• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Dampak Pertambangan dan Ekosistem

Dampak diartikan sebagai adanya suatu benturan antara dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan dengan kepentingan usaha melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Dampak yang diartikan dari benturan antara dua kepentingan itupun masih kurang tepat karena tercermin dari benturan tersebut hanyalah kegiatan yang menimbulkan dampak negatif. Pengertian ini juga banyak ditentang oleh para pemilik atau pengusul proyek, karena dalam perkembangannya yang dianalisis bukan hanya dampak negatif melainkan juga dampak positif dan dengan bobot analisis yang sama. Apabila didefinisikan lebih

lanjut, dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem

akibat adanya aktivitas manusia. Di sini tidak disebut karena adanya suatu proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan banyak kegiatan manusia yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada, tetapi dampaknya besar terhadap lingkungan (Kristanto, 2004).

Menurut Muhammad (2000) kegiatan pertambangan memberikan dampak positif, karena dapat memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang, meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang, meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang, meningkatkan SDM masyarakat lingkar tambang dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Sedangkan menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) kegiatan pertambangan berdampak negatif bagi suatu ekosistem, karena dapat menghilangkan vegetasi darat, keanekaragaman hayati dari hutan yang dikonversi,

peninggalan budaya dan situs arkeologi, perubahan pola drainase dan terciptanya lubang-lubang besar. Kegiatan pertambangan juga berdampak negatif terhadap penurunan produktivitas tanah, penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas air (Radyanprasetyo, 2007). Dampak negatif juga dapat berupa peningkatan kebisingan akibat pengangkutan dan peledakan, terjadinya erosi dan sedimentasi, perubahan iklim mikro, terganggunya keamanan, kesehatan, keselamatan kerja dan keresahan serta kecemburuan sosial dari masyarakat sekitar pertambangan akibat pembebasan lahan. Selanjutnya pengupasan lapisan atas tanah akan berdampak terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya tanah longsor sebagai akibat hilangnya vegetasi penutup tanah (Anonim, 1999). Setiap dampak terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari aktivitas pertambangan, menurut Noor (2005) terjadi dari tiga tahap kegiatan pertambangan

1. Tahap eksplorasi. Dampak yang ditimbulkan pada tahap ini adalah pembukaan

lahan-lahan yang tertutup tanaman, seperti di hutan lindung, hutan suakamargasatwa dan hutan nasional. Masuknya kegiatan survey dan masuknya alat-alat berat, akan menyebabkan terganggunya ekosistem daerah tersebut. Bekas-bekas lubang pengeboran, pengupasan lapisan tanah oleh alat berat dan aktivitas pekerja bawah tanah yang ditinggalkan setelah penyelidikan eksplorasi selesai akan mengakibatkan degradasi lingkungan.

2. Tahap eksploitasi/penambangan. Dampak yang ditimbulkan pada tahap

eksploitasi adalah ketika alat-alat berat masuk ke lokasi penambangan serta sejumlah besar material (limbah material padat), baik yang berasal dari batuan maupun pengupasan lapisan tanah untuk mendapatkan mineral yang diinginkan, dimana limbah-limbah material ini harus dipindahkan ke lokasi- lokasi di luar lokasi tambang, dan biasanya terjadi pembuangan pada tempat yang tidak semestinya sehingga mencemari lingkungan.

3. Tahap pemrosesan mineral. Dalam pemrosesan bahan mineral kegiatan terdiri

dari, pencucian untuk memisahkan lempung dan pasir, proses penggerusan, penggilingan dan pemisahan material-material yang tidak ekonomis (limbah padat) kebanyakan limbah padat yang dihasilkan lebih besar dari material yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga dampak lingkungan yang sering dijumpai pada tahap ini adalah mereka sering membuang limbah padat ke dalam sungai

sehingga mencemari air, dampak lain yang timbul seperti degradasi lingkungan akibat suara dan getaran dari peledakan dinamit, debu dari lalu lintas jalan dan

masalah yang cukup serius adalah bekas-bekas saluran pembuangan (drainase)

yang ditinggalkan di wilayah pertambangan dimana air yang bersifat sangat asam dan mengandung unsur besi, serta air yang berasal dari pertambangan seringkali mengandung tembaga (Cu) atau seng (Zn), dan apabila air tersebut masuk ke dalam sungai, maka tidak baik bagi kehidupan ikan dan lingkungan.

Proses dalam menghasilkan produk bijih besi mempunyai kontribusi sangat besar terhadap lingkungan. Disatu sisi menutup pertambangan yang menghasilkan mineral yang dibutuhkan oleh manusia suatu hal yang tidak bijaksana. Disisi lain akibat pertumbuhan industri pertambangan harus disikapi dengan cara mencegah agar dampak negatif yang timbul dapat diminimalkan, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia tidak harus menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Noor, 2005).

Lingkungan merupakan suatu kesatuan ruang yang terdiri dari komponen fisik (abiotik) seperti air, tanah, batuan dan iklim serta komponen biotik seperti tumbuhan, hewan dan jasat renik, komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya (Indrawan, 2002). Perubahan pada salah satu unsur akan memberikan pengaruh pada unsur yang lain. Jadi lingkungan hidup itu merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem itulah yang dinamakan dengan unsur atau barang-barang lingkungan hidup.

Hubungan antara manusia dengan lingkungannya berlangsung karena manusia membutuhkan bantuan lingkungan untuk hidupnya seperti air untuk minum, makanan, pakaian, rumah, bahkan oksigen untuk bernafas yang kesemua bahan-bahan tersebut didapat dari alam. Seperti halnya sumberdaya hutan, sebagai sebuah ekosistem yang mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama ekosistem hutan adalah fungsi ekonomis, ekologis dan sosial budaya. Fungsi ekonomi sumberdaya hutan adalah sebagai sumber makanan, bahan bangunan, tempat tinggal, bahan perdagangan dan manfaat lainnya (Nugroho, 2002). Fungsi ekologis antara lain sebagai

melindungi dari gas-gas akibat adanya efek rumah kaca, menjaga keseimbangan sumberdaya air sepanjang musim, dan juga pencipta iklim mikro yang sesuai untuk berbagai kehidupan hayati (Indrawan, 2002).

Fungsi sosial ekosistem hutan berupa manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang ada di hutan tetapi juga masyarakat di luar kawasan hutan. Ekosistem hutan juga berperan membentuk aneka ragam budaya masyarakat akibat interaksi manusia dengan alam yang memungkinkan munculnya teknologi tepat guna setempat, bahasa, jenis pangan, dan seni. Oleh karena itu kondisi ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses kehidupan manusia di sekitarnya (CEPF, 2001).

Dokumen terkait