• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Perubahan pola pikir masyarakat Jawa mengenai pernikahan akibat faktor

2. Dampak peningkatan pendidikan terhadap pola pikir masyarakat

gerilya melawan tentara Belanda. Ketika pertempuran berakhir pada

tahun 1950, anak muda dalam jumlah yang luar biasa membanjiri sekolah-sekolah. Maka, timbul masalah besar bagi pemerintah untuk

menyediakan ruangan belajar, peralatan dan guru-guru.

Pada tahun 1950, ke- 491 sekolah dasar negeri dan swasta yang

ada di Daerah Istimewa Yogyakarta harus menampung 153.205 murid.

Maka, setiap guru mengajar 85 murid yang dibagi menjadi sekolah pagi

dan sore hari dengan guru yang sama dan murid yang berbeda.

Meskipun demikian, masih ada ribuan anak yang tidak bisa masuk

sekolah dan terpaksa menunggu tahun berikutnya.

Soemardjan juga mengungkapkan bahwa pada penghujung tahun

1957, jumlah sekolah dasar meningkat menjadi 830 dan jumlah guru

meningkat menjadi 4393. Walaupun pemerintah berhasil menyediakan

lebih banyak guru dalam waktu yang relatif singkat, tetapi pemerintah

kekurangan dana untuk membangun gedung-gedung sekolah baru dan

menyediakan perabot serta peralatan sekolah lainnya.

2. Dampak peningkatan pendidikan terhadap pola pikir masyarakat Menurut Soemardjan (2009), pertumbuhan sekolah dasar di

Yogyakarta tidak akan terjadi bila tidak ada dukungan sukarela dari

kalangan masyarakat sendiri, terutama di daerah pedesaan. Soemardjan mengungkapkan bahwa sesudah revolusi, orangtua di desa cenderung

bisa dipetik manfaatnya pada masa depan setelah orangtua membiayai

pendidikannya. Dengan kata lain, orangtua di desa telah meninggalkan sikap tradisional menyuruh anak-anak membantu pekerjaannya, tidak

memberi pendidikan atau pilihan lain selain menjadi petani seperti

orangtuanya. Sebaliknya, kini mereka menyekolahkan anak-anaknya

untuk memperoleh keterampilan yang lebih banyak dan lebih baik di

luar pertanian. Maka mereka akan lebih siap dalam menghadapi

persaingan kerja di masa mendatang.

Penelitian yang dilakukan oleh Kasniyah, dkk. (1984) dalam suatu

pedesaan di Yogyakarta, menjelaskan bahwa akibat dari intensifikasi

lahan pertanian, membuat penduduk desa melakukan urbanisasi.

Urbanisasi yang terjadi sebagian disebabkan oleh tingkat pendidikan

yang semakin meningkat. Seseorang yang berpendidikan tinggi memilih

untuk bekerja atau menerapkan disiplin ilmunya di kota besar.

Soedarsono dan Murniatmo (1986) mengungkapkan bahwa

sekitar tahun 70-an sampai 80-an, terjadi kemajuan zaman yang ditandai

dengan peningkatan teknologi, pendidikan, transportasi, ekonomi dan

komunikasi semakin memperluas cakrawala wanita. Proses

pembangunan yang semakin meningkat juga merupakan proses

perubahan sosial budaya yang akan meliputi pula perubahan nilai.

Berdasarkan penjelasan tersebut, tampaknya alasan ekonomi tetap menjadi prioritas yang dipentingkan dibalik dari adanya perubahan sikap

Anak- 

anak tetap dipandang sebagai modal ekonomis oleh orangtuanya.

Perkembangan zaman khususnya dalam bidang pendidikan juga telah memperluas cakrawala wanita.

D. Usia ideal, inisiatif menikah, makna pernikahan, dan relasi suami isteri menurut wanita Jawa yang menikah di tahun 1960-an dan 2000-an 

Pernikahan dalam kebudayaan Jawa selain sebagai pelebaran

menyamping dari ikatan antara dua kelompok himpunan yang tak bersaudara

(Geertz, 1983), pernikahan dalam masyarakat Jawa juga diposisikan sebagai

peristiwa yang sakral (Herusatoto, 2009). Sakralnya pernikahan yang diakui

masyarakat Jawa, diharapkan kedua mempelai dapat menjalaninya cukup

sekali seumur hidup. Dalam upacara pernikahan Jawa, ijab kabul merupakan

bagian terpenting dalam agama Islam yang dianut oleh sebagian besar

masyarakat Jawa (Koentjaraningrat, 1985). Ijab kabul yang dilakukan kedua

mempelai membuat pernikahan dianggap sah secara agama.

Setelah adanya peristiwa pernikahan, maka terbentuklah keluarga yang

disebut keluarga batih. Keluarga batih dalam masyarakat Jawa merupakan

suatu kelompok sosial yang berdiri sendiri, serta memegang peranan dalam

proses sosialisasi anak-anak yang menjadi anggotanya (Koentjaraningrat,

2007). Dalam keluarga batih yang terdiri dari ayah, ibu dan anak, terdapat

peranan wanita sebagai isteri dan ibu bagi anak-anaknya. Seorang isteri mempunyai fungsi dan peranan mengatur dan mengelola rumah tangga dan

dalam pendidikan (Taryati dkk., 1994/1995). Hal tersebut sesuai dengan

gambaran ideal seorang wanita Jawa yang memiliki sikap sangat identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata halus, tenang, diem/ kalem, tidak

suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga,

mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi/

terkontrol, daya tahan untuk menderita tinggi, memegang peranan secara

ekonomi dan setia/ loyalitas tinggi (Handayani & Novianto, 2004).

Terjadinya perubahan sistem pendidikan pada zaman penjajahan

sampai kemerdekaan menjadi salah satu bagian dari adanya perubahan pola

pikir yang terjadi pada masyarakat di era penjajahan dan kemerdekaan.

Dampak dari perubahan sistem pendidikan yang semakin meningkat,

mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam hal pendidikan. Orangtua pada

awalnya memandang bahwa anak-anaknya merupakan modal dalam usaha

kegiatan tani dan tidak melihat manfaat pendidikan untuk anak-anaknya.

Namun, setelah revolusi terjadi perubahan sikap orangtua, yaitu

menyekolahkan anak-anak mereka sampai jenjang pendidikan yang tinggi,

sehingga mereka dapat mempersiapkan masa depan yang lebih baik di dunia

kerja (Soemardjan, 2009). Kesamaan dari adanya perubahan pola pikir

orangtua tersebut adalah anak-anak tetap dipandang sebagai modal ekonomis.

Hal tersebut berkaitan dengan pandangan saat ini mengenai pemilihan calon

pasangan, dimana kualifikasi pendidikan dari calon pasangan menjadi sesuatu yang dianggap penting oleh orangtuanya. Maka, kebanyakan anak-anak saat

 

ini sangat berantusias untuk melanjutkan sekolahnya sampai jenjang

pendidikan tinggi dibandingkan menikah di usia dini.

Geertz (1983) menggambarkan, pada zaman dahulu usia ideal

anak-anak putri untuk menikah terlihat lebih mendapat tekanan dibandingkan anak-anak

laki-laki yang lebih mendapat kebebasan dari kedua orangtuanya. Meskipun

demikian, pada masa kini telah terjadi peningkatan usia anak-anak wanita

untuk menikah berdasarkan hasil penelitian Jacoby dan Bernard (dalam

Suryani, 2007). Berdasarkan pemaparan mengenai pernikahan di masyarakat

Jawa sampai peningkatan pendidikan sebagai salah satu penyebab terjadinya

perubahan pola pikir masyarakat yang berkaitan dengan pernikahan bagi

anak-anak mereka, maka penelitian ini merumuskan satu permasalahan yang

penting dan menarik untuk dibahas, yaitu perubahan apa saja yang terjadi pada

pernikahan Jawa yang dijalani oleh wanita seiring dengan adanya peningkatan

usia untuk menikah dan perubahan pola pikir masyarakat di tahun 1960-an

dan 2000-an?

E. Kerangka Penelitian

Berdasarkan alur pemikiran tersebut, maka disusunlah pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tentang usia ideal menikah, inisiatif menikah, makna

pernikahan, dan relasi suami isteri dalam pernikahan Jawa yang dijalani oleh wanita Jawa di tahun 1960-an dan tahun 2000-an?

2. Persamaan apa saja yang terjadi dalam gambaran tentang usia ideal

menikah, inisiatif menikah, makna pernikahan, dan relasi suami isteri dalam pernikahan Jawa yang dijalani oleh wanita Jawa di tahun1960-an

dan 2000-an?

3. Perubahan apa saja yang terjadi dalam gambaran tentang usia ideal

menikah, inisiatif menikah, makna pernikahan, dan relasi suami isteri

dalam pernikahan Jawa yang dijalani oleh wanita Jawa di tahun1960-an

 

Dokumen terkait