• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD)"

Copied!
222
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT

STUDI KASUS PERTAMBANGAN BIJIH BESI

PT JUYA ACEH MINING DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

PROPINSI NAD

Erlan Aan Suriansyah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(3)

Environmental Functions and Community’s Income.A Case Study from PT Juya Aceh Mining at Aceh Barat Daya Regency Province of NAD. Under supervision of Syaiful Anwar and Sri Mulatsih

Mining activities basically is a process of transferring natural resources into the real economy capital for the country economic development and social capital building. In that process, it is necessary to observe the interaction among social, economic, and environment factors, since the mining activities have positive and negative impacts. Economic valuation of the impacts are important thing in order to calculate the environment as economic assets. In this study, Total Economic Valuation (TEV) are covered of all valuable goods that were lost from the environmental because of ore mining by PT Juya Aceh Mining. Meanwhile, calculation of community income changes and community’s perception were analyzed with triangulation technique. Results of this study showed that environmental economic goods that lost from the conversion of forest and community plantations become mining areas, which was calculated as direct environmental benefit and indirect environmental benefit was Rp69,002,802,610. Community’s income after the mining had decreased from Rp1,253,571 to Rp1,193,565/household/month. Whilst, community’s perception toward the existence of the mining in their area showed that 56.1% of community were agree, and 35.2% of community were not agree.

Keywords: Environmental economic functions.

(4)

sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, karena kegiatan pertambangan berdampak positif dan negatif terhadap faktor tersebut, sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin.

Salah satu cara untuk menghitung biaya akibat kegiatan pertambangan adalah dengan menilai hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan serta perubahan pendapatan dan persepsi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Dengan demikian valuasi ekonomi merupakan pilihan penting untuk menilai dampak tersebut agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan perhitungan Nilai Ekonomi Total (NET) atas barang-barang lingkungan yang hilang dari dampak pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining.

Pendekatan penghitungan dilakukan berdasarkan keadaan lapang yaitu analisis manfaat ekonomi berupa manfaat langsung (direct use values), manfaat tidak langsung (indirect use values), nilai pilihan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence values). Berdasarkan penghitungan tersebut menunjukkan nilai ekonomi lingkungan yang hilang adalah sebesar Rp69.002.802.610/100 ha. Nilai fungsi ekonomi lingkungan yang hilang didominansi oleh hilangnya lahan perkebunan yaitu sebesar Rp50.089.879.167 selama masa izin pertambangan (15 tahun) yang hanya dalam areal seluas 44 ha. Adapun hutan dengan luas 56 ha hanya mengalami kehilangan nilai sebesar Rp18.892.826.443.

Kehilangan nilai lingkungan merupakan implikasi dari kebijakan pemerintah atas pertambangan yang telah mengubah manfaat sumberdaya bersifat

common pool goods yaitu sumberdaya yang dikuasai bersama yang mampu menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata, menjadi sumberdaya alam bersifat private goods yaitu sumberdaya apabila dimanfaatkan oleh individu-individu secara sendiri akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain. Dengan berubahnya pemanfaatan sumberdaya alam tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, hal ini terbukti sebelum adanya pertambangan pendapatan rata-rata masyarakat Rp1.253.571/KK/bulan setelah adanya pertambangan menjadi Rp1.193.565/KK/bulan, penurunan pendapatan masyarakat dikarenakan oleh hilangnya lahan perkebunan dan pertanian serta akses pemanfaatan hutan.

(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

MASYARAKAT

Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining

Di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD

ERLAN AAN SURIANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama : Erlan Aan Suriansyah NRP : P052070121

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(8)

segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul: Dampak Pertambangan terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor berhasil diselesaikan

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dari awal perencanaan hingga selesainya tesis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan pada Bapak Dr Wonny Ahmad Ridwan, SE. MM (Penguji luar komisi pembimbing) yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono. H Sutjahjo sebagai Ketua Program Studi, dan Rekan-rekan angkatan 2007 PSL yang telah banyak memberikan motivasi saran dan kerja samanya selama masa pendidikan.

Ucapan terimakasih penulis yang teristimewa buat Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah tercinta yang telah melahirkan membesarkan dan memperkenalkan penulis pada pendidikan, serta keluarga tersayang kanda Etiska Aliansyah Putra S.Hut. Kakak Risma Zuarnita, S.Ag. yang telah memberikan dorongan, nasehat dan semangat. adinda Riska Murlia tersayang, Cut abang T. Murdani S.Ag, Kak Sundari, serta keponakan Ku: Delfi Febriatiska, Cut S Rumi, Humairah Altiska dan si Jagoan T. Sultan S. Rumi dan Silva.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

Erlan Aan Suriansyah

(9)

Penulis dilahirkan di Desa Uteun Pulo Kabupaten Aceh Barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 17 Januari 1982. Sebagai anak

ke tiga dari empat bersaudara dari Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1994. Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1997. dan Sekolah Menengah Umum SMU Negeri 1 Darul Makmur pada tahun 2000 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi salah seorang mahasiswa pada Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2005.

(10)

i Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Kerangka Pemikiran ... 2

1.3Perumusan Masalah ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 6

1.5Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Usaha Pertambangan ... 7

2.2Dampak Pertambangan dan Ekosistem ... 8

2.3Peran Ekonomi terhadap Lingkungan ... 11

2.4Pendekatan Valuasi Ekonomi ... 12

2.5Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat ... 16

2.6Persepsi Masyarakat ... 17

2.7Ekologi dan Kesehatan ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Ruang Lingkup Penelitian ... 21

3.3Rancangan Penelitian ... 21

3.4Penentuan Sampel ... 22

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.6 Pengumpulan Data ... 23

3.7 Analisis Data ... 24

3.7.1 Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan ... 24

3.7.2 Analisis Pendapatan Rumah Tangga ... 25

3.7.3 Analisis Persepsi Masyarakat ... 25

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum dan Luas Daerah Penelitian ... 26

4.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan ... 27

4.3 Kondisi Flora dan Fauna ... 28

4.4 Kondisi Alam Topografi dan Hidrologi ... 29

4.5 Ketergantungan Masyarakat terhadap Air Bersih ... 32

(11)

MASYARAKAT

STUDI KASUS PERTAMBANGAN BIJIH BESI

PT JUYA ACEH MINING DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

PROPINSI NAD

Erlan Aan Suriansyah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Pertambangan Terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(13)

Environmental Functions and Community’s Income.A Case Study from PT Juya Aceh Mining at Aceh Barat Daya Regency Province of NAD. Under supervision of Syaiful Anwar and Sri Mulatsih

Mining activities basically is a process of transferring natural resources into the real economy capital for the country economic development and social capital building. In that process, it is necessary to observe the interaction among social, economic, and environment factors, since the mining activities have positive and negative impacts. Economic valuation of the impacts are important thing in order to calculate the environment as economic assets. In this study, Total Economic Valuation (TEV) are covered of all valuable goods that were lost from the environmental because of ore mining by PT Juya Aceh Mining. Meanwhile, calculation of community income changes and community’s perception were analyzed with triangulation technique. Results of this study showed that environmental economic goods that lost from the conversion of forest and community plantations become mining areas, which was calculated as direct environmental benefit and indirect environmental benefit was Rp69,002,802,610. Community’s income after the mining had decreased from Rp1,253,571 to Rp1,193,565/household/month. Whilst, community’s perception toward the existence of the mining in their area showed that 56.1% of community were agree, and 35.2% of community were not agree.

Keywords: Environmental economic functions.

(14)

sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya menjadi modal sosial. Dalam proses pengalihan tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi dan lingkungan hidup, karena kegiatan pertambangan berdampak positif dan negatif terhadap faktor tersebut, sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin.

Salah satu cara untuk menghitung biaya akibat kegiatan pertambangan adalah dengan menilai hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang dikonversi ke pertambangan serta perubahan pendapatan dan persepsi masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Dengan demikian valuasi ekonomi merupakan pilihan penting untuk menilai dampak tersebut agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan perhitungan Nilai Ekonomi Total (NET) atas barang-barang lingkungan yang hilang dari dampak pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining.

Pendekatan penghitungan dilakukan berdasarkan keadaan lapang yaitu analisis manfaat ekonomi berupa manfaat langsung (direct use values), manfaat tidak langsung (indirect use values), nilai pilihan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence values). Berdasarkan penghitungan tersebut menunjukkan nilai ekonomi lingkungan yang hilang adalah sebesar Rp69.002.802.610/100 ha. Nilai fungsi ekonomi lingkungan yang hilang didominansi oleh hilangnya lahan perkebunan yaitu sebesar Rp50.089.879.167 selama masa izin pertambangan (15 tahun) yang hanya dalam areal seluas 44 ha. Adapun hutan dengan luas 56 ha hanya mengalami kehilangan nilai sebesar Rp18.892.826.443.

Kehilangan nilai lingkungan merupakan implikasi dari kebijakan pemerintah atas pertambangan yang telah mengubah manfaat sumberdaya bersifat

common pool goods yaitu sumberdaya yang dikuasai bersama yang mampu menghasilkan tambahan pendapatan yang cukup nyata, menjadi sumberdaya alam bersifat private goods yaitu sumberdaya apabila dimanfaatkan oleh individu-individu secara sendiri akan mengurangi jumlah yang tersedia bagi orang lain. Dengan berubahnya pemanfaatan sumberdaya alam tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, hal ini terbukti sebelum adanya pertambangan pendapatan rata-rata masyarakat Rp1.253.571/KK/bulan setelah adanya pertambangan menjadi Rp1.193.565/KK/bulan, penurunan pendapatan masyarakat dikarenakan oleh hilangnya lahan perkebunan dan pertanian serta akses pemanfaatan hutan.

(15)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(16)

MASYARAKAT

Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining

Di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD

ERLAN AAN SURIANSYAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Nama : Erlan Aan Suriansyah NRP : P052070121

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(18)

segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul: Dampak Pertambangan terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan dan Pendapatan Masyarakat (Studi Kasus Pertambangan Bijih Besi PT Juya Aceh Mining di Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor berhasil diselesaikan

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan dari awal perencanaan hingga selesainya tesis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan pada Bapak Dr Wonny Ahmad Ridwan, SE. MM (Penguji luar komisi pembimbing) yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan tesis ini, serta kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono. H Sutjahjo sebagai Ketua Program Studi, dan Rekan-rekan angkatan 2007 PSL yang telah banyak memberikan motivasi saran dan kerja samanya selama masa pendidikan.

Ucapan terimakasih penulis yang teristimewa buat Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah tercinta yang telah melahirkan membesarkan dan memperkenalkan penulis pada pendidikan, serta keluarga tersayang kanda Etiska Aliansyah Putra S.Hut. Kakak Risma Zuarnita, S.Ag. yang telah memberikan dorongan, nasehat dan semangat. adinda Riska Murlia tersayang, Cut abang T. Murdani S.Ag, Kak Sundari, serta keponakan Ku: Delfi Febriatiska, Cut S Rumi, Humairah Altiska dan si Jagoan T. Sultan S. Rumi dan Silva.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

Erlan Aan Suriansyah

(19)

Penulis dilahirkan di Desa Uteun Pulo Kabupaten Aceh Barat, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 17 Januari 1982. Sebagai anak

ke tiga dari empat bersaudara dari Ayahanda H. Ali Akbar dan Ibunda Hj. Nursalmiah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar SD Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1994. Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 1 Alue Bilie pada tahun 1997. dan Sekolah Menengah Umum SMU Negeri 1 Darul Makmur pada tahun 2000 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi salah seorang mahasiswa pada Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2005.

(20)

i Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Kerangka Pemikiran ... 2

1.3Perumusan Masalah ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 6

1.5Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Usaha Pertambangan ... 7

2.2Dampak Pertambangan dan Ekosistem ... 8

2.3Peran Ekonomi terhadap Lingkungan ... 11

2.4Pendekatan Valuasi Ekonomi ... 12

2.5Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat ... 16

2.6Persepsi Masyarakat ... 17

2.7Ekologi dan Kesehatan ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Ruang Lingkup Penelitian ... 21

3.3Rancangan Penelitian ... 21

3.4Penentuan Sampel ... 22

3.5 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.6 Pengumpulan Data ... 23

3.7 Analisis Data ... 24

3.7.1 Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan ... 24

3.7.2 Analisis Pendapatan Rumah Tangga ... 25

3.7.3 Analisis Persepsi Masyarakat ... 25

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum dan Luas Daerah Penelitian ... 26

4.2 Kondisi Iklim dan Curah Hujan ... 27

4.3 Kondisi Flora dan Fauna ... 28

4.4 Kondisi Alam Topografi dan Hidrologi ... 29

4.5 Ketergantungan Masyarakat terhadap Air Bersih ... 32

(21)

ii

5.1 Dampak terhadap Fungsi Ekonomi Lingkungan ... 35

5.1.1 Manfaat Langsung ... 35

5.1.2 Manfaat Tidak Langsung ... 39

5.1.3 Nilai Pilihan ... 41

5.1.4 Nilai Keberadaan ... 42

5.2 Dampak terhadap Pendapatan Rumah Tangga ... 43

5.2.1 Perubahan Pendapatan ... 43

5.2.2 Persepsi Masyarakat ... 45

5.3 Implikasi Kebijakan ... 49

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 52

6.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(22)

iv

Nomor Halaman

(23)

v Nomor Halaman

(24)

vi

Nomor Halaman

1. Penghitungan jumlah dan produksi tanaman ... 60 2. Data transek jenis dan jumlah kayu pada areal pertambangan ... 61 3. Rekapitulasi jumlah kayu dalam m3 pada areal ekploitasi PT Juya. ... 71 4. Penghitungan manfaat tidak langsung hutan pada areal pertambangan ... 72 5. Metode penghitungan tingkat simpanan air.. ... 73 6. Tingkat kesediaan membayar masyarakat terhadap SD hutan ... 74 7. Pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya pertambangan ... 76 8. Persepsi masyarakat terhadap pertambangan PT Juya Aceh Mining ... 79 9. Data demografi Kecamatan Babah Rot Kab Aceh Barat Daya... 81 10.Hasil penghitungan korelasi antara persepsi dan tingkat pendidikan ... 82 11.Kuisioner penelitian ... 83

(25)

i

Keanekaragaman Hayati : Keanekaragaman mahluk hidup dan hal-hal yang

berhubungan dengan ekologinya, dimana mahluk hidup

itu terdapat, dan mencakup keanekaragaman genetik,

spesies dan ekosisitem.

HPH

: Hak Penguasaan Hutan. Izin yang dikeluarkan untuk

kegiatan pengelolaan dengan sistem tebang pilih tanam

Indonesis.

NET

: Nilai Ekonomi Total. Metode yang digunakan untuk

menilai sumberdaya alam.

Sumberdaya

: Unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya

manusia, sumberdaya alam hayati, non hayati dan

sumberdaya buatan.

Vegetasi :

Tumbuh-tumbuhan

pada suatu area yang terkait sebagai

suatu komunitas tetapi tidak secara taksonomi. Atau

jumlah tumbuhan yang meliputi wilayah tertentu atau di

atas bumi secara menyeluruh.

AMDAL :

Analisis

mengenai

dampak lingkungan. Hasil studi yang

menyajikan dampak penting suatu asaha atau kegiatan

yang direncanakan terhadap lingkungan, sebagai dasar

dalam proses pengambil kebijakan.

Degradasi Lingkungan

: Perubahan terhadap sifat fisik dan hayati lingkungan,

yang mengakibatkan lingkungan tersebut kurang atau

tidak berfungsi lagi dalam menunjang kehidupan yang

berkesinambungan.

Ekonomi Lingkungan

: Proses kuantifikasi dan pemberian nilai (evaluasi)

ekonomi terhadap dampak lingkungan dalam bentuk

moneter setelah dilakukan identifikasi.

Manfaat langsung

: Nilai guna atas sumberdaya alam yang dapat dirasakan

langsung dari konsumsi atau produksi.

Manfaat tidak langsung

:

Merupakan nilai guna fungsi pendukung terhadap

manfaat langsung dari sumberdaya alam yang berkaitan.

Nilai pilihan

: Nilai dari barang publik yang sebagai manfaat potensial

yang dapat diambil untuk masa yang akan datang.

Nilai keberadaan

: Nilai kepedulian akan keberadaan atas suatu opjek

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kegiatan pertambangan pada dasarnya merupakan proses pengalihan

sumberdaya alam menjadi modal nyata ekonomi bagi negara dan selanjutnya

menjadi modal sosial, yang diharapkan mampu meningkatkan nilai kualitas insan

bangsa untuk menghadapi hari depannya secara mandiri. Dalam proses pengalihan

tersebut perlu memperhatikan interaksi antara faktor sosial, ekonomi, dan

lingkungan hidup sehingga dampak yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin

(Soelistijo, 2005).

Dampak dari kegiatan pertambangan menurut Muhammad (2000) dapat

bersifat positif bagi daerah pengusaha pertambangan. Sedangkan Kusnoto dan

Kusumodirdjo (1995) mengatakan bahwa kegiatan pertambangan bersifat negatif

terhadap ekosistem daerah setempat. Munculnya dampak positif maupun negatif

dari usaha pertambangan, terjadi pada tahap eksplorasi, eksploitasi dan tahap

pemrosesan serta penjualan hasil tambang (Noor, 2005).

Kontribusi pengusahaan pertambangan terhadap pembangunan secara

nasional melalui penerimaan negara sangat besar, namun terhadap pembangunan

daerah dan masyarakat di sekitar kegiatan pertambangan baik melalui program

community development maupun program pembangunan lainnya belum

merupakan jaminan kesejahteraan sosial-ekonomi (Saleng, 2004). Pengusahaan

pertambangan yang lokasinya relatif terpencil atau daerah yang baru dibuka,

masyarakat pendatang jauh lebih maju dan sejahtera serta mampu/memiliki

semangat bersaing (competition spirit) yang tinggi dibandingkan masyarakat asli

setempat. Contoh kasus masyarakat Kamoro dan Amungme di sekitar Freeport

Indonesia, masyarakat Kutai di sekitar PT Kaltim Prima Coal, dan masyarakat

Luwu di sekitar INCO.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa pertambangan selalu

menimbulkan dampak positif dan negatif atau biaya dan manfaat sebagai akibat

dari kegiatan atau kebijakan pertambangan, oleh karena itu diperlukan suatu

penilaian terhadap hilangnya barang ekonomi lingkungan dari ekosistem yang

(27)

akan sulit untuk menyatakan bahwa kegiatan pertambangan itu berdampak negatif

atau positif dibandingkan dengan fungsi ekonomi lingkungan yang hilang

(Suparmoko, 2008). Manfaat dari pemberian nilai ekonomi lingkungan antara

lain: (1) dapat menyajikan potret yang lebih lengkap tentang nilai proyek

pertambangan serta manfaat dan kerugian lingkungan (2) mendorong

pertimbangan konsekwensi lingkungan pertambangan secara lebih cermat dan

sistematis (3) dapat digunakan sebagai dasar yang jelas dan beralasan dalam

menerima atau menolak pertambangan (4) dapat mengeliminasi investasi

proyek-proyek yang cenderung mengeksploitasi dan atau merusak sumberdaya alam

(Irham, 1999).

Selain memberikan dampak positif, kegiatan pertambangan juga dapat

berdampak negatif karena mengakibatkan hilangnya fungsi ekonomi lingkungan.

Upaya untuk menghitung atau mengkuantifikasi hilangnya fungsi ekonomi

lingkungan telah dikembangkan oleh beberapa ahli seperti Tietenberg (1992) dan

Constanza (1997) dalam mengevaluasi ekonomi lingkungan. Pentingnya valuasi

dilakukan agar aspek lingkungan diperhitungkan sebagai aset ekonomi sehingga

segala bentuk analisa dampak lingkungan yang juga merupakan bagian dari

kelayakan suatu proyek dapat dilihat untung ruginya dari segi lingkungan hidup.

Adanya dampak kegiatan pertambangan terhadap hilangnya fungsi-fungsi

ekonomi lingkungan, peneliti merasa adanya hal yang penting untuk melakukan

penelitian pada pertambangan bijih besi yang dilaksanakan oleh PT Juya Aceh

Mining, yang berada di Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat Kecamatan Babah

Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

1.2.Kerangka Pemikiran

Kata ekologi dan ekonomi berasal dari akar kata yang sama yakni oikos,

yang berarti “rumah tangga”, namun dalam perkembangannya kedua bidang ilmu

ekonomi (yang roh-nya developmentalis) dan ilmu ekologi (yang roh-nya

environmentalis) jarang berpandangan sama, bahkan sering saling bertolak

belakang dalam mendefinisikan bagaimana memperlakukan alam (Saragih dan

(28)

Menurut pandangan Developmentalis alam harus dimanfaatkan dan

didayagunakan untuk mengatasi kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan

manusia. Sumberdaya alam seperti lahan, hutan, perairan, keanekaragaman hayati

harus didayagunakan untuk menghasilkan barang ekonomi. Sebaliknya menurut

pandangan environmentalis, sumberdaya alam tersebut tidak boleh dieksplotasi

karena akan merubah ekosistem secara keseluruhan. Umumnya pandangan

environmentalis beralasan karena alam akan cukup memenuhi kebutuhan hidup

manusia tetapi tidak akan cukup memenuhi kerakusan manusia. Kemiskinan

terjadi bukanlah karena sumberdaya alam tidak dimanfaatkan, melainkan akibat

dari eksploitasi sumberdaya alam (Saragih dan Tungkot, 2001).

Kegiatan pertambangan merupakan salah satu pemanfaatan sumberdaya

alam yang pada umumnya berupa peningkatan produksi bahan tambang. Dalam

pelaksanaannya kegiatan pertambangan memberi dampak terhadap ekosistem,

dampak tersebut dapat besifat positif maupun negatif. Dampak positif seperti

terciptanya lapangan kerja, meningkatnya pendapatan baik untuk perusahaan,

pemerintah maupun para pekerja.

Dampak negatif kegiatan pertambangan adalah rusaknya bentang alam,

hilangnya vegetasi, timbulnya erosi, banjir, sedimentasi, polusi kebisingan

demikian pula sering terjadi limbah pertambangan (tailing) yang mempengaruhi

kualitas sumberdaya air. Bagi masyarakat dampak negatif dapat berupa

tertutupnya ruang partisipasi, terabaikannya hak-hak masyarakat lokal, perubahan

pola kepemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam,

aksesibilitas dan perubahan tingkat pendapatan keluarga (Djajadiningrat, 2001).

Para pengambil kebijakan umumnya membuat alokasi sumberdaya mineral

berdasarkan pada keuntungan ekonomi yang akan didapat dari hasil

pertambangan, sementara penghitungan terhadap barang dan jasa lingkungan baik

yang dapat dihitung maupun yang tidak dapat dihitung belum mendapat perhatian.

Oleh karena itu, pengambil kebijakan atau pengelola pertambangan perlu diberi

alasan yang kuat tentang valuasi sumberdaya pertambangan yang dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta sebagai modal pembangunan daerah

yang dalam pemanfaatanya penilaian terhadap barang-barang dan jasa lingkungan

(29)

Lingkungan hidup merupakan suatu ekosistem yang utuh. Informasi tentang

nilai secara objektif dan kuantitatif sangat diperlukan. Dengan diketahuinya nilai

ekonomi dari barang-barang lingkungan yang hilang akibat pertambangan akan

lebih mudah bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan, bagi pihak

perusahaan akan lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan dan bagi

masyarakat akan lebih mudah menilai dan melakukan pengawasan.

Keuntungan ekonomi dari kebijaksanan pemanfaatan lingkungan, baik

upaya pelestarian maupun pengendalian masalah lingkungan adalah nilai uang

dari peningkatan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia yang

dihasilkan oleh kebijaksanaan atau dapat dihindarkan biaya yang besar dalam

menangani kerusakan lingkungan. Biaya untuk memperbaiki lingkungan bisa

juga disebut sebagai keuntungan yang hilang.

Dari berbagai dampak yang muncul akibat adanya pertambangan bijih besi,

maka perlu adanya suatu evaluasi atas pemanfaatan SDA dengan menghitung

dampak terhadap hilangnya fungsi ekonomi lingkungan, pendapatan dan persepsi

masyarakat akibat sebuah kebijakan, sehingga diketahui nilai lingkungan yang

hilang, tercapainya pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi kapital masyarakat dan

terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dari kegiatan pertambangan bijih

besi PT Juya Aceh Mining (Gambar 1).

1.3. Perumusan Masalah

Kehadiran pertambangan bijih besi di Aceh Barat Daya menyebabkan

terjadinya kehilangan ekositem yang benilai ekonomi yang berdampak kepada

masyarakat. Agar pertambangan PT Juya Aceh Mining dalam pelaksanaannya

dapat lebih berwawasan lingkungan maka perlu kiranya melakukan evaluasi

terhadap barang ekonomi lingkungan yang hilang serta pendapatan masyarakat

yang berdomisili di sekitar pertambangan, sehubungan dengan persoalan tersebut

maka rumusan permasalahan dapat dibatasi dan difokuskan dalam konteks sebagai

berikut:

1. Seberapa besar hilangnya fungsi ekonomi lingkungan dari konversi lahan

(30)

SDA Developmentalis DAMPAK Pertambangan Bijih Besi Environmentalis

[image:30.612.130.503.177.634.2]

Tercapainya pembangunan berkelanjutan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

DAMPAK (-) DAMPAK (+)

2. Seberapa besar dampak perubahan pendapatan rumah tangga masyarakat

dengan adanya kegiatan pertambangan PT Juya Aceh Mining?

3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan yang

dilakukan oleh PT Juya Aceh Mining di daerahnya?

Keterangan: = Batasan penelitian = Aliran.

Sosial -Tertutupnya ruang pertisipasi masyarakat -Mengabaikan hak-hak masyarakat

Kajian analisis dampak pertambangan terhadap hilangnya fungsi ekonomi lingkungan, pendapatan serta persepsi

masyarakat

- Terdeteksinya nilai lingkungan yang hilang dari kegiatan pertambangan

- Tecapainya pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi kapital masyarakat.

- Terakomodir persepsi dan peran serta masyarakat

Ekonomi -Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat -Serapan tenaga kerja lokal Ekologi Hilangnya barang lingkungan (ekosistem) Peningkatan -PAD -Tenaga keja -SDM -Usaha mikro

(31)

1.4.Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran

yang komprehensif tentang dampak ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat dari

pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining khususnya bagi masyarakat lokal

di Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya. Sedangkan secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari dan menghitung kehilangan fungsi ekonomi lingkungan

langsung dan tidak langsung akibat dari kegiatan pertambangan PT Juya

Aceh Mining

2. Menghitung dampak terhadap pendapatan rumah tangga masyarakat

sebelum dan sesudah adanya kegiatan pertambangan

3. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan pertambangan yang

dilaksanakan oleh PT Juya Aceh Mining

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah Propinsi

NAD dan Kabupaten Aceh Barat Daya serta pihak pertambangan tentang

keuntungan dan potensi munculnya permasalahan lingkungan dan sosial akibat

dari proyek PT Juya Aceh Mining. Bagi masyarakat lokal, dapat dijadikan

landasan dalam menentukan dan menerima kebijakan yang lebih menguntungkan

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Pertambangan

Seiring meningkatnya kebutuhan bahan mineral dunia pada umumnya dan

Indonesia pada khususnya, meningkat pula dampak terhadap lingkungan, seperti

pencemaran pada tanah, udara, air serta tergangunya ekosistem. Ketergantungan

manusia terhadap material-material yang berasal dari bumi tidak dapat dielakkan,

seperti kebutuhan akan transportasi, perumahan, peralatan listrik, komputer,

rumah tangga dan seluruh produk industri (manufaktur). Sumberdaya mineral

merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan

batuan (tanah). Berdasarkan jenisnya, sumberdaya mineral dapat dikelompokkan

menjadi mineral logam dan mineral non logam yang namun diperoleh dari hasil

pertambangan (Noor, 2005).

Kebangkitan pertambangan di Indonesia titik awalnya ketika ditandatangani

Kontrak Karya (KK) pertambangan-pertambangan luar negeri sekaligus sebagai

pemodal asing yang masuk ke Indonesia seperti PT Freeport Indonesia Inc dari

USA. Menyusul kemudian dalam kurun waktu 1968-1972, sebanyak 16

perusahaan pertambangan luar negeri seperti ALCOA, Bilton Mij, INCO,

Kennecott, dan US Steel adalah salah satu perusahaan yang menambang bijih

besi.

Besi sebagai unsur logam mempunyai kelimpahan nomor dua setelah

aluminium. Logam ini sudah dikenal jauh sebelum masehi, tetapi pemisahan

secara besar-besaran baru dilakukan mulai abad ke-17, bersamaan dengan

pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar. Bijih besi terdiri dari berbagai

macam, namun dari sekian banyak di alam, yang diusahakan dan memiliki nilai

ekonomi tidak banyak, diantaranya adalah macnetit (Fe3O4) dengan kadar besi

72,4%, hematit (Fe2O3) kadar besi 70,0%, limonit (Fe2O3.H2O) kadar besi

59-63%, dan siderit (Fe2CO3) dengan kadar besi 48,2%. Kotoran-kotoran yang

terkandung dalam bijih besi adalah silika, karbonat, fosfor, mangan terutama

dalam bijih hematit, belerang, alumina, air dan titanium (Sukandarrumidi, 2007).

Dalam prakteknya untuk masing-masing bijih besi dipakai nama lain.

(33)

merah, limonit sebagai bijih besi coklat, dan siderit dipakai nama bijih besi

lempung berlapis hitam. Dalam pemanfaatan bijih besi, penambangan dilakukan

berdasarkan jenis endapan. Bijih besi sedimen dan laterit penambangan dikerjakan

secara open pit, dengan alat-alat berat, sedangkan untuk bijih macmatit dilakukan

dengan tambang dalam. Proses pemisahan biji besi agar dapat digunakan industri

melalui proses mereduksi bijih menjadi pig iron, dan proses pembuatan besi

tuang, besi lunak atau baja (Sukandarrumidi 2007).

2.2. Dampak Pertambangan dan Ekosistem

Dampak diartikan sebagai adanya suatu benturan antara dua kepentingan

yang berbeda, yaitu kepentingan pembangunan dengan kepentingan usaha

melestarikan kualitas lingkungan yang baik. Dampak yang diartikan dari benturan

antara dua kepentingan itupun masih kurang tepat karena tercermin dari benturan

tersebut hanyalah kegiatan yang menimbulkan dampak negatif. Pengertian ini

juga banyak ditentang oleh para pemilik atau pengusul proyek, karena dalam

perkembangannya yang dianalisis bukan hanya dampak negatif melainkan juga

dampak positif dan dengan bobot analisis yang sama. Apabila didefinisikan lebih

lanjut, dampak adalah setiap perubahan yang terjadi dalam suatu ekosistem

akibat adanya aktivitas manusia. Di sini tidak disebut karena adanya suatu

proyek, karena proyek sering diartikan sebagai bangunan fisik saja, sedangkan

banyak kegiatan manusia yang bangunan fisiknya relatif kecil atau tidak ada,

tetapi dampaknya besar terhadap lingkungan (Kristanto, 2004).

Menurut Muhammad (2000) kegiatan pertambangan memberikan dampak

positif, karena dapat memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan

ekonomi nasional, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), menampung

tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang, meningkatkan ekonomi

masyarakat lingkar tambang, meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar

tambang, meningkatkan SDM masyarakat lingkar tambang dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Sedangkan menurut Kusnoto dan Kusumodirdjo (1995) kegiatan

pertambangan berdampak negatif bagi suatu ekosistem, karena dapat

(34)

peninggalan budaya dan situs arkeologi, perubahan pola drainase dan terciptanya

lubang-lubang besar. Kegiatan pertambangan juga berdampak negatif terhadap

penurunan produktivitas tanah, penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas

air (Radyanprasetyo, 2007). Dampak negatif juga dapat berupa peningkatan

kebisingan akibat pengangkutan dan peledakan, terjadinya erosi dan sedimentasi,

perubahan iklim mikro, terganggunya keamanan, kesehatan, keselamatan kerja

dan keresahan serta kecemburuan sosial dari masyarakat sekitar pertambangan

akibat pembebasan lahan. Selanjutnya pengupasan lapisan atas tanah akan

berdampak terancamnya daerah sekitarnya dari bahaya tanah longsor sebagai

akibat hilangnya vegetasi penutup tanah (Anonim, 1999). Setiap dampak terhadap

lingkungan yang terjadi akibat dari aktivitas pertambangan, menurut Noor (2005)

terjadi dari tiga tahap kegiatan pertambangan

1. Tahap eksplorasi. Dampak yang ditimbulkan pada tahap ini adalah pembukaan

lahan-lahan yang tertutup tanaman, seperti di hutan lindung, hutan

suakamargasatwa dan hutan nasional. Masuknya kegiatan survey dan

masuknya alat-alat berat, akan menyebabkan terganggunya ekosistem daerah

tersebut. Bekas-bekas lubang pengeboran, pengupasan lapisan tanah oleh alat

berat dan aktivitas pekerja bawah tanah yang ditinggalkan setelah penyelidikan

eksplorasi selesai akan mengakibatkan degradasi lingkungan.

2. Tahap eksploitasi/penambangan. Dampak yang ditimbulkan pada tahap

eksploitasi adalah ketika alat-alat berat masuk ke lokasi penambangan serta

sejumlah besar material (limbah material padat), baik yang berasal dari batuan

maupun pengupasan lapisan tanah untuk mendapatkan mineral yang

diinginkan, dimana limbah-limbah material ini harus dipindahkan ke

lokasi-lokasi di luar lokasi-lokasi tambang, dan biasanya terjadi pembuangan pada tempat

yang tidak semestinya sehingga mencemari lingkungan.

3. Tahap pemrosesan mineral. Dalam pemrosesan bahan mineral kegiatan terdiri

dari, pencucian untuk memisahkan lempung dan pasir, proses penggerusan,

penggilingan dan pemisahan material-material yang tidak ekonomis (limbah

padat) kebanyakan limbah padat yang dihasilkan lebih besar dari material yang

mempunyai nilai ekonomis, sehingga dampak lingkungan yang sering dijumpai

(35)

sehingga mencemari air, dampak lain yang timbul seperti degradasi lingkungan

akibat suara dan getaran dari peledakan dinamit, debu dari lalu lintas jalan dan

masalah yang cukup serius adalah bekas-bekas saluran pembuangan (drainase)

yang ditinggalkan di wilayah pertambangan dimana air yang bersifat sangat

asam dan mengandung unsur besi, serta air yang berasal dari pertambangan

seringkali mengandung tembaga (Cu) atau seng (Zn), dan apabila air tersebut

masuk ke dalam sungai, maka tidak baik bagi kehidupan ikan dan lingkungan.

Proses dalam menghasilkan produk bijih besi mempunyai kontribusi sangat

besar terhadap lingkungan. Disatu sisi menutup pertambangan yang menghasilkan

mineral yang dibutuhkan oleh manusia suatu hal yang tidak bijaksana. Disisi lain

akibat pertumbuhan industri pertambangan harus disikapi dengan cara mencegah

agar dampak negatif yang timbul dapat diminimalkan, karena untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia tidak harus menimbulkan dampak negatif bagi

lingkungan (Noor, 2005).

Lingkungan merupakan suatu kesatuan ruang yang terdiri dari komponen

fisik (abiotik) seperti air, tanah, batuan dan iklim serta komponen biotik seperti

tumbuhan, hewan dan jasat renik, komponen tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri,

tetapi memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya (Indrawan,

2002). Perubahan pada salah satu unsur akan memberikan pengaruh pada unsur

yang lain. Jadi lingkungan hidup itu merupakan suatu sistem yang di dalamnya

terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem itulah yang dinamakan dengan unsur

atau barang-barang lingkungan hidup.

Hubungan antara manusia dengan lingkungannya berlangsung karena

manusia membutuhkan bantuan lingkungan untuk hidupnya seperti air untuk

minum, makanan, pakaian, rumah, bahkan oksigen untuk bernafas yang kesemua

bahan-bahan tersebut didapat dari alam. Seperti halnya sumberdaya hutan, sebagai

sebuah ekosistem yang mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi

kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama ekosistem hutan adalah fungsi

ekonomis, ekologis dan sosial budaya. Fungsi ekonomi sumberdaya hutan adalah

sebagai sumber makanan, bahan bangunan, tempat tinggal, bahan perdagangan

dan manfaat lainnya (Nugroho, 2002). Fungsi ekologis antara lain sebagai

(36)

melindungi dari gas-gas akibat adanya efek rumah kaca, menjaga keseimbangan

sumberdaya air sepanjang musim, dan juga pencipta iklim mikro yang sesuai

untuk berbagai kehidupan hayati (Indrawan, 2002).

Fungsi sosial ekosistem hutan berupa manfaat yang tidak hanya dirasakan

oleh masyarakat yang ada di hutan tetapi juga masyarakat di luar kawasan hutan.

Ekosistem hutan juga berperan membentuk aneka ragam budaya masyarakat

akibat interaksi manusia dengan alam yang memungkinkan munculnya teknologi

tepat guna setempat, bahasa, jenis pangan, dan seni. Oleh karena itu kondisi

ekosistem hutan yang sehat akan memperkuat daya dukung bagi berbagai proses

kehidupan manusia di sekitarnya (CEPF, 2001).

2.3. Peran Ekonomi terhadap Lingkungan

Manusia memanfaatkan sumberdaya alam, sumberdaya kapital, sumberdaya

teknologi dan sumberdaya informasi untuk menghasilkan barang-barang dan jasa

untuk memenuhi kebutuhannya. Disamping barang dan jasa yang dihasilkan dari

pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya yang ada itu, muncul pula limbah atau sisa

buangan yang masuk ke dalam lingkungan.

Barang dan jasa yang dihasilkan dari berbagai sektor perekonomian, seperti

pertanian, pertambangan, dan energi, industri serta jasa secara totalitas dikenal

sebagai Produk Domestik Bruto (PDB) “kotor” (BPS ABDYA, 2007). Dewasa ini

masyarakat berminat untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi bersih,

misal dengan memperhitungkan hasil kegiatan rumah tangga dan biaya sosial

karena adanya pencemaran (sakit, meninggal sebelum waktunya dan lain-lain) dan

ketidaknikmatan hidup karena gangguan lingkungan.

Masalah yang dihadapi adalah bagaimana menilai dan mengukur

barang-barang lingkungan yang tidak berwujud dan tidak ada pasarnya, agar dapat

diperoleh kesatuan ukuran (common denominator) dan dibandingkan dengan

barang-barang dan jasa-jasa yang ada nilai dan satuan ukuran Rupiah, sehingga

diperoleh PDB bersih, dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara

sistem sosial ekonomi dengan lingkungan baik alami maupun fisik. Sistem

sosial-ekonomi bisa berdampak positif maupun negatif terhadap lingkungan, dampak

(37)

dan jasa, mudah mengukurnya karena biasanya ada pasar. Nilai hal yang berwujud

kuantitas dikalikan harga pasarnya, yang tidak berwujud seperti keindahan,

kesenangan dan lain-lain atau juga dikenal dengan eksternalitas ekonomi atau

eksternalitas positif, mengukurnya adalah dengan menggunakan metode tertentu

(Reksohadiprodjo, 1999).

2.4. Pendekatan Valuasi Ekonomi

Teori valuasi ekonomi bukanlah hal baru dalam menghitung sumberdaya

alam. Konsep ini telah dimulai sejak tahun 1902 ketika Amerika melahirkan

Undang-Undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk

melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan oleh

proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini kemudian

lebih dikembangkan setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan

biaya lebih dikembangkan ke pengukuran nilai tidak langsung (intangible) atau

nilai yang tidak nampak (Cantlon dan Herman, 1999).

Menurut Suparmoko (2005) pendekatan valuasi ekonomi terhadap

sumberdaya alam dapat dilakukan dengan empat metode. (1)Perubahan produksi,

dimana terdiri dari jenis produksi apa saja, seperti produksi pertanian, perikanan,

produksi air, dan juga perubahan tingkat kesehatan dalam masyarakat yang

menyebabkan penurunan produktivitas serta Opportunity Cost (biaya peluang)

juga dapat menyebabkan menurunnya produktivitas, misal sebelum kuliah

pendapatan 1 juta, setelah kuliah uang 1 juta tersebut hilang, ini yang disebut

dengan Opportunity Cost. (2) Nilai property (hedonic approach) nilai lahan, beda

pendapatan/upah. Terjadi perubahan pendapatan, misalnya tadinya sebagai petani,

sekarang menjadi buruh tambang. (3) Metode survey (survey method) seperti

Contingan Valuation Method (CVM), dilakukan dengan mengsurvey orang

tentang seberapa besar mereka mau membayar. (4) Pasar pengganti (surrogate

market).

Barbier et al. (1997), mengatakan bahwa dalam melakukan penilaian

terhadap ekosistem alam memiliki tiga tipe pendekatan, yaitu:

1. Analisis dampak (impact analysis) penilaian ini dilakukan apabila nilai

(38)

akibat dari aktivitas tertentu, misalnya pertambangan terhadap ekosistem

hutan.

2. Partial analysis, pendekatan ini dilakukan dengan menetapkan dua atau

lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem hutan, sedangkan

3. Total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari

sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat.

Nilai ekonimi (Economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan

menjumlahkan kehendak membayar dari banyak individu terhadap barang atau

jasa yang dimaksud (CVM, Willingness To Pay/WTP). Jadi dengan demikian,

valuasi ekonomi dalam kontek lingkungan hidup adalah pengukuran preferensi

masyarakat untuk lingkungan yang baik dibandingkan dengan yang buruk.

Valuasi bersifat fundamental untuk memikirkan pembangunan yang berkelanjutan

(sustainable development), namun hal yang terpenting adalah mengetahui apa dan

bagaimana melakukan valuasi ekonomi (Djijono, 2002).

Hasil valuasi ekonomi dinyatakan dalam nilai uang, sebagai cara dalam

mencari preference revelation, misalnya dengan menanyakan “Apakah

masyarakat berkehendak untuk membayar?”. Lebih lanjut dinyatakan bahwa

penggunaan nilai uang memungkinkan membandingkan antara nilai lingkungan

hidup dengan nilai pembangunan. Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan

untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai

dengan nilai nyata dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam

melakukan valuasi ekonomi perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga

yang terjadi dengan nilai nyata yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang

digunakan tersebut.

Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan valuasi ekonomi adalah ilmu

tentang pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif-alternatif. Alternatif-alternatif

yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup adalah lebih komplek

dibandingkan dengan pembuatan pilihan dalam kontek barang-barang privat

murni yang mudah dinilai (Suparmoko, 2008). Salah satu tantangan yang

dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai suatu

sumberdaya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak hanya nilai pasar dari

(39)

ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Pertanyaan yang lazim timbul adalah

bagaimana menilai dan mengukur sumberdaya tersebut sementara tidak memiliki

konsumen tetap. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur sumberdaya

alam adalah melakukan valuasi ekonomi yaitu dengan menghitung Nilai Ekonomi

Total (NET) (Kusnandar, 2008).

Nilai ekonomi total adalah nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu

sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus

diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan sehingga alokasi dan

alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan bermanfaat. Nilai

ekonomi total ini dapat dibagi dalam beberapa komponen, sebagai ilustrasi

misalnya dalam kontek penentuan alternatif penggunaan lahan dari ekosistem

hutan sekunder dan perkebunan berdasarkan hukum biaya dan manfaat keputusan

untuk mengembangkan ekosistem hutan menjadi pertambangan dapat dibenarkan

apabila manfaat bersih dari pertambangan lebih besar dari manfaat bersih

konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi dihitung dengan NET dari

ekositem hutan dan perkebunan tersebut yang juga berfungsi sebagai pendukung

kesejahteraan rakyat (Suparmoko, 2008).

Manfaat dari pemberian nilai ekonomi lingkungan antara lain: (1) dapat

menyajikan potret yang lebih lengkap tentang nilai proyek pertambangan dengan

menyajikan manfaat dan kerugian lingkungan (2) mendorong pertimbangan

konsekwensi lingkungan pertambangan secara lebih cermat dan sistematis (3)

dapat digunakan sebagai dasar yang jelas dan beralasan dalam menerima atau

menolak pertambangan (4) dapat mengeliminasi investasi proyek-proyek yang

cenderung mengeksploitasi dan atau merusak sumberdaya alam (Irham, 1999).

Valuasi ekonomi pada suatu ekosistem merupakan suatu pendekatan yang

sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk menilai secara ekonomi pemanfaatan

ekosistem hutan (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997). Akan tetapi

permasalahan yang paling utama adalah kompleksitas ekosistem hutan. Sehingga

menimbulkan berbagai persoalan dalam mengkuantifikasi parameter-parameter

yang dapat digunakan sebagai standar dalam valuasi ekonomi pemanfaatan

ekositem hutan. Berbagai penelitian yang telah berhasil melakukan penilaian

(40)

lainnya, adalah sebagai berikut.

Godoy (1992) mengatakan beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam

valuasi ekonomi hutan sekunder, yaitu: (1) Sewa hutan, (2) penerimaan dari

produk-produk selain kayu dan pelayanan, (3) konservasi tanah dan pengelolaan

daerah aliran sungai (DAS), (4) pendapatan dari turis dan keanekaragaman hayati.

Riley dan Scrimgeour (1991) menerapkan penghitungan NPV hutan di Selandia

baru. Nilai hutan yang dominan untuk rekreasi dan pengontrolan erosi (non-use

values) adalah berbeda nyata dibandingkan dengan penggunaan untuk tahan

pertanian.

Patz (1990) memperkenalkan tiga metode valuasi hutan di Jerman Timur

tergantung pada tujuan ekonomi, berdasarkan pada nilai langsung dan nilai tak

langsung dari harga kayu umum. Pearce (1991) membuat perkiraan penghitungan

valuasi ekonomi hutan di Inggris yang mempertimbangkan: (1) keuntungan

alamiah dari investasi hutan, (2) kegagalan pasar dan valuasi keuntungan hutan,

(3) nilai ekonomi alam, dan (4) komponen CBA dari kayu, rekreasi, konservasi

kehidupan liar, dampak sumberdaya air, evaluasi bentang lahan, dampak rumah

kaca keamanan ekonomi dan integritas masyarakat.

Grimes et al. (1994) menghitung 3 ha hutan primer Amazona di Equador

berdasarkan ekstraksi potensi produk-produk non kayu. Nilai NPVnya adalah US

$ 2.830 pada lahan kering dan US $ 1.257 pada lahan Aluvial. Nilai-nilai ini

secara nyata lebih tinggi dari biaya total pemanfaatan lahan untuk tujuan lainnya.

Voon (1992) melaporkan pemanfaatan lahan kering berlereng yang digunakan

untuk tujuan parawisata secara berlebihan ternyata berdampak negatif dalam

jangka panjang. Tobias dan Mendelsohn (1991) melakukan valuasi ekoturisme

hutan hujan tropis di Costa Rica dengan metoda biaya perjalanan.

Analisis ekonomi cara rehabilitasi lahan dapat menggunakan analisis

manfaat dan biaya, atau penghitungan biaya pengendalian erosi sampai erosi yang

terjadi tidak membahayakan produktivitas tanah. Untuk mengendalikan erosi

sampai 25 ton/ha/thn (berkurang sebesar 63%), dibutuhkan biaya sebesar US $

0,33/ton tanah hilang. Bila erosi dikurangi sampai 80% (12,6 ton/ha/thn), maka

dibutuhkan biaya US $ 0,45/ton tanah hilang (Council for Agricultural Science

(41)

Kurnia (1996) melaporkan bahwa biaya pengendalian erosi dengan mulsa

jerami padi dan mulsa Mucuna sp berturut-turut Rp2.175 dan Rp1.640/ton tanah

tererosi. Pupuk kandang mempunyai biaya pengendalian erosi lebih tinggi, yaitu

Rp4.085/ton tanah tererosi. Sedangkan biaya kerusakan lahan Podsolik Merah

Kuning Bogor tanpa rehabilitasi adalah Rp291.175/ha sehingga biaya rehabilitasi

kerusakan lahan dengan mulsa padi dan mulsa Mucuna sp hanya 1,2-9,2% dari

biaya kerusakan lahan tanpa rehabilitasi.

2.5. Dampak Sosial Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat

Pembangunan suatu proyek yang berada di wilayah yang penduduk atau

lokasi tempat mencari nafkah bagi penduduk sekitarnya, maka dampak kegiatan

dapat secara langsung mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat di

sekitarnya serta perubahan pendapatan keluarga, pola kepemilikan lahan,

pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, perkembangan fasilitas sosial dan

aksesibilitas wilayah (Djajadiningrat, 2001). Perubahan tingkat pendapatan

keluarga akan terjadi jika penduduk mengalami perubahan yang berarti akibat

adanya pembangunan. Pembangunan akan berdampak positif terhadap masyarakat

jika dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas fasilitas umum dan sosial, tetapi

jika mengurangi fungsi dari fasilitas umum dan sosial yang ada maka berarti

pembangunan proyek tersebut berdampak negatif (Utomo, 2002).

Usaha pertambangan dan industri biasanya dilakukan dengan padat modal

dan teknologi tetapi terletak di daerah pedesaan yang miskin. Perbedaan kedua

lingkungan sosial ini dapat menimbulkan masalah sosial di masyarakat, dan untuk

menghindarinya sangat perlu diperhitungkan pembangunan fasilitas kehidupan

masyarakat sekitar pertambangan, hal ini agar masyarakat juga dapat merasakan

manfaat dari kegiatan pertambangan dan pengusaha juga merasa bertanggung

jawab untuk menjaga kualitas lingkungan dimana mereka berusaha serta

memperhatikan pola kehidupan sosial masyarakat yang sudah ada.

Dampak kegiatan pertambangan bijih besi yang positif diharapkan tidak

hanya terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan

pertambangan, tetapi juga terhadap peningkatan kesejahteraan yang dapat

(42)

pertambangan, kesejahteraan antar individu dapat berbeda-beda satu dengan yang

lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Sukanto (1998) bahwa kesejahteraan

tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang

bersifat batiniah atau spiritual. Dalam ekonomi mikro, indikator yang digunakan

untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah

melalui tingkat kepuasan. Apabila seseorang mengaku puas dalam mengkonsumsi

suatu barang atau jasa, maka orang tersebut dapat dikatakan sejahtera.

Pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat

kesejahteraan ekonomi masyarakat, ekonomi masyarakat yang makmur

ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi

masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang

rendah. Ada beberapa indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan adalah:

1. Konsumsi rumah tangga per tahun

2. Keadaan tempat tinggal

3. Fasilitas tempat tinggal

4. Kesehatan anggota rumah tangga

5. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis.

6. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan

7. Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

8. Kehidupan beragama

9. Perasaan aman dari tindakan kejahatan

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun

fasilitas yang dimiliki sebagai tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah suatu

kebutuhan dasar yang sangat penting selain makan dan pakaian (sandang) dalam

pencapaian kehidupan yang layak. Kesehatan dapat juga sebagai ukuran

kesejahteraan seseorang, sehingga status sosial masyarakat dapat diketahui (BPS

NAD, 1996).

2.6. Persepsi Masyarakat

Sejak individu dilahirkan, saat itu pula individu secara langsung

berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung

(43)

sendiri. Individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya

sehingga memunculkan persepsi.

Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, dan penilaian.

Persepsi selalu melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek tertentu, sehingga

persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia tentang obyek dan peristiwa

yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

tentang obyek tersebut. Persepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek dan

lingkungan di sekitarnya, sehingga tercapai komunikasi antara manusia dengan

lingkungannya. Persepsi merupakan proses internal yang dilakukan untuk

memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan

eksternal. Dengan kata lain persepsi adalah cara seseorang untuk mengubah

energi fisik lingkungan menjadi pengalaman yang bermakna (Sarwono, 1987).

Menurut Mar’at (1981) persepsi merupakan bagian dari konsep diri manusia

yang diartikan sebagai proses pandangan/tanggapan dalam

memahami/menanggapi sesuatu. Persepsi seseorang berkaitan dengan

pengalaman, kemampuan maupun daya persepsi yang diterimanya. Pengetahuan

dan pengalaman yang diperolehnya akan memperkaya diri dengan

perbendaharaan untuk memperkaya daya persepsinya. Dari beberapa pernyataan

di atas dapat diketahui bahwa proses pemberian makna atau persepsi sangatlah

berkaitan dengan pengetahuan dan kemampuan individu melalui proses stimulasi

dengan lingkungannya.

Persepsi positif terhadap stimulasi cenderung bersangkutan untuk

mengadakan perhatian/pendekatan terhadap stimulasi. Sebaliknya persepsi

terhadap stimulasi cenderung yang bersangkutan untuk mengadakan

pengindaran/penilaian yang negatif dan bahkan reaksi tingkah laku (respon) yang

negatif berupa perlawanan dan pelampiasan pada obyek lain.

Persepsi menurut Abizar (1988) adalah proses dengan mana seseorang

individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasi stimulus dari lingkungannya.

Persepsi juga menentukan cara kita berperilaku terhadap suatu obyek atau

permasalahan, bagaimana segala sesuatu itu mempengaruhi persepsi seseorang

nantinya akan mempengaruhi perilaku yang dipilihnya. Persepsi juga merupakan

(44)

lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran

yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.

Dari kondisi yang tercipta akibat kegiatan pertambangan menimbulkan

persepsi dari masyarakat yang berdomisili di sekitar pertambangan. Menurut

Liana (1994) persepsi yang positif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan akan

tercermin dari respon yang positif terhadap kegiatan tersebut karena manfaat yang

dirasakan, dan masyarakat akan mendukungnya secara berkesinambungan.

Persepsi masyarakat mengenai lingkungannya sangat tergantung pada dampak

langsung atau tidak langsung terhadap aktivitas dan sarana-sarana yang

menunjang kehidupan masyarakat dari suatu kegiatan proyek yang dilakukan di

lingkungan mereka serta faktor sosial ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan.

2.7. Ekologi dan Kesehatan

Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat,

kesehatan lingkungan erat pula hubungannya dengan taraf sosial ekonomi.

Karenanya, untuk dapat mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan

masyarakat perlu dihayati hubungan lingkungan dengan manusia, yaitu ekologi

manusia.

Kemampuan manusia untuk mengubah atau memodifikasi kualitas

lingkungnya tergantung sekali pada taraf sosial budaya. Masyarakat yang primitif

hanya mampu membuka hutan secukupnya untuk memberi perlindungan pada

masyarakat tersebut. Sebaliknya, masyarakat yang sudah maju sosial budayanya

dapat mengubah lingkungan hidup sampai ke taraf yang irreversibel.

Gunung-gunung dapat dibelah atau dipotong sesuai dengan keperluannya. Hutan dapat

diubah menjadi kota dalam waktu yang singkat.

Pemanfaatan sumberdaya alam menurut Sugandhi dan Hakim (2007) dalam

memodifikasi lingkungan hidup dengan tujuan memperbaiki nasib manusia tidak

selalu berhasil dengan baik bila tidak diperhatikan proses-proses yang terjadi di

dalam ekosistem yang mengikuti perubahan-perubahan tersebut. Apabila

modifikasi lingkungan dilakukan sedemikian rupa sehingga alam tidak dapat lagi

mempertahankan keseimbangannya, maka akan terjadi hal-hal yang merugikan

(45)

manusia juga membuang kembali segala sesuatu yang tidak dipergunakan kembali

ke alam biasanya disebut dengan limbah, tindakan ini akan berakibat buruk bagi

manusia apabila jumlah buangan sudah telalu banyak sehingga alam tidak dapat

lagi membersihkan keseluruhannya. Dengan demikian, terjadi pengotoran

lingkungan dan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan

sehari-hari. Sebagai akibatnya, manusia akan mengalami gangguan kesehatan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, jelas bahwa kelangsungan hidup masyarakat

sangat tergantung pada pengetahuan dan pengertian tentang proses-proses

(46)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada usaha pertambangan bijih besi PT Juya Aceh

Mining, yang berlokasi di Desa Ie Mirah dan Pante Rakyat, Kecamatan Babah Rot

Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Jarak

dari ibukota propinsi (Banda Aceh) 412 km arah barat, dapat ditempuh dalam

waktu 11-12 jam dengan transportasi darat. Secara geografis lokasi pertambangan

bijih besi ini terletak pada posisi 96048, 29’84” BT dan 30 47, 45’582”. LU.

Pengusahaan pertambangan berada dalam dua wilayah administrasi desa

yaitu Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat. Desa Ie Mirah terbagi dalam empat

dusun yaitu: Dusun Kuta Malaka, Dusun Kubang Gajah, Dusun Pancang Besi

dan Dusun Seujahtra, dan memiliki berpenduduk sebanyak 1.579 jiwa.

Sedangkan Desa Pante Rakyat terdiri atas sepuluh dusun yaitu dusun Pasar, Alue

Pineung, Plak Mirah, Kampong Teungoeh, Lhoek Gayoe, Geunang Jaya, Alue

Mentri, Blang Raja, Lhoek Meukek dan Dusun Alue Dawah, serta memiliki

penduduk 6.728 jiwa. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008

sampai dengan bulan Maret 2009.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini sepenuhnya dilakukan di Desa Ie Mirah dan Desa Pante

Rakyat Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi NAD.

Penelitian ini terkonsentrasi pada pencarian seberapa besar kehilangan fungsi

ekonomi lingkungan yang ditimbulkan oleh pertambangan, menghitung perbedaan

tingkat pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah adanya kegiatan

pertambangan dan mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap kegiatan

pertambangan bijih besi PT Juya Aceh Mining.

3.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey yang merupakan kombinasi

dari “descriptive research” dan “problem solving research”. Menurut Ethridge

(47)

mengidentifikasi dan mendeskripsikan apa yang terjadi. Sementara itu penelitian

problem solving research, (penelitian pemecahan masalah) adalah penelitian yang

dirancang untuk memecahkan masalah yang spesifik guna mengambil keputusan

yang spesifik pula. Dengan penggunaan metode penelitian ini, maka hasil

penelitian selain dapat dideskripsikan juga dapat diketemukan masalah yang

penting, untuk selanjutnya ditentukan alternatif pemecahannya.

3.4. Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini pengambilan sampel terdiri dari dua desa yaitu Desa Ie

Mirah dan Desa Pante Rakyat. Dari desa tersebut diambil 4 dusun yaitu: tiga

dusun dari Desa Ie Mirah dipilih Dusun Kuta Malaka, Seujahtera dan Dusun

Pancang Besi dan satu dusun dari Desa Pante Rakyat yaitu Dusun Alue Dawah.

Pemilihan tempat berdasarkan asumsi dimana dampak permasalahan seperti

fasilitas, aktifitas, hilangnya sumber kehidupan, terjadinya pencemaran, tersedia

lapangan kerja, peningkatan dan penurunan pendapatan/kapita, konflik dan lain

sebagainya, selama proyek beroperasi, dampak paling utama akan dipikul oleh

masyarakat Desa Ie Mirah dan Desa Pante Rakyat.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan data atau informasi langsung dari masyarakat Desa Ie Mirah dan Desa

Pante Rakyat yang berdomisili di sekitar pertambangan PT Juya Aceh Mining.

Data primer ini diperoleh dari hasil wawancara dengan anggota masyarakat yang

dipandu dengan kuisioner. Data primer ini mencakup komponen ekonomi, sosial

dan lingkungan yang terkena dampak dari kegiatan proyek PT Juya Aceh Mining.

Data ini berupa:

• Data tentang vegetasi dari ekosistem yang terdapat pada areal

pertambangan PT Juya Aceh Mining

• Data jumlah tenaga kerja yang memiliki kesempatan kerja di

pertambangan

• Data pendapatan masyarakat pada saat sebelum dan setelah adanya

(48)

• Persepsi masyarakat (sikap dan pandangan masyarakat) terhadap kegiatan pertambangan

Data sekunder, merupakan data/informasi yang sudah didokumentasikan

baik berupa data statistik maupun hasil penelitian yang diperoleh dari

dinas/instansi atau kelembagaan yang terkait dengan penelitian ini. Data ini

berupa:

• Data luasan hutan dan pemanfaatannya

• Data tentang kekayaan keanekaragaman hayati yang terdapat pada hutan

konversi oleh PT Juya Aceh Mining

• Data harga dasar produk kehutanan dan pertanian

• Dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining

• Data luas areal yang dikonversi oleh PT Juya Aceh Mining

• Data demografi (kependudukan) yang berdomisili di sekitar tambang

• Data tingkat pendidikan dan pekerjaan

• Data jumlah KK, pekerjaan, dan pendidikan

3.6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang bertujuan untuk mengetahui kehilangan fungsi

ekonomi lingkungan diperoleh dari menghitung barang ekonomi yang hilang.

Pengambilan data dilakukan pada seluruh areal pertambangan dengan merujuk

pada dokumen AMDAL PT Juya Aceh Mining. Sedangkan data sosial, diperoleh

melalui diskusi/wawancara secara mendalam dengan masyarakat yang dijadikan

sampel, tokoh masyarakat, pihak perusahaan dan pemerintah diikuti dengan

pengisian kuisioner.

Pemilihan responden berdasarkan pendapat Siegel (1997) yang menyatakan

bahwa apabila subjeknya lebih dari 100, maka dapat diambil antara 10–15% atau

20–25% atau lebih. Dengan merujuk pendapat tersebut, maka responden pada

penelitian ini adalah 91 orang yaitu (20% dari populasi), dari jumlah penduduk

disetiap dusun dan dibagi dalam 4 kelompok berdasarkan dusun. Tiga dusun

berada dalam administrasi Desa Ie Mirah yaitu Dusun Kuta Malaka, Seujahtera

(49)

Rakyat yaitu Dusun Alue Dawah. Data pendukung berupa telaah pustaka yang

mencakup kajian konsep teoritis dan telaah hasil penelitian.

3.7. Analisis Data

3.7.1. Analisis Kehilangan Fungsi Ekonomi Lingkungan

Untuk mengetahui dampak pertambangan terhadap hilangnya barang

lingkungan, analisis dilakukakan dengan kuantitatif dengan cara melakukan

penghitungan Nilai Ekonomi Total (NET) terhadap vegatasi yang terdapat pada

areal pertambangan PT Juya Aceh Mining. Dalam penelitian ini dilakukan dua

tahap pendekatan Tietenberg (1992) yaitu (1) identifikasi manfaat dan

fungsi-fungsi barang lingkungan (

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1  Jumlah penduduk dan kepala keluarga
Tabel 2  Data suhu, curah hujan dan kelembaban Kabupaten ABDYA
Tabel 3  Jenis fauna pada lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan tes pilihan ganda berbasis penalaran yang dapat digunakan untuk mengukur penguasaan materi kesetimbangan kimia pada siswa..

Dengan asumsi tidak ada penambahan modal dan terjadinya penurunan ATMR diakibatkan oleh penurunan dana yang dipinjamkan kepada masyarakat akan mengakibatkan penurunan

Area pertanian pangan, kebun buah, kebun tanaman langka, kolam, area peternakan. Area outbond, gazebo, kolam pancing, area peternakan, kebun

adalah memodelkan populasi awal tumor yang tidak terinfeksi, kemudian memodelkan interaksi antara populasi tumor yang tidak terinfeksi, populasi tumor yang

Untuk mengatasinya hal tersebut diberikan suatu solusi untuk mendukung pembelajaran bahasa Inggris dengan merancang materi pembelajaran meliputi berbagai

Scott continues to serve as a pastor in the local church as he has for the last 35 years, including as a lead pastor for 17 years, a youth pastor for 9 years, and then as

“Tujuan penegakan disiplin seringkali tidak mendapat respons yang positif dari siswa hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu: a) kepemimpinan guru atau kepala sekolah

Selama proses pembelajaran peneliti dapat melakukan pengamatan atau kegiatan observasi. Pengamatan mencakup aktivitas siswa yang dilakukan dengan lembar observasi yang