, Lenin mengungkapkan begitu banyak ide, konsep dan teori yang menerangkan mengenai negara dan revolusi. Selain itu juga, Lenin mendeskripsikan, menganalisis, mengurai atau bahkan juga menyimpulkan, apa sebenarnya yang ia pikirkan yang tak terlepas dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh sosialis sebelum Lenin sendiri ada yang sama-sama mengungkapkan konsep pemikiran tentang Negara dan Revolusi. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Karl Marx, Georgii Plekhanov, Hegel, Engels, dan Kaum Populis Rusia.

(30)

Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa latar belakang yang mengakibatkan Lenin berpikir kritis mengenai konsep negara dan revolusi begitu kompleks. Namun, meskipun begitu, Lenin dapat dengan fokus, merumuskan konsep negara dan revolusi tersebut sehingga dapat diaplikasikan dalam kondisi yang sedang dihadapi oleh Rusia saat itu. Oleh karena itu, penulis akhirnya dapat menguraikan bahwa pemikiran inti Lenin sendiri itu berpusat dan fokus pada konsep Negara dan Revolusi. Penulis mengkaji konsep negara dan revolusi tersebut dalam hubungannya dengan Revolusi Bolshevik 1917 yang terjadi di Rusia dan juga dipelopori oleh Lenin.

a) Negara, Menurut V.I Lenin

Melihat kenyataan yang terjadi di Rusia sebelum Revolusi Bolshevik 1917, maka keinginan terbesar dari Lenin adalah adanya perubahan terhadap apa yang selama ini dianggap salah di negaranya. Sebagaimana yang diungkapkan dalam bukunya yang berjudul State and Revolution, fokus pemikiran Lenin sebenarnya adalah terhadap permasalahan Negara dan Revolusi, akan tetapi untuk mencapai konsep yang dia inginkan dalam negara ataupun revolusi, ada banyak aspek yang saling berkaitan dan mendukung satu dengan lainnya. Dalam buku tersebut juga, Lenin mengutarakan aspek-aspek pendukung lainnya seperti partai politik, hukum evolusi sejarah manusia, kedikatatoran proletariat, dan sifat dan cara revolusi yang dapat mendukung berjalannya Revolusi Sosialis sehingga akhirnya dapat mencapai negara yang sosialis pula.

(31)

Sesudah revolusi sosialis, apa yang harus dilakukan terhadap Negara? pertanyaan itu dijawab oleh Lenin, sebagaimana yang dikutip oleh Suseno (2005:34) bahwa:

“Seperti biasanya, Lenin memaparkan pandangannya dengan menghantam pandangan-pandangan yang dianggapnya akan mengancam daya revoluisoner kelas buruh. Dalam “Negara dan Revolusi” dua pihak diserang dengan ganas. Pertama, kaum sosial demokrat yang mengharapkan bahwa sosialisme dapat diwujudkan melalui mekanisme demokratis. Kedua, kaum anarkis yang menuntut agar sesudah revolusi negara langsung dihapuskan”.

Masalah yang menjadi perhatian Lenin adalah masalah penerapan ajaran Karl Marx dalam situasi dan kondisi khususnya di Rusia. Lenin, memandang suatu konsep mengenai negara tak lepas dari adanya pemikiran-pemikiran dari tokoh-tokoh sosialis lain yang berpikir hal yang sama misalnya seperi Marx dan Engels yang menjadi acuannya dalam berpikir mengenai Negara dan Revolusi.

Pengertian Negara, Lenin mengutip pernyataan dari Engels (1917: 2) : “Negara, dengan demikian, adalah sama sekali bukan merupakan kekuatan yang dipaksakan dari luar kepada masyarakat, sebagai suatu sesempit ‘realitas ide moral’, ‘bayangan dan realitas akal’ sebagaimana ditegaskan oleh Hegel. Malahan, negara adalah produk masyarakat pada tingkat perkembangan tertentu; negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam kontrakdisi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah terpecah menjadi segi-segi yang berlawanan yang tak terdamaikan dan ia tidak berdaya melepaskan diri dari keadaan demikian itu. Dan supaya segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas yang kepentingan-kepentingan ekonominya berlawanan, tidak membinasakan satu sama lain dan tidak membinasakan masyarakat dalam perjuangan yang sia-sia, maka untuk itu diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri di atas masyarakat, kekuatan yang seharusnya meredakan bentrokan itu, mempertahankannya di dalam ‘batas-batas tata tertib’; dan kekuatan ini, yang lahir dari masyarakat, tetapi menempatkan diri di atas masyarakat tersebut dan yang semakin mengasingkan diri darinya, adalah negara (halaman 177-178, edisi bahasa Jerman yang keenam)”.

(32)

Pengertian menurut Engels ini jelas sekali merupakan dasar ide dari Marxisme khususnya mengenai masalah peran historis negara dan arti negara. Lenin berpikir bahwa negara adalah produk dan manifestasi dari tak terdamaikannya antagonisme-antagonisme kelas. Negara timbul ketika, dimana dan untuk perpanjangan terjadinya antagonisme-antagonisme kelas secara obyektif tidak dapat didamaikan dan sebaliknya juga, eksistensi negara membuktikan bahwa antagonisme-antagonisme kelas adalah tak terdamaikan.

Sedangkan menurut Marx, negara tidak akan timbul atau bertahan jika perdamaian kelas itu adalah mungkin. Lenin mengutip juga pengertian negara menurut Marx (1917:3) bahwa:

“Negara adalah negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain, ia adalah ciptaan “tata tertib” yang melegalkan dan mengekalkan penindasan ini dengan memoderasikan bentrokan antar kelas”.

Lenin berpikir bahwa ketika Revolusi Oktober terjadi tahun 1917, ketika masalah dan peranan negara justru menjadi masalah yang luar biasa pentingnya, menjadi masalah praktis, masalah yang menuntut aksi segera dalam skala massal, seluruh kaum sosialis-revolusioner, dan Kaum Menshevik semuanya segera dan sepenuhnya terjerumus kedalam teori borjuis kecil negara “mendamaikan” kelas-kelas.

Bagi Lenin, seperti yang dikutip oleh Arif dan Prasetyo (2005:75) bahwa: ”Negara adalah The Rulling Class dan sebagai mesin penindas, negara tak lain adalah mesin yang dipakai oleh satu kelas untuk menindas kelas lainnya. Pendapat ini sama dengan apa yang Marx paparkan, dan Lenin menyepakatinya. Bahkan dalam sub-bab 1 Bab 1 State and Revolution, Lenin mengatakan bahwa negara adalah hasil dari tak terdamaikannya kontradiksi antar kelas. Sehingga selama kaum proletar masih memakai

(33)

negara, mereka tidak mungkin memakainya untuk memperjuangkan kebebasan tetapi untuk menindas lawan-lawannya dengan kekerasan”. Kemudian, selanjutnya berkaitan dengan hal ini, Dalam buku Filosofi Negara menurut Tan Malaka (2004:110), Malaka mengemukakan bahwa:

”bentuk negara yang tetap dipakai pada masa sosialisme adalah negara yang benar-benar menghilangkan sifat negara borjuasi. Belajar dari Komune Paris, Lenin berfikir bahwa semua suprastruktur borjuasi harus dilenyapkan karena kalau tidak dilakukan akan memberikan kesempatan bagi kaum borjuasi mengorganisir diri dan bangkit kembali melawan kekuasaan proletariat. Oleh sebab itu, negara yang digagas oleh Lenin adalah negara yang menghilangkan dua ciri utama negara borjuasi, yaitu parlemen dan tentara reguler. Parlemen dihilangkan karena hanya menjadi tempat orang berbicara namun tidak bekerja. Mereka adalah kelas penganggur yang harus dibiayai oleh negara. Pemisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif dalam negara borjuis menyebabkan terjadinya kepincangan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Adanya parlemen juga mengakibatkan munculnya elit kekuasaan yang terpisah dari masyarakat. Tentara reguler juga harus diganti dengan milisi rakyat atau rakyat yang bersenjata. Tentara reguler berbahaya karena kemudian bisa menjadi alat bagi kaum yang memiliki harta, kekayaan ataupun modal sehingga bisa diperalat untuk membela kepentingan kaum yang memiliki uang”.

Sedangkan, Lenin sendiri menyimpulkan apa yang dimaksud dengan negara dalam bukunya State and Revolution (1917:4) yaitu:

“Negara adalah kekuatan yang berdiri di atas masyarakat dan yang ‘semakin mengasingkan dirinya dari masyarakat itu’, maka jelaslah bahwa pembebasan kelas tertindas bukan hanya tidak mungkin tanpa revolusi dengan kekerasan, tetapi juga tidak mungkin tanpa penghancuran aparat kekuasaan negara yang diciptakan oleh kelas yang berkuasa dan yang merupakan penjelmaan dari “pengasingan itu. Negara yang dimaksud disini bukanlah Negara sebagaimana pengertian umum yaitu Negara dengan karakter khasnya: memiliki tentara tetap, polisi, birokrasi dan penjara yang kesemuanya digunakan untuk menindas proletariat. Negara yang dimaksud disini adalah proletariat yang terorganisir sebagai kelas yang berkuasa.”.

Dalam buku tersebut Lenin mengatakan bahwa tugas para petani dan kaum buruh adalah untuk menumbangkan negara sebagai alat kapitalis, demi

(34)

terwujudnya masyarakat sosialis. Bersatunya kaum buruh dan petani tersebut, Lenin menyebutnya sebagai kekuatan baru revolusioner yang akan merebut kekuasaan dari tangan kapitalis dan menjadikan negara sebagai sarana untuk menuju masyarakat sosialis, istilah dua kekuatan disebut dengan Kediktatoran Proletariat.

Dalam UUD Uni Sovyet 1918, konstitusi hasil revolusi 1917, dikatakan bahwa diktator proletar adalah transisi masyarakat kapitalis menuju masyarakat komunis. Dalam hal ini, masyarakat negara akan hilang sama sekali manakala masyarakat menerima prinsip bahwa setiap orang bekerja menurut kemampuannya, setiap orang menerima kebutuhannya (from each according to his ability, to each according to his needs). Sementara, negara adalah alat untuk mencapai komunisme. Jadi cita-citanya bukan bagaimana menegakkan negara yang demokratis, melainkan masyarakat yang sosialis, masyarakat tanpa kelas. Bahkan cita-cita itu dengan tegas mengatakan bahwa demokrasi dan kediktatoran adalah dua muka dengan lencana yang sama (two sides of one medal). Dengan begitu, negara bukanlah merupakan tujuan akhir dari perjuangan, negara hanya merupakan alat untuk mewujudkan masyarakat sosialis.

Inti dari buku State and Revolution sebenarnya merupakan kritikan terhadap Lassalleanisme yaitu analisas mengenai hubungan antara perkembangan komunisme dengan melenyapnya negara.

Arif dan Prasetyo juga mengutif pernyataan dari Marx (2005:77) bahwa: ”Bagi Marx, dengan membandingkan surat Marx kepada Bracke (5 Mei 1875) maka nampak bahwa Marx jauh lebih merupakan ”pembela negara” daripada Engels dan bahwa perbedaan pandangan diantara kedua penulis ini mengenai masalah negara yang sangat besar. Engels lebih

(35)

menyarankan Bebel agar setiap tentang negara dihentikan dan kata ”negara” dihapuskan sama sekali dan diganti dengan kata ”persekutuan hidup”. Engels bahkan menyatakan bahwa komune bukan lagi negara dalam arti kata yang sebenarnya, sedang Marx berbicara tentang ”ketatanegaraan masa depan dari masyarakat komunis” yaitu seolah-olah ia mengakui keharusan akan negara bahkan dibawah Komunisme. Sementara bagi Lenin, pandangan-pandangan itu mengalami koreksi secara mendasar. Pandangan Marx dan Engels mengenai negara dan melenyapnya negara adala sepenuhnya sama, sedang pernyataan Marx diatas justru berkaitan dengan ketatanegaraan yang sedang melenyap ini. Lenin tidak memberikan perhatian yang memihak akan sekaligus menentukan kapan negara akan hilang”.

Dalam hal itu, Lenin memiliki persamaan juga perbedaan dengan apa yang dipikirkan oleh Marx dan Engels. Akan tetapi Lenin lebih bisa mengungkapkan kapan masyarakat sosialis yang senenarnya akan terbentuk. Sedangkan Marx, ia lebih memfokuskan bahwa negara akan tetap ada meskipun dibawah bendera komunisme hanya saja fungsi-fungsi yang awalnya dipegang oleh kalangan individu berubah menjadi diatur oleh negara. Sedangkan bagi Engels, Negara setelah revolusi itu tercapai secara mendasar bukan lagi disebut sebagai ”negara” akan tetapi lebih tepatnya sebagai persekutuan hidup antara umat manusia yang memiliki nasib dan masa depan yang sama.

Berbeda dengan Marx, Lenin dengan fleksibel menerapkan apa yang dikatakan oleh Marx dan Engels itu sesuai dengan apa yang terjadi di Rusia dengan berbagai situasi dan kondisi yang sudah ada. Ketika Revolusi Sosialis sudah berhasil dicapai, akhirnya yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah penerapan masyarakat sosialis yang diatur segala sesuatunya oleh negara dan dipimpin oleh Diktator Proletariat. Meskipun begitu, Lenin menyadari bahwa kaum proletar tidak begitu saja dapat dengan mudah memerintah dan mengatur negara yang awalnya dipimpin oleh kaum borjuis dan kapitalis imperialis

(36)

sehingga diperlukan waktu yang cukup agar proletar bisa mengisi keberhasilan revolusi dengan mengatur negaranya.

Lalu, pertanyaan berikutnya adalah, negara macam apakah yang masih diperlukan sesudah terjadinya revolusi sosialis? Dalam hal ini, Lenin menyangkal pernyataan dari Karl Kautsky bahwa revolusi proletar sekedar hanya merebut kekuasaan negara, lalu revolusi borjuis memakai kekuatan negara itu untuk mendirikan sosialisme. Tetapi, Lenin selalu berbeda pandangan dengan pemikir sosialis lainnya. Lenin mengatakan bahwa memakai negara untuk mewujudkan sosialisme amatlah mustahil. Hal itu dikarenakan ketika proletar sudah merebut kekuasaan, negara borjuis masih tetap dikendalikan oleh birokrasi yang lama yang juga akan menggagalkan segala usaha untuk betul-betul menjatuhkan kekuasaan borjuasi. Oleh karena itu, sebagaimana yang dikutip oleh Suseno (2005:38) :

”...Karena itu, tidaklah cukup kalau negara borjuis hanya dikuasai, dia harus dihancurkan. Tegas-tegas Lenin menyatakan bahwa menurut Karl Marx ”kelas pekerja harus membongkar menghancurkan ’aparat negara siap pakai’ dan tidak hanya membatasi diri untuk menguasainya. Lenin mengatakan bahwa Revolusi Proletariat tidak mungkin tanpa penghancuran paksa aparat negara borjuis dan tanpa penggantiannya oleh aparat negara baru yang menurut kata-kata Engels ’sudah bukan negara dalam arti yang sebenarnya’. Maka dengan kata lain hasil dari revolusi sosialis adalah kediktatoran proletariat”.

Maka, dapat dikatakan bahwa Revolusi sosialis tidak akan hanya membentuk pemerintahan baru dengan proletariat sebagai puncaknya akan tetapi dengan segenap tenaga akan menghancurkan segala hal yang berkaitan dengan birokrasi negara yang lama. Jadi, bukan membentuk pemerintahan baru dengan birokrasi yang sama, akan tetapi pemerintahan yang benar-benar baru yang disebut Kediktatoran Proletariat.

(37)

Istilah kediktatoran proletariat berasal dari apa yang dikatakan oleh Karl Marx yang dikutip oleh Suseno (2001:169):

”Revolusi itu pada permulaannya akan bersifat politis: proletariat merebut kekuasaan dan mendirikan ’Kediktatoran Proletariat” artinya, proletariat menggunakan kekuasaan negara untuk menindas kaum kapitalis untuk mencegah mereka memakai kekayaan dan fasilitas luas yang masih mereka kuasai untuk mengagalkan revolusi proletariat dan mengembalikan keadaan lama. Jadi kediktatoran proletariat perlu untuk mencegah segala kemungkinan sebuah revolusi balasan dari sisa-sisa kaum kapitalis. Setelah itu hak milik atas tanah dan atas pabrik-pabrik serta alat-alat produksi lain dicabut dan dialihkan ke negara”.

Sedangkan menurut Lenin, dikatakan dengan tegas (2005: 40):

”Bahwa negara proletariat itu jangan dipahami menurut demokratisme kaum sosial demokrat di barat. ’Revolusi berarti bahwa proletariat akan menghancurkan ’aparat administratif’ dan seluruh aparat negara dan menggantikannya dengan aparat baru yang terdiri dari buruh-buruh bersenjata. Kediktatoran berarti bahwa proletariat akan mengambil segala tindakan tanpa kenal ampun untuk menghancurkan segenap ancaman dan perlawanan terhadap sosialisme. Kediktatoran revolusioner proletariat adalah kekuasaan yang direbut dengan paksaan oleh proletariat dari borjuasi dan dipertahankan, sebuah kekuasaan yang tidak terikat oleh undang-undang apapun”.

Selanjutnya, Suseno menambahkan apabila sisa-sisa perbedaan kelas sudah hilang dalam masyarakat maka dengan sendirinya kediktatoran proletariat juga hilang karena tidak ada kelas yang perlu diawasi dan ditindas lagi, negara pun lama-kelamaan akan menghilang. Jadi dengan merebut kekuasaan dan menghapus hak milik pribadi, proletariat akhirnya menciptakan masyarakat tanpa kelas. Dalam masyarakat tanpa kelas, negara sebagai panitia untuk mengurus kepentingan borjuasi tidak mempunyai dasar lagi, negara tidak dihapus akan tetapi negara menjadi layu dan mati sendiri.

(38)

Barulah kemudian, apabila negara sudah secara keseluruhan adalah kaum proletar yang terorganisasi dimana tidak ada lain kelas yang tertindas dan penindas atau kaum penghisap dan kaum terhisap, barulah konsep masyarakat sosialis bisa diterapkan sepenuhnya di Rusia.

Menurut Lenin dalam bukunya (2005:36):

”Negara memang akan layu dan hilang apabila sosialisme sudah seluruhnya mantap, tetapi kapam dan bagimana hal itu terjadi belum bisa ditentukan. Negara baru akan menghilang apabila sudah tidak dibutuhkan lagi. Padahal sesudah revolusi kekuasaan negara masih sangat dibutuhkan karena ada tiga alasan: pertama, pembangunan sosialisme masih terancam oleh kekuatan-kekuatan kapitalis di sekeliling yang ingin menghancurkannya. kedua, sesudah revolusi di samping proletariat masih terdapat pelbagai kelas sosial lain yang dapat saja mengancam kemenangan proletariat. Negara di tangan proletariat masih diperlukan untuk memastikan hegemoninya atas kelas-kelas itu. Alasan ketiga adalah bahwa kemenangan revolusi proletariat belum berati bahwa sosialisme sudah langsung terwujud”.

Dengan demikian, dapat kita ambil kesimpulan bahwa melenyapnya negara menurut Lenin adalah ketika suatu negara tersebut sudah bisa menerapkan tingkatan tinggi bidang ekonomi, politik dan sosial dalam lingkup masyarakat sosialis dengan satu kelas yang sama dimana tidak ada lagi kaum yang tertindas dan penindas berkuasa, maka secara otomatis fungsi, tugas, hak dan kewajiban negara sudah tidak diperlukan lagi dan lambat laun negara pun akan hilang sesuai dengan berkembangnya masyarakat sosialis komunis.

Suseno juga menyimpulkan mengenai tahap perwujudan sosialisme menurut Lenin (2005:36) yaitu:

”Dalam tahap pertama, yang diubah secara radikal baru tatanan hak milik: Hak milik pribadi atas alat-alat produksi diganti dengan ”milik sosial” artinya sarana-sarana produktif seperti pabrik, toko, bengkel dan tanah pertanian menjadi milik negara atau koperasi. Negara akan layu menghilang sama sekali apabila masyarakat dapat menerapkan peraturan:

(39)

’Dari siapa menurut kemampuannya, bagi siapa menurut kebutuhan-kebutuhannya’. Jadi menurut Lenin negara masih akan diperlukan untuk waktu yang lama. Pandangan ini menunjukkan bahwa Lenin memahami negara pada hakikatnya sebagai aparat penindas. ’negara itu pengorganisasian khusus paksaan; negara adalah pengorganisasian kekerasan demi penindasan salah satu kelas’”.

Maka, ketika konsep negara yang dipikirkan oleh Lenin itu sudah terbentuk, maka yang menjadi pokok permasalahannya adalah bagaimana cara mewujudkan konsep negara tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Rusia, dan satu-satunya jalan menuju konsep negara yang dipikirkan oleh Lenin tersebut, tak ada jalan lain kecuali adanya sebuah Revolusi Sosial, Revolusi dengan kekerasan. Bagaimana sebuah revolusi itu dijalankan dan bagaimana strategi, taktik dan pengelolaannya, akan dijelaskan dalam sub-bab dibawah ini.

b) Revolusi, Menurut V.I Lenin

Rusia adalah salah satu negara di Eropa timur yang ibu kotanya terletak di Saint Peterburg. Kota tersebut merupakan kota yang menyerupai Amsterdam yang merupakan kota metropolis Barat. Kemunculan sastra, musik, seni dan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan kebudayaan Eropa kontemporer di Rusia yang dalam beberapa hal bahkan menjadi yang terdepan, selama abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh. Sebagaimana yang dikatakan oleh Pipes (2003:33) tentang kondisi Rusia menjelang abad 20 adalah:

”Meskipun Rusia memiliki kekayaan yang begitu indah, namun kebudayaan tinggi tersebut hanya mewakili satu lapisan kecil dalam masyarakat Rusia yang terdiri dari para bangsawan kaum intelektual dan birokrat terkemuka. Tiga perempat dari seluruh penduduk kekaisaran ini terdiri dari para petani penggarap kecil yang sebagai mayoritas di Rusia hidup dalam dunia mereka sendiri serta tidak tersentuh oleh peradaban barat. Mereka tidak menggunakan bahasa yang sama dengan kaum terpelajar yang mereka pandang sebagai orang asing. Sebagian besar petani penggarap Rusia bukanlah petani yang mengerjakan tanah mereka

Referensi

Dokumen terkait

Apa yang telah dikemukakan secara menarik oleh Benedict – sebagaimana dikutip pada sub bab terdahulu, bahwa setiap orang Jepang mulai mempelajari seluk beluk hirarki di tengah

Jumlah dari dua buah atau lebih tensor yang rank dan jumlah indeks kontra- varian serta kovariannya sama adalah juga sebuah tensor dengan rank dan jumlah indeks kontravarian

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya pengefektifan PAI di Sekolah , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.. mampu mengarahkan siswa untuk berperilaku terpuji, bukan

pada kinerja usaha kecil Kecamatan Tukak Sadai Kabupaten Bangka Selatan yang.. disebabkan oleh kompetensi wirausaha dan Motivasi yang kurang

Nibras Khairunnisa 14/362809/FA/09966 Nisrina Prabaswari 14/362812/FA/09969 Afifah Nur Diana P. Tanggal praktikum : Rabu, 4

The traditional method assigns or allocates the factory's indirect costs to the items manufactured on the basis of volume such as the number of units produced, the

1) Peserta didik dengan dipimpin oleh ketua kelas mengucapkan salam kepada guru. 2) Guru mengadakan presensi kehadiran peserta didik. 3) Guru menjelaskan kepada peserta

The italic sentence on the first line is included “expressive” type of illocutionary act because it contained a yelling utterance showed For Pete’s sake